Uploaded by User107590

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

advertisement
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
Oleh :
Komalasari 192153064
Dosen:
Ernita Susanti, S.Pd., M.Pd.
PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurah kepada Nabi Muhammad saw yang telah membimbing manusia menuju
alam kedamaian, berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits, keluarga beliau, sahabatsahabat serta orang yang istiqamah mengikuti jalan mereka dengan ahsan.
Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada ibu mata kuliah
Belajar dan Pembelajaran yang telah memberikan kesempatan waktu sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Belajar dan Pembelajaran
dengan judul “Teori Behavioristik”.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis menemui beberapa kendala.
Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu khususnya dosen pembimbing mata kuliah Belajar dan
Pembelajaran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak terdapat
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya. Semoga makalah ini bisa
dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Tasikmalaya, 2 Oktober 2020
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 3
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 1
D. Manfaat Penulisan................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 3
A. Pengertian Teori Belajar Behavioristik.................................................. 3
B. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Behavioristic ............................ 3
C. Teori Behaviorisme Menurut Para Ahli ................................................. 5
1.
Teori Menurut Pavlov ......................................................................... 5
2.
Teori Menurut Thorndike ................................................................... 7
3.
Teori Menurut Skinner ..................................................................... 10
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 12
A. Kesimpulan ............................................................................................ 12
B. Saran ...................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 14
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Eksperimen Pavlov ......................................................................... 6
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh
pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan
mengokohkan pengetahuan. Dalam konteks menjadi tahu atau proses
memperoleh pengetahuan, kontak manusia dengan alam diistilahkan dengan
pengalaman (experience). Pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan
pengetahuan (knowledge) atau a body of knowledge.
Berbicara tentang belajar dan pembelajaran adalah berbicara tentang
sesuatu yang tidak akan pernah berakhir karena seiring dengan perkembangan
zaman maka konsep tentang belajar dan pembelajaran juga semakin
berkembang. Sampai saat ini, dikenal beberapa teori tentang belajar, amtara
lain: teori belajar behavioristik, teori belajar kognitivistik, teori belajar
konstruktivistik, maupun teori belajar sosial. Teori-teori tersebut hingga saat
ini masih dapat dirasakan pengaruhnya di dalam berbagai praktik
pembelajaran. Hal itu melatarbelakangi penulis dalam memaparkan salah satu
teori belajar, yaitu teori belajar behavioristik dengan maksud untuk dapat
mempelajari lebih dalam teori belajar behavioristik yang sampai sekarang ini
masih diaplikasikan dalam beberapa praktik pembelajaran.
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman (Gage dan Berliner dalam Harland, 2013).
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin
dalam Harland 2013). Seseorang dianggap telah mengalami proses belajar
sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan tingkah laku. Menurut teori
ini, hal terpenting dalam belajar adalah input yang berupa stimulus dan output
yang berupa respon.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Apa pengertian teori belajar behavioristik?
2. Bagaimana pengertian belajar menurut psikologi behavioristik?
3. Bagaimana teori belajar behavioristic menurut para ahli ?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui pengertian teori belajar behavioristic.
2. Untuk mengetahui pengertian belajar menurut psikologi behavioristic.
1
2
3. Untuk mengetahui teori belajar behavioristic menurut para ahli.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini,
a. Bagi penulis, diharapkan makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang
dalam mengenai teori belajar behavioristic.
b. Bagi pembaca, makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi atau
gambaran mengenai teori belajar behavioristic dalam proses pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik menjelaskan bahwa belajar adalah
perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret.
Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulus) yang menimbulkan
hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik.
Stimulus adalah lingkungan belajar anak yang menjadi penyebab belajar
sedangkan respon adalah akibat atau dampak berupa reaksi fisik terhadap
stimulus. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan
perilaku S-R (stimulus-respon).
Faktor penting dalam teori belajar behavioristik adalah:
a. Masukan atau input, yang berupa stimulus.
b. Keluaran atau output, yang berupa respon.
c. Faktor penguatan (reinforcement) baik positive reinforcement maupun
negative reinforcement.
