Foto 10. CT scan kepala dengan kontras tanggal 11 November 2013

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan yang penting ,
memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, dan masih merupakan
masalah kesehatan di masyarakat, terutama di negara berkembang. Masih
tingginya prevalensi TB seiring dengan meningkatnya prevalensi HIV, kurang
efektifnya program pengendalian TB, kuman TB yang resisten, dan pemukiman
yang padat.
Indonesia, Philipina dan Thailand adalah 3 daerah
endemik
tuberkulosa menurut WHO.1,2
Keterlibatan Sistem Saraf
Pusat (SSP)
yang disebabkan tuberkulosis
merupakan salah satu komplikasi serius. Keterlibatan SSP merupakan 1,3% dari
total kasus TB dan 6,3% dari kasus TB ekstrapulmonal. Keterlibatan SSP dapat
berupa meningitis (paling banyak), arachnoiditis, tuberkuloma dan abses serebri.
Satu persen (1%) dari pasien tuberkulosis berkembang menjadi tuberkuloma
intrakranial , biasanya bagian dari TB milier
dan 10 % berkaitan dengan
meningitis tuberkulosis. Gambaran meningitis TB dapat berupa exudat di sistena
basalis dan fisurra sylvii, hidrosefalus, infark di ganglia basalis, maupun
gambaran tuberkuloma.2-7
Gejala klinis tuberkuloma tergantung letak atau lokasi lesi di intrakranial.
Tuberkuloma bisa soliter maupun multipel, dengan ukuran dan jumlah yang
bervariasi. Tuberkuloma sering terlihat di hemisfer serebri, jarang di ganglia
basalis, serebellum dan batang otak. Pada anak sering terdapat di infratentorial.8
1
2
Upaya penegakan diagnosis TB SSP tidak mudah karena pada awal
penyakit gejala klinis yang timbul tidak khas. Demikan pula dengan meningitis
TB yang mempunyai bentuk kelainan yang beragam seperti exudat di sistena
basalis dan fisurra sylvii, hidrosefalus, infark di ganglia basalis maupun gambaran
tuberkuloma.2-7 Penegakan diagnosisnya sulit apabila terdapat tuberkuloma karena
banyak lesi parenkimal intrakranial yang menyerupai gambaran tuberkuloma.
Semakin cepat ditegakkan diagnosis, semakin cepat dimulai terapi terhadap
tuberkuloma intrakranial, yang akan memperbaiki prognosis penderita.1-7
Diperlukan
pemeriksaan
kultur
jaringan
maupun
analisis
cairan
serebrospinal pada kecurigaan besar adanya keterlibatan SSP pada TB. Namun
pemeriksaan
ini
memakan
waktu
lama,
sementara
kegagalan
maupun
keterlambatan pada penatalaksanaan TB SSP mengakibatkan penyebaran penyakit
yang tidak terkontrol dan juga kematian. Neuroradiologist dapat memainkan
peranan penting pada penatalaksanaan pasien dengan memberikan diagnosis yang
tepat berdasarkan karakteristik temuan radiologis.1-9
Alasan pemilihan kasus ini adalah karena kesulitan
membedakan
tuberkuloma dengan lesi parenkimal intrakranial yang lain. Penulisan laporan
kasus ini bertujuan untuk memberikan gambaran sekaligus membedakan
meningitis TB dengan gambaran tuberkuloma intrakranial dan infrak cerebri
berdasarkan kesamaan gambaran temuan CT Scan kepala dari penelitianpenelitian terdahulu yang telah dipublikasikan dan perbedaan dengan gambaran
lesi parenkim intrakranial yang menyerupai (diagnosis deferensial).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman mikobakterium
tuberkulosa yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ
tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi
primer.11
Meningoensefalitis tuberkulosa merupakan TB susunan syaraf pusat (TB
SSP), dapat bermanifestasi bervariasi dalam bentuk meningitis TB, tuberkuloma,
cerebritis, abses TB. Tuberkuloma adalah lesi pada jaringan otak berupa masa
padat granulomatosa, membulat, diameter lebih kurang 2-8cm, di dalamnya bisa
terdapat jaringan nekrotik akibat infeksi kuman TB yang menyebar dari organ lain
secara hematogen, terutama berasal dari paru.10,13-16
B. Patogenesis
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini bisa timbul di bagian mana saja
dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer, akan kelihatan
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis
regional). Sarang primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal
sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan sembuh dengan tidak
meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum) atau sembuh dengan
4
meninggalkan sedikit bekas (kompleks Ghon, garis fibrotik, kompleks perkapuran
di hilus) atau menyebar dengan cara perkontinuitatum, bronkhogen atau secara
hematogen dan limfogen.7,16,17
Daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman sangat berkaitan dengan
penyebaran tuberkulosis secara hematogen dan juga limfogen . Kompleks yang
ditimbulkan dapat sembuh
imunitas yang
secara spontan, akan
tetapi
bila tidak terdapat
memadai, penyebaran hematogen dan limfogen
akan
menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran hematogen dan limfogen
juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada organ tubuh lainnya seperti tulang,
ginjal, adrenal, genitalia dan
organ lainnya. Komplikasi dan penyebaran ini
mungkin berakhir dengan sembuh dengan meninggalkan sekuel (misalnya
keterbelakangan atau gangguan pertumbuhan
pada
anak
setelah terjadi
encephalomeningitis dan atau tuberkuloma) atau meninggal. Semua kejadian di
atas adalah perjalanan tuberkulosis primer (gambar 1).6,16,17,18
Untuk TB SSP, penyakit dimulai dengan terbentuknya fokus TB yang
kecil (Rich foci) di otak, tulang belakang, atau meningen. Lokasi fokus ini dan
kemampuan tubuh untuk mengendalikannya menentukan bentuk TB SSP yang
terjadi. TB SSP bermanifestasi terutama sebagai meningitis, dapat juga sebagai
tuberkuloma intrakranial, cerebritis, atau abses TB.7,17
Rich foci berkembang dari bakteri yang berada di meningen dan parenkim
otak selama awal fase bacteremia. Kemudian fokus itu pecah dan menyebar ke
ruang subaraknoid, menyebabkan
inflamasi difus
meningen. Penyebaran
5
mikobakterium tuberkulosis dalam ruang subarachnoid dari rich foci memicu
inflamasi dan respon sel T. Manifestasi klinis dari TB SSP adalah akibat
inflamasi yang terjadi untuk merespon mikobakterium tuberkulosis di SSP.
