Pembiayaan Tidak Langsung

advertisement
Republik Indonesia
DISKUSI TERBATAS
Desember 2006
Karakteristik Infrastruktur
• Cenderung bersifat monopoli
alamiah
• Cenderung bersifat tidak eksklusif
• In-elastic demand
• Dibutuhkan investasi yang sangat
besar untuk pembangunan dan
pemeliharaannya
• Pengembalian investasi yang lama
(longterm investment, short
yielding)
• Biasanya dilihat sebagai kewajiban
pemerintah dalam menyediakan
atau membangunnya
• Penyelenggaraan infrastruktur
biasanya dilihat sebagai satu
kesatuan, dan kurang
dikembangkan konsep pembagian
penyelenggaraan (unbundling)
Infrastruktur
menjadi
rusak
Investasi
Tingkat
Pelayanan
Rendah
Rendah
Tingkat
Lingkaran
Keseimbangan
Di Tingkat
Dasar
Pemeliharaa
n
Pengembalian
Rendah
Rendah
Kapasitas
Rendah
Kondisi Infrastruktur
Telekomunikasi
Perbandingan Teledensitas Sambungan Telepon
Per 1000 penduduk antara tahun 1996-2000
Dibandingkan dengan negara berkembang lainnya,
kondisi pelayanan dan cakupan infrastruktur Indonesia
masih sangat rendah, sebagai contoh:
No
Negara
Fixed Line
Mobile Line
1
India
23
2
Air minum (hanya mencakup 39% dari
penduduk perkotaan),
2
China
73
27
3
Indonesia
27
8
•
Tingkat kepadatan jalan (1,6km/1000 pddk),
4
Malaysia
195
123
•
Konsumsi tenaga listrik (319 kwh/kapita)
dengan 45% dari jumlah rumah tangga
masih belum mendapat sambungan listrik,
5
Phillippina
33
36
6
Thailand
84
38
7
Pakistan
21
2
8
Srilanka
27
11
•
•
Tingkat teledensitas telepon tetap
(hanya 27 sst per 1000 pddk), dan lain
sebagainya.
Sumber : World Development Indicators, 2002 The World Bank, Washington D.C
Permasalahan yang dihadapi
Jalan Tol
1.
Perbandingan Panjang Jalan Tol Yang Beroperasi Di
Berbagai Negara
Negara
Argentina
2.
Panjang Jalan Tol Yang
Beroperasi (Km)
3.
Indonesia
Malaysia
Philippina
Cakupan terbatas
Pelayanan tidak berkelanjutan
197
4.
China
Rendahnya kualitas pelayanan
4,735
562
5.
Kurangnya keterbukaan dan fairness dalam kebijakan
tarif
Kerancuan dan ketidakpastian kerangka pengaturan
1,127
168
Sumber : Bappenas,2003
6.
7.
Ketidakpastian pembebasan lahan
Kemampuan pendanaan yang terbatas
Peranan Infrastruktur
• Ketersediaan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi terkait sangat erat. Pembangunan infrastruktur
diyakini mampu menggerakkan sektor riil, menyerap tenaga kerja, meningkatkan konsumsi masyarakat,
dan pemerintah serta mampu memacu kegiatan produksi.
• Sebuah model makroekonometri yang dikembangkan LPEM UI (2004) menunjukkan keterkaitan
signifikan antara pertumbuhan ekonomi dengan berbagai macam infrastruktur yaitu: listrik, jalan,
telekomunikasi, pelabuhan, irigasi dan air minum.
• Berdasarkan model tersebut, sebagai contoh, apabila secara nasional stok irigasi dinaikkan 10% maka
pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 1.26%.
Tabel Peningkatan Angka Pertumbuhan PDB Akibat
Kenaikan Stok Infrastruktur Sebesar 10%
Growth, Infrastructure, and Investments
30%
Infrastruktur
% Pertumbuhan PDB
Irigasi
1,26
Jalan
0,88
Fixed
Formation
FixedCapital
Capital
Formation
(%
GDP)
(% GDP)
25%
20%
Infrastructure
Infrastructure
(%
(%GDP)
GDP)
15%
Growth
Growth
Rate
Rate
10%
Listrik
0,84
Telepon
0,61
5%
Government
Infrastructure
Government
Infrastructure
Spending
(%
GDP)
Spending (% GDP)
0%
1984
Pelabuhan
0,26
Air
0,22
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
-5%
-10%
-15%
Sumber : LPEM UI , 2004
Source: WBI, 2003
4
Kecenderungan Penurunan Pengeluaran Infrastruktur di Indonesia
Pengeluaran Infrastruktur Indonesia
(% of PDB)
6,0
5,34
5,0

Dalam tahun 1993/1994,
pengeluaran infrastruktur di
Indonesia mencapai 5.34% dari total
PDB, dan pada tahun 2002 hanya
2.33% dari total PDB.

Untuk mencapai pertumbuhan PDB
sebesar 6,6% per tahun, maka
dibutuhkan pembiayaan infrastruktur
sebesar 5% per tahun dari total PDB
(tak termasuk Operasi &
Pemeliharaan).

