EKSISTENSI KOMUNITAS PUNK DI KELURAHAN TITI KUNING KECAMATAN MEDAN JOHOR SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh : Anisa Mutmainah Nim. 3103122003 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2014 ABSTRAK Anisa Mutmainah : 3103122003, Eksistensi Komunitas Punk di Kelurahan Titi Kuning Kecamatan Medan Johor, Progam Studi Pendidikam Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan. Penelitian ini mengenai Eksistensi Komunitas Punk di Kelurahan Titi Kuning Kecamatan Medan Johor. Penelitian bertujuan untuk mengetahui perkembangan punk, eksistensi punk, simbol atau makna yang terkandung dalam atribut-atribut yang dipakai punker, kepribadian sebenarnya seorang punker, dan faktor pendorong seseorang menjadi punker yang ada di daerah Medan Johor. Penelitian kualitatif ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan observasi, melalui wawancaradan studi pustaka. Data-data dari hasil penelitian ini di dukung oleh hasil wawancara yang peneliti lakukan dalam penelitian Eksistensi Komunitas Punk di Kelurahan Titi Kuning Kecamatan Medan Johor. Mengenai Eksistensi Komunitas Punk sudah sangat baik di Medan terutama didaerah Titi Kuning Kecamatan Medan Johor komunitas punk didaerah ini rupanya tetap menjnjung tinggi motto hidup anak punk diseluruh dunia yaitu DIY yang mimiliki kepanjangan arti “Do It Yourself”. Arti dari motto itu bukan hanya mengerjakan semuanya sendiri dalam artian mandiri atau kebebasan, tapi lebih luas ke arti memiliki kebebasan dalam berpelilaku tapi memiliki tanggung jawab. Rasa tanggung jawab d sini diartikan sebagai tanggung jawab untuk persatuan semua golongan anak punk dan tidak membuatnya terkotak-kotak karena perbedaan. Semua setara dan tidak ada yang membedakan mereka satu sama lainnya. KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang mana telah memberiakan kesehatan dan karunia-Nya kepada penulis serta kekuatan untuk menyelesaikan skripsi : Eksistensi Komunitas Punk di Kelurahan Titi Kuning Kecamatan Medan Johor. Penyelesaian ini tidak terlepas bantuan dari berbagai pihak yang terkait secara langsung maupun tidak langsung, maka penulis dalam hal ini mengucapkan terima kasih banyak dan kerendahan hati kepada: 1. Bapak Prof.Dr.H. Ibnu Hajar Damanik, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri Medan beserta kepada Purek 1, Purek 2, Purek 3, Purek 4. 2. Bapak Dr. Restu sinaga, M.Si selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial beserta PD 1, PD 2, PD 3. 3. Ibu Dra.Puspitawati, M.Si selaku Ketua Prodi Pendidikan Antropologi. 4. Bapak Drs.Tumpal Simarmata,M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang memberikan arahan serta masukkan yang begitu banyak sampai penyelesaian skripsi ini. 5. Ibu Dra.Nurjannah,M.Pd selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus Penguji I, Ibu Supsiloani,M.Si sebagai penguji II, serta Bapak Drs.Waston Malau sebagai penguji III. Serta ucapan terima kasih jug kepada seluruh dosen-dosen pendidikan Antropologi UNIMED diantaranya adalah Prof. Dr.Bungarab Antonius Simanjuntak, Dr. Phill Ichwan Azhari MS, Drs. Payerli Pasribu,M.Si, Sulian Ekomila, S.Sos MSp, Murni Eva Marlina Rumapea,M.Si, Rosramadhana Nasution,M.Si, Muhammad Iqbal S.Sos, Onggal Sihite,M.Si yang telah banyak sekali memberikan bantuan, arahana, semangat serta motivasi, petunjuk dan juga telah mmberikan begitu banyak sumber dan refrensi sehingga terselesaikannya skripsi ini walaupun didalamnya masih terdapat kekurangan pada penulisannya. 6. Kepada ibu saya, Ibunda Jelita tercinta yang senantiasa memberikan semangat, mencurahkan rasa sayang, didikan, materi serta doa yang tak henti-hentinya kepada penulisan dan kepada ayahanda Almarhum Ismail yang telah tenang disisi Allah. 7. Kepada adik saya adinda Furkan Fahmi, yang banyak membantu pembuatan skripsi selam penelitian mengantar penulis kemana saja untuk bertemu komunitas Punk. 8. Kepada sahabat saya Nurdesiana Nasution yang senantiasa membantu saya dalam penelitian, dan tak henti-hentinya memberikan semangat kepada saya. Serta kepada sahabat saya Novita Anggraini Siregar dan Syarifah yang telah banyak memberi saya dukungan dan semangat kepada saya. 9. Kepada seluruh informan yang telah memberikan data dan informasi kepada penulis, Tulank, Yoga(Ogex), Ilham(Ebot), Basri(Batok), Aam, Randa Ananda, yang telah bersedia menjadi tempat bertanya dan menggali informasi tentang punk di kota Medan dan Sekitar Titi Kuning Kecamatan Medan Johor. 10. Kepada sahabat-sahabat saya selama berjuang di Universitas Negeri Medan Fakultas Ilmu Sosial Prodi Pendidikan Antropologi Fira Gustina, Irma Ries Verany, Sri Wahyuni, Winda Fitria, Siti Fadhila yang selama 4 tahun berjuang bersama. 11. Kepada keluarga besar antropologi angkatan 2010 yang sudah lama bersama-sama dengan peneliti menimba ilmu yaitu kurang lebih 4 tahun. Terimakasih buat semua kenangannya selama ini. Semoga kita dapat meraih apa yang kita cita-citakan selalu berusaha untuk berikan yang terbaik. 12. Kepada kak Ayu Febraiani yang telah membantu pada setiap urusan administrasi yang diperlukan peneliti. 13. Dan kepada semua pihak-pihak yg telah membantu dalam pembuatan skripsi dan penelitian ini, yang mungkin terlupakan oleh peneliti dan tidak dapat di tulis satu persatu. Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak, semoga Allah akan membalasnya dengan limpahan rahmat kepada kita semua. Medan, Peneliti, Anisa Mutmainah Juli 2014 DAFTAR ISI ABSTRAK ...................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................................ DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii v DAFTAR TABEL .......................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... viii BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………………….. 1 1.1 Latar Belakang………………………………………………………………. 1 1.2 Identifikasi Masalah………………………………………………………… 5 1.3 Pembatasan Masalah………………………………………………………… 5 1.4 Perumusan Masalah…………………………………………………………. 6 1.5 Tujuan penelitian……………………………………………………………. 6 1.6 Manfaat Penelitian…………………………………………………………... 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA………………………………………………………….. 8 2.1. Kerangka Konseptual...................................................................................... 8 2.1.1. Remaja ............................................................................................. 8 2.1.2.Punk sebagai subkultur...................................................................... 9 2.2. Kajian Pustaka ……………………………………………………………… 11 2.3. Kerangka Teori ............................................................................................... 13 2.3.1. Teori kepribadian …………………………………...................... 13 2.3.2. Komunitas……………………………………………………….. 14 2.3.3. Gaya Hidup (Life Style) ................................................................. 15 2.3.4. Teori Interaksionalisme simbolik................................................... 19 2.4. Kerangka Berfikir……………………………………………………………. 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN…………………………………………….. 22 3.1 Jenis Penelitian……………………………………………………………… 22 3.2 Lokasi Penelitian…………………………………………………………….. 22 3.3 Penentuan Informan………………………………………………………… 23 3.3.1. Objek Penelitian.............................................................................. 23 3.3.2. subjek penelitian.............................................................................. 23 3.4 Teknik Pengumpulan data………………………………………………….. 24 3.5 Teknik Analisa Data………………………………………………………… 25 BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN ............................................. 26 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................... 26 4.1.1. Sejarah Kecamatan Medan Johor ................................. 26 4.1.2. Lokasi Kecamatan Medan Johor ................................................... 27 4.1.3. Kependudukan Kecamatan Medan Johor ....................... 28 4.1.4. Kelurahan Titi Kuning .......................................................... 31 4.2. Sejarah Punk di Dunia ................................................................................... 34 4.2.1. Gaya Dan Hidup Ideologi ............................................................. 35 4.2.2. Punk Dan Anarkisme ..................................................................... 37 4.3. Sejarah Masuknya Punk di Indonesia ........................................................... 39 4.4. Hasil Penelitian ............................................................................................. 40 4.4.1. Keeksistensian Punk di Medan ...................................................... 40 4.4.2. Keeksistensian Punk di Titi Kuning .............................................. 46 4.4.3. Faktor yang Mempengaruhi Seseorang Ikut dalam KomunitasPunk ............................................................................. 4.4.4. Keterkaitan Punk dengan Teori-teori yang dipakai ........................ 48 50 A. Proses Terbentuknya Komunitas Punk Melalui Penajaman Teori Kepribadian, Interaksi Sosial Dan Pembentukan Kelompok/Komunitas Sosial ............................. 54 B. Proses Terbentuknya Komunitas Punk Melalui Penajaman Teori Lifestyle/Gaya Hidup..................................... 61 C. Proses Terbentuknya Komunitas Punk Melalui PenajamanTeori Interaksionisme Simbolik ............................. 65 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 71 5.1. Kesimpulan ..................................................................................................... 71 5.2. Saran ............................................................................................................... 74 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. LAMPIRAN 75 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Seringnya melihat sekelompok remaja berpakaian unik dan sebagian orang menyebut mereka aneh. Mereka berdiri dipersimpangan lampu merah membawa gitar kecil sambil bernyanyi. Mereka mengaku sebagai Punk mengikuti aliran bebas berekspresi dan berkreasi tanpa harus mengganggu orang-orang disekitar. Diketahui masa remaja adalah masa yang sangat rentan terhadap pergaulan-pergaulan yang dapat menjerumuskan para remaja kedalam pergaulan yang salah, sebab kita ketahui masa remaja adalah masa dimana seseorang meninggalkan tahap kehidupan masa kanakkanaknya untuk menuju kemasa berikutnya yang disebut kedewasaan. Masa remaja adalah masa dimana seorang anak belum mendapatkan pegangan yang kuat secara rohani dan jasmani, sedangkan kepribadiannya sedang mengalami pembentukkan. Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang memberikan konstribusi dalam pembentukkan kepribadian yang sangat besar bagi tumbuh kembangnya anak sehingga remaja dapat mencapai tingkat kedewasaan, dengan kata lain bahwa anak-anak akan ideal perkembangan jasmani dan rohaninya apabila mereka tumbuh bersama keluarga mereka yang harmonis. Pada kenyataannya tidak semua keluarga dapat memenuhi kebutuhan ideal. perubahan sosial, ekonomi dan budaya sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan keluarga, keharmonisan keluarga kadang terusik oleh perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan terkadang dapat menghepaskan keluarga kedalam jurang kemiskinan. Perubahan-perubahan tersebut berdampak pada gaya hidup masyarakat terutama pada 1 masyarakat perkotaan. Dikota besar seperti Medan,sekarang ini banyak bermunculan sekelompok remaja yang mempunyai gaya hidup yang sangat menyimpang dari norma-norma masyarakat disekitarnya, sekelompok remaja itu disebut dengan Punk. Gaya hidup punk ialah gaya hidup yang tidak sama dengan gaya hidup lainnya, gaya hidup berkembang sesuai dengan tempat, waktu dan situasi. Dengan kata lain punk berusaha membaskan sesuatu yang mengikat. Sekelompok punk ini membentuk komunitas kecil disetiap persimpangan jalan dikota medan dimana mereka menjadikan punk sebagai budaya/sub budaya yang meraka anut. Gaya hidup anarkis yang membuat mereka merasa mendapat kebebasan. Adapun yang mengatakan bahwa sekelompok anak muda bergaya hidup punk dikarenakan adanya suatu gejala perasaan yang tidak puas , sehingga mereka dengan gaya hidup punk. Kaum punk memaknai anarkisme tidak hanya sebatas pengertian politik semata. Dalam keseharian hidup, anarkisme berarti tanpa aturan pengekangan dari masyarakat, karena mereka bisa menciptakan sendiri aturan hidup sesuai dengan keinginan mereka. Di dalam setiap diri anggota komunitas punk mengalir semangat bahwa punk merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselve yang berarti kemandirian dalam setiap tindakan atau usaha apapun yang dilakukannya. Prinsip DIY (do it yourself) yang berarti kemadirian ini merupakan pegangan seluruh komunitas punk dunia, termasuk di kota Medan. