LAPORAN PRAKTIKUM APLIKASI BIOKIMIA DAN FISIOLOGI PASCA PANEN ENZIM KELOMPOK 7 NURASIA HALEDE NUR AZISAH NURHALIZA NURFATIHAH NUR HIKMAH NUR HIKMAWATI ALWI NUR ASYSA KEVIN ARMELIA SIARAI (G031191002) (G031191047) (G031191051) (G031191054) (G031191060) (G031191073) (G031191079) (G031191091) APLIKASI BIOKIMIA DAN FISIOLOGI KEAMANAN PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2021 ENZIM Nurasia Halede1), Nur Azisah1), Nurhaliza1), Nurfatihah1), Nur Hikmah1), Nur Hikmawati Alwi1), Nur Asysa1), Kevin Armelia Siarai1) Mata Kuliah Aplikasi Biokimia dan Fisiologi Pasca Panen, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Hasanuddin ABSTRAK Enzymes act as biocatalysts which function to speed up reactions. To maximize enzyme performance, it is necessary to know the optimum conditions for enzyme activity. Some of the factors that influence are temperature and pH. Therefore, this practicum aims to determine the effect of temperature and pH on the amylase enzyme activity. In this practicum, the Benedict and iodine test methods are used to determine the effect of pH and temperature on the amylase enzyme. Various temperature treatments used were 10oC, room temperature, 37oC, and 80oC. Various pH treatments are the addition of hydrochloric acid, acetic acid, distilled water, and sodium carbonate. In the iodine test with a temperature of 10oC, the result is a brownish orange color, at room temperature an orange color is obtained, a brown color is obtained at 37oC and in the 80oC an orange color is obtained. Whereas in the benedict test, at a temperature of 10oC a blue color is obtained, at room temperature a blue color is obtained and there is sedimentation, at 37oC a blue color is obtained and at a temperature of 80oC a slightly greenish blue color is obtained. In the test for the effect of pH, it was found that when the iodine test was added with hydrochloric acid, it got a clear brownish color, when you added acetic acid you got a brown color, added distilled water you got a brown color, and when you added sodium carbonate you got a brown color. Meanwhile, during the Benedict test, the addition of hydrochloric acid produced a blue color, the addition of acetic acid became a turquoise blue, the addition of distilled water turned a slightly greenish blue and the addition of sodium carbonate turned blue. The amylase enzyme can work optimally at its optimum temperature which is based on the high increase in temperature, but too high a temperature can inhibit enzyme activity. The amylase enzyme can also work optimally at a pH that is not too acidic and a pH that is not too alkaline. The amylase enzyme activity reaches its optimum at pH 6. Kata Kunci : Amilase, Enzyme, Optimum, pH, Temperature I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Di dalam suatu industri, enzim banyak digunakan termasuk di industri pangan. Hal ini disebabkan karena enzim memiliki sifat biokatalisator yang mempercepat terjadinya reaksi. Enzim merupakan molekul protein yang berfungsi untuk mempercepat terjadinya reaksi metabolisme. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh faktor lingkungannya. Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan optimal, maka kondisi lingkungan enzim perlu diperhatikan dengan baik. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja enzim, di antaranya suhu dan pH. Suhu berpengaruh terhadap enzim karena enzim merupakan protein yang tersusun dari asam amino yang kerjanya berkaitan dengan suhu lingkungan. Salah satu jensi enzim yang banyak digunakan adalah enzim amilase. Menurut Isti’anah, et al. (2020), enzim amilase merupakan enzim yang mampu menghidrolisis amilum dan menghasilkan glukosa. Enzim amilase dapat dihasilkan oleh semua makhluk hidup untuk mengkatalis reaksi biokimia, sehingga reaksi-reaksi tersebut dapat berlangsung lebih cepat. Salah satu fungsi amilase adalah memecah pati menjadi gula yang terletak pada kelenjar saliva. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum ini agar dapat diketahui karakteristik dari enzim amilase yang ada pada saliva manusia sehingga dengan diketahuinya hal tersebut maka dapat diatur keadaan yang sesuai sehingga diperoleh hasil yang optimal. b. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari praktikum ini yaitu : 1. Bagaimana pengaruh suhu pada kinerja enzim? 2. Bagaimana pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase saliva manusia? c. Tujuan Praktikum Tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu: 1. Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas amilase saliva manusia. 2. Untuk mengetahui pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase saliva manusia. II. METODOLOGI PRAKTIKUM a. Alat dan bahan Alat yang dibutuhkan pada praktikum ini adalah gelas kimia (Pyrex) 500 mL, kainsaring, gelas ukur (Gerhardt) 100 mL, pipet volume (Pyrex) mL, bulb (D&N), erlenmeyer (Pyrex) 50 mL, hot plate (Memmert), cawan schott (Normax), stopwatch, rak tabung reaksi (Lokal), regrigerator, dan waterbath (Memmert). Bahan yang dibutuhkan pada praktikum ini adalah permenasam, tepungkanji, pereaksi benedict, pereaksi iodin, asam klorida (HCl) 0.1%, asam asetat (CH3COOH), aquades, Natrium karbonat (Na2CO3) 0.1%. b. Prosedur Kerja Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim Amilase pada Saliva Pertama-tama makanan asam dikunyah terlebih dahulu, kemudian siapkan 4 tabung reaksi yang masing-masing tabung diisi saliva sebanyak 2 mL. Sampel berupa saliva ditambahkan larutan pati 1% sebanyak 2 mL dan dihomogenkan. Tabung reaksi pertama diletakkan pada suhu 10oC, tabung reaksi kedua diletakkan pada suhu kamar, tabung reaksi ketiga diletakkan pada suhu 37oC, dan pada tabung reaksi keempat diletakkan pada suhu 80oC masing-masing selama 15 menit. Selanjutnya, setiap tabung ditambahkan pereaksi iodim dan pereaksi benedict. Lalu, amati perubahan warna yang terjadi. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase pada Saliva Pertama-tama tabung reaksi disiapkan sebanyak 4 yang masing-masing diisi HCl 0,1%, CH3COOH 0.1%, aquades, dan Na2CO3 0.1% sebanyak 4 mL dan dihomogenkan. Kemudian ditambahkan larutan pati 1% dan saliva sebanyak 2 mL lalu dihomogenkan. Setelah itu, sampel diletakkan ke dalam waterbath pada suhu 37oC selama 15 menit. Selanjutnya, sampel diletakkan di atas preparat dan teteskan larutan iodin dan larutan benedict masingmasing 2 mL. Lalu, amati perubahan yang terjadi. III. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Hasil Berikut adalah data hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut Tabel 3.1 Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Amilase Saliva Suhu Uji o Iodium 10 C Orange kecoklatan Suhu kamar Jingga 37 oC Coklat Benedict Biru Biru dan ada endapan Biru 80oC Jingga Biru sedikit kehijauan Sumber : Data Sekunder Praktikum Aplikasi Biokimia dan Fisiologi Pasca Panen, 2018 Tabel 3.2 Pengaruh pH terhadap Aktivitas Amilase Saliva pH Uji Iodium Asam klorida