Pembelajaran behaviorisme bersifat molekular, artinya lebih
menekankan kepada elemen-elemen pembelajaran, memandang kehidupan
individu terdiri dari unsur-unsur seperti halnya molekul.
Menurut teori behaviorisme, apa yang terjadi diantara stimulus dan
respons dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati
dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respons.
Oleh karena itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus), dan apa saja yang
dihasilkan siswa (respons), semuanya harus dapat diamati dan diukur.
Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut.
B. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Behavioristic
Sudah sejak lama manusia tertarik dengan kajian psikologi. Paling tidak
sejak jaman Yunani kuno, para filosuf seperti Socrates, Plato, Aristoteles,
Descrates dsb telah merenungkan topik-topik yang sekarang dipandang
sebagai bagian dari psikologi. Meskipun demikian, baru pada abad ke 19
orang mulai mengkaji topik-topik ini secara eksperimental. Laboratorium
psikologi yang pertama didirikan oleh Wilhelm Wundt di Jerman tahun 1879
yang dinilai sebagai titik awal bagi psikologi ilmiah yang berpijak di atas
landasan institusional yang kokoh.
3
4
Baru pada permulaan abad ke-20, ilmu jiwa atau yang dikenal sebagai
psikologi modern lahir dan berkembang. Pada masa itu, terdapat 2 aliran
utama yang menonjol yakni strukturalisme dan fungsionalisme (Schunk,
2012). Namun, kedua aliran ini dinilai memiliki banyak kelemahan karena
cakupannya terlalu luas dan tidak mempertimbangkan faktor lingkungan
dalam perkembangan setiap individu.
Aliran behaviorisme ini mengganti konsep kesadaran dan ketidaksadaran
ala psikoanalisa dengan istilah stimulus, response, dan habit. Stimulus
selanjutnya dimaknakan sebagai sesuatu yang dapat dimanipulasi atau
direkayasa lingkungan sebagai upaya membentuk perilaku manusia melalui
respons yang muncul sebagaimana yang diharapkan lingkungan, sedangkan
habit adalah hasil pembentukan perilaku tersebut (Koesma, 2000). Secara
tegas, aliran behaviorisme menolak pandangan dari aliran pendahulunya,
yaitu aliran psikoanalisa yang memandang bahwa manusia sangat
dipengaruhi oleh insting tak sadar dan dorongan-dorongan nafsu rendah.
Berdasarkan hal tersebut diatas, teori behavioristik juga sering disebut
dengan teori stimulus-respons. Proses S-R ini sendiri terdiri dari beberapa
unsur, yaitu:
1. Dorongan (drive); peserta didik merasakan adanya kebutuhan akan
sesuatu sehingga terdorong untuk memenuhi kebutuhan.
2. Rangsangan (stimulus); pemberian stimulus menyebabkan timbulnya
respons si pelajar.
3. Respons (reaksi); peserta didik akan memberikan reaksi terhadap
stimulus yang diterimanya dengan jalan melakukan sesuatu yang
terlihat.
4. Penguatan (reinforcement) yang perlu diberikan kepada peserta didik
supaya ada rasa kegemberiaan dan tergerak untuk memberikan
respons ulang (Muhaimin, 2002).
Diantara keyakinan prinsipal yang terdapat dalam teori behavioristik
adalah setiap anak manusia lahir tanpa warisan kecerdasan, warisan bakat,
warisan perasaan, dan warisan abstrak lainnya. Semua kecakapan,
kecerdasan, dan bahkan perasaan baru timbul setelah manusia melakukan
kontak dengan alam sekitar, terutama alam pendidikan. Artinya, seorang
individu manusia bisa pintar, terampil, dan berperasaan hanya bergantung
pada bagaimana individu itu dididik.
5
Keyakinan prinsipal lainnya yang dianut oleh para behavioris adalah
peranan refleks, yakni reaksi jasmaniah yang dianggap tidak memerlukan
kesadaran mental. Apapun yang dilakukan oleh manusia, termasuk kegiatan
belajar adalah kegiatan refleks belaka, yaitu reaksi manusia atas rangsanganrangsangan yang ada. Refleks-refleks ini jika dilatih akan menjadi
keterampilan-keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang dikuasai manusia.
