tuberkulosis (tb)

advertisement
TUBERKULOSIS (TB)
Diperkirakan sepertiga populasi dunia terinfeksi Mycobacterium tuberculosis, bakteri penyebab
tuberculosis (TB).1 Dan dari populasi yang terinfeksi tersebut, setiap tahun lebih dari 8 juta
orang menjadi sakit, serta 2 juta orang meninggal karena TB. Dari seluruh kasus, 11%-nya
dialami oleh anak-anak di bawah 15 tahun. Menurut perhitungan global lainnya, setiap tahun
1,5 juta kasus baru TB dan 130.000 kematian akibat TB terjadi pada populasi anak, dengan
kisaran persentasi yang sangat luas antar berbagai negara di dunia (antara 3-25%).1,2 Namun
seringkali TB pada populasi anak tidak ditempatkan sebagai prioritas utama oleh program
penanganan TB nasional karena beberapa alasan:2

Kesulitan diagnosis

Jarangnya penularan dari TB anak

Sumber daya yang terbatas

Keyakinan yang salah mengenai BCG

Kurangnya data mengenai pengobatan
Definisi Penting


Infeksi TB: infeksi pada orang yang terpapar Mycobacterium tuberculosis tanpa adanya
gejala penyakit. Juga disebut infeksi laten TB. Umumnya didiagnosis dengan tes tuberkulin
kulit.1
Penyakit TB: infeksi TB dengan gejala penyakit. Juga disebut sebagai TB aktif.
TB pada Anak
TB pada anak dapat terjadi pada usia berapa pun, namun usia paling umum adalah antara 1-4
tahun.3 Anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru (extrapulmonary) dibanding TB paruparu dengan perbandingan 3:1.1,3 TB luar paru-paru dan TB yang berat terutama ditemukan
pada usia < 3 tahun.1 Angka kejadian (prevalensi) TB paru-paru pada usia 5-12 tahun cukup
rendah, kemudian meningkat setelah masa remaja di mana TB paru-paru menyerupai kasus
pada pasien dewasa (sering disertai lubang/kavitas pada paru-paru).3
Selain oleh M. tuberculosis dari orang dewasa atau anak lain, anak dapat terinfeksi
Mycobacterium bovis dari susu sapi yang tidak dipasteurisasi.3 Infeksi M. bovis ini umumnya
bermanifestasi sebagai TB kelenjar getah bening atau TB usus.
Sebagian besar anak yang terinfeksi M. tuberculosis tidak menjadi sakit selama masa anakanak.3 Satu-satunya bukti infeksi mungkin hanyalah tes tuberkulin kulit yang positif.
Kemungkinan paling besar anak menjadi sakit dari infeksi M. tuberculosis adalah segera
setelah infeksi dan menurun seiring waktu. Jika anak yang terinfeksi menjadi sakit, sebagian
besar akan menunjukkan gejala dalam jangka waktu satu tahun setelah infeksi. Namun untuk
bayi, jangka waktu tersebut mungkin hanya 6-8 minggu.
Faktor Risiko TB
Anak dengan risiko tinggi untuk mengalami TB antara lain:1

Anak yang mengalami
mikroskopiknya positif
kontak

Anak kurang dari 5 tahun

Anak dengan infeksi HIV

Anak dengan kurang gizi yang berat
dengan
kasus
baru
yang
pemeriksaan
dahak
Diagnosis TB
Pada anak, diagnosis TB dapat didasarkan pada beberapa hal berikut:1
1.
Kontak dengan kasus sumber
Kontak dekat didefinisikan sebagai tinggal bersama di satu rumah atau mengalami kontak
yang sering dengan kasus sumber yang pemeriksaan dahak mikroskopiknya positif TB.
Kasus sumber yang negatif pemeriksaan dahaknya dengan mikroskop namun positif
dengan kultur juga infeksius, namun tidak seberbahaya kasus sumber dengan
pemeriksaan dahak mikroskopik yang positif.
Dengan dasar tersebut, ada beberapa poin yang penting:1
2.