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagu yang mereka ciptakan bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama, dan selalu berhubungan dengan semangat individual dalam komunitasnya. Gaya hidup punk bukan hanya pada gaya hidup mereka tetapi sekelompok anak muda ini mempunyai gaya hidup yang berbeda dengan yang lainnya. Mereka mempunyai ciri-ciri khas rambut yang kerap disebut Mohawk (gaya rambut yang bercirikan sisi bagian kanan dan kiri kepala dipotong tipis, rambut bagian belakang kepala dibentuk lancip dibawahnya, bagian tengah depan sampai belakang dibiarkan panjang, dan apabila dilihat dari samping akan berbentuk seperti kipas), berdiri kaku, berwarna-warni. Belum lagi seperangkat atribut lainnya seperti rantai, gembok, peniti, kalung spike yang dihiasi dengan paku yang terdapat disekelilingnya menghiasi pakaian mereka terkesan urakan dan liar bagi sebagian orang apalagi orang awam. Bahkan tak jarang ada persaan enggan dan takut untuk bertegur sapa dengan komunitas anak-anak muda tersebut. Dalam menjalankan hidupnya, punk sangatlah memegang teguh gaya hidup kolektif. Semua untuk satu, satu untuk semua. Sehingga dapat dikatakan solidaritas hidup mereka didalam kelompoknya sangat tinggi. Berkumpul atau sering disebut nongkrong merupakan aktivitas wajib mereka yang seolah tak perlu ada aturan yang baku dalam menjalankannya. Hidup berkelompok dan tinggal dijaln tanpa tempat tinggal tetap merupakan salah satu bentuk pemberontakan mereka. Di kota Medan terkhususnya di daeran Titi Kuning kecamatan Medan johor anak punk sering berada di persimpangan lampu merah Titi Kuning mereka juga mencari nafkah dipinggir jalan bukan hanya sekedar ngumpul-ngumpul saja tetapi mereka mengamen untuk mendapatkan uang. Sehingga sering membuat masyarakat resah dan takut dengan adanya keberadaan anak punk. Di daerah Titi kuning kecamatan medan johor keberadaan komunitas punk sampai saat ini masih dianggap sebagai masalah sosial bagi sebagian masyarakat. Penampilan anak punk yang identik dengan pakaian berwarna hitam dan terkesan dekil membuat masyarakat melihat mereka seperti brandalan yang tidak memiliki aturan berkumpul di persimpangan jalan dan melakukan aktivitas seperti layangnya anak jalanan seperti mengamen bagi sebagian orang merupakan sesuatu yang merusak pandangan. Bahkan tak jarang kerena perilaku ugal-ugalan para anak punk membuat aparat melakukan penangkapan terhadap mereka. Padahal dibalik sepengetahuan sebagian orang, anak punk tak hanya merupakan kelompok yang bebas dan tidak memiliki aturan. Para punk didaerah Titi Kuning kecamatan Medan Johor sering melakukan kegiatankegiatan rutin dan terencana yang bersifat positif seperti diskusi yang mana pada saat diskusi tersebut mereka akan membicarakan perkembangan setiap scene (kelompok kecil bagian dari komunitas punk dalam satu kota), menanam pohon dan bergotong royong membersihkan sampah disekitaran tempat mereka berkumpul didaerah lampu merah Titi Kuning dan sekitarnya, membuat acara musik punk yang terselenggara tanpa menggunakan sponsor atau bantuan dari pihak manapun diluar mereka, mereka juga menjual barang-barang seperti bajubaju hasil dari sablonan mereka dan atribut punk lainnya yg dijual di sebuah toko kecil yg disebut dengan distro yang menjadi tren remaja sekarang. Dari uraian latar belakang diatas, penulis berkeinginan untuk melaksanakan penelitian dengan judul :“Eksistensi Komunitas Punk di Kelurahan Titi Kuning Kecamatan Medan Johor”. 1.2.Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang permasalahan tersebut dijabarkan kedalam beberapa pernyataan penelitian yaitu sebagai berikut : 1. Para remaja menjadikan punk sebagai gaya hidup. 2. Gaya hidup para remaja menjadikan jalanan-jalanan kota untuk tempat berkumpul dan melakukan berbagai aktivitas. 3. Masyarakat hanya memandang punk dari segi negatif sebagai pembuat rusuh, urakan, berandalan, masyarakat tidak mencoba untuk mengetahui sisi lain dari kehidupan anak bahwasanya mereka juga sering melakukan kegiatan positif. 4. Eksistensi komunitas punk dalam kegiatan sehari-hari ketika berkumpul. 1.3.Pembatasan Masalah Untuk mendapatkan data yang lebih mendalam dan terarah maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti pada ““Eksistensi Komunitas Punk di Kelurahan Titi Kuning Kecamatan Medan Johor”. 1.4.Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apa yang menyebabkan seorang remaja memutuskan untuk menjadi seorang punk? 2. Mengapa remaja menjadikan punk sebagai gaya hidup? 3. Bagaimana sisi kehidupan punk ketika berkumpul dengan komunitasnya? 4. Bagaimana pendapat para punk tentang masyarakat yang memandang mereka sebagai pembuat anarkis dan pembuat rusuh ? 1.5.Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui penyebab seorang remaja memutuskan dirinya menjadi punk. 2. Untuk mengetahui tujuan remaja menjadikan punk sebagai gaya hidup . 3. Untuk mengetahui sisi lain dari kehidupan punk ketika berkumpul dengan komunitasnya. 4. Untuk mengetahui pandangan para punk tentang masyarakat yang memandang mereka sebagai pembuat anarkis dam pembuat rusuh. 1.6. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah: 1. Sebagai penelitian lanjutan terhadap realitas sosial gaya hidup dan diharapkan memberikan sumbangsih literatur pada peneliti selanjutnya. 2. Penulis dan pembaca dapat mengetahui apa alasan para remaja menjadikan punk sebagai gaya hidup yang tren. 3. Mengetahui kahidupan anak punk yang sebenarnya bukan hanya dari cerita-cerita dan wacana-wacana yang ada. 4. Pembaca dan penulis dapat mengetahui pandangan masyarakat terhadap anak-anak punk dan pandangan anak punk terhadap masyarakat yang menganggap mereka buruk. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Konseptual 2.1.1. Remaja Masa remaja merupakan suatu periode atau masa tumbuhnya seorang dalam masa transisi dari anak-anak kemasa dewasa, yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa (Boring E.G, 1990). Masa remaja suatu masa disaat individu berkembang dari pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual, mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak menjadi dewasa, serta terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang mandiri (Monks,1990). Masa remaja adalah masa kritis identitas atau masalah identitas – ego remaja. Identitas diri yang dicari remaja berupa berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat, serta usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan baru para remaja harus memperjuangkan kembali dan seorang akan siap menempatkan idola dan ideal seseorang sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir (Erikson, 1990) Batasan usia yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12-15 tahun = masa remaja awal , 15-18 tahun = masa remaja pertengahan, 18-21 tahun = masa remaja pertengahan. Oleh karena itu, pengertian remaja dalam penelitian ini adalah mencakup ketiga point yang telah dsebutkan diatas. Di masa remaja ini lah para remaja dapat terpengaru dengan cepat terhadap perkembangan zaman dan teknologi. Di masa remaja anak mencari jati diri mereka begitu juga dengan para remaja yang memutuskan untk menajadi anak punk, sebab bagi mereka 8 menjadi anak punk membuat mereka bahagia dapat merasakan kebersaman dengan temanteman komunitasnya dan melakukan hal-hal yang menurut mereka baik bagi diri mereka. 2.1.2. Punk sebagai Subkultur Sebagaimana dibahas dalam bab sebelumnya, subkultur adalah suatu kelompok atau sub unit budaya yang berkembang ketika adanya kebutuhan sekelompok orang untuk memecahkan sebuah masalah berdasarkan pengalaman bersama. Demikian pula dengan punk, punk bukan hanya sekedar fashion atau pun musikal, namun punk adalah ideologi, punk juga merupakan salah satu bentuk dari subkultur. Apa yang dihasilkan punk, entah itu berupa komunikasi verbal maupun nonverbal sering kali merupakan suatu resolusi yang kontradiktif dalam struktur sosial bersama. Punk sebagai subkultur, merupakan gambaran kelompok minoritas yang berada dalam kehidupan budaya mayoritas. Tremor, sebagai pendiri zine yang bernama Beyond the Barbed Wire, menjelaskan maksud pemilihan nama itu. Beyond the Barbed Wire yang berarti ”Di Luar Kawat Berduri”. Tremor berpendapat, dunia modern adalah sebuah kamp konsentrasi besar, yang dibatasi oleh pagar kawat berduri. Kawat berduri itu tajam. Kawat berduri telah dipasang untuk mencegah seseorang masuk, atau bahkan seseorang keluar. Dan dunia ada di balik pagar kawat berduri tersebut, yang penuh dengan represifitas (secara fisik, mental, dan filosofis). Akan tetapi banyak orang yang memilih untuk berusaha pergi melarikan diri dan hidup di luar kamp konsentrasi tersebut. Ada yang berusaha lari melarikan diri tetapi justru terjebak ke dalam dunia kamp konsentrasi lainnya, ada juga yang mebuat kamp konsentrasi baru untuk dirinya dan orang sekitarnya, tapi ada juga yang berusaha melarikan diri untuk kemudian bisa merencenakan penyerangan. Penyerangan terhadap dunia yang penuh dengan ketidak beresan. Punk adalah salah satunya. Menurut Tremor, punk dengan DIY sebagai sebuah alternatif dan dunia tandingan dari sebuah dunia yang memagari kita, yang selalu melarang kita untuk mengetahui apa yang terjadi diluar kawat berduri dan mendikte kita tentang apa yang kita mau dalam hidup. Kita semua ingin membuat tenda-tenda di luar sana, akhirnya kita berkomunitas secara sporadik, tidak terpusat, mengorganisir diri sendiri, meludahi hirarki dalam usaha penghancuran kawat berduri tersebut. Kemudian kita semua kembali memiliki kendali dalam inisiatif atas hidup kita sendiri. Punk sebagai salah satu subkultur, membuat suatu resolusi yang kontradiktif dalam struktur sosial, kemudian mebentuk suatu identitas kolektif dari sejumlah identitas individual yang pada akhirnya dapat mereka terima bersama. Menurut Tiliweri (2003) Subkultur adalah istilah yang dipakai untuk mengidentifikasi suatu kelompok yang mempunyai perilaku spesifik atau ”lebih kurang”, atau mungkin ”di bawah”, bahkan ”di atas” dari perilaku kelompok kebanyakan. Konsep tersebut sesuai dengan punk, sehingga kita dapat menyebut punk sebagai salah satu subkultur.Punk merupakan subkultur yang bisa dianut oleh sekolompok orang yang mepunyai persepsi yang timbal balik sama, bisa dikategorikan dalam peradaban, agama, wilayah, geografi, kesejahteraan, bahasa, kebangsaan, umur, gender, pekerjaan dan keluarga. Punk sebagai subkultur yang dikategorikan sebagai mikro kultur yang budayanya sangat berpengaruh pada perilaku komunikasi antarbudaya. Punk sebagaimana kelompokkelompok subkultur yang lain memiliki perilaku budaya tertentu termasuk perilaku komunikasi baik verbal maupun nonverbal yang biasanya hanya diketahui anggotaanggotanya, misal bahasa, jargon, argot, dan lain sebagainya. 2.2. Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan daftar referensi dari semua jenis referensi seperti buku, jurnal papers, artikel, skripsi, disertasi, tesis, hand outs laboratory manuals, yang tertulis dalam kajian pustaka harus dirujuk diskripsi. Kajian Pustaka yang terdapat didalam penelitian ini adalah: - Untuk mencari tulisan atau pun artikel mengenai punk medan penulis cukup kesulitan untuk mendapatkannya didalam bentuk hardcopy. Namun dikarenakan dalam kajian pustaka diperbolehkan mengambil referensi dari internet maka peneliti mendapatkan artikel dari salah satu situs berita yaitu dari : http://id.berita.yahoo.com/anak-punkbikin-resah-warga-medan-141410899.html isi dari artikel itu kira-kira seperti dibawah ini: “Keberadaan anak punk dibeberapa titik kota Medan, Sumatera Utara, dirasakan sangat mengganggu kenyamanan. Bertambah banyaknya jumlah anak punk saat ini membuat mereka semakin mudah dijumpai. Di kawasan pusat perbelanjaan aksara Medan misalnya, puluhan anak punk setiap hari berkumpul di sana sangat membuat resah karena dianggap mengganggu kenyamanan”. - Dalam artikel berikut di ambil dari media internet juga, tepatnya dari situs berita : http://beritasore.com/2012/01/12/warga-prihatin-kumpulan-anak-punk-di-medan yang berisi : “Perkumpulan anak-anak punk yang biasa mangkal disekitar persimpangan lampu merah di kota Medan tidak hanya mengganggu arus lalu lintas, tetapi juga telah meresahkan masyarakat masyarakat pengendara mobil dan penumpang becak bermotor dimana tingkah laku anak punk yang mulai nekat dan juga mengencam warga, jika tidak mau memberikan uang kepada mereka.” - Artikel berikutnya diambil dari sebuah majalah komunitas punk Indonesia yang biasa mereka sebut dengan sebutan zine. Artikel di ambil dari zine Bloc Movement, Vol. MCXVII, No. 5 dicetak tahun 2010. Nama penulis Aska Mhelan yang merupakan salah satu anggota komunitas punk medan. Judul tulisan beliau adalah “Resistensia Punk Medan” dan penggalan isinya adalah: “Di dalam sebuah tongkrongan komunitas punk di kota Medan, semua serba terbuka, termasuk pada kawan dari luar daerah. Jiwa liar berkumpul dalam linkaran, ide-ide gila yang beragam. Asas kebersamaan dan prinsip do it your self-lah yang menayatukan. Demi musik dan makan, apapun mereka lakukan mulai dari ngamen sampai menato teman sendiri. Saweran kerap djalankan demi menyiasati kerasnya hidup dijalanan. Untuk sebatang rokok, hingga seliter minuman penghangat malam. Kami kaum punk ada dijalanan, melawan keteraturan, mencari kebebasan”. Refrensi lainnya berupa skripsi-skripsi yang telah ada, tentang penelitian terdahulu yaitu: Skripsi seorang mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro semarang bernama Maria Dian ditulis tahun 2010 yang berjudul “Identitas diri dalam komunitas punk di Bandung”, Skripsi seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Ilmu Kominikasi Universitas Sumatera Utara bernama Gumanto juliaster Gultom ditulis tahun 2012 yang berjudul “Identitas diri komunitas punk Medan Amplas dalam perspektif Fenomenologi. Dan Skripsi yang terakhir adalah skripsi seorang mahasiswi Fakulatas Ilmu Sosial Jurusan sosiologi Universitas Sumatera Utara bernama Venny Sinaga ditulis tahun 2013 yang berjudul “Solidaritas diantara aggota komunitas punk di daerah Aksara”. Dari referensi-referensi di atas peneliti dapat mengambil sebuah pandangan dari penelitian lain tentang konsep diri dan pemikiran yang berujung kepada pembentukan identitas diri dari sebuah komunitas punk di daerah lain. Sehingga di dalam melakukan penelitian lebih lanjut peneliti dapat membandingkan konsep yang telah dipaparkan oleh peneliti sebelumnya sebagai salah satu masukan ketika akan melakukan penelitian langsung kelapangan. 