MAKALAH LEGAL ASPEK TIK “INDIKASI GEOGRAFIS” Disusun Oleh : Kelompok 1 1. Abdurrafi Ibnu Shaleh I (50420012) 2. Afif Daffa Atsiila (50420057) 3. Ahmad Tsabit Gosaibi (50420085) 4. Alfin Nugraha (50420124) 5. Andrian Rivaldi (50420185) 6. Annisa Nur Rahmadhani (50420199) UNIVERSITAS GUNADARMA TAHUN 2021 1. Pengertian dan Contoh Indikasi Geografis Pengertian Indikasi Geografis Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan. Tanda yang digunakan sebagai Indikasi Geografis dapat berupa etiket atau label yang dilekatkan pada barang yang dihasilkan. Tanda tersebut dapat berupa nama tempat, daerah, atau wilayah, kata, gambar, huruf, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut. Sistem indikasi geografis di dunia pertama kali diperkenalkan Prancis pada awal abad ke-20, melalui pemberian Appellation d'Origine Contrôlée (AOC) pada produk lokal yang memiliki kriteria geografis tertentu dan kriteria khusus lainnya, misalnya keju Roquefort yang merupakan keju susu domba dari trah Lacaune, Manech, dan keturunan Basco-Bearnaise. Hanya keju yang disimpan dalam gua-gua Combalou di wilayah Roqueforty-sur-Soulzon saja yang boleh diberi nama Roquefort. Perlindungan sistem indikasi geografis secara internasional diatur dalam norma Persetujuan Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) Contoh indikasi geografis yang terdaftar di djki 1. Kopi Arabika Kintamani Bali 2. Champagne 3. Mebel Ukir Jepara 4. Lada Putih Muntok 5. Kopi Arabika Gayo 6. Tembakau Hitam Sumedang 7. Tembakau Mole Sumedang 8. Susu Kuda Sumbawa 9. Madu Sumbawa 10. Kopi Arabika Florea Bajawa 11. Minyak Nilam Aceh 12. Bandeng Asap sidoarjo 13. Kopi Arabika Toraja 14. Kopi Robusta Lampung 15. Beras Pandanwangi Cianjur 16. Garam Amed Bali 17. Lada Hitam Lampung 18. Tequila 19. Kayumanis Koerintji 20. Tenun Sutra Mandar 2. Tujuan Indikasi Geografis a. Melindungi produk dan produsen anggota kelembagaan Indikasi Geografis terhadap kecurangan, penyalahgunaan dan pemalsuan tanda Indikasi Geografis; b. Meningkatkan posisi tawar produk serta kemampuan memasuki pasar baru pada tataran nasional maupun internasional; c. Meningkatkan nilai tambah, meningkatkan lapangan kerja, menigkatkan kualitas produk, meningkatkan produksi, meningkatkan peluang diversifikasi produk; d. Memberikan informasi yang jelas kepada konsumen tentang jenis, kualitas, dan asal produk yang mereka beli; e. Meningkatkan peluang promosi untuk memperoleh reputasi yang lebih baik; 37 f. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pelaku usaha; g. Meningkatkan perekonomian dan mempercepat pembangunan wilayah; h. Menjaga kelestarian lingkungan untuk menjamin keberadaan ciri dan kualitas produk; i. Menjaga kelestarian budaya bangsa yang terkait dengan kualitas dan reputasi suatu barang Indikasi Geografis. Indikasi Geografis melindungi tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, manusia, atau kombinasi keduanya, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.Indikasi Geografis berfungsi untuk melindungi “tanda”, berupa “nama wilayah” untuk menjadi petunjuk kualitas dan asal barang. Melindungi tanda ini penting sebagai jaminan terhadap konsumen dan bermanfaat untuk dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat dimana produk tersebut dihasilkan. 3. Dasar Hukum Indikasi Geografis di Indonesia Indikasi Geografis di Indonesia diatur dalam : - Peraturan Pemerintah No. 51 2007 tentang Indikasi Geografis Pasal 56, 57, 58, 59, 60 UU Merek No. 15 tahun 2001 Diatur dalam Pasal 56 ayat (1) UU No. 15 tahun 2001 yang menetapkan dilindungi merek sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis, ternasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersbut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Dalam 57 UU No. 15 Tahun 2001 dijelaskan bahwa : (1) Pemegang hak atas indikasi geografis dapat mengajukan gugatan terhadap pemakai indikasi geografis yang tanpa hak berupa permohonan ganti rugi dan penghentian penggunaan serta pemusnahan etiket indikasi geografis yang