Anak di bawah 5 tahun yang mengalami kontak dekat dengan orang yang
pemeriksaan dahak mikroskopiknya positif TB harus menjalani pemeriksaan penyaring
TB

Setiap satu kasus TB terdiagnosis pada anak atau remaja, kasus sumber dewasanya
harus diteliti, terutama orang dewasa yang tinggal di rumah yang sama

Jika seorang anak mengalami TB yang infeksius, maka kontak selama masa anakanak harus diteliti dan menjalani pemeriksaan penyaring. Kasus TB pada anak
dianggap infeksius jika pemeriksaan dahak mikroskopiknya positif atau memiliki
kavitas (lubang) pada X-ray dadanya
Gejala TB
Anak umumnya mengalami gejala kronis seperti batuk yang tak kunjung sembuh, demam,
dan turunnya berat badan atau tidak naiknya berat badan terutama setelah menjalani
program perbaikan gizi (nutritional rehabilitation).1
Batuk kronik didefinisikan sebagai batuk yang tak kunjung sembuh dan tidak membaik
selama lebih dari 21 hari (3 minggu).1 Demam di sini didefinisikan sebagai demam lebih
dari 380C selama 14 hari setelah kemungkinan penyebab lain dapat disingkirkan.
Walaupun TB luar paru-paru (extra pulmonary) seringkali tidak menunjukkan tanda yang
jelas, beberapa tanda cukup spesifik untuk memulai pemeriksaan dan penanganan
sesegera mungkin.1
Tanda fisik seperti tonjolan di tulang belakang (gibbus) atau pembesaran kelenjar getah
bening leher yang tidak nyeri dengan pembentukan saluran tempat keluarnya nanah
(fistula) sangat sugestif untuk TB luar paru-paru.1 Radang selaput otak (meningitis) yang
tidak menunjukkan respon terhadap antibiotik, cairan pada rongga antara paru-paru
dengan dinding dada (pleural effusion), cairan pada rongga selaput jantung (pericardial
effusion), cairan pada rongga perut (ascites), pembesaran kelenjar getah bening yang
tidak nyeri tanpa pembentukan fistula, pembengkakan sendi yang tidak nyeri, atau
benjolan keras kemerahan di lengan/kaki (erythema nodosum) juga merupakan tandatanda perlunya dilakukan pemeriksaan TB lebih lanjut.
3.
Tes tuberkulin kulit (Mantoux)
Tes tuberkulin kulit akan menunjukkan hasil positif jika seorang anak terinfeksi M.
tuberculosis.1 Namun hasil positif tidak mengindikasikan adanya penyakit. Untuk
mendiagnosis TB, tes ini digunakan bersama dengan pemeriksaan klinis dan X-ray dada.
Tes tuberkulin kulit yang negatif tidak dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis TB.
Tes ini dikategorikan sebagai positif jika ditemukan:1


4.
Indurasi (tonjolan keras) ≥ 5 mm pada anak berisiko tinggi. Definisi risiko tinggi
beberapa di antaranya adalah infeksi HIV dan kurang gizi yang berat. Kadang pada
anak dengan HIV, kurang gizi yang berat, atau masalah lain yang menurunkan
kekebalan tubuh, tes ini akan menunjukkan hasil negatif palsu karena kekebalan
tubuh yang cukup dibutuhkan untuk memberikan reaksi terhadap tes
Indurasi ≥ 10 mm pada anak lainnya, baik yang pernah menerima BCG atau tidak
X-ray dada
Pada sebagian besar kasus, X-ray dada akan menunjukkan perubahan yang tipikal untuk
TB.1 Gambaran X-ray paling umum adalah memutihnya suatu area di paru-paru dalam
jangka waktu yang lama (persistent opacification) dengan pembesaran kelenjar getah
bening di pangkal paru-paru (hilar) atau di sekitar pangkal saluran udara (subcarinal).
Gambaran perubahan di bagian atas atau tengah paru-paru lebih umum ditemukan
dibanding di bagian bawah.3 Anak dengan gambaran seperti ini yang tidak membaik
setelah pemberian antibiotik harus menjalani pemeriksaan TB lebih lanjut.1 Gambaran Xray dengan titik-titik putih yang tersebar di seluruh paru-paru (miliary) sangat sugestif
untuk TB.
Pasien remaja umumnya memilikik gambaran X-ray dada serupa dengan pasien dewasa
dengan adanya cairan di rongga pleura (pleural effusion) dan memutihnya bagian puncak
paru-paru dengan pembentukan lubang (cavity).1
Pemeriksaan X-ray dada berguna dalam diagnosis TB pada anak.1 Karena itu X-ray dada
harus diinterpretasikan oleh radiolog atau tenaga kesehatan yang terlatih dalam
interpretasi X-ray.
5.
Tes bakteriologis
Pada anak, bahan untuk tes bakteriologis dapat diperoleh dari dahak, pengambilan cairan
(aspirasi) dari lambung, atau cara lainnya seperti biopsi kelenjar getah bening.1
Pemeriksaan bakteriologis berperan penting terutama pada anak dengan:1