2.3. Kerangka Teori 2.3.1. Teori kepribadian Dalam budaya punk tidak terlepas dari individu dan kelompok. Individu yang mempunyai tujuan yang sama dengan individu lainnya mencari keamanan identitas diri dengan bentuk suatu kelompok sosial atau komunitas yang bisa memberikan rasa ama dan mewadahi apa yang menjadi tujuan mereka. sebelum mengarah ke konsep sosial tentang pembenukkan kelompok atau komunitas punk, semua ini tidak terlepas dari individu yang mepunyai kepribadian yang terbentuk oleh lingkungan. Kepribadian dapat digunakan di dalam bentuk yang berbeda-beda hal ini menyebabkan munculnya beberapa teori kepribadian. Charles Cofer (1972) membedakan beberapa teori kepribadian antara lain, type theory, trait theory (teori sifat), psychoanalitic theory dan situational theory. Dari keempat teori kepribadian ini kita mengarah kepada situational theory, suatu situasi mempunyai pengaruh yang besar terhadap seorang remaja dan memunculkan kedpribadian remaja tersebut, yang terlihat pada tngkah laku yang bersangkutan (Hartshorne) berdasarkan teori tersebut, entitas individu dapat di pelajari pada suatu konteks tertentu, buakn pada konteks secara umum. Pengertian diatas diperkuat oleh sumbangan konsep dari dua ahli. Murphy Gardner menjelaskan aspek kepribadian secara totalitas sebagai konsep kerja, di mana kita akan memperoleh dimana pun apabila kita mencoba mempelajari hubungan timbal balik antara pembawaan dan lingkungan dalam arti memandang kepribadian sebagi satu keseluruhan. Kemudian Kurt Lewin mengatakan kepribadian berhubungan dengan keseluruhan pertautan pola-pola karakteristik individu dan lingkungan. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa kepribadian individu tidak bersal dari faktor bawaan saja seperti keinginan, emosi, keyakinan, dan sebagainya tetapi juga bersal dari aspek lingkungan sepeerti aturan, nilai, strata sosial, dan lainnya. 2.3.2. Komunitas Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagai lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksu, kepercayaan ,sumber daya , prefensi, kebutuhan , resiko, dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal dari bahasa lati communitas yang berarti “kesamaan”, kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti “sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak”. (Wenger, 2002:4). Menurut Crow dan Allan, komunitas dapat terbagi menjadi 3 kompunen: 1. Berdasarkan lokasi dan tempat Wilayah atau tempat sebuah komunitas dapat dilihat sebagai tempat dimana sekumpulan orang mempunyai sesuatu yang sama secara geografis. 2. Berdasarkan minat Sekelompok orang yang mendirikan suatu komunitas karena mempunyai ktertarikan dan minat yang sama, misalnya agama, pekerjaan ,suku, ras, maupun berdasarkan kelainan seksual. 3. Berdasarkan komuni Komuni dapat berarti ide dasar yang dapat mendukung komunitas itu sendiri. 2.3.3. Gaya Hidup (Life Style) Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lainnya. Pola-pola kehidupan sosial yang khusus seringkali disederhanakan dengan istilah budaya. Sementara itu, gaya hidup tergantung pada bentuk-bentuk kultural, tata krama, cara menggunakan barang-barang, tempat dan waktu tertentu yang merupakan karakteristik suatu kelompok. Gaya hidup menurut (Kotler, 2002:192) dalam Astry Budiarty, (2011) pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup juga menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu dalam kehidupannya, juga dapat dilihat dari aktivitas sehari-harinya dan minat apa yang menjadi kebutuhan dalam hidupnya. Minor dan Mowen (2002, p. 282) dalam Astry Budiarty, (2011), gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu. Selain itu, gaya hidup menurut Suratno dan Rismiati (2001, p. 174) dalam Astry Budiarty, (2011) adalah pola hidup seseorang dalam dunia kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapat yang bersangkutan. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan. Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan berinteraksi di dunia. Menurut Assael (1984, p. 252) dalam Astry Budiarty, (2011), gaya hidup adalah “A mode of living that is identified by how people spend their time (activities), what they consider important in their environment (interest), and what they think of themselves and the world around them (opinions)”. Dalam pergaulan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dan melahirkan realitas sosial yang dimulai secara personal, dari individu ke individu lainnya, dan kemudian menjamur pada kelompok masyarakat, disebut dengan gaya hidup. Seorang Profesor Sosiologi di Universitas Durham yaitu David Chaney mengkaji persoalan gaya hidup secara lebih komprehensif dan didasarkan dari berbagai perspektif. Menurut David Chaney dalam Astry Budiarty, (2011) Gaya Hidup haruslah dilihat sebagai suatu usaha individu dalam membentuk identitas diri dalam interaksi sosial. Dalam bukunya “Life Style’’ Chaney (1996:92) ) dalam Astry Budiarty, (2011) mengatakan bahwa: “Gaya hidup selanjutnya merupakan cara-cara terpola dalam menginvestasikan aspek-aspek tertentu kehidupan seharihari dengan nilai sosial atau simbolik; tapi ini juga berarti bahwa gaya hidup adalah cara bermain dengan identitas.” Atau dengan kata lain :“Gaya hidup adalah suatu cara terpola dalam pergaulan, pemahaman, atau penghargaan artefak-artefak budaya material untuk mengasosiasikan permainan kriteria status dalam konteks yang tidak diketahui namanya”. Chaney juga berasumsi bahwa gaya hidup merupakan ciri dari sebuah masyarakat modern, atau biasa juga disebut modernitas. Dalam arti disini, adalah siapapun yang hidup dalam masyarakat modern yang akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang lain. Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu dengan orang yang lain. Awan 2006 ) dalam Astry Budiarty, (2011) menyebutkan bahwa gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya. Gaya hidup merupakan frame of reference yang dipakai sesorang dalam bertingkah laku dan konsekuensinya akan membentuk pola perilaku tertentu. Terutama bagaimana dia ingin dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan hal inilah, dibutuhkan simbol-simbol status tertentu, yang sangat berperan dalam mempengaruhi perilaku konsumsinya. Gaya hidup ditentukan oleh cara seseorang dalam memilih dan mempraktekkan nilai pengetahuannya tentang suatu objek benda yang teraktualkan melalui proses konsumsi. Praktek kebudayaan yang diaktualkan oleh seorang khususnya dalam masalah komsumsi merupakan proses dalam rangka membentuk suatu tatanan kepribadian seseorang dari status yang diperankannya dalam suatu struktur sosial. Gaya hidup saat ini memang tak bisa dilepaskan dari konsep identitas sosial. dalam hal ini, secara garis besar dapat dibedakan melalui dua tahap. Tahap pertama, disampaikan dengan menggunakan pilihan-pilihan (choice). Dalam hal ini sikap dan cita rasa yang merupakan karakteristik anggota kelompok sosial baru. Hal ini dapat diidentifikasi sebagai sesuatu yang penting. Dalam wacana publik kontemporer seperti artikel surat kabar, khotbah, syair, dan panduan moral cendikiawan yang terefleksi lewat sikap moral yang mengutamkan nilai. Dengan kata lain, seseorang yang akan dianggap baik jika menjalankan prinsip moral pada masyarakatnya. Tahap kedua merupakan tahap kultural. Pada tahap ini, gaya hidup yang terfokus pada kehidupan yang merupakan bagian dari aktifitas waktu luang atau komsumsi. Seseorang dalam sebuah kelompok masyarakat akan dinilai dengan cita rasa tinggi ketika mampu memanfaatkan waktu luang dengan nyaman. Nyaman disini bisa diidentifikasikan sebagai suatu ruang komsumsi yang mungkin sedikit material. Orang yang dianggap keren ketika mampu memanfaatkan waktu luangnya dengan menghabiskan uang jutaan rupiah untuk liburan keluar kota ataupun keluar negeri. Ketika gaya hidup diekspresikan dengan cita rasa dan nilai material pada akhirnya akan berhubungan dengan karakteristik sosio struktural lainnya. 2.3.4. Teori Interaksionalisme simbolik Teori Interaksionalisme simbolik adalah pendekatan teoritis dalam memahami hubungan antara manusia dan masyarakat. Ide dasar teori interaksionisme simbolik adalah bahwa tindakan dan interaksi manusia hanya dapat dipahami melalui pertukaran symbol atau komunikasi yang sarat makna. Teori interaksionisme simbolik mulai berkembang pada pertengahan abad ke-20. interaksionisme simbolik berakar dari dua kata yang bermakna berbeda, yaitu interaksi dan simbol. Simbolik mengandung pengertian pada makna yang terdapat pada situasi sosial tertentu di mana pelaku berada di dalamnya, sedangkan interaksionis mengandung arti makna tersebut dibentuk oleh interaksi di antara pelaku. Gagasan mengenai teori tersebut muncul dari George Herbert Mead (1863-1931) seorang filsuf Universitas Chicago dan tokoh psikologi sosial. Setelah Mead meninggal, Herbert Blumer, yang juga merupakan salah satu sosiolog di Universitas Chicago, mengambil alih seluruh karyanya serta membenahi teori sosialnya dan menamai gagasan Mead tersebut: interaksionisme simbolik. Blumer sendiri juga terpengaruh oleh pemikiran Herbert Mead tentang interaksionisme simbolik. Karya Blumer yang terkenal dalam perspektif teori ini adalah kumpulan esainya yang berjudul Symbolic Interactionism: Perspective and Method. Tiga prinsip utama interaksionisme simbolik menurut Blumer adalah: 1. Manusia bertindak melalui hal-hal pada makna yang ada di dalamnya. 2. Makna-makna tersebut muncul dari interaksi sosial. 3. Tindakan sosial merupakan hasil dari tindakan-tindakan individu. Teori interaksionisme simbolik beranggapan bahwa masyarakat (manusia) adalah produk sosial. Teori ini mempunyai metodologi yang khusus, karena interaksionisme simbolik melihat makna sebagai bagian fundamental dalam interaksi masyarakat. Dalam penelitian mengenai interaksi dalam masyarakat tersebut, teori interaksionisme simbolik cenderung menggunakan metode kualitatif dibanding metode kuantitatif. 2.4. Kerangka Berfikir Kehidupan Jalanan Anak Punk Gaya Hidup (Life Style) Pandangan masyarakat Dampak sosial (interaksi dan hubungan sosial): - Punk Masyarakat - Masyarakat Punk Interaksi Sosial yang dihasilkan : - Positif - Negatif Penjelasan: Anak punk merupakan gejala sosial remaja yang ada pada masyarakat pada saat ini, gaya hidup pada anak punk menjadikan fokus utama penelitian yang akan dilakukan teoriteori yang bersangkutan dengan kehidupan anak punk beserta dengan komunitasnya. Dari gaya hidup tersebut hal selanjutnya yang akan diteliti lebih dalam adalah keterkaitan dengan pengaruh jalan terhadap pembentukan kepribadian anak remaja yang menjadi anak punk, pandangan masyarakat yang selalu memandang anak punk sebagai hal yang buruk dan juga negatif. Juga dampak sosial terhadap Interaksi dan hubungan sosial anak punk. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis penelitian Penelitian yang akan dilakukan merupakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif mengenai “Eksistensi Komunitas Punk di Kelurahan Titi Kuning Kecamatan Medan Johor”. Menurut Bogdan & Taylor (1975:5) dalam Moleong (2007:4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau pelaku yang diamati. Untuk memahami dan mendeskripsikan Eksistensi Komunitas Punk di Kelurahan Titi Kuning Kecamatan Medan Johor peneliti menggunakan studi lapangan (field research) dengan observasi peneliti langsung ke lapangan untuk melakukan pengamatan pada subjek dan objek penelitian. 3.2. Lokasi Penelitian Sesuai dengan permasalahan dan judul yang telah diambil maka penelitian ini akan dilaksanakan di kota medan terkhusuya di simpang lampu mrah Titi Kuning (kelurahan Titi Kuning kecamatan Medan Johor) dan akan dilaksanakan setelah proposal penelitian ini disetujui untuk dilaksanakan. Lokasi-lokasi penelitian di lakukan dikawasan lampu merah Titi Kuning dimana lokasi wilayah ini menjadi tempat berkumpulnya anak-anak punk dengan teman-teman se-komunitasnya untuk melakukan aktivitas setiap harinya 3.3. Penentuan informan 3.3.1 Objek Penelitian Spradley dalam Sugiono (2009 : 297) menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif 22 tidak menggunakan populasi namun dinamakan dengan “sosial institution” atau situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen yakni tempat (place), pelaku (actors) dan aktivitas (activity) yang beriterkasi secara sinergis. Situasi sosial tersebut dinyatakan sebagai objek penelitian.Objek penelitian dalam penelitian ini adalah orang-orang yang benar-benar mengerti dan memahami topik peneletian yaitu “Eksistensi Komunitas Punk di Kelurahan Titi Kuning Kecamatan Medan Johor”. Informan sebagai sumber informasi dalam pengumpulan data penelitian memegang peranan pentig bagi penelitian. Penetapan informan dalam penelitian ini ditentukan atas pertimbangan dari peneliti dan sesuai dengan kategori penelitian. Mereka adalah anak punk yang dan informan lainnya disekitar lampu merah Titi kuning yang mengetahui tentang permasalaha yang diteliti. Dengan penetapan informan secara tepat maka diharapkan dapat memberikan informasi atau keterangan-keterangan dan mampu menjawab pertanyaanpertanyaan dari peneliti agar terjawab rumusan masalah penelitian dan sesuai dengan tujuan dilaksanakannya penelitian. 3.3.2 Subjek Penelitian Spradley dalam Basrowi (2008 : 188) mengemukakan bahwa subjek penelitian merupakan orang pada latar penelitian. Mereka itu adalah yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi latar penelitian. Maka yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat setempat yang paham tentang lokasi, keadaan anak punk dan beberapa hal pedukung yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti di kelurahan Titi Kuning kecamatan Medan Johor. 3.4. Tehnik Pengumpulan Data Tahapan-tahapa pengumpulan data terdiri dari: 1. Studi Pustaka Hal tersebut dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan permasalahan-permasalahan anak-anak punk beserta komunitasnya di sekitar masyarakat. Studi pustaka dilakukan dengan menelaah tulisan-tulisan yang yang sejalan atau relevan dengan masalah yang akan diteliti baik dari perpustakaan, koran, mass media, maupun internet. 2. Observasi/pengamatan langsung Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pengumpulan data kualitatif yang dilakukan dengan observasi partisipasi atau pengamatan secara lansung yang dilakukan untuk mengamati suatu gejala sosial tertentu dilokasi penelitian yang meliputi keadaan, kegiatan, peristiwa, perilaku yang melibatkan informan dan pastinya berhubungan dengan proses perdagangan manusia. Hal ini dilakukan agar dapat menghasilkan data sesuai realitas dan valid. Dalam melakukan observasi, peneliti dibantu dengan kamera foto untuk pengambilan gambar yag dirasa perlu untuk menambah refrensi nantinya. 