Mikobakterium tuberkulosis menginvasi atau melintasi sawar darah otak dan
terdeposit di SSP. Apabila terdapat banyak kuman yang terdeposit seperti pada
TB primer pada bayi atau anak akan menyebabkan terjadinya meningitis TB
atau terbentuknya tuberkuloma. Sementara pada anak yang lebih tua atau
dewasa, adanya mikobakterium tuberkulosis tidak memperoleh respon imun dan
menyebabkan TB laten dan baru akan bermanisfestasi bila ada respon imun atau
ada reaktifasi, ini akan membentuk tuberkuloma SSP. Bila tuberkuloma ini
ruptur ke CSF maka akan terjadi inflamasi dan meningitis TB (gambar 2).7,17,19
C.
Epidemiologi
TB masih merupakan masalah kesehatan baik di negara berkembang
maupun negara maju. Pada 80% kasus TB baru berhubungan dengan
kemiskinan, kepadatan penduduk, malnutrisi, penurunan imunitas.1-17
TB SSP merupakan manisfestasi klinik dari TB yang cukup berbahaya.
Keterlibatan SSP merupakan 5-10% dari TB extrapulmonal (1,3% dari semua
kasus TB). TB SPP yang terbanyak adalah meningitis dan tuberkuloma,
walaupun bisa juga bermanifestasi sebagai abses TB, encephalitis TB, dan
millier.
6
D.
Temuan Klinis
Gejala umum berupa penurunan berat badan, anoreksia, demam sub
febril lama/berulang tanpa sebab yang jelas, keringat malam, batuk lebih dari 3
minggu, diare persisten. Gejala spesifik adanya skrofuloderma; bila menyerang
tulang dan sendi terjadi parese/plegi, pincang; pada TB SSP terdapat gejala
iritabel, kaku kuduk, mual, muntah, kesadaran menurun, sakit kepala kejang,
papil edema; gejala mata terjadi konjungtivitis phlyctenularis, tuberkel koroid
(pandangan kabur). Gejala ini dapat bervariasi dari satu bulan sampar 9 bulan.
Riwayat kontak dengan penderita TB sangat membantu untuk penegakan
diagnosis.2,10
E.
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis yang baik untuk diagnosis TB intrakranial adalah
CT scan dan MRI dengan kontras. Untuk mendiagnosis infark cerebri, MRI lebih
akurat dibandingkan CT Scan. Tetapi dengan terbatasnya fasilitas yang memiliki
MRI dan harga yang relatif lebih mahal, CT scan masih merupakan pilihan untuk
diagnosis TB intrakranial.
1. CT Scan Kepala
Intrakranial
TB
bisa
bermanifestasi
sebagai
meningitis
TB,
ensephalopathie TB, vaskulopathie (vaskulitis, infark cerebri), Space occupying
lesion (tuberkuloma, milier, abses).
Pada meningitis TB dapat ditemukan eksudat kental di fissura sylvii,
sisterna basalis , batang otak, dan cerebelum. Gambaran CT Scan dengan kontras
7
tampak sebagai peyangatan yang kuat pada meningen terutama di sekitar sisterna
basalis (pada potongan axial membentuk spider leg appearance) seperti terlihat
pada gambar 3. Hidrocephalus terjadi akibat obstruksi pada sisterna basalis, aliran
keluar ventrikel IV, dan oklusi dari aquaductus sylvii. Komplikasi lain dari
intracranial Tb yang dapat ditemukan pada gambaran ct scan adalah infark cerebri
pada ganglia basalis akibat adanya vaskulitis, gambaran tuberkuloma pada basal
(basal granuloma meningitis) seperti gambar 4.5,20,21
Tuberkuloma intrakranial sering terjadi pada lobus frontalis dan parietalis,
biasanya pada area parasagital, dapat soliter walaupun lebih sering multipel.