Dibandingkan dengan negaranegara berkembang lain, Indonesia
memiliki cakupan layanan
infrastruktur terendah dan peran
serta swasta dalam pembangunan
infrastruktur yang kurang memadai.
4,39
4,10
4,0
3,53
3,13
3,12
2,78
3,0
2,33
2,0
1,0
0,0
1993/1994
1994/1995
1995/1996
1996/1997
1997/1998
1998/1999
2000
2002
Pengeluaran Infrastruktur Negara Lain
(%of PDB)
8.0
Private
6.0
Public
4.0
2.0
0.0
Indonesia
Albania
Russia
Cambodia
Kazakhstan
Source: World Bank 2004
NOV 2005 I KEMENTERIAN KOORDINATOR PEREKONOMIAN
5
Tantangan-tantangan Utama
1.
Mengembalikan daya tarik Indonesia di mata para investor.
2.
Mengembalikan daya tarik Indonesia di mata para investor
infrastruktur, termasuk reformasi tarif dan subsidi, pembaruan kerangka
pengaturan, berbagai langkah pengurangan risiko (mitigation risks) lainnya,
penyempurnaan proses pengadaan, solusi atas perselisihan proyek-proyek
swasta yang ada, hubungan dengan privatisasi BUMN, dan peningkatan
kemampuan institusional.
3.
Peningkatan kemampuan pembiayaan domestik : Untuk mengurangi
dampak risiko mata uang, Indonesia perlu memperkuat kemampuan dalam negeri untuk
membiayai proyek-proyek infrastruktur. Keberhasilan restrukturisasi sektor keuangan akan
membantu, tetapi juga ada keutuhan dan peluang untuk mengembangkan mekanisme dan
instrumen pembiayaan khusus infrastruktur.
4.
Peningkatan kesadaran masyarakat atas infrastruktur swasta. Ada
indikasi berkelanjutan mengenai penolakan keras pada upaya untuk mengembalikan investasi
swasta dalam infrastruktur, baik dari sektor publik maupun dari masyarakat.
6
Kebutuhan Investasi Infrastruktur
Rata-Rata Kebutuhan Pembiayaan Tahunan
(2006-2010)
Rp.202,5 Triliun (US$ 22 Billion)
Rata-Rata Kebutuhan
Pembiayaan Tahunan
(2006-2010) :
Rp.202,5 Triliun
(US$ 22 Billion)
Rata-rata Alokasi
Anggaran Negara bagi
pembiayaan Infrastruktur
setiap tahun
(2005-2010)
berkisar :
Rp. 39 Triliun
(US$ 4.2 Billion)
Funding Gap:
Rata-rata kebutuhan dana bagi
pembiayaan infrastruktur pertahun
yang mungkin didapat dari
keikutsertaan swasta dan dukungan
lembaga pembiayaan multilateral /
bilateral senilai :
Rp. 163,5 Triliun
(US$ 17.80 Billion)
Kebutuhan Ungkitan
(Leveraging Needs)
163,5 / 39 =
setiap Rp.1 dari Alokasi Anggaran Negara Bagi Infrastruktur
diupayakan dapat mengungkit dana hingga
Rp. 4,2 dari swasta maupun lembaga multilateral/bilateral
Kebutuhan Investasi
Rp tn
Kebutuhan dan Sumber Pendanaan Infrastruktur (2005–2009)
1400
US$4mil
US$4mil
US$25mil
(Rp.225tn)
1200
1000
US$
145mil
US$30mil
(Rp.270tn)
800
(Rp.1303tn)
Kebutuhan Investasi Restrukturisas (Pascabencana)
APBN (17%)
Sumber-sumber dalam negeri tanpa peningkatan dari sisi permintaan:
• Perbankan (asumsi kematangan 5 tahun)
• Asuransi
• Dana Pensiun
• Dana Reksadana
Donor
US$10mil
Celah
Pembiayaan
(62%)
600
US$90mil
(Rp.810tn)
400
200
0
Kebutuhan
Investasi
Sources of Funds
NOV 2005 I KEMENTERIAN KOORDINATOR PEREKONOMIAN
(Rp.90tn)
Tahap I
US$22.5mil
(Rp.202.5tn)
Akan diharapkan datang dari:
Internasional:
Multilateral/bilateral
• Swasta (investor
pendanaan,
operator, investor
strategic & equity)
• Bank
• Pinjaman Jangka Panjang
Domestik
• Dana Infrastruktur
• Dana Pensiundan
reformasi Asuransi Jiwa
(21%)
Sektor Swasta
US$80mil
(Rp.720tn)
Tahap
berikut
Ditawarkan pada
Infrastructure
Summit Januari
2005
Sebagian akan
ditawarkan pada
Summit November
2006
US$57.5mil
(Rp. 517.5tn)
Exchange rate : US$1 = Rp.9.000
8
Pihak-Pihak Dalam Proyek
Infrastruktur
Government
Creditors
Security and Assurance
of Debt Repayment
Long-Term Debt Financing
Project
Promoters
Sumber Pendanaan
•
•
•
Pemerintah
– Pajak dan pendapatan negara lainnya (termasuk penerbitan surat hutang)
– Pinjaman langsung dari kreditor
– User Charge
Kreditor
– Hibah dan Pinjaman
– Penerbitan surat hutang dengan penjaminan badan Multilateral
Sektor Swasta
– Strategic Investor
– Institutional Financial Investor
– Private Investor