3. Wawancara Teknik wawancara dilakukan peneliti di awali terlebih dahulu dengan initial interview . hal ini dilakukan diawal pertemuan dengan tujuan untuk membangun hubungan interpersonal dengan memberikan pertanyaan dan mempersiapkan terlebih dahulu skenario-skenario tentang persoalan anak-anak punk beserta komunitasnya yang akan di wawancarai kepada anak punk yang terpilih menjadi sample dalam penelitian. 3.5. Tehnik Analisa Data Analisa data dalam penelitian ini pada dasarnya merupakan analisa kualitatif yang dilakukan sejak dimulai penulisan proposal hingga pembuatan laporan pnelitian. Data hasil penelitain yang telah dikumpulkan baik yang di peroleh melalui observasi dan wawancara kemudian di analisis secara mendalam. Analisis data dilakukan setiap saat pengumpulan data dilapangan berkesinambungan. Dalam melakukan analisis, penelitian memeriksa ulang seluruh data yang ada, baik data pada hasil observasi terstruktur, wawancara tidak struktur, wawancara sambil lalu dan dari data sekunder yakni literature yang mendukung. BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Sejarah Kecamatan Medan Johor Kecamatan Medan Johor adalah salah satu dari 21 Kecamatan yang berada di Wilayah Kota Medan berada pada ketinggian 12 M dari permukaan laut, yang sebelumnya termasuk Kecamatan Tanjung Morawa, Kecamatan Patumbak dan Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang. Masuknya Kecamatan Medan Johor ke Wilayah Kotamadya Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1973 tanggal 10 Mei 1973 yang luas arealnya 3.228 Ha dan terdiri dari 10 Kelurahan. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara, tanggal 19 Oktober 1987 Nomor : 140 / 4078 / K / 1978 tentang Pemekaran Kelurahan di Wilayah Kota Medan, yang salah satu diantaranya terdapat di Kecamatan Medan Johor. Dengan demikian jumlah Kelurahan yang tadinya hanya 10 maka setelah keluarnya SK tersebut jumlah Kelurahan di Kecamatan Medan Johor menjadi 11 Kelurahan. Terakhir dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor : 50 Tahun 1991, Kecamatan Medan Johor mengalami pemekaran sehingga jumlah kelurahan menjadi 6 kelurahan yaitu :Kelurahan Suka Maju, Kelurahan Titi Kuning, Kelurahan Kedai Durian, Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kelurahan Gedung Johor dan Kelurahan Kwala Bekala. 4.1.2. Lokasi Kecamatan Medan Johor Kecamatan Medan Johor merupakan 26 daerah pemukiman penduduk,, daerah pengembangan wisata dan berada di kawasan pinggiran bahagian Selatan Kota Medan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang. Luas areal keseluruhan ±1.696 Ha, yang terdiri dari 6 Kelurahan, memiliki 81 Lingkungan dengan batas-batas sebagai berikut : - Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Maimoon dan Medan Polonia, Medan Kota, Medan Baru dan Medan Selayang. - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Namo Rambe dan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang. - Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas. - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang dan Medan Tuntungan. Untuk mengetahui luas wilayah Kecamatan Medan Johor secara lebih rinci berikut jumlah penduduk sampai dengan 31 Januari Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Table 1 : Luas wilayah dan jumlah penduduk di Kecamatan Medan Johor JUMLAH PENDUDUK LUAS JLH NO KELURAHAN JLH WIL. RT RW JUMLAH KK L LINK P Ha L+P 1. SUKAMAJU 152 3.048 7.025 7.313 14.338 13 27 11 2. TITI KUNING 181 4.630 12.60 12.471 25.097 15 47 15 3. KEDAI DURIAN 98 2.012 3.637 3.787 7.424 5 14 3 4. PKL. MASYHUR 400 7.642 17.66 19.621 37.284 15 46 13 5. GEDUNG JOHOR 315 6.157 3 14.82 14.562 29.388 13 17 6 6. KWALA BEKALA 550 7.169 6 16.73 17.448 34.241 20 47 16 30.65 72.53 75.202 147.732 81 198 64 J U M L A H 1.696 8 Sumber : Data Kecamatan Medan Johor 0 4.1.3. Kependudukan Kcamatan Medan Johor Untuk mengetahui potensi sumber daya manusia lebih lanjut, akan kita lihat data – data kependudukan di Kecamatan Medan Johor dibagi Berdasarkan Suku, Berdasarkan Agama,dan Berdasarkan Mata Pencaharian, Berdasarkan kewarganegaraan dan Jenis Kelamin. Data Kependudukan Berdasarkan Suku : Tabel berikut menunjukkan data kependudukan di Kecamatan Medan Johor berdasarkan suku : Tabel 2:Data Kependudukan Berdasarkan Suku di Kecamatan Medan Johor NO SUKU JUMLAH % 1. Jawa 51.481 34,77% 2. Melayu 32.312 21,83% 3. Mandailing 20.965 14,13% 4. Batak 11.845 7,91% 5. Minang 6.096 4,11% 6. Aceh 4.295 2,90% 7. Nias 3.309 2,05% 8. Cina 13.318 8,99% 147.732 100,00% TOTAL Sumber : Data Kecamatan Medan Johor Data Penduduk Menurut Agama Agama Islam merupakan penduduk mayoritas yang mendiami Kecamatan Medan Johor, hal ini dapat dilihat dari tabel sebagai berikut : Tabel 3 : Data Penduduk Menurut Agama NO AGAMA JUMLAH % 1. 2. Islam Kristen 101.129 27.315 68,47% 18,49% 3. 4. Katholik Hindu 5.142 632 3,48% 0,42% 5. Budha 13.494 9,14% TOTAL 147.732 Sumber : Data Kecamatan Medan Johor 100,00% Tabel 4 : Data Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Medan Johor NO PEKERJAAN 1. Buruh 2. PNS / ABRI 3. Pegawai Swasta 4. Pedagang 5. Petani 6. Jasa – Jasa TOTAL JUMLAH 8.741 4.219 / 18.739 13.673 2.039 1.861 49.272 KETERANGAN Sumber : Data Kecamatan Medan Johor Tabel 5 : Data Penduduk Menurut Status Kewarganegaraan di Kecamatan Medan Johor NO Kewarganegaraan a. J u 1. WNI 2. WNA Jumlah Laki-laki Wanita Jumlah 72.863 74.849 147.712 8 12 72.871 74.861 20 147.732 Sumber : Data Kecamatan Medan Johor Tabel 6 : Jumlah Penduduk menurut jenis kelamin di Kecamatan Medan Johor NO JENIS JUMLAH % 1. Laki - laki 72.871 49,29 2. Wanita 74.861 50,71 147.732 100,00 Jumlah Sumber : Data Kecamatan Medan Johor KETERANGAN 4.1.4. Kelurahan Titi Kuning Kelurahan Titi Kuning merupakan wilayah yang termasuk dalam Kekecamatan Medan Johor yang luas wilayahnya ±4.630 Ha. Yang terdiri dari 13 Lingkungan. Untuk mengetahui jumlah penduduk masing-masing lingkungan dapat dilihat dari tabel dibawah ini Tabel 7 : Jumlah Penduduk di Kelurahan Titi Kuning LINGKUNGAN JUMLAH PENDUDUK JUMLAH RT/KK JUMLAH LAKI-LAKI JUMLAH PEREMPUAN Lingkungan I 1730 346 833 897 Lingkungan II 2172 425 1082 1090 Lingkungan III 1260 295 665 595 Lingkungan IV 1142 319 560 582 Lingkungan V 1321 225 600 630 Lingkungan VI 1410 235 725 685 Lingkungan VII 1607 403 786 821 Lingkungan VIII 1257 260 622 635 Lingkungan IX 1521 328 765 756 Lingkungan X 2327 386 895 1403 Lingkungan XI 1980 405 1036 944 Lingkungan XII 1140 184 512 599 Lingkungan XIII 1387 221 605 782 Lingkungan XIV 1453 337 839 614 Sumber : Data penduduk kelurahan Titi Kuning Tabel 8 : Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kelurahan Titi Kuning LINGKUNGAN ISLAM KRISTEN KATOLIK BUDHA HINDU KONGHUCU Lingkungan I 902 26 - 798 4 - Lingkungan II 1756 42 8 340 26 - Lingkungan III 177 22 - 1053 - 8 Lingkungan IV 135 60 12 924 17 - Lingkungan V 134 24 10 860 15 2 Lingkungan VI 725 53 - 632 - - Lingkungan VII 1083 11 37 470 6 - Lingkungan VIII 517 16 57 656 6 5 Lingkungan IX 725 115 125 55 5 1 Lingkungan X 1386 82 13 16 830 - Lingkungan XI 602 17 - 1361 - - Lingkungan XII 58 22 - 1056 4 - Lingkungan XIII 870 40 10 467 - - Lingkungan XIV 956 85 - 412 - - Sumber : Data penduduk kelurahan Titi Kuning Tabel 9 : Komposisi mata pencaharian penduduk di Kelurahan Titi Kuni LINGKUNGAN Pegawai negeri Pegawai swasta TNI/Polri Petani Nelayan pedagang pensiunan lainnya Lingkungan I 4 260 - - - - 90 558 Lingkungan II 12 291 6 2 - 61 5 459 Lingkungan III - 575 - - - 5 1 219 Lingkungan IV 1 271 3 1 - 23 2 - Lingkungan V 5 201 1 - - 12 5 86 Lingkungan VI 20 42 - - - 67 7 1280 Lingkungan VII 9 227 2 - - 442 6 872 Lingkungan VIII 3 623 1 - - 17 - 155 Lingkungan IX 5 300 1 - - 30 6 47 Lingkungan X 12 872 4 - - 9 6 886 Lingkungan XI 7 75 2 - - 101 8 - Lingkungan XII 1 76 - - - 149 - - Lingkungan XIII 3 614 1 - - 43 6 191 Lingkungan XIV 5 227 2 - - 30 - 678 Sumber : Data penduduk kelurahan Titi Kuning 4.2. Sejarah Punk di Dunia Kata punk berasal dari sebuah kepanjangan public united not kingdom artinya negara kesatuan anti penjajahan dengan kata lain punk itu bebas. Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London,Inggris. Komunitas Punk yang sudah berdiri pada tahun 1908 dan didirikan oleh Michael Bakkunin mempunyai nilai-nilai dasar: DO IT YOURSELF dan SOLIDARITAS. Karena itu, komunitas Punk hidup mandiri tanpa sokongan atau bantuan orang lain. Dalam menghidupi diri sendiri dan komunitasnya, mereka membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian usaha ini berkembang menjadi semacam toko kecil yang lazim disebut distro. CD dan kaset tidak lagi menjadi satu-satunya barang dagangan. Mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Seluruh produk dijual terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Mengenai solidaritas, komunitas Punk adalah yang paling utama. Mereka merasa sebagai keluarga besar yang ikatannya sangat kuat. Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead. Namun , sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika , golongan punk dan skinhead (subbudaya yang lahir di London, Inggris) seolah-olah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik. Gerakan anak muda yang di awali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keungan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh plitik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir pera penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun kadang-kadang kasar, beat yang cepat dan menghentak. Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak-anak muda yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves (Kita bisa mengerjakan sendiri). Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagu yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan, ekonomi, sosial. Banyak yang menyalahartikan punk sebagai glue sniffer(ngelem) dan perusuh karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak citra punk karena banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal.Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker. 4.2.1. Gaya Dan Hidup Ideologi Psikolog brilian asal Rusia, Pavel Semenov, menyimpulkan bahwa: “ manusia memuaskan kelaparannya akan pengetahuan dengan dua cara. Pertama, melakukan penelitian terhadap lingkungannya dan mengatur hasil penelitian tersebut secara rasional (sains). Kedua, mengatur ulang lingkungan terdekatnya dengan tujuan membuat sesuatu yang baru (seni)”. Dengan definisi diatas, punk dapat dikategorikan sebagai bagian dari dunia kesenian. Gaya hidup dan pola pikir para pendahulu punk mirip dengan para pendahulu gerakan seni avant-garde, yaitu dandanan nyeleneh, mengaburkan batas antara idealisme seni dan kenyataan hidup, memprovokasi audiens secara terang-terangan, menggunakan para penampil (performer) berkualitas rendah dan mereorganisasi (atau mendisorganisasi) secara drastis kemapanan gaya hidup. Para penganut awal kedua aliran tersebut juga meyakini satu hal, bahwa hebohnya penampilan (appearances) harus disertai dengan hebohnya pemikiran (ideas). Punk selanjutnya berkembang sebagai buah kekecewaan musisi rock kelas bawah terhadap industri musik yang saat itu didominasi musisi rock mapan, seperti The Beatles, Rolling Stone, dan Elvis Presley. Musisi punk tidak memainkan nada-nada rock teknik tinggi atau lagu cinta yang menyayat hati. Sebaliknya, lagu-lagu punk lebih mirip teriakan protes demonstran terhadap kejamnya dunia. Lirik lagu-lagu punk menceritakan rasa frustrasi, kemarahan, dan kejenuhan berkompromi dengan hukum jalanan, pendidikan rendah, kerja kasar, pengangguran serta represi aparat, pemerintah dan figur penguasa terhadap rakyat. Akibatnya punk dicap sebagai musik rock and roll aliran kiri, sehingga sering tidak mendapat kesempatan untuk tampil di acara televisi. Perusahaan-perusahaan rekaman pun enggan mengorbitkan mereka. Gaya hidup ialah relatif tidak ada seorangpun memiliki gaya hidup sama dengan lainnya. Ideologi diambil dari kata "ideas" dan "logos" yang berarti buah pikiran murni dalam kehidupan. Gaya hidup dan ideologi berkembang sesuai dengan tempat, waktu dan situasi maka punk kalisari pada saat ini mulai mengembangkan proyek "jor-joran" yaitu manfaatkan media sebelum media memanfaatkan kita. Dengan kata lain punk berusaha membebaskan sesuatu yang membelenggu pada zamannya masing-masing. 