Tuberkuloma memberi gambaran massa bulat atau lobulated , homogen, ukuran
2-8 cm, mempunyai dinding yang irreguler, tebal bervariasi, dengan densitas
rendah sampai tinggi pada CT scan, pada pemberian kontras tampak penyangatan
homogen jika lesi solid, namun jika terjadi kaseasi atau likuefaksi, akan terlihat
ring enhancement. Terdapat edema perilesi. Jarang terjadi kalsifikasi, walaupun
pada 20% kasus dapat dijumpai kalsifikasi. Kalsifikasi sentral atau nidus
dikelilingi ring enhancement yang disebut juga target sign merupakan
patognomonis pada CT scan (gambar 5,6) .2,5,6,12-15
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Tuberkuloma akan memberikan gambaran nodul dengan area sentral solid
atau liquid (nekrosis kaseosa) dengan intensitas tinggi pada T2WI/FLAIR.
Intensitas tinggi juga terlihat pada dinding tuberkuloma pada T1WI dan intensitas
rendah pada T2WI/ FLAIR.2,9,16,17
8
Tuberkuloma non kaseasa memberi gambaran intensitas rendah dibanding
dengan grey matter pada T1 dan intensitas tinggi pada T2WI dengan homogen
enhancement, sedangkan lesi kaseosa dengan sentral yang solid menunjukkan
isointens sampai hipointens pada T1 maupun T2WI dan ring enhancement disertai
edema perifokal. Pada sentral yang liquid tampak hipointens (T1) dan hiperintensi
(T2) pada bagian central, dengan dikelilingi daerah hipointens (T2). Sesudah
pengobatan, tuberkuloma dapat hilang sempurna. Kadang tampak kalsifikasi pada
seperempat kasus (gambar 6). 2,9,16,17
Pada Millier TB SSP, biasanya berhubungan dengan meningitis TB, pada
MRI tampak lesi multipel kecil (< 2 mm), hiperintens pada T2 dan enhancement
homogen pada T1 dengan kontras gadolinium (gambar 7). 2,9,16,17
F.
Pemeriksaan Penunjang Lainnya
Pemeriksaan baku standar untuk tuberkuloma SSP adalah pemeriksaan
patologi anatomi pada tuberkuloma yang diambil pada operasi. Tuberkuloma SSP
memberi gambaran khas adanya reaksi granulomatosa dengan sel-sel epitelioid
dan giant cells di sekitar area nekrosis sentral. 8
Pemeriksaan penunjang lain adalah uji tuberkulin (dipakai PPD 5 TU,
dikatakan positif jika indurasi ≥ 10 mm); rontgen toraks tampak infiltrat dengan
pembesaran hilus atau kelenjar paratrakeal, dapat juga berupa milier, kalsifikasi,
kavitas, bronkiektasis, destroyed lung; pemeriksaan BTA dan kultur dari sputum
maupun cairan lambung.10
9
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah dengan analisis cairan
serebrospinal (CSS), tampak limfosit predominat, peningkatan protein, kadar
glukosa rendah. Selain itu juga di periksa BTA , kultur, pengukuran Adenosine
Deaminase (ADA), antibodi dan antigen TB dari CSS.6
Namun begitu,
pemeriksaan kultur dan analisis CSS membutuhkan waktu yang lama, sekitar 6 –
8 minggu, sementara terapi yang lebih cepat diharapkan dapat menyelamatkan
pasien. Neuroimejing diharapkan dapat memberikan gambaran diagnostik pada
kondisi ini.2,6,9
G.
Tatalaksana
Terapi antituberkulosis tetaplah merupakan pengobatan yang utama pada
tuberkulosis. Obat yang dapat digunakan adalah isoniazid, rifampisin, pirazinamid
dan streptomisin dan atau etambutol. Penggunaan kortikosteroid masih
kontroversial.2,6
Tatalaksana pembedahan pada tuberkuloma yang besar, evakuasi
pembedahan ini tergantung pada ukuran tuberkuloma , bila tuberkuloma
menyebabkan
mass efect menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan
tergantung kondisi neurologis pasien. Terapi pembedahan juga dilakukan pada
tuberkuloma yang kurang respon terhadap obat antituberkulosis.2,6
H.
Prognosis
Tingkat morbiditas dan mortalitas akibat tuberkuloma terutama yang
bersamaan dengan meningitis TB masih tinggi. Namun, jika diagnosis dapat lebih
10
cepat ditegakkan sehingga tatalaksana dapat secepatnya dilakukan, prognosis akan
menjadi baik. Pada 20 – 25% penderita yang bertahan hidup, akan mengalami
sekuel neurologis meliputi retardasi mental, kelainan psikiatri, kejang, buta, tuli,
ophthalmoplegia, hemiparesis dan endokrinopati.2,6,8
11
BAB III
LAPORAN KASUS
Dilaporkan anak perempuan usia 4 tahun 4 bulan dengan keluhan utama
anggota gerak bagian kanan kaku sejak 2 bulan yang lalu. Pasien dirujuk dari
RSU Purworejo dengan hidrocephalus. Terdiagnosis TB Paru
dan dalam
pengobatan OAT bulan ketiga. Anak datang ke poliklinik RSUP dr Sardjito
dengan keluhan tangan dan kaki kanan sulit digerakkan, kaku, anak sering rewel.
Tidak ada kejang, tidak muntah, tidak ada demam. Anak masih mendapat
pengobatan untuk TB Paru.