Bening kecoklatan Asam asetat Coklat Benedict Biru Biru kehijauan Aquades Coklat Biru sedikit kehijauan Na-karbonat Coklat Biru Sumber : Data Sekunder Praktikum Aplikasi Biokimia dan Fisiologi Pasca Panen, 2018 b. Pembahasan Tepung kanji atau yang biasa disebut tepung tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan ketela pohon atau ubi kayu (Manihotutilissima) atau biasa juga disebut singkong. Tepung tapioka adalah pati dari umbi singkong yang dikeringkan dan dihaluskan. Singkong yang diolah menjadi tepung tapioka dapat bertahan selama 1-2 tahun dalam penyimpanan (apabila dikemas dengan baik). Tepung tapioka memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan bahan bakunya (singkong), yaitu lebih tahan dalam penyimpanan, lebih mudah didistribusikan karena praktis, ringan, dan aman, daya jangkau pemasarannya lebih luas, dan kegunaannya lebih banyak (Suprapti, 2005). Tepung tapioka kaya karbohidrat dan energi. Tepung ini juga tidak mengandung gluten, sehingga aman bagi yang alergi.Karena mengandung linamarin, tapioka dapat menangkal pertumbuhan sel kanker. Tapioka mengandung sedikit protein dan lemak. Kandungan unsur gizi dalam tepung tapioka 100 g adalah sebagai berikut: No. Kandungan Tepung unzur gizi tapioka 1. Kalori (kal) 362,00 2. Protein (g) 0,50 3 Lemak (g) 0.3 4 Karbohidrat 86.90 5. Mineral (g) 0,30 6. Kalsium (mg) 00,00 7. Zat Besi (mg) 00,00 8. Zat Besi (mg) 00,00 9. Vitamin A (SI) 00,00 10. Vitamin B1 (mg) 00,00 11. Vitamin C (mg) 00,00 12. 12. Air (g) 12,00 Tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku ataupun campuran/tambahan pada berbagai macam produk antara lain: kerupuk, biscuit/kue kering, jajanan/kue tradisional, misalnya cenil, opak/semprong/lendre, wadah es krim, kacang shanghai, pilus (Suprapti, 2005). Tepung ini sering digunakan untuk membuat makanan dan bahan perekat. Banyak makanan tradisional yang menggunakan tapioka sebagai bahan bakunya, seperti bakso, cimol, maupun sebagai bahan campuran kue, seperti kue lapis, kue biji ketapang, dan kue tradisional lainnya. Selain itu tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Tapioka yang diolah menjadi sirup glukosa dan destrin sangat diperlukan oleh berbagai industri antara lain industri kembang gula, pengalengan buah-buahan, pengolahan es krim, minuman dan industri peragian. Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi, dan bahan pengikat dalam makanan, seperti dalam pembuatan puding, sop, makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging industri farmasi, dan lain-lain (Radiyati, 1990). Amilase (Alpha-amylase) adalah enzim yang mengkatalisis hidrolisis dari alpha-1, 4glikosidik amilosa pati menghasilkan glukosa (Ariandi, 2016). Enzim amilase diproduksi di kelenjar liur, pankreas, dan usus halus. Saat makanan yang mengandung karbohidrat dikunyah, kelenjar liur (saliva) di dalam mulut akan menghasilkan amilase. Produksi enzim amilase yang tinggi, tidak lepas dengan adanya faktor-faktor yang mendukung keberhasilan produksi suatu enzim. Faktor yang sangat terpenting adalah suhu, pH dan substrat yang mengandung kadar pati tinggi. Suhu sangat memengaruhi aktivitas enzim karena enzim adalah rangkaian asam amino yang sistem kerjanya berkaitan erat dengan suhu lingkungan. Aktivitas enzim juga akan dipengaruhi oleh pH. pH akan berkaitan dengan keberadaan ion hidrogen. Konsentrasi ion hidrogen sangat memengaruhi aktivitas enzim, karena enzim dapat aktif apabila asam amino yang merupakan sisi aktif enzim berada dalam keadaan ionisasi yang tepat. pH terlalu asam atau basa akan menyebabkan enzim terdenaturasi sehingga enzim tidak aktif. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Istia’nah, dkk (2020) dalam mengetahui karakterisasi enzim amilase, dilakukan dengan mencari suhu, dan pH optimum bakteri Bacillus megaterium dalam memproduksi enzim amilase. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya didapatkan hasil bahwa pada suhu 37˚C, Bacillus megaterium dapat menghasilkan aktivitas amilase sebesar 1,279 U/ml. Menurut Tarigan et al. (2015) menjelaskan bahwa pada suhu optimal, tumbukan antara enzim dan substrat sangat efektif, sehingga pembentukan kompleks enzim-substrat semakin mudah dan produk yang dihasilkan meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Istia’nah, dkk ini dapat dikatakan sesuai dengan pernyataan Vaseekaran et al. (2010), yang menyatakan bahwa enzim amilase pada umumnya aktif bekerja pada kisaran suhu 25-95˚C. Hasil penelitian yang kedua yakni karakterisasi enzim amilase berdasarkan pH optimum. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pH optimum bakteri Bacillus megaterium dalam memproduksi enzim amilase yakni pada pH 5,0 dengan aktivitas enzim sebesar 1,241 U/ml. Ph optimum bakteri dikarenakan protein enzim membentuk struktur yang sangat tepat sehingga enzim dapat mengikat dan mengolah substrat dengan kecepatan yang tinggi. Carvalho et al. (2008) dalam Istia’nah (2020), menyebutkan bahwa aktivitas pH optimum enzim amilase berkisar antara 4,0-8,0. Uji benedict dan uji iodium yang menggunakan kanji untuk melihat aktivitas enzim amilase pada saliva dengan melihat pengaruh dari pH dan suhu. Uji benedict dilakukan untuk mengetahui adanya gula pereduksi seperti glukosa dan maltosa dalam saliva. Uji benedict dan uji iodium yang menggunakan kanji untuk melihat aktivitas enzim amilase pada saliva dengan melihat pengaruh dari pH dan suhu. Uji benedict dilakukan untuk mengetahui adanya gula pereduksi seperti glukosa dan maltosa dalam saliva. Uji benedict dapat dikatakan positif terdapat gula pereduksi apabila terdapat endapan berwarna merah bata pada sampel yang menandakan tingginya kandungan glukosa pada sampel. Selain itu terdapat warna lain seperti biru kehijauan, merah dan kuning tergantung konsentrasi dari gula pereduksinya. Uji benedict berdasarkan atas reduksi Cu2+ menjadi Cu+. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutikno (2008) bahwa pereaksi benedict berupa larutan yang mengandung kupri sulfat, natrium karbonat, dan natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu2+ dari kupri sulfat menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2+. Natrium karbonat dan natrium sitrat membuat pereaksi Benedict bersifat basa lemah. Uji iodium merupakan salah satu uji dalam karbohidrat yang bertujuan menentukan polisakarida (positif untuk pati) pada saliva. Prinsip uji iodium adalah mengetahui kandungan polisakarida seperti pati, dekstrin, glikogen pada saliva. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya perubahan warna pada sampel. Amilum atau pati yang terdapat dalam sampel akan menimbulkan warna biru, dekstrin menghasilkan warna merah ungu, glikogen dan sebagian pati yang terhidrolisis bereaksi dengan iodium menghasilkan warna merah coklat atau hitam. Semakin pekat perubahan warna pada sampel, maka semakin besar kandungan polisakarida yang terkandung di dalam sampel. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ariandi (2016) bahwa Jika amilosa pati terdapat dalam larutan, maka akan menghasilkan warna biru-hitam. Jika amilosa pati tidak hadir, maka warna akan tetap oranye atau kuning. Untuk Amilopektin pati, selulosa, ataupun disakarida seperti sukrosa yang terdapat dalam larutan tidak akan memberikan efek warna. Pada suhu 10°C sampel berubah warna menjadi orange kecoklatan, pada suhu kamar sampel berubah warna menjadi jingga, kemudian pada suhu 37°C warna sampel menjadi coklat, dan pada suhu 80°C warna sampel kembali menjadi jingga. Fungsi penambahan iodium adalah sebagai indikator terhadap reaksi yang terjadi dimana akan tampak terjadi perubahan warna. Pada suhu 10°C sampel berubah warna menjadi orange kecoklatan disebabkan karena amilum dapat bereaksi dengan iodine dalam suasana asam sehingga iodine membentuk kompleks polisakarida Suasana asama amilum dapat terhdirolisis sehingga memudahkannya untuk bereaksi dengan iodine membentuk kompleks berwarna cokelat keruh. Menurut Mustakin( 2019) bahwa pengujian iodin yaitu karbohidrat golongan poliasakarida akan memberikan reaksi dengan larutan iodin dimana akan memberikan warna spesifik bergantung pada jenis karbohidratnya. Amilosa dan iodin akan membentuk warna biru. Warna biru yang tampak menunjukkan terjadinya ikatan antara iodin dengan amilum. Aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh suhu yang digunakan. Pada suhu 80°C, warna dari sampel kembali menjadi jingga hal ini karena aktivitas enzim pada suhu tinggi menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Estrada, et al (2015) bahawa aktivitas enzim akan menurun pada suhu 50°C dan meningkat drastis pada suhu 40°C. Hal ini disebabkan pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Sehingga dari data praktikum di atasa dapat diketahui bahwa suhu optimum dari enzim adalah 37°c mendekati suhu 40°C,karena pada suhu 37°C terjadi perubahan warna menjadi cokelat yang menandakan terbentuknya larutan kompleks pada larutan amilum. Uji aktivitas amilase secara kualitatif ditentukan dengan melihat gula pereduksi yang terbentuk dengan penambahan benedicth. Hasil praktikum didapatkan data bahwa pada suhu 10oC larutan berwarna biru tanpa endapan, pada suhu kamar larutan juga berwarna biru dan terbentuk endapan, pada suhu 37 oC larutan tetap berwarna biru dan tidak membentuk endapan, dan pada suhu 80oC larutan berubah warna menjadi biru kehijauan tanpa endapan. Prinsip dari uji benedict ini adalah mereduksi ion Cu2+ dari CuSO4.5H2O pada suasana alkalis menjadi Cu+ oleh gugus aldehid atau keton bebas pada gula pereduksi yang terdapat pada sampel(Wahyuni, 2017) . Suasana alkalis didapatkan dengan penambahan Na2CO3 dan Na sitrat pada reagen benedict. Hasil reduksi dari Cu2+ akan berubah menjadi Cu+ dan Cu2O yang membentuk endapan. Hasil positif uji benedict pada suhu kamar terhadap aktivitas enzim amilase ditunjukkan dengan terbentuknya endapan. Hal ini sudah sesuai dengan Azmi (2017) bahwa hasil uji positif ditunjukkan dengan adanya endapan merah bata meskipun intensitasnya berbeda. Tidak terbentuknya endapan pada suhu o 10 C, 37oC, dan pada suhu 80oC bisa disebabkan oleh suhu yang terlalu rendah ataupun suhu yang terlalu tinggi. Suhu yang ektrim ini akan mempengaruhi reaksi kimia enzim. Reaksi akan berjalan lebih cepat pada suhu tinggi dan reaksi akan berjalan lambat pada suhu yang lebih rendah. Peningkatan suhu akan menyebabkan molekul-molekul yang terlibat memiliki banyak energy kinetic