LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OSTEOMIELITIS DISUSUN OLEH: RIONADI AKBAR PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU – LAMPUNG 2020/2021 LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OSTEOMIELITIS 1. Anatomi dan Fisiologi Tulang Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang-tulang (sekitar 206 tulang) yang membentuk suatu kerangka tubuh. Tulang adalah jarigan hidup dan dapat bertumbuh, memperbaiki dirinya sendiri setelah cedera. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (garam-garam kalsium) yang membuat tulang menjadi keras dan kaku, dan sepertiga dari bahan tersebut adalah jaringan fibrosa yang membuat nya kuat dan elastis. Anatomi tulang panjang (seperti femur) memiliki ciri-ciri berikut (Sloane, 2004): a. Diafisis (batang) tersusun dari tulang kompak silinder tebal yang membungkus medula (rongga sumsum) sentral yang besar: 1) Rongga sumsum berisi sumsum tulang kuning (adiposa) atau susmsum merah, bergantung pada usia individu. 2) Endosteum melapisi rongga sumsum, jaringan ini tersusun dari jaringan ikat areolar vaskular. 3) Periosteum membungkus diafisis. Periosteum adalah lembaran jaringan ikat yang terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan luar adalah jaringan ikat fibrosa rapat dan lapisan dala bersifat osteogenik (pembentukan tuang) dan terjadi dari satu lapisan tunggal osteoblas. Fungsi periosteum adalah pertumbuha tulang dalam ukuran lebarnya, menutrisi tulang karena periosteum sangat tervaskularisasi dan merupakan jalur masuk pembuluh darah untuk menembus tulang, regenerai tulang setelah terjadi fraktur, dan sarana perlekatan untuk tendon dan ligamen. b. Epifisis adalah ujung-ujung tulang yang membesar sehingga rongga-rongga sumsum dengan mudah bersambungan. 1) Epifisi tersusun dari tulang cancellus internal, yang diselubungi tulang kompak dan dibungkus kartilago artikular (kartilago hialin). 2) Kartlago artikular, yang terletak pada ujung-ujung permukaan tulang yang berartikulasi, dilumasi dengan cairan sinovial dari rongga persendian. Kartilago ini memungkinkan terjadinya pergerakan sendi yang lancar. Fungsi sitem ranga antara lain adalah (Sloane, 2004): a. Tulang memeberikan topangan dan bentuk apda tubuh. b. Pergerakan. Tulang berartikulasi dengan tulang lain pada sebuah persendian dan berfungsi sebagai bengungkit. Jika otot-otot (yang tertanam pada tulang) berkontraksi, kekeuatan yang diberikan pada pengungkit menghasilkan gerakan. c. Perlindungan. Sistem rangkan melindungi organ-organ lunak yang ada dalam tubuh. d. Pembentukan sel darah (hematopoesis). Sumsum tulang merah, yang ditemukan pada orang dewasa dalam tulang sternum, tulang costa, vertebra, tulang pipih pada cranium, dan pada bagian ujung tulang panjang, meupakan tempat produksi sel darah merah, sel darah putih, dan trombosi darah. e. Tempat penyimpanan mineral. Matriks tulang tersusun dari sekitar 62% garam anorganik, terutama kalsium fosfat dan kalsium karbonat dengan jumlah magnesium, klorida, florida, sitrat yang lebih sedikit. Rangka mengandung 99% kalsium tubuh. Kalsium dan fosfor disimpan dalam tulang agar bisa ditarik kembali dan dipaai untuk fungsi-fungsi tubuh. Zat tersebut kemudian diganti melalui nutrisi yang diterima. 2. Definisi Osteomielitis adalah suatu penyakit infeksi yang terjadi pada tulang. Infeksi yang mengenai tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi yang mengenai jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah , respon jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan, dan pembentukan tulang baru disekeliling jaringan tulang mati (Brunner & Suddart, 2000). Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau, yang lebih sering setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi bedah (osteomielitis eksogen) (Corwin, 2009). Osteomieliris merupakan penyakit yang sulit diobeti karena dapat terbenuk abses lokal. Abses tulang biasanya memiliki suplai darah yang buruk, dengan demikian pelepasan swl imun dan antibiotik terbatas (Corwin, 2009). 