Tiga bulan sebelum masuk rumah sakit, anak demam ± 2 minggu, tidak
batuk ataupun pilek, tidak muntah, tidak diare, diperiksakan ke RS PKU
Purworejo. Di RS PKU Purworejo di periksa rontgen, anak mondok selama 8 hari
dengan diagnosis demam tifoid dan TB Paru. Anak mendapat sirup antibiotik
untuk tifoid dan obat TB. Saat pulang kondisi anak sudah tidak demam. Dua
bulan sebelum masuk RS Anak kembali kontrol ke RS PKU, obat TB dilanjutkan.
Selama di rumah, anak sudah tidak demam, kadang muntah, anak terlihat semakin
kurus, berat badan anak turun. Muncul keluhan anggota gerak bagian kanan sulit
digerakkan, awalnya lemes, kemudian lama-lama menjadi kaku. Anak juga sulit
berjalan. 8 hari sebelum RS, tangan dan kaki kanan semakin sulit digerakkan,
kaku. Tidak ada kejang, penurunan kesadaran, ataupun muntah. Anak dibawa
berobat ke RSU Saras Husada Purworejo, mondok selama 1 minggu, dilakukan
CT Scan kepala, dikatakan menderita penyumbatan pembuluh darah di otak. Saat
12
pulang masih terdapat kekakuan pada anggota gerak kanan, anak disarankan untuk
diperiksakan ke RS Sardjito.
Riwayat kehamilan, persalinan dan post natal baik. Imunisasi tidak sesuai
jadwal menurut PPI. Tumbuh kembang sesuai dengan usia, sejak sakit terdapat
kemunduran perkembangan motorik kasar dan halus. Kondisi sosioekonomi
kurang, terdapat paparan infeksi TB.
Pemeriksaan fisik dengan kesan umum : anak tampak sangat kurus,
composmentis. Heart Rate 124 x/menit, isi dan tegangan cukup, RR 24 x/menit,
suhu 370C, tekanan darah 85/55 mmHg. Berat badan sangat kurang. Kepala
normocephal, fontanella tertutup, conjunctiva tak anemis, pupil bulat isokor
diamer 3 mm, refleks cahaya (+). Limfonodi colli dextra et sinistra teraba
multiple, diameter 1 cm, sebagian konfluen.
Otot hipotrofi, tak tampak
deformitas tulang, terdapat deformita sendis, kaku pada sendi siku, pergelangan
tangan, lutut, pergelangan kaki kanan. Pulmo dan jantung dalam batas normal.
Abdomen dalam batas normal. Ekstremitas hemiparesis dextra spastik.
Hasil laboratorium Hb 13,5 g/dl, hematokrit 38,5%, leukosit 6260 /l,
eritrosit 5,09 106/µl, trombosit 320.000 /l, neutrofil 41,2%, limfosit 49,7%,
monosit 7,2%, eusinofil 1,6%, basofil 0,3%.
Foto thoraks tanggal 24 agustus 2013 di Purworejo dikesankan sebagai
PKTB dengan besar cor dalam batas normal (gambar 8).
13
CT scan kepala tanpa kontras di Purworejo tanggal 31 Oktober 2013
dengan temuan: posisi asimetris, densitas cerebri dan cerebelli normodens,
ventrikel lateral bilateral, ventrikel III melebar simetris, tak tampak pelebaran
pada ventrikel IV, tak tampak deviasi struktur mediana. Kesan : obstruktif
hidrocephalus ventrikel lateral dan ventrikel III kemungkinan adanya obstruksi
pada aquaductus sylvii (gambar 9).
Diagnosis kerja pada waktu masuk RSUP dr Sardjito: hidrocephalus
obstruktif et hemiparesis dekstra spastik e.c massa intracranial, TB paru dalam
pengobatan OAT bulan ketiga dan gizi buruk tipe marasmik.
Konsul bedah syaraf dengan jawaban konsul hydrocephalus obstruktif curiga
craniopharyngioma dan usul CT scan dengan kontras. Kemudian dilakukan CT
Scan kepala dengan kontras pada tanggal 11 November 2013 dengan kesan
multiple abses di interpeduncularis, dan hydrocephalus obstruktivus (gambar 10).
Kemudian tanggal 13 november 2013 dikonsulkan kembali ke bagian radiologi
anak, ditemukan batas cortex-medulla di regio periventrikuler tampak samar,
sedangkan regio lain masih tegas. Tampak multiple lesi heterogen (isohipodense), batas tegas, bentuk bulat kecil, tepi ireguler, ukuran bervariasi,
densitas bagian sentral (16-18 HU) sedangkan bagian rim 27-32 HU di intra sella
yang meluas sampai suprasellar, post kontras tampak rim enhancement (60-77
HU) sedangkan bagian sentral tidak mengalami enhancement yang menyebabkan
pendesakan pons ke posterior sehingga aquaductus silvii tampak sempit dan pons
tampak hipodens. Tampak lesi heterogen (iso-hipodense), batas tegas, bentuk
bulat kecil, tepi ireguler, soliter, di lobus parietalis sinistra pada post kontras
14
tampak rim enhancement. Tampak ventrikel lateralis bilateral lebar dengan ukuran
terlebar 2,5 cm (pada cornu anterior), ventrikel III tampak lebar dengan ukuran
terlebar 1 cm, dengan gambaran periventrikuler oedema (+), post kontras tampak
enhancement pada tepi ventrikel lateralis bilateral sedangkan ventrikel IV tak
tampak lebar maupun sempit. Tampak lesi hipodens batas tegas bentuk bulat,
soliter, di thalamus sinistra post kontras tak tampak enhancement. Tampak fissure
sylvii bilateral, cysterna interpeduncularis dan cysterna ambiens sempit, pada post
kontras tampak enhancement. Kesan gambaran multiple tuberculoma di lobus
parietalis sinistra dan intra sella yang meluas hingga suprasellar disertai gambaran
meningitis
sehingga
menyebabkan
hydrocephalus
obstructivus
setinggi
aquaductus silvii dengan periventricular oedema dan oedema pons. Ischaemic
thalamus sinistra.
