Aedes Aegypti, Si Kecil yang Mematikan

advertisement
SABTU, 27 AGUSTUS 2016
Aedes Aegypti, Si Kecil yang Mematikan
DEMAM berdarah dengue atau DBD jamak
ditemukan di kawasan tropis dan subtropis,
termasuk Indonesia. Meski setiap tahun
dilakukan pemberantasan nyamuk dan jentikjentiknya, penyakit ini tidak pernah sepenuhnya
sirna.
Pada saat-saat tertentu, misalnya musim pancaroba, penyakit
DBD bahkan menjadi momok
yang amat menakutkan. Tak
hanya anak-anak, ada juga orang
dewasa yang meninggal karena
serangan penyakit tersebut.
Sebenarnya, demam dengue
dan demam berdarah merupakan dua kondisi berbeda. Tapi,
masyarakat Indonesia sudah
telanjur keliru memahaminya.
Demam berdarah atau dengue
hemorrhagic fever (DBD) merupakan komplikasi dari demam
dengue (dengue fever) yang
memburuk.
Penyebabnya adalah nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Nyamuk kecil berbelang-belang hitam-putih ini
memang dikenal sebagai pembunuh berdarah dingin. Meski
tidak menyakitkan, gigitannya
bisa menimbulkan kematian
karena si nyamuk menularkan
virus dengue ke tubuh manusia.
Demam berdarah dengue
bisa menjadi parah di antaranya
karena kerusakan pembuluh
darah dan kelenjar getah bening,
muntah darah, dan pembengkakan organ hati.
Demam dengue disebabkan
oleh virus dengue yang disebarkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Virus ini hanya
diperantarai oleh kedua serangga tersebut.
Demam dengue tidak bisa
menular dari orang ke orang
secara langsung tanpa campur
tangan dua jenis nyamuk itu.
Ironisnya, Aedes aegypti dan
Aedes albopictus banyak berkembang di daerah padat penduduk yang beriklim lembab
dan hangat.
Menurut data Kementerian
Kesehatan, pada tahun 2013, terjadi 112.511 kasus demam
dengue di 34 provinsi. Dari jumlah tersebut, 871 penderita
meninggal dunia. Pada 2014,
demam dengue menurun menja-
di 71.668 kasus dan 641 orang
meninggal.
Demam dengue sulit dideteksi karena seluruh gejala yang
ditimbulkannya mirip dengan
demam-demam lain. Banyak
dokter seringkali keliru mendiagnosa ia sebagai demam biasa
atau flu. Padahal, keterlambatan
satu-dua hari dalam menangani
demam dengue bisa berakibat
kematian.
Aliran Darah
Jika kita periksa ke dokter
dan belum yakin terkena demam
dengue, pemeriksaan darah
sebaiknya dilakukan untuk melihat keberadaan virus tersebut
dalam aliran darah. Meski tergolong ganas, pengobatan penyakit
ini cukup sederhana. Ia tidak
membutuhkan obat khusus.
Yang diperlukan adalah
meningkatkan daya tahan pasien
dan menaikkan trombosit dalam
darah.
Pasien biasanya diharuskan
meminum banyak cairan serta
mengonsumsi parasetamol dan
acetaminophen. Gejala demam
dengue akan menunjukkan
tanda pulih dalam waktu sangat
cepat, dua sampai empat hari.
Demam berdarah berubah
menjadi berbahaya ketika berkembang menjadi komplikasi
dengue hemorrhagic fever atau
demam berdarah dengue
(DBD). Komplikasi ini punya
risiko tinggi, terutama terhadap
orang yang sistem kekebalan
tubuhnya tidak bagus atau orang
yang sebelumnya pernah
terserang demam dengue.
Ciri-ciri demam berdarah
dengue, antara lain suhu badan
bisa mencapai 41 derajat celcius,
kehilangan nafsu makan, badan
mudah lelah, pusing, sakit tenggorokan, wajah kemerahan,
nyeri sendi, otot, dan tulang,
mual, muntah, nyeri di belakang
mata, pembengkakan kelenjar
getah bening, dan muncul bintikbintik merah di kulit.
Virus dengue memerlukan
masa inkubasi 4-10 hari sejak
masuknya virus melalui gigitan
nyamuk.
Cara terbaik menghindari
penyakit ini adalah dengan
membiasakan hidup bersih;
menguras bak atau tempat air
secara teratur, dan membersihkan lingkungan sekitar kita.