Jadi, peristiwa belajar seorang peserta didik menurut para behavioris adalah
peristiwa melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan
(Syah, 1999). Hal ini berarti proses belajar menurut behaviorisme lebih
dianggap sebagai suatu proses yang bersifak mekanik dan otomatik tanpa
membicarakan apa yang terjadi dalam diri peserta didik selama dalam proses
belajar (Muhaimin, 2002).
Teori behavioristik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada
perubahan tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon. Tokoh pelopor dari teori behavioristik adalah Thorndike, Watson,
Clark Hull, Edwin Guthrie dan Skinner.
Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa belajar menurut psikologi
behavioristik adalah suatu kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan.
Belajar tidaknya seseorang bergantung kepada faktor-faktor kondisional yang
diberikan oleh lingkungan. Beberapa teori yang termasuk kategori aliran
behaviorisme adalah koneksionisme, pembiasaan klasik (classical
conditioning), pengkondisian kontiguitas (contigous conditioning),
pembiasaan perilaku respons (operant conditioning).
C. Teori Behaviorisme Menurut Para Ahli
1. Teori Menurut Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) adalah seorang behavioristik
terkenal dengan teori pengkondisian asosiatif stimulus-respons dan hal ini
yang dikenang darinya hingga kini. Classic conditioning (pengkondisian
atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui
percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral
dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan.
Ia menemukan bahwa ia dapat menggunakan stimulus netral,
seperti sebuah nada atau sinar untuk membentuk perilaku (respons).
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya
sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala
kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan
6
pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan
hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran
mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika
ia berbuat sesuatu.Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan
menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat
berubah sesuai dengan apa yang di inginkan. Kemudian Pavlov
mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia
menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun
demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda
dengan binatang.
Gambar
1.
Eksperimen Pavlov
Gambar pertama. Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan
(UCS) maka secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).
Gambar kedua. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak
merespon atau mengeluarkan air liur.
Gambar ketiga.Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah
makanan (UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu,
sehingga anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian
makanan.
Gambar keempat. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulangulang, maka ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan
makanan, secara otonom anjing akan memberikan respon berupa
keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
7
Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses
akuisisi dan penghapusan sebagai berikut:
1) Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang
melalui kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks organismik.
Contoh: makanan
2) Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat
netral dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh:
Bunyi bel adalah stimulus netral yang di pasangkan dengan stimulus
tidak terkondisi berupa makanan.
3) Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara
otonom atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur
4) Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari
penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat
penggabungan bunyi bel dengan makanan.
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1) Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang
dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang
salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus
lainnya akan meningkat.
2) Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang
dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer,
maka kekuatannya akan menurun.
Menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu proses perubahan
yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian
menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan seseorang itu belajar
haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam
belajar
menurut
teori conditioning ialah
adanya
latihan-latihan
yang continue (terus-menerus). Yang diutamakan dalm teori ini adalah hal
belajar yeng terjadi secara otomatis.
2. Teori Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, adalah proses interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar
seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat
8
indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik
ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan atau gerakan /
tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat belajar dapat berwujud konkrit,
yaitu dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu tidak dapat diamati. Meskipun
aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat
menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat
diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan “Teori Connectionism”.
Percobaan Thorndike yang terkenal ialah dengan menggunakan
seekor kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang
tertutup dan pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang
terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh. Percobaan tersebut menghasilkan
teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu
terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan
coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatanperbuatan yang tidak mempunyai hasil.
Dari hasil penelitiannya, Thorndike menyimpulkan bahwa respon
untuk keluar kandang secara bertahap diasosiasikan dengan suatu situasi yang
menampilkan stimulus dalam suatu proses coba-coba (“trial and error”).
Respon yang benar secara bertahap diperkuat melalui serangkaian proses
coba-coba, sementara respon yang tidak benar melemah atau menghilang.
Teori Connectionism Thorndike ini juga dikenal dengan nama “Instrumental
Conditioning”, karena respon tertentu akan dipilih sebagai instrumen dalam
memperoleh “reward” atau hasil yang memuaskan.