Kecurigaan resistensi terhadap obat

Infeksi HIV

Kasus yang kompleks atau parah

Diagnosis yang tidak pasti
Dahak untuk diperiksa dengan mikroskop umumnya dapat diperoleh pada anak ≥ 10
tahun.1 Pada anak di bawah 5 tahun, dahak sangat sulit diperoleh dan sebagian besar
akan menunjukkan hasil negatif. Seperti pada pasien dewasa, pemeriksaan dahak
membutuhkan 3 sediaan: yang diperoleh pada awal evaluasi, pada pagi berikutnya, dan
pada kunjungan berikutnya.
Aspirasi cairan lambung dengan selang khusus lambung yang dimasukkan dari hidung
(nasogastric tube) dapat dilakukan pada anak yang tidak dapat atau tidak mau
mengeluarkan dahak.1 Cara lain yang dapat dilakukan adalah induksi dahak.
6.
Tes lain
Pengambilan contoh jaringan (aspirasi) dengan jarum halus atau fine needle aspiration
dapat digunakan untuk membantu diagnosis TB luar paru-paru, terutama TB kelenjar
getah bening.1
Tes lainnya adalah PCR, suatu teknik untuk mendeteksi adanya materi genetik M.
tuberculosis.1 Tes ini tidak direkomendasikan untuk anak karena belum cukupnya
penelitian yang dilakukan terhadap tes ini. Selain itu dalam beberapa penelitian yang telah
dilakukan, metode ini menunjukkan hasil yang tidak memuaskan. Pemeriksaan rumit lain
seperti CT scan dan evaluasi saluran udara dengan selang khusus yang dilengkapi kamera
(bronchoscopy) juga tidak direkomendasikan untuk mendiagnosis TB anak.
Mencoba pemberian obat TB sebagai metode untuk mendiagnosis TB pada anak
juga tidak direkomendasikan.1 Keputusan untuk memulai pengobatan TB pada anak
harus dipertimbangkan dengan sangat hati-hati, dan jika diputuskan untuk dilakukan,
maka anak harus menjalani pengobatan dengan jangka waktu penuh.
7.
Penggunaan Diagnostic Score Charts
Walaupun banyak negara yang menggunakan scoring chart untuk mendiagnosis TB pada
anak, tidak ada satupun yang telah diteliti secara sistematik.3 Karena itu, pendekatan ini
harus digunakan semata-mata sebagai penyaring, dan bukan sebagai alat untuk
menegakkan diagnosis. Di India, sistem ini tidak direkomendasikan untuk diagnosis TB
anak dalam National TB Control Program mereka.2
Karena sulitnya memperoleh sediaan dahak pada anak, beberapa kriteria klinis yang
sederhana telah diajukan untuk mendiagnosis TB pada anak.1 Kriteria ini didasarkan pada
kriteria WHO untuk mendiagnosis TB pada anak. Diagnosis TB ditegakkan jika diperoleh 3 dari
kriteria berikut ini:

Tes tuberkulin kulit yang positif

Gejala kronis sesuai TB

Perubahan fisik sugestif untuk TB

X-ray dada sugestif untuk TB
Di India, diagnosis TB pada anak didasarkan pada kombinasi gejala klinis, pemeriksaan dahak
jika memungkinkan, X-ray dada, tes Mantoux, dan riwayat kontak.2
TB yang Resisten terhadap Obat (drug-resistant TB)
Diagnosis ini adalah diagnosis yang dibuat berdasarkan data laboratorium. 1 Namun, resistensi
harus dipikirkan jika ditemukan tanda-tanda berikut:

Pada kasus sumber yang dicurigai resisten

Kontak dengan kasus yang resisten

Kasus sumber yang pemeriksaan dahak mikroskopiknya tetap positif setelah 3 bulan
pengobatan

Riwayat pengobatan TB sebelumnya

Riwayat terhentinya pengobatan TB

Pada anak yang dicurigai resisten

Kontak dengan kasus yang resisten

Tidak adanya respon terhadap pengobatan TB

Kembalinya TB setelah pengobatan patuh
Kategori TB pada Anak1
1.
TB paru-paru dengan pemeriksaan dahak mikroskopik positif

2 atau lebih sediaan dahak mikroskopik positif, atau

1 sediaan dahak mikroskopik positif dan perubahan X-ray dada yang sesuai dengan
TB paru-paru aktif, atau

1 sediaan dahak mikroskopik positif dan kultur positif
2. TB paru-paru dengan pemeriksaan dahak mikroskopik negatif
Kategori ini, walaupun jarang ditemukan pada pasien dewasa, merupakan kategori yang
umum ditemukan pada anak. Untuk masuk dalam kategori ini, beberapa hal harus terpenuhi
adalah:
3.