Diagnosis akhir dari bagian anak hydrocephalus obstruktivus et
hemiparesis dextra spastic et causa meningoencephalitis, TB paru, gizi buruk tipe
marasmik fase rehabilitasi. terapi obat anti tuberculosis, terapi nutrisi, antibiotic,
kortikosteroid.
15
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam laporan kasus ini, pasien adalah anak perempuan usia 4 tahun
dengan hemiparesis dextra tipe spastik sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Pasien menderita tuberkulosis paru dan sudah mendapat terapi anti tuberkulosis
selama 3 bulan. Hasil CT scan kepala tanpa kontras di RS purworejo 8 hari
sebelum masuk RS didapatkan adanya hidrocephalus dan setelah dikonsul ke
bagian bedah syaraf dicurigai adanya craniopharingyoma yang menyebabkan
terjadinya hidrocephalus dan disarankan untuk dilakukan CT scan kepala ulang
dengan kontras. Setelah dilakukan CT scan kepala ulang dengan kontras
didapatkan kesan multiple abses di interpeduncularis, dan hidrocephalus
obstruktivus. Muncul pertanyaan dari klinisi, apakah lesi pada MSCT mengarah
pada gambaran abses ec bacterial non spesifik, abses TB atau craniopharingioma?
Sehingga CT scan kepala ulang dengan kontras dikonsul ulang ke bagian
radiologi anak. Hasil tinjauan ulang CT scan kepala ulang dengan kontras
didapatkan kesan meningoencephalitis yang menyebabkan hidrocephalus dengan
adanya infark cerebri di thalamus sinistra.
Dari berbagai referensi, 10% dari pasien yang menderita TB paru terkena
TB SSP. TB SSP dapat bermanifestasi bervariasi dalam bentuk TB meningitis,
tuberkuloma, abses TB, cerebritis. Tuberkuloma adalah lesi pada jaringan otak
berupa masa padat granulomatosa, membulat, diameter lebih kurang 2-8cm, di
dalamnya bisa terdapat jaringan nekrotik akibat infeksi kuman TB (m.
16
tuberkulosis) yang menyebar dari organ lain secara hematogen, terutama berasal
dari paru.10,13-16
Tuberkuloma intrakranial sulit dibedakan dengan lesi lain yang berada di
intrakranial, seperti :
1. Craniopharyngioma
Craniopharingioma merupakan neoplasma intrakranial, 6-10% dari
seluruh neoplasma intrakranial, 3-5% tumor otak primer, 50% tumor
suprasellar pada anak. Predileksinya adalah intrasellar, suprasellar,
campuran. Usia yang sering terkena adalah 0-14 tahun dan meningkat
kembali frekuensinya pada usia 50-74 tahun.
Gambaran CT scan dari craniopharingioma berupa lesi isodens atau
slightly hiperdens , inhomogen dimana terdapat komponen solid, kistik,
kalsifikasi. Komponen solid biasanya terdapat di intrasellar dan bagian
kistik biasanya terdapat di suprasellar. 90% craniopharingioma terdapat
kalsifikasi. Terdapat mass efect sehingga dapat terjadi hidrosefalus
obstruktivus. Pada post kontras tampak patchy enhancement dan heterogen
pada bagian solid, dan tampak periferal rim enhancement pada bagian
kistik (gambar 11).22,23
2. Abses tuberkulosis
Abses tuberkulosis atau tuberculosis abscess (TBA) merupakan
kasus yang jarang. TBA merupakan hal yang berbeda dari tuberkuloma.
TBA berkembang dari granuloma tuberkulosis di parenkim atau
berkembang melalui fokal tuberkulosis dari selaput otak. TBA merupakan
17
kumpulan basil hidup didalam kapsul tanpa adanya tanda klasik
granuloma tuberkulosis24. Reaksi jaringan sampai terinfeksinya bakteri
tahan asam / BTA (+) tergantung pada kekebalan tubuh, ukuran bakteri,
jaringan spesifik yang terinfeksi dan apakah telah dilakukan terapi.