digunakan secara tanpa hak tersebut. (2) Untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan pembuatan, perbanyakan, serta memerintahkan pemusnahan etiket indikasi geografis yang digunakan secara tanpa hak tersebut. Pasal 58 UU No. 15 Tahun 2001 menjelaskan bahwa : Ketentuan mengenai penetapan sementara sebagaimana dimaksud dalam BAB XII Undang – undang ini berlaku secara mutatis mutandis terhadap pelaksanaan hak atas indikasi geografis. Pasal 59 UU No. 15 Tahun 2001 menjelaskan bahwa : Indikasi asal dilindungi sebagai suatu tanda yang : a. memenuhi ketentuan Pasal 56 ayat (1), tetapi tidak didaftarkan; atau b. semata – mata menunjukkan asal suatu barang atau jasa. Pasal 60 UU No. 15 Tahun 2001 menjelaskan bahwa : Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 57 dan pasal 58 berlaku secara mutatis dan mutandis terhadap pemegang hak atas indikasi asal. 4. Proses Pendaftaran Perlindungan Indikasi Geografis Perlindungan Indikasi geografis diberikan setelah didaftar : Pada ditjen HKI Dep. HUK & HAM Meliputi : barang barang hasil alam , hasil pertanian / barang hasil tertentu lainnya Oleh : pemohon / kuasa Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang bersangkutan yang terdiri atas 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pihak yang mengusahakan barang yang hasil alam / kekayaan alam Produsen barang hasil pertanian Pembuat barang hasil kerajinan tangan / hasil industry Pedagang yang menjual barang TSB Lembaga yang diberi kewenangan untuk untuk itu , atau Kelompok konsumen barang TSB Buku Persyaratan Indikasi Geografis berisi delapan uraian berkaitan dengan indikasi geografis : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Nama indikasi gerografis Jenis produk yang dilindungi Uraian karakterisitik dan kualitas tertentu pada produk yang dilindungi indikasi geografis Batas wilayah / peta dartah yang akan dilindungi oleh idikasi geografis Sejarah dan tradisi masyarakat didaerah tersebut Proses produksi yang harus di patuhi oleh setiap produsen Metode pengawasan kontrol yang dipergunakan Label yang digunakan 5. Indikasi Geografis Yang Tidak Dapat Di Daftar • • • Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, moralitas, kesusilaan, atau ketertiban umum; Menyesatkan atau memperdaya masyarakat mengenai: ciri, sifat, kualitas, asal sumber, proses pembuatan barang, dan /atau kegunaannya. Merupakan nama geografis setempat yang telah digunakan sebagai nama varietas tanaman, dan digunakan bagi varietas tanaman yang sejenis; atau telah menjadi generic. Jangka Waktu Indikasi Geografis. Indikasi-geografis dilindungi selama karakteristik khas dan kualitas yang menjadi dasar bagi diberikannya perlindungan atas indikasi geografis tersebut masih ada. Jadi tidak ada batas waktu yang khusus dan spesifik. 6. Contoh Kasus Indikasi Geografi dan Perjanjian yang terkait. -Kasus Pemalsuan Kopi Indonesia Terdapat dugaan telah terjadi berbagai pelanggaran indikasi geografis kopi Indonesia. Banyak pihak asing yang mengklaim kepemilikan kopi Indonesia. Ada 2 jenis kopi yang keasliannya banyak dilanggar, yaitu kopi arabika dari Toraja dan Gayo. Beberapa pelanggaran tersebut antara lain: (i) Pelanggaran Kopi Arabika Toraja dengan pendaftaraan merek “Toarco Toraja Coffee” di Jepang; (ii) Pelanggaran Kopi Arabika Gayo oleh merek “Wild Gayo Luwak” di Amerika Serikat, merek “Gayo Mountain Coffee”, dan merek “Amaro Gayo Coffee” oleh warga negara Inggris, serta merek “Equador: Sumatra Gayo Mountain”. Pelanggaran tersebut berpotensi merugikan secara ekonomi karena mengancam pangsa pasar ekspor kopi nasional. Bahkan, penyalahgunaan nama Toraja sebagai merek dagang ini pernah sampai pada pengadilan Urawa, Jepang pada 1997. Walaupun diakhiri dengan kesepakatan damai, Key Coffee tetap saja sebagai pihak yang memberikan izin penggunaan nama Toraja di Jepang karena Key Coffee sendiri pun telah mendaftarkan nama dagang Kopi Toraja sejak tahun 2000, jauh sebelum Indonesia berupaya untuk mengekspor Kopi Toraja Domestik ke Jepang. Selain