Paling sedikit 3 sediaan dahak mikroskopik negatif, dan

Perubahan X-ray dada sesuai TB paru-paru aktif, dan

Tidak ada respon terhadap antibiotik spektrum luas, dan

Keputusan dimulainya pengobatan TB
TB luar paru-paru
TB luar paru-paru yang cukup umum pada anak antara lain adalah:1,4

TB kelenjar getah bening leher yang diagnosisnya dibantu dengan aspirasi jarum
halus (fine needle aspiration)

TB selaput otak (meningitis) yang diagnosisnya dibantu dengan pemeriksaan cairan
serebrospinal


TB rongga pleura
TB rongga selaput jantung (pericardial) yang diagnosisnya dibantu dengan
pemeriksaan cairan di rongga selaput jantung

TB rongga perut yang diagnosisnya dibantu dengan USG dan biopsi kelenjar getah
bening perut

TB tulang dan sendi yang diagnosisnya dibantu dengan pemeriksaan cairan sendi
Pengobatan
Tujuan utama pengobatan TB pada anak adalah:1

Membunuh sebagian besar bakteri dengan cepat untuk mencegah perkembangan
penyakit dan penularan

Menghasilkan kesembuhan permanen dengan membunuh bakteri yang tidak aktif
sehingga tidak akan menimbulkan kekambuhan


Mencapai 2 tujuan di atas dengan efek samping seminimal mungkin
Mencagah terbentuknya bakteri yang resisten terhadap obat TB dengan menggunakan
kombinasi obat.
Rekomendasi regimen dan dosis pengobatan TB pada anak-anak sama dengan pada pasien
dewasa.3 Hal ini ditujukan untuk menghindari kebingungan dan meningkatkan kepatuhan
terhadap pengobatan. Namun tetap ada beberapa perbedaan antara anak dan dewasa yang
mempengaruhi pilihan jenis obat.
Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase: intensif dan lanjutan.1,3 Fase intensif ditujukan untuk
membunuh sebagian besar bakteri secara cepat dan mencegah resistensi obat. Sedangkan
fase lanjutan bertujuan untuk membunuh bakteri yang tidak aktif. Fase lanjutan
menggunakan lebih sedikit obat karena sebagian besar bakteri telah terbunuh sehingga risiko
pembentukan bakteri yang resisten terhadap pengobatan menjadi kecil.
Regimen Pengobatan TB untuk Berbagai Jenis TB pada Anak1,3
Jenis TB
Regimen pengobatan
Intensif
Lanjutan
1.
Kategori 1
2HRZE
4HR atau 4H3R3
Isoniazid, Rifampicin,
Pyrazinamide, dan
Ethambutol selama 2 bulan
Isoniazid dan Rifampicin
setiap hari selama 4 bulan
atau 3 kali seminggu
selama 4 bulan
2.
TB paru-paru yang luas/memiliki
kavitasi (dahak mikroskopik
positif) dan/atau TB luar paruparu yang berat (misal: TB
rongga perut, TB sendi/tulang)
Kategori 2
2HRZ
4HR atau 4H3R3
TB paru-paru dengan dahak
mikroskopik negatif atau TB luar
paru-paru yang tidak kompleks
(misal: TB kelenjar getah
bening)
Isoniazid, Rifampicin, dan
Pyrazinamide selama 2 bulan
Isoniazid dan Rifampicin
setiap hari selama 4 bulan
atau 3 kali seminggu
selama 4 bulan
Meningitis TB dan/atau TB milier
2HRZS
4HR
Isoniazid
3.
dan
Rifampicin
Isoniazid, Rifampicin,
Pyrazinamide, dan
Streptomycin selama 2 bulan
setiap hari selama 4 bulan
Dosis Pengobatan TB pada Anak1,3
Obat
Isoniazid, melalui mulut
Rifampicin, melalui mulut,
lebih baik minimal 30 menit
sebelum makan
Pyrazinamide, melalui mulut
Ethambutol, melalui mulut
Streptomycin, melalui
suntikan ke otot
Rekomendasi dosis dalam mg/kg
Setiap hari
3 kali seminggu
5 (4-6), maksimum 300 per
10
hari
10 (8-12), maksimum 600
10 (8-12), maksimum 600
per hari
25 (20-30)
15
15 (12-18)
35 (30-40)
30 (25-35)
15 (12-18)
Thiacetazone tidak lagi dianjurkan untuk digunakan dalam pengobatan TB karena risikonya
menimbulkan reaksi yang parah pada pasien anak dan dewasa dengan HIV.1,3
Kortikosteroid dapat digunakan dalam penanganan sebagian jenis TB yang kompleks seperti
meningitis TB, komplikasi TB kelenjar getah bening bronkus, dan TB rongga selaput
jantung.1,3 Pada kasus meningitis TB yang berat, kortikosteroid meningkatkan harapan hidup
dan menurunkan angka kesakitan.1 Jenis yang paling umum digunakan adalah prednisone
dengan dosis 2 mg/kg/hari (maksimum 60mg/hari) selama 4 minggu. Setelah itu dosis harus
diturunkan dalam 1-2 minggu sebelum dihentikan.
Pengobatan TB umumnya dilakukan dengan rawat jalan (outpatient basis). Namun ada
beberapa kondisi yang membutuhkan perawatan di RS. Kondisi-kondisi tersebut adalah:1