sehingga ini menyebabkan tingginya peluang terjadi tumbukan antar molekul yang semakin besar sehingga kecepatan reaksi akan bertambah. Kecepatan reaksi akan menurun karena konsentrasi efektif dari enzim akan berkurang dan terganggu akibat terjadinya proses denaturasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Poedjiadi, 1994) bahwa enzim juga termasuk protein, maka jika terjadi peningkatan suhu yang ekstrim maka enzim akan mengalami denaturasi. Pembentukan endapan pada suhu kamar tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Estrada, et. al (2018) bahwa suhu optimum aktivitas enzim amilase didapatkan pada suhu 60oC yang menunjukkan aktivitas pembentukan gula pereduksi lebih tinggi dibandingkan pada suhu dibawah 35oC (termasuk suhu kamar) dengan perbedaan yang cukup signifikan. Perbedaan hasil penelitian ini bisa disebabkan oleh beberapa factor salah satunya yaitu pH hal ini sesuai dengan Poedjiadi (1994) bahwa pengujian aktivitas amilase terhadap suhu dilakukan menggunakan amilum pada pH optimum yaitu pada pH 6. Pada hasil uji iodium pada pengaruh pH terhadap aktivitas enzim, penggunaan asam klorida menyebabkan terjadi perubahan warna menjadi bening kecokelatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa aktivitas enzim masih tergolong rendah pada pH yang terlalu asam. Hal ini sesuai dengan Supriyati dan Poedjiadi (2007) yang menyaatakan bahwa pH yang terlalu tinggi ataupun rendah dapat menyebabkan terjadinya denaturasi dan akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim. Selain itu, Bahri (2012) menyatakan bahwa pada suasana terlalu asam atau basa, konformasinya berubah sehingga aktivitas enzim akan terganggu. Pada perlakuan menggunakan asam asetat, terjadi perubahan warna menjadi cokelat. Warna cokelat juga terjadi pada perlakuan menggunakan aquades atau natrum karbonat. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan pada pH optimum menyebabkan interaksi antara enzim dan substrat menjadi maksimal, sehingga terbentuk reaksi yang diinginkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bahri (2012) yang menyatakan bahwa pada pH optimum, konformasi enzim berada pada kondisi yang ideal. Menurut Winarno (2008), amilum yang direaksikan dengan iodin akan membentuk warna biru bila polimer glukosanya lebih dari dua puluh, bila polimernya kurang dari dua puluh maka akan membentuk warna merah, dan jika polimernya enam, tujuh, dan delapan akan membentuk warna cokelat. Dari praktikum yang dilakukan, didapatkan hasil uji benedict yaitu pada tabung reaksi yang diisi asam klorida menghasilkan warna biru, tabung reaksi dengan asam asetat menghasilkan warna biru kehijauan, untuk tabung reaksi yang diisi aquades menghasilkan warna biru sedikit kehijauan dan tabung reaksi dengan natrium karbonat menghasilkan warna biru. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa tabung reaksi yang diisi dengan asam klorida dan yang berisi natrium karbonat menunjukkan hasil yang negatif yaitu warna biru yang menandakan tidak adanya monosakarida atau glukosa yang terkandung, hal tersebut menunjukkan tidak adanya aktivitas enzim amilase. Tabung reaksi berisi asam asetat dan aquades menunjukkan hasil yang positif yaitu menghasilkan warna biru kehijauan yang menunjukkan adanya kandungan glukosa pada sampel yang menandakan adanya aktivitas enzim amilase yang mengurai amilum menjadi glukosa. Hasil tersebut menunjukkan aktivitas enzim tidak optimal pada pH yang terlalu basa dan terlalu asam. Ha