itu, Kopi Toraja oleh Key Coffee juga telah mendaftarkan nama dagangnya di Amerika Serikat. Tidak bisa dipungkiri, bahwa biji Kopi Toraja yang digunakan Key Coffee merupakan hasil impor dari tanah Toraja sehingga saat ini pemerintah setempat bersama pemerintah Jepang akhirnya membangun kemitraan dalam mengolah dan memperdagangkan Kopi Toraja yang dalam hal ini Perusahaan Key Coffee dapat membantu mengembangkan potensi lahan di Toraja dan Indonesia sebagai tempat produksi menyiapkan lahan di Toraja untuk memproduksi biji kopi tersebut. Hal ini setidaknya memberikan keuntungan kepada Indonesia berupa peningkatan ekspor biji Kopi Toraja yang lebih massif dan luas. Sampai saat ini, nama dagang Kopi Toraja telah terdaftar di Amerika Serikat, Jerman, Malaysia, Italia, Jepang, Rusia, Mesir, Inggris, Belgia, dan Kanada Hal ini menjadi pembelajaran bagi Indonesia. Salah satunya untuk membenahi peraturan perlindungan yang belum memadai, seperti UU No. 20 tahun 2016 yang tidak memberikan petunjuk yang jelas mengenai upaya perlindungan di luar negeri. Tidak ada aturan dalam UU No. 20 Tahun 2016 yang secara eksplisit menetapkan peran negara dalam mengatasi pelanggaran indikasi geografis di luar negeri. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mengajukan gugatan pembatalan merek yang menggunakan nama indikasi geografis Indonesia dan pemerintah Indonesia harus memfasilitasi proses ligitimasi tersebut demi mempertahankan nilai-nilai berharga yang menjadi ciri khas negara Indonesia. Merujuk dari permasalahan Kopi Toraja, tidak ditemukan adanya perjanjian khusus antara pihak komunal Toraja dengan pihak Key Coffee, namun menyusul permasalahan ini, dibuatlah perjanjian kerja sama ekonomi lebih lanjut antara Indonesia dan Jepang yang dinamakan Indonesia Japan Economic Partnership Agreement yang juga mengatur Geographical Indications yakni tertuang dalam pasal 58f ayat 6 yang berisi bahwa kedua negara dapat berinvestasi pada bidangbidang yang telah disepakati bersama dalam perjanjian, termasuk hak kekayaan properti yang dimiliki masing-masing negara yang didalamnya terdapat geographical indication. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua negara secara implisit tidak menyetujui ataupun tidak sama sekali mendukung atas pengakuan sepenuhnya atas masing-masing barang yang dalam hal ini telah menjadi bagian dari hak kekayaan properti Indonesia ataupun Jepang, namun untuk mengembangkan potensi kekayaan tersebut dapat dibangunlah kemitraan antara Jepang dan Indonesia. Berbagai perjanjian bilateral antara Indonesia-negara mitra yang didalamnya juga mengatur indikasi geografi tidak lepas dari perjanjian Agreement On Trade-Related Aspects Of Intellectual Property Rights (TRIPS) , suatu perjanjian yang mengatur standar minimal untuk regulasi kekayaan intelektual yang disepakati bersama oleh negara-negara anggota WTO, termasuk Indonesia. Persetujuan TRIPs mengenai IG dituangkan dalam Pasal 22 ayat (1), sebagai berikut: "… indication which identify a good as originating in the territory of a Member, or a region or locally in that territory, where a given quality, representation or other characteristic of the goods is essentially attributable to its geographical origin." Geographical Indication atau Indikasi Geografis (IG) yang tertuang dalam norma Persetujuan TRIPs merupakan pengembangan dari aturan mengenai Appellation of Origin (“AO”) sebagaimana diatur dalam The Paris Convention for the Protection of Industrial Property 1883 (Konvensi Paris 1883), sebagai berikut : "… the geographical name of a country, region, or locality, which serves to designate a product originating therein, the quality and characteristic of which are due exclusively or essentially to the geographical environment, including natural and human factor." yang mendefinisikan bahwa indikasi geografis merujuk tidak hanya pada nama tempat, tetapi juga tanda-tanda kedaerahan atau lambang dari lokasi bersangkutan yang mengidentifikasikan asal produk khas bersangkutan.