Meningitis TB dan TB milier, lebih baik selama 2 bulan pertama

Anak dengan gangguan pernapasan

TB tulang belakang

Efek samping pengobatan yang parah, misalnya kuning karena keracunan pada hati
(hepatotoksisitas).
Follow-up
Follow-up idealnya dilaksanakan dengan interval sebagai berikut: 2 minggu setelah awal
pengobatan, akhir fase intensif (bulan kedua), dan setiap 2 bulan hingga pengobatan selesai.1
Beberapa poin penting dalam follow-up adalah sebagai berikut:1


Pada follow-up, dosis obat disesuaikan dengan peningkatan berat badan.
Pemeriksaan dahak mikroskopik pada bulan kedua harus dilakukan untuk anak yang pada
saat diagnosis awal pemeriksaan dahak mikroskopiknya positif.
X-ray dada tidak dibutuhkan dalam follow-up.

Setelah pengobatan dimulai, kadang gejala TB atau gambaran X-ray dada menjadi lebih
parah.1 Hal ini umumnya terjadi seiring peningkatan kekebalan tubuh karena perbaikan gizi,
pengobatan TB itu sendiri, atau terapi antiviral pada anak dengan HIV. Pengobatan TB harus
dilanjutkan, walaupun dalam sebagian kasus kortikosteroid mungkin dibutuhkan.
Efek Samping Pengobatan
Efek samping pengobatan TB lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan pada pasien
dewasa.1 Efek samping yang paling penting adalah keracunan pada hati (hepatotoksisitas)
yang dapat disebabkan oleh isoniazid, rifampicin, dan pyrazinamide. Tidak ada anjuran untuk
memeriksa kadar enzim hati secara rutin karena peningkatan enzim yang ringan (< 5 kali
kadar normal) bukanlah indikasi untuk menghentikan pengobatan. Namun jika terjadi nyeri
hati, pembesaran hati, atau menguningnya kulit, kadar enzim hati harus diperiksa, diikuti
penghentian obat-obatan yang hepatotoksik hingga fungsi hati normal kembali. Jika
pengobatan TB harus tetap dilanjutkan pada kasus-kasus yang berat, maka yang digunakan
haruslah obat-obatan yang tidak bersifat hepatotoksik.
Isoniazid dapat menyebabkan defisiensi vitamin B6 (pyridoxine) pada kondisi tertentu
sehingga suplemen vitamin B6 direkomendasikan pada anak yang kurang gizi, anak yang
terinfeksi HIV, bayi yang masih menyusu ASI, dan remaja yang hamil.1
BCG
World Health Organization (WHO) merekomendasikan vaksinasi bacille Calmette-Guérin (BCG)
segera setelah bayi lahir di negara-negara dengan prevalensi TB yang tinggi.1 Negara dengan
prevalensi TB tinggi adalah semua negara yang tidak termasuk dalam prevalensi TB rendah.
Sedangkan kriteria negara dengan prevalensi TB rendah adalah sebagai berikut:1

Rata-rata tahunan pelaporan TB paru-paru dengan pemeriksaan dahak mikroskopik
positif ≤ 5/100.000 selama 3 tahun terakhir