Inokulasi bakteri dalam jumlah yang sedikit pada individu dengan
kekebalan tubuh yang turun menyebabkan formasi tuberkuloma,
sedangkan inokulasi bakteri dalam jumlah besar menyebabkan respon
berlebihan berupa eksudat dan perkejuan. Materi perkejuan yang lunak
disertai masuknya leukosit polimorfonuklear membentuk pus. Selain itu,
abses tuberkulosis otak berkembang karena tidak adanya respon kekebalan
tubuh pasien yang memadai. Terutama pada usia lanjut dengan kekebalan
tubuh yang kurang.24
Pada CT scan, abses tuberkulosis otak menunjukkan suatu lesi
hipodense dengan tepi bentuk cincin yang menyangat pada post pemberian
kontras. Pada penelitian, umumnya ditemukan di pertemuan gray matter
dan white matter di supratentorial (gambar 12).24
Histopatologi abses tuberkulosis otak tergantung kriteria berikut:
adanya pus di dalam rongga abses, perubahan mikroskopik pada dinding
abses dan adanya M. tuberculosis yang terisolasi. Abses biasanya tunggal
dan lebih besar dan lebih progresif dari tuberkuloma24. TBA berkembang
dari parenkim granuloma tuberkel atau melalui perluasan fokus tuberkel
dari selaput otak dan mempunyai karakter adanya kapsul berupa kumpulan
pus yang berisi basil hidup tanpa adanya granuloma tuberkel klasik dan
18
dapat dibedakan dari granuloma dengan perkejuan di pusat dan liquefaksi
mirip pus. Secara makroskopis dan radiologis TBA mempunyai dinding
yang lebih tebal dibanding abses otak pyogenik. Temuan histopatologis
yang mendukung adalah reaksi inflamasi di dinding abses yang dominan
adanya jaringan granulasi vaskuler yang terdiri atas sel inflamasi akut dan
kronik dan basil didalam pus atau didinding abses.24
3. Abses otak pyogen
Abses otak pyogen umumnya merupakan hasil dari penyebaran infeksi
dari organ sekitar misalnya dari orofaring, telinga tengah, dan sinus
paranasal. Sedangkan bagaimana mikroorganisme ini masuk ke otak tidak
sepenuhnya dipahami. Vena emissari dari tempat sumber mikroorganisme
memungkinkan mikroorganisme mengalir ke dalam sistem vena ke otak.
Trauma kranial merupakan salah satu sumber abses otak yang asalnya dari
sumber yang berdekatan. Prevalensi abses otak setelah trauma atau
prosedur penetrasi bedah saraf berkisar dari 2% sampai 14%.24,25
Streptokokus (Streptococcus Mulleri dan Streptokokus Viridian)
merupakan penyebab paling umum dari abses otak pyogenik dengan
penyebaran dari nasofaring dan orofaring. Bakteri anaerob (Bacteroides
spp, Prevotella spp, Peptostreptococcus, Fusobacterium spp, Actinomyces
spp) merupakan penyebab utama lain dari abses otak, namun sering juga
penyebabnya merupakan infeksi polimikroba.24,25
Karakteristik abses pyogen otak pada CT scan bervariasi
tergantung tahap penyakit. Selama tahap cerebritis, terdapat adanya edema
19
serebral yang menonjol namun tidak ada kelainan lain yang dapat dilihat.
Proses selanjutnya terjadi pembentukan kapsul, abses muncul sebagai lesi
hipodens dengan pusat terdiri dari debris nekrotik dikelilingi oleh
peningkatan tepi bentuk cincin, yang mungkin selanjutnya dikelilingi oleh
lesi hipodens edema serebral (Gambar 13). Meskipun sangat sensitif, CT
scan tidak spesifik. Temuan ini juga dapat dilihat pada pasien dengan
tuberkuloma intrakranial.24 Pada CT Scan sulit dibedakan antara abses TB
dengan abses pyogenik, hal ini dapat dibantu oleh pemeriksaan MRS
dimana pada abses pyogenik terdapat peningkatan kadar asam amino, yang
tidak ditemukan pada TBA.5
Dari literatur dapat kita lihat bahwa sulit membedakan tuberkuloma
dengan lesi-lesi intracranial yang lain pada CT scan kepala non kontras, karena
mempunyai gambaran yang mirip. Pada CT scan kepala dengan kontras, pola
enhancement dapat membantu radiolog dalam menentukan diagnosis (tabel 1).
Sehingga pada CT scan non kontras tgl 31 Oktober 2013 tidak tampak jelas lesi
inhomogen di suprasellar, tak tampak enhancement di sisterna basalis yang
menandakan adanya meningitis, hanya tampak hidrocephalus obstruktivus
kemungkinan adanya obstruksi pada aquaductus sylvii. Klinisi dari bagian bedah
syaraf juga mencurigai adanya craniopharyngioma karena melihat inhomogenitas
lesi dan efek massa yang ditimbulkan. Setelah dilakukan CT scan kepala dengan
kontras pada tanggal 11 November 2013 ditemukan adanya lesi inhomogen di
intra dan suprasellar, multiple dengan rim enhancement tebal irreguler, ukuran
0,8-1,6cm. Selain itu tampak enhancement di sisterna basalis dan fissura sylvii,
20
dan gambaran infark cerebri di thalamus sinistra. Tampak pula enhancement
bulat, multiple, kecil homogen di lobus frontoparietalis bilateral. Gambaran
tersebut tak tampak pada CT Scan tanpa kontras.
Walaupun menurut literatur, pada pasien TB paru hanya 10% yang
melibatkan SSP, pada pasien ini tetap harus kita pikirkan dahulu kemungkinan TB
SSP dibandingkan diangnosis banding lainnya (Tabel 1 dan 2).26 Dikatakan
bahwa TB SSP terbanyak adalah meningitis dengan gambaran CT scan kontras
seperti obliterasi dan terdapat peyangatan yang kuat pada meningen terutama pada
sisterna basalis (spider leg aapearance) seperti terlihat pada gambar 3.