Aedes Aegypti tidak dapat berkembang di air yang langsung
terhubung dengan tanah. Itu
artinya, kita tidak boleh membiarkan ada genangan di wadahwadah termasuk daun yang
cekung. (Gunarso-43)
Wolbachia, Musuh Alami
Aedes Aegypti
TAKmudah memberantas nyamukAedes aegypti dari muka bumi. Ia
sudah berkembang luas di seantero daerah tropis dan sub-tropis. Itu artinya,
kemungkinan muncul serangan demam berdarah dengue akan selalu ada.
Meski sulit diberantas, ada cara untuk menjinakkan keganasan nyamuk tersebut. Caranya adalah dengan memasukkan bakteri Wolbachia
ke dalam tubuhnya. Bakteri ini akan merusak ‘’tatanan’’dalam struktur
tubuh Aedes aegypti, membuatnya mandul, sehingga tidak lagi punya
‘’kesaktian’’yang bisa menyebabkan penyakit DBD.
Saat ini, Universitas Gajah Mada (UGM) bersama Eliminate
Dengue Project (EDP) Yogyakarta tengah mengembangkan nyamuk
untuk melawan Aedes Aegypti. Nyamuk ini bisa menjinakkan
keganasan virus dengue yang dibawa Aedes Aegypti. Caranya, peneliti
mengembangbiakkan nyamuk yang didalamnya disuntikkan bakteri
Wolbachia. Nyamuk ini kemudian akan kawin dengan Aedes Aegypti.
Wolbachia adalah salah satu genus bakteri yang hidup sebagai parasit pada hewan artropoda. Infeksi Wolbachia pada hewan akan menyebabkan partenogenesis atau perkembangan sel telur yang tidak dibuahi,
kematian hewan jantan, dan feminisasi (perubahan serangga jantan
menjadi betina).
Bakteri ini tergolong ke dalam gram negatif, berbentuk batang, dan
sulit ditumbuhkan di luar tubuh inangnya. Berdasarkan studi
filogenomik, Wolbachia banyak terdapat di dalam jaringan dan organ
reproduksi hewan serta jaringan somatik. Inang yang terinfeksi dapat
mengalami inkompatibilitas (ketidakserasian) sitoplasma, yaitu penyebaran faktor sitoplasma dengan membunuh progeni (keturunan) yang
tidak lagi membawa atau mewarisi faktor tersebut.
“Dengan nyamuk yang membawa bakteri Wolbachia, virus dengue
tidak dapat ditularkan kepada manusia,” ujar Prof Dr Adi Utarini MSc
MPH PhD, peneliti EDP, di sela-sela peringatan Hari Teknologi
Nasional di Solo, Rabu (24/8) lalu.
Utarini mengatakan, telur nyamuk yang sudah diberi Wolbachia
akan menjadi nyamuk dewasa, kemudian kawin dengan nyamuk
setempat, dan menghasilkan nyamuk yang sudah mengandung
Wolbachia. Bakteri inilah yang ‘’bertugas’’ menghancurkan virus
dengue di dalam nyamuk Aedes Aegypti yang dikawininya.
Menurut Utarini, dalam kurun waktu tertentu, sebagian besar nyamuk Aedes aegypti penyebab demam berdarah di Yogyakarta akan
mengandung Wolbachia, sehingga jika menggigit manusia, tidak lagi
menularkan DBD.
Ia mengatakan, langkah ini dilakukan untuk mengurangi jumlah
penderita penyakit demam berdarah dengue. Wolbachia menjadi
metode yang aman dan ramah lingkungan, efisien, serta berkelanjutan.
Sudah banyak negara tropis yang mengembangkan model ini untuk
menekan perkembangan demam berdarah dengue.
Bila sebagian besar nyamuk di suatu wilayah sudah mengandung
bakteri Wolbachia, metode ini tidak perlu diaplikasikan ulang karena
nyamuk ber-Wolbachia akan berkembang biak alami pada populasi
nyamuk Aedes aegypti.
Yogyakarta dipilih sebagai lokasi riset karena tingginya angka kejadian DBD, kepadatan penduduk tinggi, serta nyamuk Aedes aegypti
ditemukan sepanjang tahun di seluruh kelurahan.
Pada Maret 2016, WHO mengeluarkan pernyataan bahwa
Wolbachia merupakan teknologi baru yang menjanjikan untuk
menekan replikasi virus dengue, chikungunya, demam kuning, dan zika
dalam tubuh Aedes aegypti. Bakteri ini sudah dikembangkan oleh
banyak negara, terutama di Amerika Selatan. (43)
Download