4.2.2. Punk Dan Anarkisme Kegagalan Reaganomic dan kekalahan Amerika Serikat dalam Perang Vietnam di tahun 1980-an turut memanaskan suhu dunia punk pada saat itu. Band-band punk gelombang kedua (1980-1984), seperti Crass, Conflict, dan Discharge dari Inggris, The Ex dan BGK dari Belanda, MDC dan Dead Kennedys dari Amerika telah mengubah kaum punk menjadi pemendam jiwa pemberontak (rebellious thinkers) daripada sekadar pemuja rock n’ roll. Ideologi anarkisme yang pernah diusung oleh band-band punk gelombang pertama (19721978), antara lain Sex Pistols dan The Clash, dipandang sebagai satu-satunya pilihan bagi mereka yang sudah kehilangan kepercayaan terhadap otoritas negara, masyarakat, maupun industri musik. Di Indonesia, istilah anarki, anarkis atau anarkisme digunakan oleh media massa untuk menyatakan suatu tindakan perusakan, perkelahian atau kekerasan massal. Padahal menurut para pencetusnya, yaitu William Godwin, Pierre-Joseph Proudhon, dan Mikhail Bakunin, anarkisme adalah sebuah ideologi yang menghendaki terbentuknya masyarakat tanpa negara, dengan asumsi bahwa negara adalah sebuah bentuk kediktatoran legal yang harus diakhiri. Negara menetapkan pemberlakuan hukum dan peraturan yang sering kali bersifat pemaksaan, sehingga membatasi warga negara untuk memilih dan bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Kaum anarkis berkeyakinan bila dominasi negara atas rakyat terhapuskan, hak untuk memanfaatkan kekayaan alam dan sumber daya manusia akan berkembang dengan sendirinya. Rakyat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa campur tangan negara. Kaum punk memaknai anarkisme tidak hanya sebatas pengertian politik semata. Dalam keseharian hidup, anarkisme berarti tanpa aturan pengekang, baik dari masyarakat maupun perusahaan rekaman, karena mereka bisa menciptakan sendiri aturan hidup dan perusahaan rekaman sesuai keinginan mereka. Punk etika semacam inilah yang lazim disebut DIY (do it your self / lakukan sendiri). Keterlibatan kaum punk dalam ideologi anarkisme ini akhirnya memberikan warna baru dalam ideologi anarkisme itu sendiri, karena punk memiliki ke-khasan tersendiri dalam gerakannya. Gerakan punk yang mengusung anarkisme sebagai ideologi lazim disebut dengan gerakan Anarko-punk. Berdasarkan pengelompokan maka punk dapat dibagi menjadi 1) punk on the street, 2) punk of the street, dan 3) punk in the street atau punk from families of the street. Pengertian untuk punk on the street adalah anak punk yang mempunyai kegiatan dijalan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga , punk dalam kategori ini anak punk yang tinggal bersama orang tuanya dan pulang kerumah setiap hari. Sedangkan punk of the street adalah anak punk yang meng habiskan seluruh atau sebagian besar waktunya dijalanan dan tidak memiliki hubungan atau memutuskan hubungan dengan keluarganya adan orangtuanya memilih untuk tidak pulang kerumah. Demikina pula punk in the street atau punk from families of the street yakni anak-anak punk yang menghabiskan seluruh waktunya dijalan yang berasal dari keluarga yang hidup dan tinggal dijalanan. Oleh karena itu, pengertian punk dalam penelitian ini adalah mencakup ketiga point yang telah dsebutkan diatas, dengan berbagai aktivitas yang beragam dijalan. 4.3. Sejarah Masuknya Punk di Indonesia Punk mulai masuk ke Indonesia sekitar akhir 1970 an. Masuknya gaya hidup punk ke Indonesia diawali pula oleh masuknya musik-musik beraliran Punk ke Indonesia namun perkembangannya tidak sepesat di negeri asalnya.Punk di Indonesia pada awalnya hanyalah sebuah komunitas kecil yang tidak terang-terangan menunjukkan gaya hidup Punk. Kemudian anak-anak muda mulai meniru gaya berpakaian dan mulai memahami ideologi dan akhirnya menjadikan Punk sebagai gaya hidupnya. Pada perkembangannya baik di negeri asalnya maupun di Indonesia, Komunitas Punk telah mempunyai suatu subkultur tersendiri yang diakui masyarakat dan terkadang dianggap menyimpang. Punk juga telah semakin populer dengan timbulnya Punk sebagai suatu Trend. Contohnya ialah dalam dunia Fashion gaya berpakaian Punk menjadi trend fashion masyarakat umum. Punk sebagai bentuk subkultur seperti telah dijelaskan sebelumnya, tentu memiliki nilai-nilai yang bersifat bertentangan karena subkultur ini muncul sebagai bentuk counter culture dari sistem sosial budaya arus utama (mainstream). Yang dimaksud dengan arus utama (mainstream) adalah pola sosial yang dominan dan konvensional. Perbedaan ini dapat menimbulkan anggapan menyimpang dari masyarakat tentang subkultur punk.Dengan demikian, Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris, yang menjadi wadah untuk mencurahkan kritik dan protes atas penguasa pada waktu itu. Punk memiliki ideologi sosialis yang bersifat bebas. Punk lebih dikenal melalui gaya busananya seperti potongan rambut Mohawk, jaket penuh dengan spike dan bedge, sepatu boots, jeans ketat, badan bertato, body piercing, dan hidup di jalan-jalan. Proses modernisasi di Indonesia menyebabkan kehadiran Punk sebagai gaya hidup baru, yang umumnya dianut oleh sebagian kaum muda. Komunitas Punk di Indonesia merupakan komunitas Punk dengan jumlah populasi terbesar di dunia. Penganut kultur punk di Indonesia mulai mengadopsi substansi Punk yang termasuk di dalamnya ideologi, etika DIY (Do It Yourself), pandangan politis, dan lain sebagainya. Salah satunya adalah gaya hidup positif Straigh Edge yang menolak konsumsi alkohol, rokok, obat-obatan terlarang, dan perilaku seks bebas. 4.4. Hasil Penelitian 4.4.1. Keeksistensian Punk di Medan Medan sebagai kota besar ketiga di Indonesia, pasti tidak lepas dari banyaknya aliran gaya hidup yang masuk ke dalamnya. Komunitas punk di Kota Medan muncul di awali dengan adanya komunitas underground. Komunitas underground merupakan komunitas dari band-band yang memiliki aliran musik rock. Di dalam hal ini musik punk merupakan bagian dari musik rock. Oleh karena itu sekumpulan orang yang menyukai musik punk merupakan bagian dari komunitas underground. Pada komunitas underground, penyuka musik punk disebut punker. Para punker yang merupakan pendahulu kota medan sering disebut pioneer. Pada awalnya poneer memiliki satu sekretariat dan sejak tahun 2001 sekretariat sudah tidak digunakan. Hal ini disebabkan karena jumlah para punker yang meningkat, sehingga membuat scene masing-masing. Scene merupakan tempat berkumpul bagi para punker, scene merupakan kelompokkelompok kecil dari keseluruhan komunitas punk di kota Medan. Keberadaan komunitas anak punk Medan adalah salah satu bukti betapa banyaknya gaya hidup yang mulai berkembang di kota Medan. Tidak bisa dipungkiri memang keberadaan komunitas anak punk di Medan yang sudah sejak lama tumbuh. Mereka memiliki beberapa komunitas dengan berbagai nama tapi dengan tujuan yang sama yaitu menjunjung tinggi gaya hidup punk entah itu gaya berpakaian ataupun selera musik cadasnya. Pada awalnya komunitas Punk di Kota Medan memiliki satu scene, yaitu di Jalan Abdullah Lubis. Sejalan dengan semakin bertambah jumlah Punk di Kota Medan, tempat berkumpulnya para punker tersebut semakin menyebar, seperti di pringgan, Dr. Mansyur, dan lainnya. Dari hasil observasi saat ini terdapat tujuh scene di Kota Medan, yaitu di simpang aksara, Titi Kuning, Juanda, Brayan, Setia Budi, Simpang Pemda dan Cemara Asri. Scene dibentuk sebagai tempat berkumpul para punker pada masing-masing bagian di daerah Kota Medan. Scene juga dijadikan sebagai tempat bertemu dan berinteraksi antara punker di dalam scene maupun dengan punker yang berasal dari scene lain bahkan dari kota atau negeri lain. Gaya berpakaian mereka yang identik dengan gaya urakan, sering kali membuat masyarakat resah. Mereka sering dianggap sampah masyarakat yang tidak berguna dan hidupnya hanya untuk foya-foya saja. Padahal selain sisi negatif yang terlihat dari luar, ada beberapa hal yang bisa dijadikan pembelajaran dari mereka.Keberadaan anak punk Medan bisa dikatakan sudah memiliki umur yang tidak muda lagi. Perkembangan gaya hidup yang memiliki ciri khas tersendiri ini sudah sejak lama mulai menampakkan geliatnya. Tercatat ada beberapa komunitas anak punk di Medan seperti Freedom Fighter Collective, Juanda Squad, Sutomo Crew, Padang Bulan Squad, Griya Squad, Ayahanda Crew, Aksara Squad, Titikuning Squad, Helvet Squad dan masih banyak yang lainnya dan belum menampakkan dirinya. Beberapa komunitas ini keberadaannya menyebar di seluruh penjuru kota Medan. Rata-rata mereka memiliki markas tersendiri untuk berkumpul dan melakukan aktivitas lainnya. Awalnya pembentukan komunitas “Punk” tersebut terdapat prinsip dan aturan yang dibuat dan tidak ada satu orangpun yang menjadi pemimpin karena prinsip mereka adalah kebersamaan atau persamaan hak diantara anggotanya. Dengan kata lain, “Punk” berusaha menyamakan status yang ada sehingga tidak ada yang bisa mengekang mereka. Sebenarnya anak “Punk” adalah bebas tetapi bertanggung jawab. Artinya mereka juga berani bertanggung jawab secara pribadi atas apa yang telah dilakukannya. Karena aliran dan gaya hidup yang dijalani para “Punkers” memang sangat aneh, maka pandangan miring dari masyarakat selalu ditujukan pada mereka. Padahal banyak diantara “Punkers” yang mempunyai kepedulian sosial. Komunitas anak “Punk” mempunyai aturan sendiri yang menegaskan untuk tidak terlibat tawuran, tidak saja dalam segi musikalitas saja, tetapi juga pada aspek kehidupan lainnya. Dan juga komunitas anak “Punk” mempunyai landasan etika ”kita dapat melakukan sendiri”, beberapa komunitas “Punk” di Titi Kuning kecamatan Medan Johor. Komunitas tersebut membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian berkembang menjadi semacam toko kecil yang disebut distro. Tak hanya CD dan kaset, mereka juga memproduksi dan mendistribusikan tshirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Produk yang dijual seluruhnya terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau.,Kemudian hasil yang didapatkan dari penjualan tersebut, sebagian dipergunakan untuk membantu dalam bidang sosial, seperti membantu anak-anak panti asuhan. Saya mewawancarai seorang punker yang bernama Tulank lelaki berusia 30 tahun, Lahir di kota Kabanjahe. Tulank mengenal Punk pertama kali melalui seniornya ketika berada di bangku SMP. Kira-kira umur 14 tahun, pria asli bernama Persma Maha mulai jatuh cinta dengan punk pada saat itu. Tulank mempunyai dua putri yang memiliki usaha kreatif sablonan dan segala macam karya yang dibuat dengan hasil karya tangan Tulank sendiri. Usaha sablon dijalaninya hampir 7 tahun berawal dari usaha kecil. Setelah menjadi kepala rumah tangga tidak mungkin bergantung hidup di musik saja untuk memenuhi kebutuhan keluargannya. “kita punya keterampilan lain, bisa buka usaha, ya kenapa gak kita manfaatkan aja. Kayak aku ini buka usaha sablo, ya selama gak bertentangan sama semangat punk itu ya gak masalah. Masak mentang-mentang punk, jadi harus mati-mati di punk aja. Apalagi kayak aku udah berkeluarga, ya harus kreatif nyari tambahan duit” Saya juga mewawancarai tulank tentang keeksitensian komunitas-komunitas dan juga perkembangan punk yang ada di medan, Tulank menceritakan bagaimana seseorang yang menjadi anak punk Medan seperti berikut: “Punk itu dimana saja pun bisa, karena punk adalah sesuatu yang fleksibel,tapi juga ada hal yang serius, jadi di mana pun berada, punk pasti bisa dan jalanan bisa menjadi salah satu tempat untuk punk dalam melakukan counter coulture (budaya perlawanan), terhadap budaya mainstream (kapitalisme), sedangkan jalanan belum tentu bisa dikatakan punk, karena banyak hal yang bisa terjadi dijalanan, dan itu gak mungkin semua dilakukan atas nama punk atau counter coulture, dan jalanan pasti bisa merubah pemikiran sikap serta kehidupan seseorang, tapi tergantung individunya, kalau dia hanya menjadikan jalanansebagai pelarian maka itu takkan lama, karena cepat atau lambat orang itu akan merasa bosan dan tak mendapatkan apa pun hanya sekedar happy happy saja, dan ditambah lagitidak adanya keinginan untuk tau atau mau belajar tentang apasih itu punk dan keraasnya hidup ini maka orang itu hanya terlena dalam hedonisme jalanan saja”. Sambil mengerjakan baju yg sedang disablonnya Tulank meneruskan ceritanya sambil sesekali mengeluarkan candaan yng membuat kami yang ada di rumah Tulank tertawa, dan sambil terus melanjutkan ceritanya tentang punk. Seperti berikut ini : “Ya punk bisa dikatakan juga sebagai pelarian dimasa muda saja, tapi sebaliknya kalau kita menjadikan jalanan itu sebagai musisi cadas musisi jahanam wadah atau tempat kita untuk belajar, pasti banyak hal-hal positif yang bisa kita dapatkan, jalanan adalah tempat kita berbagi, merasakan, atau pun mencari apapun yang kita inginkan tapi tetap, haruslah tetap dalam etos punk, jalanan adalah tempat yang sangat luas dan terdiri dari berbagai macam ragam tipe manusia yang ada didalamnya jadi buat teman-teman punk yang sudah lama ataupun baru saja turun kejalanan mungkin sudah uambisa untuk saling membagi apa yang kita ketahui bersama dan mencari tahu apa saja yang belum kita ketahui punk bukan OKP (organisasi kepemudaan) yang dibuat untuk melancarkan kepentingan penguasa dan dibangun dalam karakter yang militeristik dan kekerasan pun di jadikan cara untuk menyelesaikan permasalahan, jalanan adalah tempat kita untuk menumpahkan segala keresahan yang ada didalam jiwa dan pikiran kita tempta kita mengekspresikan segala bentuk perlawanan kita, terhadap musuh yang harus kita ketahui bukan kita malah membuat konflik sesama kita, street punk bukan pelarian atau sekedar penampilan yang ekstrim saja. Street punk adalah budaya perlawanan terhadap rusaknya tatanan kehidupan yang diterapkan oleh penguasa untuk menindas rakyatnya, street punk takkan pernah mampus berontak.. melawan...mandiri... bertahan”. Sambil sibuk dengan alat-alat sablonannya, Tulank juga sedikit bercerita tentang pertama kali punk muncul di Medan, seperti berikut: “Sedikit cerita tentang scenes punk (Scene merupakan tempat berkumpul bagi para punker, scene merupakan kelompok-kelompok kecil dari keseluruhan komunitas punk) di Medan tapi mungkin tidak secara lengkap atau detail bisa ku ceritakan maklumlah, aku juga bukan generasi prtama dari scenes punk Medan ini, jadi mungkin tidak terlalu detail yang bisa aku paparkan, Kalau enggak salah scene punk Medan pertama kali muncul sekitar awal atau pertengahan tahun 90’an dibawa oleh anak-anak medan yang sekolah atau pun berkunjung dari pulau Jawa. Dan meluas sampai kepinggiran kota Medan, Tanjung Morawa adalah salah satu kota yang scenenya juga sudah cukup lama ada. Scene awal dikota ini ada namanya Inalum Brother Hood tapi sekarang sudah tidak ada lagi, tapi orang-orangnya masih ada yang beratahan sampai sekarang, ada juga namanya Mcp (Medan City Punk) ini juga sudah tida ada lagi sekarang, ada juga scene didekat rumah sakit Malahayati, yang konon mereka mengatakan dirinya Nazi punk sebuah ketololan atau kegoblokkan pada waktu itu, ya tapi itulah pada waktu itu, punk di kota medan ini tak ubahnya hanya sekedar musik dan fashion saja ditambah lagi pada waktu itu sifat senioritas yang masih sangat kental di setiap scene yang ada dan punk seperti militer saja pada waktu itu karena biala ada yang mau masuk ke komunitas atau scene punk dia harus melewati seperti ospek pelonco dari seniornya dan hal sangat menggelikan dan pasti membuat kalian tertawa”. Tulank melanjutkan ceritanya sambil mengambil sebatang roko dari kantongnya dan menghidupkannya. Seperti berikut ini cerita yang tulang sampaikan : “ waktu itu ada beberapa punk’s yang ada disetiap scene wajib pakai kartu tanda pengenal punk alias KTP punk jadi yang tidak memiliki itu belum sah jadi punk ada scene yang namanya RASCAL scene ini juga sudah tidak ada lagi sekarang mungkin memang karena pada waktu itu arus informasi tentang punk sangat kurang di kota ini jadi banyak sekali kekurangan yang terjadi disini tapi pada waktu itu zines juga sudah ada, kalau enggak salah namanya SIAMBALANGAN ZINES, ini pun sudah tak ada lagi sekarang, BRONTAK ZINES dan masih ada sampai sekarang recordnya juga sudah ada pada waktu itu namanya SIB BABAMI Record tapi sekarang aku tak tau lagi bagaimana kabarnya soalnya tidak ada rilisan yan mereka buat lagi. Pada akhir 90 an sampai awal 2000 an muncullah scene atau kolektif SARAFS (satu rakyat anti racis facis), dari komunitas inilah punk di Medan agak mengalami perubahan dan perkembangan, di mana scene ini mencoba untuk menjadikan punk bukan sekedar musik atau fashion saja, mereka sering melakukan kegiatan di luar musik, misalnya mereka sering membuat diskusi rutin untuk menggali dan lebih mempelajari lagi apa itu punk yang seharusnya di jalankan, mereka juga sering terlibat dalam aksi untuk turun ke jalan, atau berdemonstrasi, menuntut apa yang seharusnya kita perjuangkan bersama, sarafs juga memiliki zines, namanya KEBEBASAN ZINE, dikolektif itu juga sudah ada yang nyablon dan membuat barang-barang lokal, tapi sekarang kolektif ini sudah vakum, tapi orang-orangnya masih ada yang bertahan sampai sekarang”. Dari paparan dan hasil wawancara dengan punker yang bernama Presma Maha (Tulank) peneliti dapat mengetahui asal mula masuknya scene punk pertama kali di kota Medan. 