3. Klasifikasi Klasifikasi menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu: a. Osteomyelitis Primer, Penyebarannya secara hematogen dimana mikroorganisme berasal dari focus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah. b. Osteomyelitis Sekunder adalah Terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari bisul, luka fraktur dan sebagainya. Berdasarkan lamanya infeksii, osteomielitis dapat dibagi menjadi 3antara lain: a. Osteomielitis akut yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 minggu sejak infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis akut ini biasanya terjadi pada anak-anak dari pada orang dewasa dan biasanya terjadi sebagai komplikasi dari infeksi di dalam darah. (osteomielitis hematogen). Oteomielitis dibagi menjadi 2 yaitu: 1) Osteomielitis hematogen merupakan infeksi yang penyebarannya berasal dari darah. Osteomielitis hematogen akut biasanya disebabkan oleh penyebaran bakteri darah dari daerah yang jauh. Kondisi ini biasannya terjadi pada anak-anak. Lokasi yang sering terinfeksi biasa merupakan daerah yang tumbuh dengan cepat dan metafisis menyebabkan thrombosis dan nekrosis local serta pertumbuhan bakteri pada tulang itu sendiri. Osteomielitis hematogen akut mempunyai perkembangan klinis dan onset yang lambat. 2) Osteomielitis direk disebabkan oleh kontak langsung dengan jaringan atau bakteri akibat trauma atau pembedahan. Osteomielitis direk adalah infeksi tulang sekunder akibat inokulasi bakteri yang menyebabkan oleh trauma, yang menyebar dari focus infeksi atau sepsis setelah prosedur pembedahan. Manifestasi klinis dari osteomielitis direk lebih terlokasasi dan melibatkan banyak jenis organisme. b. Osteomielitis sub-akut yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 1-2 bulan sejak infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul. c. Osteomielitis kronis Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 bulan atau lebih sejak infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis sub-akut dan kronis biasanya terjadi pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena ada luka atau trauma (osteomielitis kontangiosa), misalnya osteomielitis yang terjadi pada tulang yang fraktur. Berdasarkan awitannya dibagi menjadi 3 yaitu (Suratun dkk, 2008): a. akut fulminan (stadium I: terjadi dalam 3 bulan), b. awitan lambat (stadium II: terjadi dalam 4-24 bulan), c. awitan lama (stadium III: terjadi dalam 2 tahun, memalui penyebaran hematogen). 4. Etiologi Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70-80% osteomielitis. Organisme patogenik lainnya yang sering di jumpai yaitu proteus, pseudomonas, dan escherichia coli. Infeksi dapat terjadi melalui (Suratun dkk, 2008): a. Penyebaran ematogen dari fokus infeksi di yempat lain: tonsil yang terinfeksi, infeksi gigi, infeksi saluran napas bagian atas. b. Penyebaran infeksi jaringan lunak: ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskular. c. Kontaminasi langsung dengan tulang: fraktur terbuka, cedera traumatik (luka tembak, pembedahan tulang). Faktor risiko yang dapat menyebabkan osteomielitis antara lain (Suratun dkk, 2008): a. Nutrisi buruk b. Lansia c. Kegemukan d. Diabetes melius e. Artritis reumathid f. Mendapatkan terapi kortikosteroid jangka panjang g. Pernah menjalani pembedahan sendi h. Menjalani operasi othopedi lama i. Mengalami infeksi luka yang mengeluarkan pus j. Mengalami infeksi insisi marginal/dehisensi luka. Bakteri merupakan penyebab umum osteomielitis akut, namun virus, jamur, dan mikroorganisme lain dapat berperan pula (Corwin, 2009). 5. Patofisiologi Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan Vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang. Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik. PATHWAYS Faktor predisposisi: usia, virulensi kuman, riwayat trauma, nutrisi, dan lokasi infeksi Infasi mikroorganisme dari tempat lain yang beredar melalui sirkulasi darah Fraktur terbuka Kerusakan pembuluh darah dan adanya port de entree Masuk ke juksta epifisis tulang panjang Infasi kuman ke tulang dan sendi osteomielitis fagositosis Proses inflamasi: hiperemia, pembengkakan, gangguan fungsi, pembentukan pus, dan kerusakan integritas jaringan Proses inflamasi secara umum Penurunan kemampuan pergerakan Demam, malaise, penurunan nafsu makan, penurunan kemampuan Hambatan tonus otot mobilitas fisik Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh Kelemahan fisik Tirah baring lama, penekanan lokal Kerusakan integritas kulit Risiko tinggi trauma Defisit perawatan diri Pembentukan pus, nekrosis jaringan Peningkatan tekanan jaringan tulang dan medula Keterbatasan pergerakan Penyebaran infeksi ke organ penting Iskemia dan nekrosis tulang Pembentukan abses tulang Involuctum (pertumbuhan tulang baru) pengeluaran pus dari luka Deformitas, bau dari adanya luka Gangguan citra diri Komplikasi infeksi septikemia nyeri Kerusakan lempeng epifisis Gangguan pertumbuhan Defisiensi pengetahuan dan informasi Ketidakefektifan koping individu