– Pembiayaan lewat perbankan dan pasar modal (IPO+Obligasi)
Sumber-Sumber Pembiayaan Pembangunan Bagi
Pemerintah Daerah
• Dana Perimbangan :
– (1) DAU,
– (2) DAK,
– (3) Dana Bagi Hasil
•
•
•
•
Pendapatan Asli Daerah
User Charge
Obligasi Daerah
Pembiayaan Oleh Pihak Ketiga (Swasta,
Masyarakat)
Karakteristik Sumber Dana
Lembaga Keuangan Lokal
Kelebihan
Kelemahan
Bank Komersial
1.Memahami pasar lokal berikut
resiko-resiko yang dihadapi
1.Memahami pasar / industri cukup
mendalam
2.Menyerap fluktuasi nilai tukar
2.Sangat berpengalaman
3.Memitigasi political risk /sovereign
risk
3.Fleksibel
1.Kurang memahami struktur project
finance
1.Toleransi terhadap resiko rendah
2.Akses terbatas untuk pinjaman
jangka panjang
4.Distribusi luas
2.Dana hanya dapat digunakan bila
strukturnya telah terjamin baik
3.Tidak terlibat dalam resiko-resiko
pelaksanaan
4.Penggunaan hutang jangka panjang
sulit diterima
Karakteristik Sumber Dana
Kelebihan
Dana Pensiun & Asuransi
Pasar Modal
1.Mau menyerap resiko-resiko dari
proyek
1.Pasar yang luas untuk menggalang
dana
2.Memiliki kewajiban jangka panjang
(long term liabilities)
2.Jatuh Tempo cukup panjang
3.Mampu menyerap junk bonds
4.Biaya Murah
Kelemahan
1.Pendekatan sangat beragam
1.Memerlukan informasi kualitas dari kredit
2.Tidak fleksibel
3.Perlu memenuhi persyaratan pengaturan
4.Sistem akuntansi harus terstandarisasi
5.Memerlukan rating
Karakteristik Sumber Dana
Lembaga Multi/Bi lateral
Kelebihan
Export Credit Agencies
1.Membantu mempromosikan
investasi di bidang infrastruktur
1.Didirikan utnuk mendukung
pembiayaan ekspor nasional
2.Memberikan bantuan teknis dalam
mengkaji proyek
2.Menawarkan dukungan dalam
bentuk pinjaman langsung,
jaminan/garansi, dan asuransi
3.Menyediakan risk guarantees kepda
investor terkait
4.Mampu menyerap political risks
3.Memperluas akses terhadap sumber
dana yang lain, baik jumlah maupun
panjang waktu jatuh tempo
4.Mendukung promosi investasi di
bidang infrastruktur
Kelemahan
1.Sumber dana yang dapat diberikan
terbatas
2.Terbatas pada proyek tertentu
3.Do not take on comprehensive risk
Harapan Sponsor Proyek
 Regulasi
 Risiko
 Segi
yang jelas.
pasar yang manageable.
komersial yang atraktif.
 Proyeksi
pendapatan dan arus kas yang realistis.
 Penyelesaian
 Isu
masalah lahan.
lingkungan yang minimal.
 Proses
bidding yang fair dan transparan (misalnya antara
BUMN dan swasta) dan jadwal bidding yang singkat.
Isu-Isu Dalam Pembiayaan Infrastruktur di Indonesia
(Perspektif Lembaga Keuangan)
•
Isu-Isu :
•
Asset liability mismatch – kebutuhan dana jangka panjang vs perioda waktu pinjaman
•
Diperlukan sumber daya dengan skala besar dalam satu proyek yang padat modal
•
Adanya dana yang terkunci dalam jangka panjang (locking up funds)
•
Tingginya resiko dalam kerjasama penyediaan infrastruktur
•
Tidak adanya keseragaman dalam proses appraisal, pedoman maupun dokumentasi
•
Tidak adanya kerangka alokasi resiko antara investor dan pemerintah
•
Lemahnya penegakkan atas kontrak (Contract Enforcement)
•
Resiko-Resiko:
•
Political risk & Implementation risks
•
Resiko Kegagalan Pembayaran Pinjaman
•
Resiko Suku Bunga
•
Resiko Nilai Tukar dan Fluktuasinya
Mismatch
Antara Pembiayaan Dan Sumber Dana
•
•
•
Tipe Mismatch
Struktur Permodalan
•
•
•
•
Jangka waktu pinjaman (Tenor)
•
•
•
Profil risk - return
•
Keterangan
Sebagian besar sumber pembiayaan
domestik dalam bentuk hutang;
sementara pembiayaan ekuitas sangat
minim.
Perusahaan yang bergerak dalam
sektor infrastruktur mempunyai
keterbatasan modal
Sumber pembiayaan yang ada adalah
bersifat jangka pendek atau menengah
Sementara proyek infrastruktur bersifat
jangka panjang
Ketidakpastian dari aspek komersial
(antara lain tarif dan pembebasan
lahan) menambah risiko pendanaan.
Proyek mungkin tidak memberikan
keuntungan komersial yang memadai
dalam waktu yang cepat
Tahap dan Jenis Pendanaan Infrastruktur