4.4.2. Keeksistensian Punk di kelurahan Titi Kuning kecamatan Medan Johor Keeksistensian punk di Medan berkembang keseluruh daerah-daerah yang ada di Medan terutama di kelurahan Titi Kuning kecamatan Medan Johor Komunitas punk didaerah ini rupanya tetap menjunjung tinggi motto hidup anak punk di seluruh dunia yaitu DIY yang memiliki kepanjangan arti “Do It Yourself”. Arti dari motto itu bukan hanya mengerjakan semuanya sendiri dalam artian mandiri atau kebebasan, tapi lebih luas ke arti memiliki kebebasan dalam berpelilaku tapi memiliki tanggung jawab. Rasa tanggung jawab di sini diartikan sebagai tanggung jawab untuk persatuan semua golongan anak punk dan tidak membuatnya terkotak-kotak karena perbedaan. Semua setara dan tidak ada yang membedakan mereka satu sama lainnya. Ada banyak kegiatan komunitas punk dikelurahan Titi Kuning kecamatan Medan Johor yang dilakukan. Kegiatan itu kebanyakan memang dilakukan untuk mencari uang sebagai bekal agar komunitas mereka tetap bergerak. Yang lebih salut lagi mereka tidak meminta-minta kepada pemerintah atau orang lain. Mereka berusaha sendiri untuk mendatangkan uang, sama seperti motto mereka yaitu do it yourself. Setiap dari komunitas itu biasanya memiliki band dengan genre punk. Untuk menyebarluaskan lagu-lagu yang mereka ciptakan, dilakukan dengan merekamnya tanpa bantuan orang lain alias dari komunitas mereka sendiri. Setelah tercipta, mereka biasanya menjualnya di dalam distro khusus anak punk yang mereka bentuk sendiri juga. Di distro itu mereka menjual berbagai aksesoris punk untuk para penggemarnya. 4.4.3. Faktor yang Mempengaruhi Seseorang Ikut dalam Komunitas Punk Banyak faktor mengapa seseorang ikut dalam sebuah komunitas punk. Antara lain karena mereka mempunyai sebuah tujuan dan ideologi yang sama. Sehingga mereka mudah menerima sebuah golongan yang dianggap sebagai sesuatu yang sama, yaitu tujuan yang ingin di capai. Ada juga yang tertarik dari motto komunitas punk, yaitu Equality atau persamaan hak. “Aliran Punk lahir karena adanya persamaan terhadap jenis aliran musik Punk dan adanya gejala perasaan yang tidak puas dalam diri masing-masing. Sehingga mereka mengubah gaya hidup dengan gaya hidup Punk. Di sisi lain ada juga komunitas punk ini yang mempunyai kegiatan positif. Misalnya Tulank dan ogex adalah contoh kecil kenapa mereka harus memilih punk sebagai prinsip hidup mereka yang berlandaskan DIY (do it yourself ). Mereka besar di masyarakat yang mengkulturkan penyeragaman selera. Masyarakat yang terlalu munafik untuk hal-hal yang dianggap ” tabu “. Mereka memberontak dengan setiap kekuatan yang mereka miliki yaitu memilih etika punk sebagai jalan hidup mereka. Penampilan mereka dan cara hidup mereka sebagai counter cultur terhadap penyeragaman selera. Sebagai manusia biasa dan makhluk sosial yang punya perasaan, mereka memilih punk bukan untuk pelarian semata tapi self difennce mereka terhadap serangan-serangan pengekangan ekspresi diri ( offence of cultur mainstream ) , penyeragaman selera, dan cultur budaya ” mapan “yang di ciptakan oleh mayoritas masyarakat. Tulank dan ogex bukanlah pemuda-pemuda yang lari dari tanggung jawab. Pemuda yang cengeng atau masih menjadi benalu bagi orang tua mereka. Dengan etika DIY ( do it yourself / berdikari) dan prinsip yang mereka miliki memberikan sesuatu yang berarti dalam hidup mereka.Tulank adalah ayah dari dua orang putri, tulank sering bermain musik dan membuka usaha sablon. Sedangkan ogex adalah seorang pemuda berusia 22 Tahun. Mereka memilih punk bukan karena terpaksa atau sekedar ikut-ikutan saja, punk bagi mereka cara menyikapi hidup dengan tidak tergantung kepada orang lain dengan terjemahan yang sangat sederhana yaitu mandiri. Hari-hari mereka pun tidak selalu berpenampilan punk saja. Hari biasa mereka berpenampilan layaknya orang normal lainnya. Mereka mempunyai jadwal yang rutin seminggu sekali, untuk melepas kepenatan dan bercanda tawa di pinggiran trotoar. Disaat anak-anak muda yang lain lebih memilih diskotik atau tempat hiburan lainnya. Mereka memilih jalanan sebagai tempat mereka berbaur bersama dengan kawan-kawan street punk simpang Titi Kuning yang juga masing-masing dari anak-anak punk ini mempunyai profesi yang berbeda di keseharian mereka. Ada yang bekerja sebagai karyawan swasta, mahasiswa, tukang sablon, tukang parkir, pelajar dll. Berdasarkan pengalaman penulis ke lokasi dimana mereka sering nongkrong, ternyata mereka adalah sosok-sosok yang sangat humoris bersahabat dan cerdas, sangat beda dengan kesan dari luar yang terlihat sangar dan menyeramkan, perasaan mereka lebih lembut dari yang dapat kita banyangkan. Ogex seorang pemuda berusia 22 Tahun menggukapkan penyebab mengapa dia masuk kedalam komunitas punk. Berikut ini pernyataan ogex: “aku masuk komunitas punk udah ada 7 tahunanlah, pertama kali aku masuk komunitas punk aku mencari jati diri ku di punk ini. Ya pertama-pertama memang ikut-ikutan tapi disinilah aku temukan jati diriku. Di punk ini aku bisa bebas jadi diriku sendiri”. Sedangkan ilham pemuda berusia 23 Tahun juga bercerita tentang mengapa dia masuk kedalam komunitas punk. Berikut ini pernyataan ilham ketka saya wawancarai: “aku dari tahun 2004 udah ada di komunitas punk. Aku masuk komunitas punk karena kemauan jiwa ku yang menuntun ku ke komunitas punk. Kayaknya memang udah panggilan jiwa kali ya. Kulihat dan kudengar banyak pemuda yang menemukan jati diri mereka setelah masuk dalam komunitas punk. Aku alami sendiri setelah masuk kedalam komunitas punk aku jadi lebih peduli terhadap orang lain, banyak kali ku lihat masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Banyaklah wawasan yang kudapat setelah aku masuk komunitas punk. Bukan kayak yang dibilang masyarakat kalok punk ini Cuma negatif aja. Namun ketika hantaman labelisasi dan pencitraan tak berimbang oleh media juga golongan masyarakat yang mempunyai ideologi ” mapan ” . Mereka di jadikan tumbal dari “kegagalan” sistem penerapan budaya normal yang di dengungkan masyarakat umum dan pemerintah. Sehingga membuat golongan ini ( punk ) sebagai budaya yang tidak di inginkan karena merupakan budaya impor dari luar. Hal ini menjadikan mereka menjadi pribadi-pribadi yang terkekang kebebasan ekspresinya dalam berpenampilan. oleh masyarakat yang menjunjung norma dan adat istiadat ketimuran. Padahal menjadi punk bukan bagaimana kamu harus mirip menjadi punk rock star, tapi bagaimana kamu menghilhami diri, menggali potensi yang ada, percaya dengan do it your self yang di pegang. Dan jika di ambil benang merah dari ” kegagalan ” budaya normal tadi, indikatornya bukan terletak pada bagiamana cara berpakaian anak-anak ini. Tapi kemampuan generasi muda itu memahami dan menyerap setiap budaya dari luar, dan di terjemahkan ke dalam ruang berpikir yang luas. Tapi akhirnya kemunafikan masyarakatlah yang tidak memberikan ruang untuk memberi kebebasan berekspresi. Berpenampilan aneh, seronok = sesuatu yang tidak baik dan akan di cap sebagai minor personal. Jika kita berpikir tenang dan mau terbuka dengan lapang dada. Bukankah ” kemandirian ” generasi muda yang menjadi modal awal suatu bangsa, selain faktor yang lain. 4.4.4. Keterkaitan Punk dengan Teori yang dipakai untuk menganalisis Telah dijelaskan pada bagian sebelumnya tentang awal mula munculnya ideologi punk. Kelahiran punk yang dijelaskan tadi membawa banyak perubahan sosial yang ternyata tidak hanya di Inggris saja. Ideologi ini menyebar keseluruh belahan dunia dari barat sampai ke belahan timur dunia. Ideologi punk terbentuk secara tidak langsung akibat dari aksi komunitas street punk yang sangat frontal terhadap pemerintahan di negara bagian eropa. Aksi punkers ( sebutan untuk anak punk) menolak adanya pemberlakuan pajak yang tinggi, anti kapitalis, menginginkan adanya chaos, menolak dan mengecam paham Nazisme dan Fasisme dalam pemerintahan Inggris. Menentang keras Imprealism beserta politik Apartheid, menolak adanya paham Feodalism, tidak menginginkan dipakainya paham Neoliberalism sebagai paham ekonomi di seluruh negara sebagai bentuk dari perdagangan bebas, serta tidak menginginkan pemerintahan yang me”marjinal”kan masyarakatnya. Aksi komunitas punk yang turun ke jalan bersama dengan kaum skinhead (kaum dari kalangan pekerja dan buruh ) pada akhirnya membuahkan hasil di mana adanya penghapusan pahamFasisme dan Nazisme di Eropa. Ikut melawan rezim militer di Rusia, ikut melatar belakangi penghancuran tembok berlin di Jerman sebagai bentuk penghapusan kedua paham tadi di Eropa dan masih banyak aksi – aksi lainnya pada masa sekarang ini seperti melawan lembaga dunia WTO ( World Trade Organization ) yang merupakan lembaga pengelola perdagangan bebas. Kemudian pada perkembangan selanjutnya banyak aktivis, kaum cendikiawan dan terpelajar, buruh, tani, nelayan, serta kaum dari golongan masyarakat kalangan menengah ke bawah yang ikut bergabung dalam perjuangan kaum punk dan Skinheads ini seperti organisasi Black Bloc. Dalam sejarahnya, aksi ini mempunyai jumlah massa terbesar di dunia. Pada masa sekarang muncul berbagai macam komunitas punk. Ada yang melanjutkan cita – cita para pendahulunya dengan tetap membawa ideologi punk yang mereka pahami dan ada pula sebagian yang tidak mengetahui arti dari ideologi punk tersebut dan baginya hanya sebagai media untuk tampil keren dengan segala atribut punk yang mereka kenakan sehingga sudah jauh berbeda dengan ideologi punk sebenarnya. Dampak dari itu muncul pemaknaan yang negatif dan sering dicap jelek oleh masyarakat kepada para punkers. Pemaknaan ini pun tidak dipersalahkan karena individu yang sudah memakai atribut punk seperti tatto, tindik, sepatu boot menganggap diri mereka sebagai punkers dan menganggap punk itu sebagai hidup bebas tanpa aturan. Mabuk di tempat umum, membuat keonaran dan meresahkan masyarakat. Ini sudah sangat jauh berbeda dengan punk yang sesungguhnya. Disamping itu juga masih banyak komunitas punk yang memang membawa ideologi punk ke dalam budaya komunitasnya dan ke dalam kpribadian tiap anggotanya, biasa disebut dengan Streetpunk. Punk sendiri adalah bentuk perilaku yang muncul dari sikap pemberontakan terhadap ketidakpuasan, marah dan benci terhadap segala dari aspek kehidupan yang tidak sesuai pada tempatnya misalnya kehidupan ekonomi, sosial, politik bahkan agama. Selain pergerakan sebagai bentuk realisasi ideologi, musik dan fashion juga merupakan media untuk menuangkan segala macam bentuk pemberontakan dan anti kemapanan. Dari segi musik pemberontakan dilakukan melalui lirik lagu yang mengecam keras segala bentuk perilaku pemerintah yang secara sewenang-wenang menindas masyarakat. lirik dalam musik ini juga sebagai alat provokatif untuk bersama- sama melakukan perlawanan dari cita – cita punk sendiri. Dapat dilihat bukti tentang pergerakan punk melalui musik. Telah banyak bermunculan kelompok musik atau band yang beraliran punk dengan segala sub dari musik punk itu sendiri seperti Punk Rock, Punk Reggae, Ska Punk, Pop Punk, Techno Punk, Crusty Punk, Post Punk, Metal Punk, Melodic Punk, Hardcore Punk dan masih banyak lainnya. Walupun percampuran yang berbeda dari jenis musik lainnya tapi tetap mengusung ideologi punk yang mereka anut, inilah yang membuat kuat persatuan para punkers walaupun dari komunitas punk yang berbeda. Musik punk sendiri lahir dari paham pemberontakan dan anti kemapanan. Mereka membuat aliran musik sendiri sebagai bentuk protes dari kehidupan bermusik yang menjadi mainstream pada masyarakat misalnya, aliran musik rock yang sangat menekankan skill dalam memainkan alat musik. Ini semua dibantah oleh para penganut punk, bermusik dibatasi dengan aturan yang mengurung kebebasan berekspresi. Selain musik, fashion juga menjadi media utama dalam merealisasikan bentuk ideologi komunitas punk. Awalnya mereka memberontak terhadap kaum borjuis yang membanggakan diri dengan fashion dari bentuk kemewahannya. Setiap anggota komunitas punk akrab dengan fashion atau aksesorif dalam kehidupan mereka yang mempunyai ciri tersendiri. Aksesoris yang mereka gunakan menunjukkan arti atau makna berdasarkan orang yang memakainya. “Menurut Budianto ( 2001), tanda-tanda atau simbol-simbol tersebut sangatlah akrab dan