Thorndike mengemukakan tiga dalil tentang belajar, yaitu :
1) Law Of Effect (Dalil / Hukum Sebab Akibat)
Dalil / hukum ini menunjukkan kuat lemahnya hubungan stimulus
dan respon tergantung kepada akibat yang ditimbulkan. Apabila respon
yang ditimbulkan mendatangkan kesenangan, maka respon tersebut akan
dipertahankan atau diulang ; sebaliknya jika respon yang ditimbulkan
adalah hal yang tidak menyenangkan, maka respon tersebut dihentikan
atau tidak diulang lagi.
2) Law Of Exercise (Dalil / Hukum Latihan Atau Pembiasaan)
Dalil / hukum ini menunjukkan bahwa stimulus dan respon akan
semakin kuat manakala terus menerus dilatih atau diulang ; sebaliknya
hubungan stimulus dan respon akan semakin melemah jika tidak pernah
dilatih atau dilakukan pengulangan.
3) Law Of Readiness (Dalil / Hukum Kesiapan)
Menurut dalil / hukum ini, hubungan antara stimulus dan respon
akan mudah terbentuk manakala ada kesiapan dalam diri individu. Jika
9
seorang ada kesiapan untuk merespon atau bertindak, maka tindakan
yang dilakukan akan memberi kepuasan dan mengakibatkan orang
tersebut
untuk
tidak
melakukan
tindakan-tindakan
lain.
Dari sekian banyak penelitian yang dilakukan, Thorndike lalu
menyimpulkan tentang pengaruh proses belajar tertentu terhadap proses
belajar berikutnya, yang dikenal dengan proses “transfer of learning”
atau perampat proses belajar. Thorndike mengemukakan bahwa latihan
yang dilakukan dan proses belajar yang terjadi dalam mempelajari suatu
konsep akan membantu penguasaan atau proses belajar seorang terhadap
konsep lain yang sejenis atau mirip (associative sbifting). Teori
Connectionism dari Thorndike ini dikenal sebagai teori belajar yang
pertama.
Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:
a. Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response)
Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh
prooses trial dan error yang menunjukkan adanya bermacammacam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam
memecahkan masalah yang dihadapi.
b. Hukum Sikap ( Set/ Attitude)
Hukum ini menjelaskan bahwa perilakku belajar seseorang
tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja,
tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik
kognitif, emosi , sosial , maupun psikomotornya.
c. Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element)
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar
memberikan respon pada stimulus tertentu saja sesuai dengan
persepsinya terhadap keseluruhan situasi ( respon selektif).
d. Hukum Respon by Analogy
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan
respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu
sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah
dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi
transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi
baru. Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan makin
mudah.
e. Hukum Perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting)
Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi
yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara
10
bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur
baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.
3. Teori Menurut Skinner
Skinner adalah seorang yang berkebangsaan Amerika yang dikenal
sebagai seorang tokoh behavioristik yang meyakini bahwa perilaku
individu dikontrol melalui prosesoperant conditioning dimana seseorang
dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian
reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif besar.
Menagement kelas menurut skinner adalah berupa usaha untuk
memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi
penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan
apapun pada perilaku yang tidak tepat.Operant Conditioning adalah suatu
proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat
mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang
sesuai dengan keinginan.
Teori belajar behavioristik ini telah lama dianut oleh para guru dan
pendidik, namun dari semua pendukuung teori ini, teori Skinnerlah yang
paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
Behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine,
pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain
yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta
mementingkan faktor-fktor penguat merupakan program-program
pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh
skinner.
Skinner menyatakan bahwa kondisi-kondisi tertentu sering kali
mengontrol seseornga berperilaku hal ini terjadi baik dirumah, disekolah,
dirumah sakit bahkan dipenjara sekalipun (Hartono,2013:118).
Menurut skinner berdasarkan percobaanya terhadap tikus dan burung
merpati unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya
adalah penguatan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respond akan
semakin kuat bila diberi penguatan ( penguatan positif dan penguatan
negatif).
Bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan.
Sedangkan bentuk penguatan negatif adalah antara lain menunda atau
tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan, atau
menunjukkan perilaku tidak senang.