Rata-rata tahunan pelaporan meningitis TB pada anak di bawah 5 tahun < 1/1.000.000
populasi selama 5 tahun terakhir

Rata-rata tahunan risiko infeksi TB ≤ 0,1%
Walaupun BCG telah diberikan pada anak sejak tahun 1920-an, efektivitasnya dalam
pencegahan TB masih merupakan kontroversi karena kisaran keberhasilan yang diperoleh
begitu lebar (antara 0-80%).1 Namun ada satu hal yang diterima secara umum, yaitu BCG
memberi perlindungan lebih terhadap penyakit TB yang parah seperti TB milier atau
meningitis TB.
Karena itu kebijakan pemberian BCG disesuaikan dengan prevalensi TB di suatu negara.1 Di
negara dengan prevalensi TB yang tinggi, BCG harus diberikan pada semua anak kecuali anak
dengan gejala HIV/AIDS, demikian juga anak dengan kondisi lain yang menurunkan kekebalan
tubuh.
Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa vaksinasi BCG ulangan memberikan tambahan
perlindungan, dan karena itu hal tersebut tidak dianjurkan.1 Sebagian kecil anak (1-2%) dapat
mengalami efek samping vaksinasi BCG seperti pembentukan kumpulan nanah (abses) lokal,
infeksi bakteri, atau pembentukan keloid. Sebagian besar reaksi tersebut akan menghilang
dalam beberapa bulan.
Pemeriksaan Penyaring (Screening)
Pemeriksaan penyaring (screening) dianjurkan pada seluruh kontak, yaitu orang yang tinggal
di kediaman yang sama dengan seseorang yang menderita TB.1 Pemeriksaan penyaring
dilakukan dengan penilaian klinis untuk menilai apakah kontak menunjukkan gejala atau baikbaik saja. Tidak diperlukan pemeriksaan rutin X-ray dada atau tes tuberkulin kulit.
Anak < 5 tahun dan anak dengan infeksi HIV yang merupakan kontak seseorang dengan TB
idealnya diberikan isoniazid sebagai pencegahan.1 Isoniazid yang diberikan setiap hari selama
6 bulan sebagai pencegahan akan mengurangi kemungkinan berkembangnya TB pada anak
yang terinfeksi M. tuberculosis namun belum sakit. Dosis yang diberikan adalah 5 mg/kg per
hari dengan jumlah maksimum 300 mg/hari selama 6 bulan.1,3 Follow-up harus dilakukan
setiap 2 bulan hingga pengobatan selesai.
Kehamilan dan ASI
Bayi yang lahir dari ibu yang menderita TB paru-paru harus dievaluasi untuk kemungkinan
terjadinya penyakit TB bawaan (kongenital) dan diobati. Jika ibu telah menjalani pengobatan
minimal selama 2-3 minggu, risiko penularan umumnya tidak ada lagi. Risiko terbesar
penularan adalah jika ibu baru didiagnosis TB saat melahirkan atau segera setelah itu.
Bayi yang menyusu ASI memiliki risiko tinggi infeksi dari ibu dengan pemeriksaan dahak
mikroskopipk yang positif. Bayi ini harus menerima 6 bulan pengobatan dengan isoniazid,
diikuti dengan vaksinasi BCG. Alternatif lain adalah pemberian isoniazid selama 3 bulan untuk
kemudian dites tuberkulin kulit. Jika hasilnya negatif, isoniazid dapat dihentikan dan BCG
diberikan. Jika hasilnya positif, maka pemberian isoniazid diteruskan 3 bulan lagi sebelum
pengobatan dihentikan dan BCG diberikan.
Namun tidak berarti selama jangka waktu tersebut bayi tidak boleh menyusu ASI. ASI dapat
terus diberikan dengan aman. (NIH)
Sumber
1.
Practical Guidelines for the Management of Tuberculosis in Children by National TB
Programmes. First Edition. March 2006
2.
Formulation of Guidelines for Pediatric TB Cases under RNTCP. Indian J. Tuberc
2004;51:102-105. Available from www.indianpediatrics.net/sep2004/927.pdf
3.
World Health Organization. Treatment of Tuberculosis: Guidelines for National
Programmes. Third Edition. 2003. Available from
http://www.who.int/docstore/gtb/publications/ttgnp/
4.
Kabra SK, Lodha R, Seth V. Category-based Treatment of Tuberculosis in Children.
Available from medind.nic.in/ibr/t04/i2/ibrt04i2p102.pdf
Download