ini sesuai dengan pernyataan Bahri et al. (2013) Bahwa Pada suasana yang terlalu asam atau basa, kanformasinya berubah sehingga aktivitas enzim akan terganggu. IV. KESIMPULAN DAN PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1. Tingginya suhu menyebabkan terjadinya kenaikan aktivitas enzim. Akan tetapi suhu yang terlalu tinggi, akan menyebabkan enzim terdenaturasi. Suhu yang optimum pada pH 6 adalah 60oC. 2. Enzim akan bekerja optimum pada keadaan pH optimumnya. Pada saat kondisi pH terlalu tinggi atau rendah, maka terjadi penurunan aktivitas enzim yang akan membuat enzim terdenaturasi. pH optimum dalam aktivitas amilasi adalah pH 6. 4.2 Saran Sebaiknya, dapat dilakukan penelitian atau praktikum dengan berbagai variasi pH sehingga dapat diamati dengan langsung aktivitas enzim pada pH yang berbeda. V. DAFTAR PUSTAKA Ariandi. 2016. Pengenalan Enzim Amilase (Alpha-Amylase) dan Reaksi Enzimatisnya Menghidrolisis Amilosa Pati menjadi Glukosa. [Jurnal Dinamika] Vol. 7 No. 1 :7482. Azmi, A. S., Malek, M. I. A., & Puad, N. I. M. (2017). A Review on Acid and Enzymatic Hydrilyses of Sago Strach. [International Food Research Journal] Vol. 24: 265-273. Bahri, S., Mirzan, M., dan Hasan, M. 2013. Karakterisasi Enzim Amilase dari Kecambah Biji Jagung Ketan (Zea mays ceratina L.). [Jurnal Natural Science] Vol. 1 No.1: 132-143. Estrada, R., Rudi, K., & Winni, A. 2018. Isolation and Determination of Optimum Amylase Work Condition Has Been Conduted From Bogor Taro (Colocasia esculenta L. shoot). [Prosiding Seminar Nasional Kimia] Kimia FMIPA UNMUL : 60-66. Istia’nah, D. 2020. Karakterisasi Enzim Amilase dari Bakteri Bacillus megaterium pada Variasi Suhu, pH dan Konsentrasi Substrat. [Jurnal Riset Biologi dan Aplikasinya], Vol. 2 No. 1 :14-15. Lela, S., Rosahdi, T.D., Supriadin, A. 2015. Isolasi Dan Karakteristik Amilase dari Biji Durian (Durio sp). [Al2 Kimiya] Vol. 2 No.1 : 18-23 Mustakin, F., Tahir, M.M. (2019). Analisis Kandungan Glikogen Pada Hati, Otot, dan Otak Hewan. [Canrea Journal] Vol. 2 No.2 : 75-80. Winarno. 1995. Enzim Pangan. Jakarta: Gramedia. VI. KONTRIBUSI ANGGOTA KELOMPOK 1. NURASIA HALEDE (G031191002) : Pembahasan Uji Benedict Pengaruh Suhu 2. NUR AZISAH (G031191047) : Pembahasan Uji Benedict dan Uji Iodium 3. NURHALIZA (G031191051): Pembahasan Uji Iodium Pengaruh Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press: Jakarta. Radiyati, Tri dan Agusto, W.M. 1990. Tepung Tapioka (Perbaikan). Subang: BPTTG Puslitbang Fisika Terapan – LIPI. Suprapti, Lies. 2005. Tepung Tapioka Pembuatan dan Pemanfaatannya. Yogyakarta : Kanisius. Sutikno. 2008. Pengaruh Pemblansiran Irisan Buah Sukun (Artocarpus Communis) Terhadap Pencoklatan Dan Kadar Pati sebagai Alternatif Sumber Belajar Kimia SMA Kelas XII. [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Tarigan, W. F., Sumardi., & Setiawan, W.A. 2015. Karakterisasi Enzim Selulase dari Bakteri Selulolitik Bacillus sp [Skrips]. Universitas Negeri Lampung. Wahyuni, S. 2019. The Effect of Enzyme aAmylase Concentration to Hydrolisis of Japanese Pumpkin (Kaboca) Statch. [Chemical Engineering Research Articles] Vol. 2 No. 1 : 2632. pH 4. NURFATIHAH (G031191054): Pembahasan Enzim Amilase 5. NUR HIKMAH (G031191060): Pembahasan tepung kanji 6. NUR HIKMAWATI ALWI (G031191073) : Abstrak, Pendahuluan, Metodologi, Penutup dan Susun 7. NUR ASYSA (G031191079): Pembahasan Uji Benedict pengaruh pH 8. KEVIN ARMELIA SIARAI (G03119191): Pembahasan Uji Iodium Pengaruh Suhu