Tahap pendanaan ini akan berbeda-beda untuk tiap sektor, tergantung dari kondisi masing-masing sektor dan
struktur keuangan perusahaan dalam sektor terkait
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Masa Konstruksi
Tahun 4
Tahun 5
Tahun 6
Tahun 7
Masa Operasi dan Pemeliharaan
• Infrastructure Fund dalam bentuk equity
• APBN (dana PSO)
• Swasta – penyertaan modal
• Pemain baru (yang memiliki kredibilitas serta memenuhi kriteria
untuk menjadi operator proyek baru tersebut)
• Existing operator (khususnya bagi operator yang memiliki
struktur permodalan yang kuat, misalnya PLN dan Jasa Marga)
• Donor/Multilateral (grant/soft loan)
• Perbankan (bridging)
• Donor (pinjaman lunak)
• Obligasi dan Ekuitas
• Sekuritisasi
• Perbankan – pinjaman jangka panjang
Instrumen-Instrumen Pembiayaan yang dapat dimanfaatkan
•
Penyertaan Modal Biasa/Common Equity, penyerta modal merupakan pemilik saham dari perusahaan
tersebut
•
Penyertaan Modal Utama/ Preffered Equity, penyerta modal merupakan pemilik saham dari
perusahaan tersebut, namun mendapatkan prioritas dalam menerima dividen atau dana bila perusahaan
tersebut kemudian dilikuidasi
•
Convertible Debts, pinjaman yang dapat diubah menjadi penyertaan modal tergantung dari kebijakan
pemegang modal
•
Unsecured Debt, pinjaman jangka pendek atau panjang yang tidak disertai dengan jaminan aset.
Namun demikian mendapat prioritas untuk pengembaliannya (senior)
•
Secured Debt, pinjaman jangka pendek atau panjang yang disertai dengan jaminan aset
•
Lease Financing, pemberian sewa atas suatu aset yang digunakan kedalam proyek. Kepemilikan aset
tetap berada pada pemberi sewa, biasanya dipilih untuk meringankan beban pajak
•
Kredit Konstruksi dari Perbankan, hanya digunakan untuk konstruksi saja dan sangat fleksibel
disesuai dengan rencana penarikan dana,
•
Bridging Finance, pinjaman antara yang digunakan hingga pinjaman dalam jangka panjang telah dapat
dicairkan. Biasanya memerlukan jaminan dari debitor dengan mengalokasikan fasilitas pembayaran
kembali dari pinjaman jangka panjang.
•
Line of Credit, pinjaman yang didapatkan dan dibayar kembali secara teratur selama periode proyek.
Biasanya digunakan sebagai bagian dari manajemen pengelolaan proyek dan dilakukan dengan
berbagai lembaga keuangan.
•
dll
Penyediaan Infrastruktur dan
Pembiayaan Infrastruktur
• Penerbitan obligasi pemerintah/BUMN
(atau penyertaan modal minimum dalam
proyek)
• Penyediaan credit enhancement
Swasta
• Sumber dana : sebagian besar domestik
• Corporate finance /Project finance
• Dengan atau tanpa dukungan
pemerintah/ credit enhancement
• Sumber dana : domestik dan
internasional
• BUMN dpt mencari modal dari sumbersumber dana internasional
• Budgetary resources (pajak, user
charges, pinjaman
bilateral/multilateral)
Publik
• Budgetary resources
• Keterlibatan swasta melalui kontrak
manajemen
• Diselenggarakan dalam anggaran
Departemen atau BUMN/BUMD
• Sumber dana : domestik dan
internasional
Publik
Swasta
Penyedia Infrastruktur
Public Finance
Lender
Loan
agreement
Pengembalian
Pinjaman
Pembayaran
Pekerjaan
Kontraktor
Swasta
Pemerintah
Kontrak Jasa
Pajak / Tarif /
Retribusi
Penyediaan
Aset/Jasa
Pengguna
Aset / Jasa
Corporate Finance
Pemerintah
Perijinan, Hak Konsesi
Pembayaran
Pinjaman
Lenders
Perusahaan
Swasta
Perjanjian
Pinjaman
Pembayaran
Pekerjaan
Contractor
Kontrak Jasa
Jasa Pelayanan
Tarif
Pengguna
Project Financing
Investor (Equity)
- Sponsor / Investor
Strategis
- Infrastructure Fund
- Investor lain
Pemerintah
Perjanjian Pemegang Saham
Lender
-Luar Negeri
-Dalam Negeri
Perjanjian Pinjaman
-
Konsultan
Independen
Kontrak Konsesi/
lisensi operasi
Project
Company
- Penasihat
keuangan
- Penasihat teknis
- Penasihat hukum
Security Documents
Buyer
-Insurer
Equipment supply & kontrak
instalasi
-
Equipment
Supplier
Perjanjian Operasi
-Operator
Tipologi Pembiayaan Infrastruktur Daerah
dengan Pihak Ketiga
 Pembiayaan Tidak Langsung