Hidrocephalus terjadi akibat obstruksi pada sisterna basalis, aliran keluar ventrikel
IV, dan oklusi dari aquaductus sylvii. Komplikasi lain dari meningitis yang dapat
ditemukan pada gambaran ct scan adalah infark cerebri pada ganglia basalis akibat
adanya vaskulitis, gambaran tuberkuloma pada basal (basal granuloma
meningitis) seperti gambar 4.5,20 Gambaran tersebut kita temukan pada pasien ini.
Selain ditemukan juga gambaran tuberkuloma intrakranial sesuai literatur dimana
tuberkuloma sering terjadi pada lobus frontalis dan parietalis, biasanya pada area
parasagital, dapat soliter walaupun lebih sering multipel.
Dibandingkan dengan diagnosis banding yang lain sesuai temuan
gambaran pada CT scan kepala dengan kontras pada pasien yang dilaporkan dan
adanya riwayat TB paru dan usia 4 tahun, mengarah pada diagnosis
meningoencephalitis TB.
21
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan pasien anak perempuan usia 4 tahun dengan hemiparesis
dextra tipe spastik sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien menderita
tuberkulosis paru dan sudah mendapat terapi anti tuberkulosis selama 3 bulan.
Dari pemeriksaan CT Scan kepala dengan kontras didapatkan gambaran seperti
obliterasi dan terdapat penyangatan yang kuat pada meningen terutama pada
sisterna basalis (spider leg apearance), hidrocephalus terjadi akibat obstruksi pada
sisterna basalis, aliran keluar ventrikel IV, dan pada aquaductus sylvii, infark
cerebri pada ganglia basalis akibat adanya vaskulitis, gambaran tuberkuloma pada
basal (basal granuloma meningitis). Selain ditemukan juga gambaran tuberkuloma
pada lobus frontoparietalis bilateral, sehingga diagnosis mengarah pada
meningoencephalitis TB.
Pada kasus ini dapat dilihat pentingnya pemakaian kontras pada CT scan
kepala untuk membantu penegakan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis
banding tuberkuloma seperti craniopharyngioma, abses TB dan abses pyogenik.
22
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ceylan. E,
Gencer. M. Miliary Tuberculosis Associated with Multiple
Intracranial Tuberculomas . Tohoku J. Exp.Med. 2005;205(4):367-370.
2.
Patkar D, Narang J, Yanamandala R, Lawande M, Shah GV. Central
Nervous System Tuberculosis, Pathophysiology and Imaging Findings.
Neuroimag Clin N Am 22 (2012) 677–705
3.
Makoo Z, Makoo R, Mashrabi O. Milliary Tuberculosis: A Case Report.
American Journal of Infection Disease. 2010;6(4): 103-106.
4.
Garg RK,. Diagnosis of Intracranial Tuberkuloma. Ind. J. Tub. 1996; 43:
35-39.
5.
Garg RK,. Tuberculosis of the central nervous system. Postgrad Med
J.1999;75:133-140.
6.
Amin Y, Shaukat A, Mian B. Intracranial Manifestation of Tuberculosis-An
Imaging Study. Biomed. 2004;20:1-4.
7.
Rock RB, Olin M, baker CA, Molitor TW, Peterson PK. Central Nervous
System Tuberculosis: Pathogenesis and Clinical Aspects. Clinical
Microbiology Reviews. 2008;21(2):243-261.
8.
Trivedi R, Saksena S, Gupta RK. Magnetic resonance imaging in central
nervous system tuberculosis. Indian J radiol Imaging. 2009;19(4):256-265.
9.
Aruminingsih SI. Abses cerebri tuberkulosis dengan tuberkuloma: Gambaran Ct
Scan kepala. Laporan Kasus. FK UGM Yogyakarta. 2013. 24 halaman.
10.
Scheld, W.M
. Infections of the Central Nervous System, third edition,
Lipincot William &Wilking, Philadelpia. 2004.
11.
Setiawati L, Makmuri, Asih R. Tuberkulosis. http://old.pediatrik.com/ isi03.php.
Diakses pada: 16/08/2013.
12.
Tanrikulu C, Gurkan F, Dagli CE, Gozu A, Suner A. A comparative review of
Pediatric and Adult Patients with Miliary Tuberculosis. Eur J Gen Med.
2007;4(2):67-72.
23
13.
Burril J, Williams CJ, Bain G, Conder G, Hine AL, Misra RR. Tuberculosis: A
Radiologic Review. RSNA.2007;27:1255-1273.
14.
Harisinghani MG, Mcloud TC, Shepard JA, Ko JP, Shoff MM, Mueller PR.
Tuberculosis from Head to Toe. RSNA. 2000; 20:449-470.
15.
Engin G, Acunas B, Acunas G, Tunaci M. Imaging of Extrapulmonary Tuberculosis.
RSNA. 2000; 20:471-488.
16.
Sharma SK, Mohan A. Extrapulmonary tuberculosis. Indian J Med Res. 2004;
120:316-353.
17.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan di Indonesia. http://digilab.usus.ac.id . 2006. Diakses pada 10
Maret 2013.
18.
Miller TJW. Tuberkulosis in Children, evolution, epidemiologi, treatment,
prevention. New York. Churcill Livingstone; 1982.
19.