Ansietas Kurang terpajan pengetahuan dan informasi Risiko osteomielitis kronis Prognosis penyakit 6. Tanda dan gejala Manifestasi klinis yang terjadi pada pasien dengan isteomielitis adalah sebagai berikut (Suratun dkk, 2008): a. Jika infeksi hematogen, pasien mengalami demam tinggi, pasien menggigil, denyut nadi cepat, dan malaise umum. b. Setelah infeksi menyebar dari rongga susmsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak. Bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak, dan mengalami nyeri tekan. c. Jika infeksi terjadi akibat penyebaran infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak ada gejala septikemia. Gejalanya yaitu daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri, dan terjadi nyeri tekan. d. Osteomielitis kronis ditandai oeh pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode nyeri berulang, inflamasi, pembengkakan, dan pengeluaran pus. Gejala osteomielitis hematogen pada ank-anak adalah demam, menggigil, dan keengganan menggerakkan ekstremitas tertentu. Pada individu dewasa, gejala mungkin samar dan berupa demam, keletihan, dan malaise. Osteomielitis eksogen biasanya disertai cedera dan inflamasi di tempat lesi. Terjadi demam dan pembesaran nodus limfe regional (Corwin, 2009). Tanda dan gejala dari osteomielitis akut dan kronis adalah sebagai berikut: d. Osteomyelitis akut (Nyeri daerah lesi, Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional, Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka, Pembengkakan local, Kemerahan, Suhu raba hangat, Gangguan fungsi, hasil laboratorium menunjukkan anemia, leukositosis) e. Osteomyelitis kronis (Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri, Gejala-gejala umum tidak ada, Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur, hasil Laboratorium LED meningkat) 7. Pemeriksaan diagnostic Pemeriksaaan yang dapat dilakukan dari perangkat diagnostik antara lain (Corwin, 2009): a. Scan tulang dengan menggunakan injeksi nukleotida radiokatif dapat memperlihatkan tempat inflamasi tulang. Pencitraan resonansi magnetik (Magnetic Resonance Imaging) dapat memungkinkan peningkatan sensitifitas diagnostik. b. Analisis darah dapat memperlihatkan peningkatan hitung darah lengkap dan laju endap eritrosit, yang menunjukkan adanya infeksi aktif yang sedang berlangsung. 8. Penatalaksanaan Antibiotik dapat diberikan pada individu yang mengalmi patah tulang atau luka tusuk pada jaringan lunak yang memgelilingi suatu tulang sebelum tanda-tanda infeksi timbul. Apabila infeksi tulang terjadi, diperlukan antibiotik agresif (Corwin, 2009). Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan osteomielitis antara lain (Suratun dkk, 2008): a. Daerah yang terkena diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyaman dan mencegah terjadinya fraktur. b. Lakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali sehari unuk mengingkatakan aliran darah. c. Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi. d. Berdasarkan hasil kultur, dimulai pemberian antibiotik intravena. Jika infeksi tampak terkontrol dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan e. Pembedahan dilakukan jika tidak menujukkan respon terhadap antibiotik f. Lakukan irigasi dengan larutan salin fisiologis steril 7-8 hari pada jaringan purulen dan jaringan nekrotik di angkat. Terapi antibiotik dilanjutkan. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit ini antara lain (Suratun dkk, 2008): a. Penanganan infeksi fokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen b. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang. c. Lingungan operasi dan teknik operasi dapat menurunkan insiden osteomielitis d. Pemberian antibiotik profilaksis pada pasien pembedahan e. Teknik merawat luka aseptik pada pasca operasi 9. Prognosis Prognosis dari osteomielitis beragam tergantung dariberbagai macam faktor seperti virulensi bakteri,imunitas host dan penatalaksanaan yang diberikankepada pasien. Diagnosis yang dini dan penatalaksanaan yang agressif akan dapat memberikan prognosis yang memuaskandan sesuai dengan apa yang diharapkan 10. Komplikasi Osteomielitis kronis dapat terjadi yang ditandai oleh nyeri hebat yang tidak berkurang dan penurunan fungsi bagian tubuh yang terkena (Corwin, 2009). 11. Diagnosa dan Intervensi Diagnosa Nyeri yang berhubungan dengan abses tulang, pertumbuhan tulang baru dan pengeluaran pus Tujuan dan kriteria hasil NOC: Pain level Pain control Comfort level Kriteria hasil: a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk Intervensi NIC: Pain management 1. Lakuakan pengkajian nyeri secara komprehensif, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan b. c. d. e. f. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan proses pembentukan tulang baru, pengeluaran pus tirah baring lama dan penekanan lokal mengurangi nyeri, mencari bantuan) Melaporkan bahwa nyeri berkurang Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Tanda vital dalam rentang normal Tidak mengalami gangguan tidur menemukan dukungan 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri untuk menentukan intervensi 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri 6. Ajarkan tentang teknik nonfarmakoogi (napas dalam, relaksasi progresif, distraksi, kompres hangat/dingin 7. Tingkatkan istirahat 8. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisi pasi ketidaknyamanan dari prosedur. 9. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian anakgesik NOC: NIC: Pressure Ulcer Tissue integrity: skin and prevention woun care mucous 1. Anjurkan pasien untuk Wound healing: primary menhggunakan pakaian and secondary intention yang longgar 2. Jaga kulit agar tetap bersih Kriteria hasil: dan kering a. Perfusi jaringan 3. Mobilisasi pasien (ubah normal posisi pasien setiap 2 jam b. Tidak ada tanda-tanda sekali) infeksi 4. Monitor kulit dan adanya c. Ketebalan dan tekstur tanda kemerahan jaringan dapat 5. Monitir aktivitas dan ditoleransi mobilisasi pasien d. Menunjukkan 6. Monitor statsu nutrisi pemahaman dalam pasien proses perbaikan kulit 7. Ajarkan pada keluarga dan mencegah tentang perawatan luka terjadinya cidera 8. Observasi luka: lokasi, berulang dimensi, kedalaman luka, e. Menunjukkan proses karakteristik, warna, cairan, penyembuhan luka granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal 9. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit RKTP 10. Egah kontaminasi feses dan urine 11. Lakukan perawatan luka dengan teknik steril Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan, penurunan kemampuan tonus otot, demam dan malaise NOC : Nutritional Status : food and Fluid Intake Kriteria Hasil : Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi Tidak ada tanda tanda malnutrisi Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti NIC : Nutrition Management 1. Kaji adanya alergi makanan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C 5. Berikan substansi gula 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi 7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi 11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Nutrition Monitoring 1. BB pasien dalam batas normal 2. Monitor adanya penurunan berat badan 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan 4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan 5. Monitor lingkungan selama makan 6. Jadwalkan pengobatan dan Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit tindakan tidak selama jam makan 7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi 8. Monitor turgor kulit 9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah 10. Monitor mual dan muntah 11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht 12. Monitor makanan kesukaan 13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan 14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva 15. Monitor kalori dan intake nuntrisi 16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral. NOC NIC: Anxiety Reduction Anxiety self-control 1. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan Kriteria Hasil: 1. Pasien mampu mampu selama prosedur mengidentifikasi gejala cemas 2. Identifikasi tingkat 2. Mengungkapkan kecemasan pemahaman tentang 3. Bantu pasien mengenal prosedur tindakan situasi yang menimbulkan 3. TTV dalam batas kecemasan normal 4. Identifikasi persepsi pasien terhadap strees 5. Temani pasien dalam memenuhi rasa aman dan nyaman. 6. Gunakan pendekatan yang menyenangkan DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku saku. Jakarta: EGC. Gloria M. Bulechek, Howard K. Butcher, Joanne M. Dochterman & Cheryl M. Wagner. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition. Mosby: United States of America. Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Nanda International. 2013. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 20122014. Jakarta: EGC. Slone, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : EGC. Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC Suratun., dkk. 2008. Klien Dengan Sistem Muskoloskeletal: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.