Pihak Ketiga (Swasta/Masyarakat) membiayai pembangunan infrastuktur yang dikelola
pemerintah, melalui cara :
– Pajak Pemeliharaan/ Pajak khusus,
– Impact Fees,
– Value Capture,
– Cost Sharing,
– Investasi Obligasi Daerah
 Pembiayaan/Penyertaan Langsung

Pihak Ketiga (Swasta/Masyarakat) menyertakan sumber daya atas pembangunan/pengelolaan
kegiatan infrastruktur. Diatur dalam suatu perikatan/perjanjian jangka panjang (menyangkut hak dan
kewajiban), seperti : Service/management contract, lease contract, BOT, konsesi/franchise, joint
ventures atau privatisasi penuh
PEMBIAYAAN TIDAK LANGSUNG
• Pajak Pemeliharaan / Pajak Khusus, didasarkan atas nilai keuntungan yang diberikan dengan
terbangunnya/meningkatnya kualitas prasarana. Dihitung atas prinsip pemulihan biaya
pembangunan/peningkatan prasarana. DKI jakarta tahun 1972 (perda no 4/1972) memungkinkan
pemkot untuk menarik pajak khusus atas petak tanah yg dilewati pembangunan jalan hingga 5%
dari 60% biaya pembangunan jalan yang melewati petak tanah tersebut
• Impact Fees, pengembang komersial membayar dimuka biaya izin mendirikan bangunan/kawasan.
Dana tersebut dikumpulkan dan dikelola bagi pengembangan infrastruktur di wilayah sekitarnya.
Nilainya disesuaikan dengan arus kendaraan yang dibangkitkan oleh pembangunan kawasan
tersebut.
• Grant / Sumbangan, pihak ketiga (biasanya pemilik properti) berkontribusi langsung untuk
membiayai pemeliharaan atau perbaikan infrastruktur (jalan, sanitasi, perpipaan air minum).
• Kerjasama Pembangunan/Cost Sharing, mengkombinasikan pembangunan infrastruktur dengan
proyek-proyek komersial, seperti pembangunan terminal bus dengan pusat perbelanjaan, atau
jembatan penyeberangan orang dengan kios-kios.
• Investasi Obligasi Daerah : pihak ketiga terlibat secara komersial, dengan membeli surat utang
pemerintah (disesuaikan dengan resiko serta keamanan pengelolaannya serta jaminan pemerintah)
Kerangka Pembiayaan Infrastruktur Perkotaan Tidak Langsung Oleh
Pihak Ketiga
Pengguna
langsung
Pengguna
Tidak Langsung /
Masyarakat
INFRASTRUKTUR
PERKOTAAN
Pemerintah sebagai
Penyelenggara/
Pengelola/ Pemilik /
Sumber Pendanaan
User
charges
Pajak
Grants
Pinjaman
Pajak, Fee
Obligasi daerah /
oblligasi proyek
Swasta
Publik
PEMBIAYAAN LANGSUNG
•Service Contract, sebagian kegiatan dikontrakan kepada pihak ketiga, namun keseluruhan
manajemen masih dilakukan oleh sektor publik. Jangka waktu kegiatan pada umumnya berkisar : 6 24 bulan. Pro: mengikutsertakan keahlian/kemampuan teknis, Con: tidak dapat meningkatkan kinerja
secara umum bilamana sistem manajemen masih lemah
•Management Contract, Pihak ketiga diserahkan mengelola kegiatan pelayanan perkotaan, dimana
sektor publik membayar kepadanya atas imbal jasa pelayanan tersebut. Jangka waktu: 3 hingga 5
tahun. Pro : meningkatkan efisiensi pengelolaan,Con : Pemerintah kota masih bertanggungjawab atas
investasi jasa pelayanan
•Sewa, Pihak ketiga menyewa aset utilitas publik, memelihara sekaligus mengoperasikannya. Sebagai
imbalannya mereka mendapat imbal jasa atas pelayanan tersebut dari pemungutan retribusi atau
tarif. Jangka waktu : 10 hingga 15 tahun. Pro: Resiko komersial ditanggung oleh pihak ketiga, dan
menstimulasi peningkatan kinerja. Con : proses administrasi cukup panjang, dan pemerintah kota
masih bertanggung jawab akan investasi
•Build-Operate-Transfer : Pihak ketiga membangun, membiayai, dan mengoperasikan fasilitas
secara utuh. Jangka waktu: 15 hingga 30 tahun. Pro ::cara terbaik untuk mendapatkan efisiensi
pelayanan secara utuh dengan investasi dari pihak ketiga.Con: kurang tepat dilakukan jika dukungan
sistem distribusi tidak memadai atau tingkat lalulintas tidak pasti
•Concession : Pemerintah memiliki aset, tapi dikontrakan kepada pihak ketiga untuk pengoperasian,
pemeliharaan, dan investasi. Jangka waktu : 25-30 tahun. Pro: potensial untuk efisiensi dalam operasi
dan investasi .Con : membutuhkan komitmen yang kuat dan dukungan kapasitas pengaturan
•Full Privatisation : Aset pemerintah kota dijual kepada pihak ketiga. Jangka waktu : tak bisa
ditentukan, namun dimungkinkan dengan pembatasan ijin. Pro : potensial untuk mendapatkan
efisiensi. Con : membutuhkan dukungan peraturan yang kredibel
Kerangka Keterlibatan Pihak Ketiga
Secara Langsung
Pengguna
langsung
Pengguna
Tidak Langsung /
Masyarakat
Infrastruktur
Service
Management,
Lease contract,
BOT, konsesi, joint
ventures,
Privatisasi
User
charges
Swasta
Penyelenggara
Subsidi
Grants
Swasta
Pemerintah
Daerah
Pinjaman
Ekuitas
Pinjaman
Obligasi daerah /
oblligasi proyek
Pajak
Publik
Obligasi Daerah
• Baru bagi Indonesia
• Ide dimulai dari tahun 1994 (disponsor oleh USAID)
• Tahun 1995, sejumlah PDAM berencana menerbitkan obligasi setelah
disetujui pemerintah, tidak ada realisasinya hingga saat ini
• Bank Pembangunan Daerah merupakan penerbit obligasi daerah pertama
(1980-1990),
• Pemahaman mengenai obligasi daerah selalu terbatas pada obligasi yang
dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk membiayai sektor publik, padahal
BPD juga terkadang menggunakan Surat Utang itu untuk pembiayaan sektor
non publik.
Obligasi Yang Diterbitkan BPD
No Issued By
Year
Maturity
Nominal Values (Rp)
Rank
1
BPD Sulawesi Utara II
1990
30-12-1998
na
-
2
BPD Jawa Barat I
1991
06-08-1996
na
-
3
Bank DKI II
1992
01-02-1998
175.000.000.000
-
4
BPD Jawa Tengah III
1993
01-09-1998
85.000.000.000
-
4
BPD Jawa Barat II
1993
02-07-1998
na
-
5
Bank Nagari IV Seri A
1997
16-07-2002
45.000.000.000
idBBB
6
Bank Nagari IV Seri B
1997
16-07-2002
155.000.000.000
idBBB
7
Bank DKI III
1997
18-06-2004
500.000.000.000
idBBB-
8
Bank Jabar III
2000
25-04-2005
150.000.000.000
idBBB
9
Bank Nagari V Seri A
2002
22-11-2007
173.000.000.000
idBBB
10
Bank Nagari V Seri B
2002
22-11-2007
27.000.000.000
idBBB
11
Bank Sumsel I
2003
11-07-2008
55.000.000.000
idBBB-
12
Bank Jatim III
2003
11-07-2008
170.000.000.000
idBBB
Sources: I Nyoman Brahmandita, Draft, Master Thesis, MPKP, FEUI (2003)
Permasalahan
Dalam Penerbitan Obligasi Daerah
• Transparansi dan Akuntabilitas
• Kapasitas keuangan pemerintah daerah
• Kualitas SDM dalam pengelolaan
keuangan daerah
• Lemahnya pengembangan pasar modal
lokal/regional
• Tidak adanya lembaga pemeringkat bagi
obligasi daerah
• Kepastian atas Yield dan Resiko
Reformasi Pengaturan Infrastruktur :
Memperluas Kepastian dan Keteramalan
Paradigma Lama
Paradigma Baru
1. Mengakomodasi peran daerah
1. Pendekatan Sentralisasi
2. Penyediaan infrastruktur dilayani oleh
BUMN/BUMD
3. Ummnya BUMN berperan ganda
sebagai regulator – operator
4. Tidak ada pengaturan tentang usaha
monopolistik
5. Tarif yang tidak berdasarkan atas asas
pemulihan biaya – ditentukan dengan
keputusan
6. Pelayanan terintegrasi dari hulu
hingga hilir
NOV 2005 I KEMENTERIAN KOORDINATOR PEREKONOMIAN
2. Penyediaan Infrastruktur terbuka bagi
: BUMN/BUMD, Badan Usaha Swasta,
Masyarakat, Koperasi, dan lembaga
berbadan hukum
3. Pemisahan peran operator dan
regulator
4. Pembentukan Badan Pengatur
5. Tarif ditentukan berdasarkan atas azas
pemulihan biaya, tarif ditetapkan
dengan kontrak guna memberi
kepastian atas arus penerimaan dan
mengurangi resiko atas proyek
6. Memperkenankan prinsip pemisahan
pelayanan (unbundling)
32
PERATURAN PRESIDEN
No 67/2005
Kriteria Proyek KSP di Daerah yang Wajib
Mengikuti Perpres 67/2005