Be NA, Kim KS, Bishai WR, Jain SK. Pathogenesis of Central Nervous System
Tuberculosis. Current Molecular Medicine. 2009; 9:94-99.
20.
Bano S,Chaudhary V, Yadav S. Central Nervous System Tuberculosis.
http://intechopen.com. Diakses pada 10 Desember 2014.
21.
Sharma SK, Mohan A, Sharma A, Kumar D. Miliary tuberculosis : new insights into
an old disease. Lancet Infectious Disease. 2006; 6(7): 416-430.
22.
Curran JG, O’Connor E. Imaging of craniopharyngioma. Childs Nerv Syst.
2005;21:635-9.
23.
Muller
HL,
Sorensen
N.
Chilhood
Craniopharyngioma.
Dtsch
Arztebl.
2006;103(40):A 2634-40.
24.
Narang M, Gomber, Upreti, Dua S. Mutiple intracranial tubercular abscesses in a
child. Kathmandu University Medical Journal. 2010;8(2):244-46.
25.
Townsend G. Brain abscess and other focal pyogen infections. Diunduh dari
http://studfier.com/docs/books/biology/Microbio/Cohen%20IDs/Cohen
%20IDs/Cohen%20IDs%20024.pdf. Diakses tanggal 25 januari 2013.
26.
Garg RK, Sinha MK. Multiple ring-enhancing lesions of the brain. J Postgrad Med.
2010;56:307-316.
24
LAMPIRAN
Gambar 1. Kalender perjalanan penyakit tuberculosis primer. 18 (Miller TJW, 1982)
Gambar 2. Penyebaran
TB ke SSP.
(Be NA et al., 2009)
25
Gambar 3. Tuberculosis meningitis.
NCCT scan (a) penyempitan sisterna
basalis. CECT scan(b) enhancement
sisterna basalis (spider leg appearance),
tentorium dan fissura sylvii disertai
hidrocephalus.20
Gambar 4. Basal granuloma
meningitis. Axial T1W post contrast
MR (a,b) basal meningitis dengan
multipel konglomerasi tuberkuloma
di sisterna suprasellar.5 (Garg RK.1999)
Gambar 5. (A)CECT
kepala, tampak
multipel tuberkuloma
pada pasien
meningitis TB. (B)
pada X-ray tampak
gambaran millier.2,5
26
Gambar 6. (A)CECT kepala, tampak multipel
ring enhanced di fronto-parietalis bilateral
(tuberkuloma). (B) Potongan axial CE T1WI
MRI tampak multipel enhanced tuberkuloma
pada frontoparietalis sinistra .13
A
B
Gambar 7. Potongan axial CE T1WI MRI tampak
multipel hiperintens pada kedua cerebral
hemisphere.13
Gambar 8. Foto Thorax tanggal 24 Agustus 2013
27
Foto 9. CT Scan kepala tanggal 31 Oktober 2013
28
29
Foto 10. CT scan kepala dengan kontras tanggal 11 November 2013
Gambar 11. Gadis 9 tahun dengan gangguan penglihatan.a. tampak massa sella
dengan kalsifikasi perifer, b. Tampak bagian solid dan kistik. C,D. T1,T2 non
kontras tampak dominan hipointens, sebagian solid dan sebagian kistik pada sella
dan suprasella. E. Sagital post kontras tampak enhancement relatif homogen pada
bagian solid.22
30
Gambar 12a. Pada CT dengan kontras tampak lesi hypodense bentuk elip longitudinal di
region occipito-parietal kanan dengan tepi yang menyangat, pada pasien dengan diagnosis
abses tuberkulosis (post operasi). Gambar 12b. MRI menunjukkan masa fokal di lobus
frontal dengan midline shift. Hasil biopsy konsisten dengan TB.24
Gambar 13. CT scan dengan kontras menunjukkan
tampilan karakteristik abses intracerebral dengan
kavitas dinding tipis yang dikelilingi udema
cerebral.25
31
Tabel 1. Perbedaan tuberkuloma dan diagnosis banding berdasarkan CT
Tuberkuloma
TBA
Abses Py
Craniopharyngioma
Pasien
Lesi
Hipo-hiper
Hipo
Hipo
Jumlah
Soliter/multi
Soliter
Hiperhipo
Multipel
Letak
Frontoparietal/
Dimana saja
Soliter/mu
lti
Graywhite
junc/
supratent
Iso-slight
hiper
Soliter
Graywhite
junc/
Ter. MCA
Intra/
suprasellar
Rim enhc
Rim
enhc(kistik)
Patchy enh
(solid)
+/tipis
Frontoparietalis,
intrasuprasella
r
Rim enhc
Karakter
Post Kont
enhc
Rim enhc
Ring Enh
Dinding
+/Tebal>>
+
Tebal/tipis
irreguler
20mm-5cm
+/+/+/-
licin
>3cm
+
++
++
licin
>besar
++
++
irreguler
Sedang-besar
+++
++
++
Irreguler
0,8-1,6cm
+
+
Semua umur
>>
dewasa
Semua
umur
0-14th
50-74th
4th
Diameter
Kalsifikasi
Oedema
Mass
Effect
Usia
+
Tebal/Tipis
Double rim
sign
Rim enh
Tebal
Tabel 2. Algoritma differensial diagnosis Multiple Ring Enhancing Lesion
Download