Menurut Skinner dalam Hartono ( 2013: 119) menyatakan bahwa
penolakannya terhadap otonomi yang dimiliki oleh manusia yang
11
menyatakan bahwa perilaku manusia pada dasarnya sangat bergantung
pada faktor-faktor internal seperti ketidaksadaran, sifat, dan lain-lain.
Skinner tidak percaya pada asumsi yang dikemukakan guthrie bahwa
hukuman memegang peranan penting dalam proses pelajar. Hal tersebut
dikarenakan menurut skinner :
a) Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat
bersifat sementara.
b) Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi
bagian dari jiwa terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
c) Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun
salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman.
d) Hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain
yang kadangkala lebih buruk dari pada kesalahan pertama yang
diperbuatnya. Skinner lebih percaya dengan apa yang disebut
penguatan baik negatif maupun positif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini, sebagai berikut:
1. Teori belajar behavioristik menjelaskan bahwa belajar adalah perubahan
perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan
terjadi melalui rangsangan (stimulus) yang menimbulkan hubungan
perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulus
adalah lingkungan belajar anak yang menjadi penyebab belajar sedangkan
respon adalah akibat atau dampak berupa reaksi fisik terhadap stimulus.
Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan
perilaku S-R (stimulus-respon).
2. Aliran behaviorisme ini mengganti konsep kesadaran dan ketidaksadaran
ala psikoanalisa dengan istilah stimulus, response, dan habit. Stimulus
selanjutnya dimaknakan sebagai sesuatu yang dapat dimanipulasi atau
direkayasa lingkungan sebagai upaya membentuk perilaku manusia
melalui respons yang muncul sebagaimana yang diharapkan lingkungan,
sedangkan habit adalah hasil pembentukan perilaku tersebut. Secara tegas,
aliran behaviorisme menolak pandangan dari aliran pendahulunya, yaitu
aliran psikoanalisa yang memandang bahwa manusia sangat dipengaruhi
oleh insting tak sadar dan dorongan-dorongan nafsu rendah.
3. Tokoh-Tokoh dan Pemikirannya terhadap Teori Belajar Behavioristik.
a. Pavlov : Classic Conditioning
b. Skinner : Operant conditioning
c. Thorndike : koneksionisme.
Inti dari teori belajar behavioristik menurut para ahli adalah :
a) Belajar adalah perubahan tingkah laku.
b) Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah mampu
menunjukkan perubahan tingkah laku.
c) Pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran
yang berupa respon .
d) sesuatu yang terjadi diantara stimulus dan respon tidak dianggap
penting sebab tidak bisa diukur dan diamati.
e) Yang bisa di amati dan diukur hanya stimulus dan respon.
f) Penguatan adalah faktor penting dalam belajar.
g) Bila penguatan ditambah maka respon akan semakin kuat , demikian
juga jika respon dikurangi maka respon juga menguat.
12
13
B. Saran
Adapun saran penulis setelah menulis makalah ini, adalah: untuk
memperthatikan kembali point-point utama mengenai pengertian teori
behavioristic menurut para ahli sehingga menjadi suatu pemahaman yang
lebih mudah dipahami, sehingga akan menciptakan pribadi anak yang
berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Dahar, Ratna Dwi. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Gafur, Abdul dkk. 2015. Teori Behavioristik. Universitas Mataram. Makalahteoribe
lajarbehavioristik-160410034941.pdf (diakses tanggal 02 Oktober 2020)
Jaringan Psikologi Indonesia. 2013. Psikologi Behavioristik. https://psikologi.net/ps
ikologi-behavioristik/ (diakses tanggal 02 Oktober 2020)
Mulyana. 2012. Teori Belajar Behavioristic. https://sites.google.com/site/mulyanab
anten/home/teori-belajar-behavioristik (diakses tanggal 02 Oktober 2020)
Widyawati. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. (Online) (http://no-29-widya
wati-02-teori-belajar-dan-pembelajaran.pdf) diakses tanggal 3 September
2013
Yuda, Endra. 2012. Teori Behavioristik Menurut Edward Thorndike. https://feelin
bali.blogspot.com/2012/09/teori-behavioristik-menurut-edward.html(diak
ses tanggal 02 Oktober 2020)
14
Download