PERPRES 67 / 2005


Merupakan pembangunan infrastruktur baru (greenfield
projects)
Mengajukan/memerlukan dukungan Pemerintah
Jenis-jenis infrastruktur sesuai dengan pasal 4 ayat 1
Perpres 67/2005:
 infrastruktur transportasi (pelabuhan, bandara, rel/stasiun
kereta api)
 infrastruktur jalan
 Infrastruktur pengairan (air baku)
 Infrastruktur air minum
 Infrastruktur air limbah dan sampah
 Infrastruktur telekomunikasi
 Infrastruktur ketenagalistrikan
 Infrastruktur minyak dan gas bumi
PERPRES 67/2005
Apa yang termasuk dalam materi pengaturan Perpres ini?

Prinsip-prinsip yang perlu diikuti dalam penyediaan infrastruktur
oleh badan usaha:
1. Kerjasama dalam bentuk kemitraan
2.
3.
4.
PERPRES 67 / 2005
5.
6.
7.

(partnership)
Uji kelayakan kerjasama oleh pemerintah
(due dilligence)
Pengelolaan resiko
(risk management)
Dukungan pemerintah
(government support)
Tatacara pengadaan yang adil, terbuka, transparan,kompetitif,
bertanggung gugat, saling menguntungkan
(procurement)
Proyek kerjasama atas prakarsa badan usaha (unsolicited project)
Tarif awal dan penyesuaian tarif
Pengaturan mengenai prosedur pengadaan badan usaha yang
akan berpartisipasi dalam penyediaan infrastruktur dalam
bentuk:
8. Kerjasama (PPP contract)
9. Ijin Pengusahaan (License)
1. Kerjasama dalam bentuk
Kemitraan (Partnership)
PERPRES 67 / 2005
Kerjasama penyediaan infrastruktur antara Pemerintah dan Badan
Usaha diselenggarakan berdasarkan prinsip kemitraan yang:








Adil
Terbuka
Transparan
Bersaing
Bertanggung-gugat
Saling menguntungkan
Saling membutuhkan
Saling mendukung
2. Uji Kelayakan Kerjasama oleh
Pemerintah (proper due diligence)
Identifikasi proyek, minimum:
 Kesesuaian dengan RPJM Nasional/Daerah dan Renstra
Sektor Infrastruktur
 Kesesuaian lokasi proyek dengan RTRW
(Rencana Tata Ruang Wilayah)
PERPRES 67 / 2005
 Keterkaitan antarsektor infrastruktur dan antarwilayah
 Analisis Biaya dan Manfaat Sosial
(SCBA - Social Cost Benefit Analysis)
Setiap usulan proyek tersebut harus disertai dengan:
 Pra Studi Kelayakan
 Rencana Bentuk Kerjasama
 Rencana Pembiayaan Proyek dan Sumber Dananya
 Rencana Penawaran Kerjasama (jadwal, proses, penilaian)
 Identifikasi proyek perlu konsultasi publik
3. Pengelolaan Resiko
Prinsip Alokasi Resiko:
PERPRES 67 / 2005
 Alokasi resiko antara Pemerintah dan Badan Usaha secara
memadai kepada pihak yang paling mampu mengendalikan
resiko dalam rangka menjamin efisiensi dan efektivitas dalam
penyediaan infrastruktur.
Perjanjian Kerjasama:
 Pengelolaan resiko dituangkan di dalam Perjanjian
Kerjasama.
4. Dukungan Pemerintah
PERPRES 67 / 2005
Dukungan Pemerintah Pusat/Daerah kepada
Badan Usaha:
 Dengan memperhatikan prinsip pengelolaan dan
pengendalian resiko keuangan dalam APBN/APBD
 Dilaksanakan oleh Menteri Keuangan/ Kepala
Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah, dengan
kewenangan:
 Memperoleh data dan informasi dari pihak terkait
 Menyetujui atau menolak usulan pemberian dukungan
pemerintah kepada Badan Usaha dalam rangka
penyediaan infrastruktur
 Menetapkan tata cara pembayaran kewajiban Pemerintah,
dalam hal penggantian atas HAKI, pembayaran subsidi,
dan kegagalan pemenuhan Perjanjian Kerjasama
DUKUNGAN PEMERINTAH
High Economic Returns
Daya tarik terbatas,
Daya tarik tinggi, fokus
perlu dukungan
dukungan pada aspek
pemerintah
non finansial
High
Low
Financial
Financial
Returns
Returns
Tidak layak namun
Tidak layak,
harus dihindari
sulit dihindari
(misalnya ada unsur
poiltik)
Low Economic Returns
5. Tata Cara Pengadaan Badan Usaha
dalam Rangka Perjanjian Kerjasama
PERPRES 67 / 2005
 Pengadaan Badan Usaha dalam rangka Perjanjian
Kerjasama dilakukan melalui pelelangan umum
 Menteri / Kepala Lembaga / Kepala Daerah
membentuk panitia pengadaan
 Tata cara pengadaan meliputi:




Persiapan pengadaan
Pelaksanaan pengadaan
Penetapan pemenang
Penyusunan perjanjian kerjasama
 Menteri / Kepala Lembaga / Kepala Daerah
menetapkan pemenang lelang berdasar usulan
panitia pengadaan
6. Proyek Kerjasama Atas Prakarsa
Badan Usaha (Unsolicited Projects)
PERPRES 67 / 2005
Badan Usaha yang prakarsa proyek
kerjasamanya diterima oleh Menteri / Kepala
Lembaga / Kepala Daerah diberikan
kompensasi:
 Pemberian tambahan nilai max. 10% terhadap nilai
tender pemrakarsa, atau
 Pembelian atas biaya (dinilai oleh pihak independen)
yang telah dikeluarkan oleh Badan Usaha
pemrakarsa:
 Dibayar oleh Menteri / Kepala Lembaga / Kepala Daerah,
atau
 Dibayar oleh pemenang tender
7. Tarif Awal dan Penyesuaian Tarif
TA : Tarif Awal dan Penyesuaiannya
BU : Biaya Modal + Biaya Operasional + Keuntungan yg Wajar
TP : Tingkat Kemampuan Pengguna
KP : Kompensasi
TA
BU
Tarif Awal dan Penyesuaiannya
ditetapkan untuk memastikan tingkat pengembalian investasi yang meliputi
Biaya Modal + Biaya Operasional + Keuntungan yg Wajar
PERPRES 67 / 2005
TA=TP
KP
TA
BU
BU
Tarif Awal dan Penyesuaiannya < Biaya
Modal + Biaya Operasional + Keuntungan yg Wajar,
karena ditetapkan berdasarkan Tingkat Kemampuan Pengguna,
maka diberikan Kompensasi
• Besaran kompensasi diperoleh dari kompetisi antar
peserta lelang dan dipilih berdasarkan penawaran
kompensasi terendah
• Kompensasi hanya diberikan pada proyek yang
mempunai kepentingan dan kemanfaatan sosial yang
besar
• Dalam hal penetapan
8. Perjanjian Kerjasama
(PPP Contract)
 Perjanjian Kerjasama dilakukan melalui pelelangan umum
 Prinsip umum di dalam Perjanjian Kerjasama:
PERPRES 67 / 2005
 Larangan pengalihan Perjanjian Kerjasama atau penyertaan
saham
 Mekanisme penyelesaian sengketa: musyawarah mufakat,
mediasi, arbitrase/pengadilan
 Dalam waktu 12 bulan harus sudah diperoleh pembiayaan
 Ada tata cara penguasaan aset:





dari Pemerintah ke Badan Usaha di awal waktu konsesi
kewajiban Badan Usaha untuk mengawasi dan memelihara aset
larangan mengagunkan aset di masa konsesi
kompensasi kepada Badan Usaha yang melepaskan aset
dari Badan Usaha ke Pemerintah di akhir waktu konsesi
 HAKI yang digunakan sepenuhnya terbebas dari segala bentuk
pelanggaran hukum, sekiranya ada maka menjadi tanggung
jawab Badan Usaha untuk mengusahakan lisensinya sehingga
kelangsungan penyediaan infrastruktur tetap berjalan
9. Izin Pengusahaan
(License)
Izin Pengusahaan:
PERPRES 67 / 2005
 Pengadaan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur
berdasarkan Izin Pengusahaan dilakukan melalui pelelangan
izin (auction)
Prinsip kerjasama penyediaan infrastruktur antara Pemerintah dan
Badan Usaha:








Adil
Terbuka
Transparan
Bersaing
Bertanggung-gugat
Saling menguntungkan
Saling membutuhkan
Saling mendukung
Proses KPS pada tingkat
Nasional/Sektor: 5 Modul dalam MPP
Pemegang
Kewenangan
Non
KPS
(untuk melakukan
kontrak)
Daftar Proyek KPS
Subsektor setelah
melalui penyaringan
awal menggunakan
AMK
Prioritas KPS sub-sektor
Kementerian
Terkait &
Non
KPS
Simpul P3
Melaksanakan pra
studi kelayakan *
Pelelangan Umum
Prioritas
KPS sektor
Daftar Proyek KPS Sektor
setelah melalui
penyaringan lingkup sektor
menggunakan AMK
Negosiasi
Laporan
KKPPI
& Pusat P3
Laporan ke
Kementerian
Departemen
Keuangan &
Dukungan
pemerintah
belum tersedia
Unit Pengelola
Resiko
Daftar Proyek
Sektor Publik
(APBN)
Dukungan pemerintah
dianggap tidak cocok
untuk proyek KPS ini
Daftar proyek KPS
nasional setelah
melalui penyaringan
lingkup nasional
menggunakan AMK
Ling
kup
sub
sektor
Laporan
Lingkup
Sub
Sektor
Kementerian
mengajukan proyek
KPS sektor
Laporan
Memerlukan
tambahan kajian
bagi kesiapan
proyek
Pengelolaan
Kontrak
Laporan
Ling
-kup
Nasional
Dukungan
pemerintah
tidak
diperlukan
Dukungan pemerintah
diperlukan
Kaji Ulang Anggaran
(pasca persetujuan
KKPPI/ Depkeu)
Dukungan
pemerintah
tersedia
CATATAN:
KPS:
Kemitraan Pemerintah
dan Swasta
AMK:
Analisa Multi Kriteria
 rute utama;  rute pilihan
*
untuk proyek KPS yang
memerlukan dukungan pemerintah, harus
dilakukan studi kelayakan penuh.
Fungsi dan Kewenangan pada Sektor di
bidang Infrastruktur
Fungsi dan Sektor yang Dapat Dikelola PEMDA
Sektor Teleko
munikas
Fungsi
MIGAS
Listrik
i
Jalan
Tol
Transpor
tasi
Air
Minum
Pembuat
Kebijakan
Pengaturan/
Regulasi

Kontrak
Kerjasama

Operasi

* Kecuali Kereta api




*



BUMD dan Perpres 67/2005
PERPRES 67 / 2005
BUMD yang mengajukan dan atau memerlukan
dukungan Pemerintah (baik Pusat maupun Daerah) dalam
melakukan kerjasama dengan badan usaha (swasta) dalam
penyediaan infrastruktur wajib mengikuti ketentuan dalam
Perpres 67/2005. Dalam hal ini BUMD bertindak atas
nama Pemda.
BUMD yang tidak memerlukan dukungan Pemerintah
dalam melakukan kerjasama dengan badan usaha (swasta)
dalam penyediaan infrastruktur dapat dikecualikan dari
Perpres 67/2005. Dalam hal in transaksi yang dilakukan
BUMD berlandaskan business to business (b2b
transaction).
Infrastructure Road Map
0 – 1 tahun
> 1 tahun
Reformasi Pengaturan Lintas Sektor
Strategi Kemitraan Publik Swasta (P3)
1
REFORMASI
PENGATURAN
Reformasi Pengaturan Sektoral
Reformasi Pengaturan Sektor Finansial
Reformasi Pengaturan Industri Konstruksi
Reformasi Pengaturan Sektor Pendukung Lain
2
INVESTASI
INFRASTRUKTUR
Dana Infrastruktur
Proyek Demonstrasi
Fasilitas Pembangunan Proyek (PDF)
3
KOMUNIKASI
4
CAPACITY BUILDING
Pemebuntukan
Forum Infrastruktur
Indonesia (FII)
Pelaksanaan FII
Program Capacity Building
PDF: Fasilitas-fasilitas persiapan prouek PPP untuk membantu pendukung
proyek dalam persiapan memorandum proyek yang akan ditawarkan kepada
sektor swasta
NOV 2005 I KEMENTERIAN KOORDINATOR PEREKONOMIAN
50
Arah Strategis Pemanfaatan Potensi Dana Domestik Bagi Pembiayaan
Infrastruktur
Saat Ini
Strategi
Pengembangan
Jangka Pendek/Menengah
• Pengembangan secara konservatif • Prioritisasi proyek
karena keterbatasan dana
− Menciptakan success story
• Kurangnya pengembangan
− Membangun kepercayaan investor
infrastruktur yang terintegrasi atau
swasta
inter-sektoral
Sumber Dana
• Mengandalkan APBN
• Kredit bank dan atau penerbitan
surat hutang maupun IPO
• Kas internal
Persyaratan
• Peningkatan kemampuan
pembiayaan dari permodalan
Jangka Panjang
• Pengembangan infrastruktur yang
komprehensif dan berkelanjutan serta
mengintegrasikan menjadi jaringan
infrastruktur yang bernilai ekonomis
tinggi
• Peningkatan rasio alokasi pinjaman dan investasi ke •
sektor infrastruktur.
• Perbankan mengevaluasi risiko melalui pendekatan
project finance.
•
• Pembentukan Infrastructure Fund dalam penyediaan
ekuitas.
• Credit Enhancement.
•
• Restrukturisasi permodalan perusahaan infrastruktur.
Mobilisasi modal domestik dengan melibatkan
sumber dana jangka panjang di dana pensiun
dan asuransi jiwa
Pengembangkan skema pembiayaan/instrumen
pembiayaan sesuai situasi pasar dan reformasi
persyaratan
Pengembangan pasar modal domestik
• Reformasi dan Deregulasi Keuangan dan Sektor Infrastruktur
• Realisasi amanat perundangan yang ada (untuk yang telah diregulasi)
Gambar. 4. Strategi Pemanfaatan Potensi Dana Bagi Pembiayaan Infrastruktur
Download