melekat pada kehidupan manusia yang penuh makna (meaningfull action ) seperti yang teraktualisasi pada bahasa, religi, seni, sejarah dan ilmu pengetahuan. Bentuk aksesoris bermacam-macam seperti, pierceng, kalung dan rantai,spike, pin atau bros,slayer atau scrub.” Dalam atribut punk, sering dilihat dari pakaian (baju, celana dan jaket kulit), tatto, model rambut dan sepatu. Model baju dan celana yang lusuh identik dengan komunitas ini walaupun masih ada komunitas punk lainnya yang berpakain yang lebih keren. Ini tergantung dari identitas komunitas tersebut. Tatto pada setiap mempunyai arti tersendiri bagi orang yang menggunakan tatto, dan untuk sepatu biasanya memakai sepatu boot. Sesuai dengan pemaparan di atas, ketika individu mempunyai aspek dalam kepribadian mereka seperti pada pemaparan tentang komunitas punk dengan segala cirinya, apa itu karena lingkungan yang membentuk kepribadian atau sebaliknya, apakah individu akan mempertahankan identitas dirinya sebagai individu tunggal? atau individu tetap merasa aman dalam masyarakat sebagai entitas tunggal? Walaupun sulit untuk digeneralisasi, tapi pemahaman bahwa tiap individu dan individu lainnya akan berinteraksi satu sama lain membentuk komunitas untuk keamanan identitasnya dalam konteks tertentu. Jadi, hal ini tidak terlepas pada konsep kepribadian, interaksi sosial, pembentukan kelompok/komunitas sosial dan akhirnya membentuk budaya baru dalam komunitas tersebut. Untuk mengatahui lebih jauh tentang hal ini, akan dianalisis beberapa teori seperti yang sudah dijelaskan pada bagian awal. A. Proses Terbentuknya Komunitas Punk Melalui Penajaman Teori Kepribadian ,Interaksi Sosial Dan Pembentukan Kelompok/ Komunitas Sosial. Ada beberapa macam teori untuk membahas masalah kepribadaian, oleh Charles Cofer ( 1972 , dalam Slamet Santoso ) membagi menjadi empat bagian. Pertama Type Theory, Trait Theory, Psychoanalitic Theory dan Situational Theory. Dalam pembahasan ini lebih mengarah pada poin ke empat yaitu Situational Theory, yang dijelaskan oleh Hartshorne bahwa suatu situasi mempunyai pengaruh yang besar terhadap seorang anak dan memunculkan kepribadian anak tersebut yang terlihat pada tingkah laku yang bersangkutan. Berdasarkan teori tersebut, entitas individu dapat dipelajari pada suatu konteks tertentu, bukan pada konteks secara umum. Dari penjelasan teori kepribadian dan dinamika tingkah laku, dapat dikaitkan dalam kehidupan individu pada anggota komunitas punk sebelum dia masuk sebagi anggota komunitas. Dalam suatu situasi/lingkungan di mana individu berada akan mempengaruhi kepribadian mereka. Dalam hal ini telah dijelaskan sebelumnya awal mula munculnya ideologi punk karena ketidak puasaan hati dari individu terhadap ketidakadilan suatu kelompok yang berkuasa menindas rakyat secara semena-mena dari segala aspek kehidupan, baik ekonomi, politik, sosial bahkan agama. Ketika psikologi individu diperhadapkan dengan hal yang tidak berkenang dengan norma atau aturan sebenarnya maka akan menimbulkan kepribadian pemberontak dari kelompok yang berkuasa. Dilihat dari segi tingkah laku sosial, kepribadian individu yang menganut paham pemberontakan dan anti kemapanan mempunyai dinamika tingkah laku yang membuat tingkah laku menjadi suatu interaksi sosial yang berkualitas. Dalam dinamika ini, terdapat motive yang menjadi dorongan dan tujuan. Dorongan itu berupa keadaan tidak stabil dalam suatu lingkungan atau negara kepada masyarakat minoritas atau individu dalam hal ini kaum terpinggir, masyarakat kecil, para pekerja, buruh, pelajar dan kaum cendikiawan, dengan lingkunagn lingkungan yang seperti ini bisa mengkonstruk kepribadian dalam individu sebagai seorang pemberontak dan anti kemapanan. Sehingga membuat mereka yang tertindas ingin melawan dan keluar dari ketidakadilan yang mempunyai tujuan kebebasan dari segala hal yang menekan. Seperti contoh yang sudah dipaparkan, masyarakat inggris memberontak ketidak adilan dari pemerintahan inggris dan menuduh sistem monarkilah yang membuat kehidupan mereka tertindas. Pada masa sekarang pemberontakan ini masih berlangsung di berbagai negara. Tiap individu beraksi karena lingkungan yang mereka tempati membentuk suatu kepribadian yang ingin lepas dari keterikatan kesewenang-wenangan. Hal ini bisa dijumpai pada segala aspek kehidupan, salah satu contohnya musik. Tiap individu ingin lepas dari keterikatan aturan baku dalam bermusik yang menekankan skill dalam bermain. Bagi mereka musik adalah ekspresi perasaan dan tidak diatur oleh siapa pun, juga terdapat berbagai lirik lagu dalam musik punk dari yang bersifat provokatif untuk menanggapi ketidak adilan. Motive memiliki dorongan dan tujuan, tapi ketika tujuan tidak terwujud akan timbul frustasi atau kekecewaan. Sudah jelas yang mana dorongan dan tujuan dari individu yang merupakan cikal-bakal dari komunitas punk. Ketika tujuan dari dorongan yang dijelaskan tidak tercapai maka kekecewaan atau frustasi akan muncul pada diri tiap individu. Menurut David Kreach dan Richard S. Crutchfield (dalam Slamet Santoso) penyebab kekecewaan yang ringan akan menimbulkan tingkah laku biasa, penyebab sumber frustasi yang berat menimbulkan tingkah laku yang serius. Dalam bahasan ini, frustasi yang berat merupakan sebab dari munculnya tingkah laku serius tiap individu di mana frustasi itu adalah bentuk kekecewaan dari sistem pemerintahan atau kelompok yang berkuasa dan berlaku tidak adil sehingga individu yang merasa terjajah tidak memperoleh kehidupan yang layak akhirnya muncul tingkah laku yang serius seperti pemberontakan kepada kelompok yang berkuasa. Kemudian, dari kekecewaan dapat menata anggapan dalam masalah, dalam artian kegagalan dalam mencapai tujuan merupakan masalah bagi individu, cara mengatasinya tergantung dari kemampuan individu dalam menganalisis kegagalan tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk tingkah laku. Kegagalan dalam memperoleh kebebasan dari kelompok yang berkuasa mendorong tiap individu untuk lebih menambah intensitas pergerakan pemberontakan atau mencari jalan lain tapi tetap dalam koridor memberontak. Terakhir dari akibat kekecewaan adalah penggantian tujuan, di mana individu sebagai entitas pemberontak mengganti tujuan yang berbeda dari tujuan semula. Tapi, pada bagian terakhir ini cikal-bakal dari komunitas punk yang tetap memengang ideologi pemberontakan dan anti kemapanan tidak pernah mundur dari tujuan semula. Dalam kepribadian dan aktualisasinya tidak bisa lepas dari interaksi sosial yang merupakan cara dari individu untuk memelihara aspek dari kepribadian yang sama dengan individu yang lainnya sebagai jalan untuk keamanan identitas diri. Dasar dari interaksi sosial bisa didapatkan pada imitasi individu terhadap individu lain dalam komunitas punk, sugesti juga berperan penting dalam proses interaksi sosial dimana entitas individu tersugesti untuk ikut bergabung dalam komunitas sosial ketika komunitas tersebut menurutnya bisa menjanjikan rasa aman untuk individu lainnya. Identifikasi juga mempunyai peranan sebagai dasar dari interaksi sosial karena menurut Freud setiap individu mempunyai nafsu untuk menempatkan diri pada situasi tertentu agar individu yang bersangkutan mempunyai tingkah laku yang sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Rasa simpati sangat terasa dalam proses interaksi sosial yang mana individu sebagai manusia yang mempunyai rasa akan simpati terhadap keadaan individu lain yang merasa kesulitan dengan keadaan hidupnya. Ini lebih ditekankan pada para kaum tertindas oleh pemerintahan yang tidak wajar. Interaksi sosial juga merupakan faktor utama terjadinya pembentukan kepribadian individu sebagai identitas pemberontak karena ketidakpuasan terhadap aturan dan norma yang dijalankan oleh penguasa. Dalam bidang psikologi, Michael Arggle menjelaskan latar belakang interaksi sosial meliputi “wilayah”, dalam suatu wilayah atau territory mempunyai kehidupan menusia yang memungkinkan terjadinya interaksi saling komunikasi, baik untuk komunikasi dalam hal persamaan ideologi dan kominikasi sebagai provokasi untuk pemberontakan. “Penyerangan”, Aggression atau penyerangan sering kali diperhadapkan pada individu atau kelompok, kelompok yang kuat menyerang kelompok yang lemah sehingga mengharuskan individu berinteraksi secara berkelompok. Kemudian membentuk pemberontakan melawan kelompok yang berkuasa. “Tingkah laku jenis kelamin”, keadaan ini kurang berpengaruh dalam satu ideologi kelompok tetapi sebagai manusia pasti mencari pasangan melalui proses interaksi sosial. “Perlindungan”, individu yang lemah dan tidak bisa berdiri sendiri sebagai intetas tunggal dalam pemberontakan akan mencari perlindungan dengan untuk membentuk kekuatan melawan kelompok yang menjadi lawannya dalam hal ini adalah kelompok penguasa. “Tingkah laku kelompok” dalam komunitas punk terdapat kesamaan tingkah laku pada setiap anggotanya sehingga individu yang diluar komunitas tersebut dan mempunyai tingkah laku yang sama akan berinteraksi dengan komunitas itu agar keamanan diri bisa dia rasakan. Kesamaan tingkah laku ini juga sebagai penggerak setiap kelompok untuk membela kelompok atau komunitasnya dari ancamana kelompok lainnya. Setelah dipaparkan tentang kepribadian, tingkah laku dan interaksi sosial. Dapat ditarik garis lurus bahwa dari faktor ini terbentuk suatu komunitas. Suatu kelompok atau komunitas sosial mempunyai ciri-ciri tersendiri yang berbeda dari ciri kelompok pada umumnya karena komunitas ini mempunyai tujuan yang bersifat spesifik di man tujuan tersebut hanya dapat dicapai oleh para anggota kelompok dengan cara yang spesifik pula. Dalam komunitas punk, mereka membentuknya untuk tujuan yang spesifik dalam artian tujuan bersama sebagai anggota kelompok. Komunitas punk dulunya sebagai wadah bagi kaum yang tertindas yang mempunyai tujuan untuk bebas dari keterpurukan. Mereka melakukan pergerakan melalui pemberontakan terhadap sistem pemerintahan atau kelompok penguasa yang bertindak tidak adil terhadap mereka. Di zaman sekarang ini masih terdapat juga pergerakan yang demikian dari komunitas punk. Namun, ditinjau secara umum pada setiap komunitas punk mereka melakukan pemberontakan dengan gaya hidup dan ideologi. “Menurut Muzafer Sherif, ciri –ciri dari kelompok sosial adalah mempunyai dorongan/motive yang sama dari setiap individu dalam hal ini adalah embrio komunitas punk yang terdiri dari beberapa entitas punya tujuan yang sama dari dorongan sebagai individu yang mengusung ideologi punk ( pemberontakan dan anti kemapanan ), ada reaksi dan kecakapan yang berbeda di antara individu yang satu dengan yang lainnyasebagai akibat dari proses interaksi sosial yang terjalin, ini dapat terlihat di setiap komunitas punk para anggotanya mempunyai kecakapan dalam dirinya sebagai seorang punker yang aktualisasinya melalui bakat dan minat yang dikuasai ( musik, rupa, dsb ), ada pembentukan dan penegasan struktur kelompok. Untuk mewakili anggota lainnya dan bentuk kerjasama dengan komunitas punk lain dibutuhkan seorang leader untuk melakukan sosialisasi dalam bentuk apapun, salah satunya workshop sablon dan pengolahan sampah menjadi barang bermanfaat.” Aksi ini bertajuk Anti-Otoritarian atas kerjasama dengan komunitas punk dari Taiwan, Malaysia, Singapore dan Amerika Serikat. Ini dilakukan oleh komunitas punk yang berasal dari Medan yang bekerjasama dengan komunitas punk. Dalam bidang kesenian, komunitas ini sering disebut sebagai seni avantgard yang melampaui era di mana dia berada. Misalnya dalam hal bermusik, melahirkan genre musik baru sebagai bentuk penolakan terhadap musik mainstream di masyarakat. Liriknya bersifat provokatif dan menolak segala bentuk ketidakadilan. Dalam seni rupa, bisa kita liat tatto yang dipakai oleh para punker yang terkadang memenuhi seluruh anggota tubuhnya, dan fashion dalam pandangan masyarakat pakaian yang sering dipakai para punker pada komunitas punk adalah pakaian lusuh walaupun tidak semua komunitas punk menggunakan pakaian seperti itu. Kepribadian para punkers terbentuk ketika mereka sudah bergabung dalam komunitas punk. Dari komunitas punk mereka menemukan jati diri mereka seperti wawancara peneliti dengan beberapa punker yang ditemui. Seperti ogex pemuda berusia 22 tahun yang hampir 7 tahun sudah menjadi seorang punker. Menurut ogex pertama kali dia menjadi punker memang awalnya hanya ikut-ikutan saja, tetapi setelah menjadi seorang punker ogex menemuka jati dirinya. Seperti berikut ini pernyataan dari ogex: “waktu aku masuk ke komunitas punk sebanarnya itu terpengaruh dari lingkungan sih, awalnya aku mau mencari jati diriku. setelah aku masuk ke komunitas aku lebih menemukan jati diriku dari punk ini, karena disini aku bisa jadi diri sendiri. Bebas tapi tetap mengontrol diriku sendirilah.” Begitu juga dengan ilham pemuda berusia 23 tahun menuturkan penyebab dia masuk ke dalam komunitas punk awalnya ilham mengenal punk dari kawan-kawannya, sekitar tahun 2004 ilham menjadi seorang punker. Ilham tertarik dengan punk dari dalam hatinya, seperti wawancara peneliti dengan pemuda yang berusia 23 tahun ini, ilham menuturkan: “aku dari tahun 2004 di komunitas punk. Hal yang menyebabkan aku menjadi punker karena kemauan jiwa aja semua berasal dari hatiku. Aku suka punk semua udah dari hati, udah memang panggilan jiwaku masuk kedalam komunitas punk. Setelah aku masuk ke komunitas punk dan jadi punker aku jadi peduli terhadap sesama melihat kenyataan lebih nyata karena banyak ku lihat masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan”. Sedangkan Basri lelaki berusia 30 tahun yang mengaku suka dan cinta dengan punk tetapi tidak mau menyebut dirinya seorang punker. Basri udah ikut-ikut dan suka dengan punk dari SMP sampai sekarang ia berumur 30 tahun. Jawaban Wawancara bang basri tentang wawancara yang saya lakukan seperti berikut: “aku suka sama punk, aku udah ikut-ikut dari SMP sampai umur ku 30 tahun sekarang ini, karena aku sayang sama punk dan aku suka sama punk, aku gak mau menyebut diriku seorang punker. Yang aku suka dari punk, aku suka kebersamaannya, kalau di punk punk itu susah senang sama-sama. kalau perubahan yang aku rasakan aku bisa jadi diriku yang kusuka bebas mau jadi apa aja, banyak ilmu dan wawasan ku dapat dari punk”. Dari wawancara yang saya lakukan sebagai peneliti, saya dapat mengetahui kepribadian seorang punker dapat juga terbentuk ketika dia berada dalam komunitas punk tersebut, ketika berada dijalan, menjalani kehidupan sehari-hari yang penuh tantangan akan kerasnya kehidupan jalanan kepribadian dari dalam diri itu terbentuk dengan sendirinya, dimana ketika kepribadian itu telah terbentuk menjadi seorang punker memiliki keprbadian yang kuat, mandiri, dan kreatif yang tidak tergantung dengan orang lain. B. Proses Terbentuknya Komunitas Punk Melalui Penajaman Teori Lifestyle/Gaya Hidup. Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lainnya. Pola-pola kehidupan sosial yang khusus seringkali disederhanakan dengan istilah budaya. Sementara itu, gaya hidup tergantung pada bentuk-bentuk kultural, tata krama, cara menggunakan barang-barang, tempat dan waktu tertentu yang merupakan karakteristik suatu kelompok. “Gaya hidup menurut (Kotler, 2002:192) dalam Astry Budiarty, (2011) pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup juga menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu dalam kehidupannya, juga dapat dilihat dari aktivitas sehari-harinya dan minat apa yang menjadi kebutuhan dalam hidupnya”. Gaya hidup punk menimbulkan suatu bentuk kebudayaan sendiri yang berbeda dengan masyarakat umum. Perbedaan ini menjadikan Punk sebuah subkultur dalam masyarakat. Dengan gaya hidup, cara berpakaian, aliran musik, ideologi dan berbagai hal lainnya yang berbeda dari masyarakat umum semakin menguatkan eksistensi subkultur Punk dalam Masyarakat. Gaya berpakaiannya yang sangat khas menjadi suatu ciri tersendiri dari budaya Punk. Dengan menggunakan apa saja yang ingin digunakan dalam berpakaian bahkan yang tidak lazim seperti penggunaan rantai, peniti, dan barang-barang lainnya yang bagi masyarakat umum tidak lazim digunakan dalam berpakaian. Penggunaan make up oleh pria dan berbagai hal lain dalam berpenampilan menjadikan budaya Punk benar-benar ingin berbeda dari masyarakat umum yang pada saat munculnya punk, adalah masyarakat yang memuja kemapanan. Gaya Punk ini merupakan hasil dari kebudayaan negara barat yang ternyata telah diterima dan diterapkan dalam kehidupan oleh sebagian anak-anak remaja di Indonesia, dan telah menyebabkan budaya nenek moyang terkikis dengan nilai-nilai yang negatif. Gaya hidup Punk mempunyai sisi negatif dari masyarakat karena tampilan anak Punk yang cenderung menyeramkan seringkali dikaitkan dengan perilaku anarkis, brutal, bikin onar, dan bertindak sesuai keinginannya sendiri mengakibatkan pandangan masyarakat akan anak Punk adalah perusak, karena mereka bergaya mempunyai gaya yang aneh dan seringnya berkumpul di malam hari menimbulkan dugaan bahwa mereka mungkin juga suka mabuk-mabukan, sex bebas dan pengguna narkoba. Awalnya pembentukan komunitas Punk tersebut terdapat prinsip dan aturan yang dibuat dan tidak ada satu orang pun yang menjadi pemimpin karena prinsip mereka adalah kebersamaan atau persamaan hak diantara anggotanya. Dengan kata lain, Punk berusaha menyamakan status yang ada sehingga tidak ada yang bisa mengekang mereka. Sebenarnya anak Punk adalah bebas tetapi bertanggung jawab. Artinya mereka juga berani bertanggung jawab secara pribadi atas apa yang telah dilakukannya. Karena aliran dan gaya hidup yang dijalani para Punkers memang sangat aneh, maka pandangan miring dari masyarakat selalu ditujukan pada mereka. Padahal banyak diantara Punkers yang mempunyai kepedulian sosial. Komunitas anak Punk mempunyai aturan sendiri yang menegaskan untuk tidak terlibat tawuran, tidak saja dalam segi musikalitas saja, tetapi juga pada aspek kehidupan lainnya. Dan juga komunitas anak Punk mempunyai landasan etika ”kita dapat melakukan sendiri”. Gaya hidup tersebut berlandaskan pada ideologi kebebasan yang mereka anut. Namun bukan bebas dalam arti sebebas-bebasnya, tetapi masih dalam batas tertentu menurut standar mereka yang dianggap tidak sampai merugikan orang lain. Gaya hidup yang diperlihatkan komunitas adalah sikap kebebasan, gaya hidup dijalanan,dengan segala pengaruhnya. Tidak terlihat orientasi ke depan, dimana semua hal dilakukan dan dijalani pada masa sekarang. Semua hal dibiarkan mengalir apa adanya. Begitu pula dalam memandang dan menyikapi hidup. Namun dalam kesemua hal terkait gaya hidup dan pandangan hidup komunitas punk, banyak terjadi suatu paradoksitas, dimana kesemuanya dapat dipahami sebagai bagian dari era post-modernisme. Wawancara saya sebagai peneliti dengan beberapa punkers yang saya temui mengenai pandangan mereka tentang punk sebagai Lifestyle/Gaya Hidup. Menurut ogex mengenai punk Lifestyle/Gaya Hidup atau sebenarnya punk itu bukan Lifestyle/Gaya.berikut ini adalah pernyataan dari Ogex tentang gaya hidup seorang Punkers: “punk itu sebenarnya bukan gaya hidup, Cuma karena banyak yang menjadikannya sebagai trend. Ya mungkin dari situ juga dijadikan gaya hidup bagi sebagian orang. Punk ini enggak harus bergaya-gaya kayak gitu kalok memang jati dirinya punk ya enggak perlu ikutikut gaya.” Berbeda dengan pendapat Aam, Aam seorang punker berusia 25 tahun telah masuk ke komunitas punk dari tahun 2010. Aam menuturkan pendapatnya tentang punk Lifestyle/Gaya Hidup atau bukan Lifestyle/Gaya Hidup seperti berikut ini: “aku jadi punker karena keyakinan sendiri,pertama dari musik yang kedua mungkin karena jati diri ku udah disini. punk itu menurut ku juga gaya hidup tapi tergantung mereka yang ada di dalam komunitas punk itu, ada yang menjadikan punk itu gaya hidup ada juga yang tidak menjadikan punk itu gaya hidup” Sedangkan Tulank berpendapat tentang punk yang dijadikan Lifestyle/Gaya Hidup bagi sebagian pemuda yang bergabung dalam komunitas punk. Menurut tulank: “Menurut ku punk bisa dibilang gaya hidup dan life style oke lah, tapi yang paling utama itu adalah pola pikir, pola pikir kita sebagai manusia yang berada ditengahtengah masyarakat yang memposisikan dirinya. Punk itu kritis, perlawanan, kemandirian dan kebebasan tapi juga tau batas gak asal bebas-bebas aja nanti dihantam orang pula kita.” Hasil penelitian dan wawancara yang saya lakukan tentang punk yang dijadikan Lifestyle/Gaya Hidup bagi sebagian remaja yang menjadi seorang punker bahwasanya punk itu bukan hanya sekedar Lifestyle/Gaya Hidup tapi juga pola pikir yang telah ada didalam diri para punkers. Banyak para punkers yang tidak bergaya seperti ala punker pada umumnya, yang sering memakai tatto, rambut mowhak atau segala macam atribut yang sering dipakai para punker, tapi mereka tetap seorang punker. Punker sejati adalah punkers yang berasal dari dalam jiwa yang mencintai kehidupan dan menjadikan punk itu segagai ideologi dalam hidupnya yang memegang teguh motto do it your self yang artinya mengerjakan semuanya sendiri dalam artian mandiri atau kebebasan, tapi lebih luas ke arti memiliki kebebasan dalam berpelilaku tapi memiliki tanggung jawab. C. Proses Terbentuknya Komunitas Punk Melalui Penajaman Teori Interaksionisme Simbolik Simbol merupakan esensi dari teori interaksionosme simbolik. Teori ini menekankan pada hubungan antara simbol dan interaksi. Teori interaksi simbolik merupakan sebuah kerangka referensi untuk memahami bagaimana manusia bersama dengan manusia lainnya menciptakan dunia simbolik, bagaimana dunia ini dan bagaimana nantinya simbol tersebut membentuk perilaku manusia. Teori ini juga membentuk sebuah jembatan antara teori yang berfokus pada individu dan teori yang berfokus pada kekuatan sosial. Menurut La Rosa dan Donald C. Reitzes ada tiga tema besar dalam teori ini yaitu pentingnya makna bagi perilaku manusia, pentingnnya konsep mengenai diri, hubungan individu dan masyarakat. Yang pertama, makna pada teori interaksi simbolik berpegang bahwa individu membentuk makna melalui proses komunikasi karena makna tidak bersifat intrinsik terhadap apapun. Dibutuhkan konstruksi interpretif di antara individu untuk menciptakan makna. Tema kedua yang menjadi asumsi utama dari interaksi simbolik berfokus pada pentingnya konsep diri (self concept). Konsep ini merujuk pada seperangkat persepsi yang relatif stabil yang dipercaya orang mengenai dirinya sendiri. Ada dua asumsi tambahan dalam tema kedua ini. Pertama, individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain dan yang kedua, konsep diri memberikan motif yang penting untuk perilaku. Tema yang terakhir berkaitan dengan hubungan antara kebebasan individu dan batasan sosial. Mead dan Blumer mengambil posisi di tengah untuk pernyataan ini. Mereka mencoba untuk menjelaskan baik mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsinya adalah pertama, orang dan kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial. Kedua, struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial. Blumer mengemukakan tiga prinsip dasar interaksionisme simbolik yang berhubungan dengan meaning, language dan thought. Premis ini kemudian mengarah pada kesimpulan tentang pembentukan diri seseorang (person self’s) dan sosialisasinya dalam komunitas yang lebih besar. Sehubungan dengan pemaparan teori di atas, terdapat banyak fenomena dalam lingkungan sosial sehari – hari yang yang ditemui. Baik dalam lingkup yang terkecil sampai lingkup yang besar. Salah satu contohnya dalam bidang seni. Karya seni yang dihasilkan oleh para kreator merupakan hasil dari aktif – kreatif sebagai manusia yang berupa simbol dan memberikan stimulus terhadap individu atau masyarakat yang melihat, menimbulkan respon dan menghasilkan sebuah interpretasi terhadap simbol karya seni. Hal – hal seperti ini sering ditemui dalam seni pertunjukan. Baik itu pertunjukan musik, teater dan tari. Dalam seni pertunjukan seperti ini akan timbul interaksi simbolik antara pencipta dan penonton dimana titik temunya berada pada simbol dari karya seni. Fenomena yang menarik pada teori interkasi simbolik adalah pertunjukan musik punk. Punk sendiri merupakan sebuah ideologi pada suatu komunitas, dimana komunitas ini melakukan kritik sosial terhadap keadaan sosial yang menurut mereka tidak relevan dengan kondisi masyarakat sekitar. Ini juga terjadi pada awal mula musik punk, dimana pemberontakan dalam musik rock yang lebih mengutamakan skill sehingga muncul aliran musik punk yang bernuansa distorsi baik dari musik maupun dari lirik – liriknya yang mengandung kritik sosial dan tidak mengutamakan lagi tentang skill pemain. Dalam pertunjukan musik punk, terdapat banyak atribut mengenai punk diantaranya musik, model rambut, fashion, piercing, tatto dan respon emosi musikal ketika mendengar musik punk dimana respon ini sering disebut dengan gaya chaos. Beberapa yang saya sebutkan ini adalah interaksi simbolik pada pertunjukan musik punk. Semiotika mempercayai segala hal yang ada di dunia ini mempunyai makna, tak terkecuali fashion punk. Zoest dalam bukunya Semiotika (1993) mengatakan bahwa simbol dalam musik sangat jelas keberadaannya. Pengenalan jenis, sejarah dan gaya tergantung pada unsur-unsur simbolis dalam tanda komplek, yakni karya musik. Dengan demikian, penggunaan asesoris fashion pada pemusik termasuk dalam simbolitas musik karena berhubungan erat dengan gaya hidup dan sejarahnya. Analisis makna dari setiap item atribut dalam fashion punk yang sering digunakan para punker pada keseharian atau punk ketika acara-acara musik punk terlaksana: 1. Jaket(kulit/jeans) Jaket adalah lambang kebebasan. Karena di jaket para punkers bisa bebas berekspresi dan berseni. misalnya dengan Mengecatnya, dipasangin Spike, dipasangin emblem. Di emblem juga punker bisa melakukan perlawanan dengan cara memasang emblem yang berisi propaganda dan kata-kata yang menyindir sistem pemerintahan. jadi bukan cuma untuk fashion. 2. Rambut Mowhak Gaya rambut yang dibuat berbentuk seperti mendongak keatas ini merupakan adaptasi dari gaya suku Indian kuno yang pada waktu itu bernama Mohican. Dengan posisi yang seperti menunjuk ke atas, dan rambut yang dibuat kaku sehingga tidak mudah layu memiliki makna sebuah perlawanan akan takdir Tuhan YME(Yang Maha Esa). Punkers merupakan gambaran kaum tertindas yang tidak terima dengan posisi mereka di masyarakat. Punk menganggap strata mereka adalah “takdir” yang dapat dilawan dan mereka mampu mengatasi takdir itu dengan bermusik. 3. Jeans Ketat Sobek Jeans ketat bermakna sebuah himpitan dasyat dari lingkungan terhadap mereka. Sobekan yang biasa terdapat pada bagian lutut dan paha melambangkan sebuah simbol tentang kemerdekaan gerak dan ide para punk. 4. Rantai Menyimbolkan sebuah kesatuan yang utuh diantara para komunitas punk. Faktanya, kesatuan punk memang terkenal sangat solid, sering kali mereka terlihat secara bergerombol, berbagi rejeki dan tempat tidur secara bersama, bahkan diantara komunitas punk tidak ada diskriminasi berdasarkan SARA atau secara ekonomi. 5. Piercing/tindik Menyimbolkan kekuasaan atas tubuh, perlawanan terhadap penderitaan/rasa sakit dan mengontrol tubuhnya sendiri. 6. Eye Shadow Menyimbolkan cara pandang punk yang suram terhadap sekitarnya. Bagi punk, masa depan terlihat sangat suram dan kurang menjanjikan, seakan-akan mereka siap untuk menjadi kalangan terbawah sampai akhir hidup mereka. 7. Sepatu Docmart/boots Sepatu yang biasa dipakai disegala medan ini menyimbolkan bahwa Punkers akan siap menghadapi rintangan apapun termasuk hukum dan kesulitan ekonomi. 8. emblem dan pin Emblem adalah kain bekas yang dirapikan kembali untuk disablon. Ukuran emblem beragam, bisa 5 cm x 8 cm, 10 cm x 15 cm maupun yang lebih besar 20 cm x 25 cm. Emblem dan pin bergambar band-band punk atau tulisan-tulisan bertema sosial. Aksesoris punk banyak digunakan oleh para remaja untuk menutupi identitas dirinya sendiri, dengan memakai asesoris punk, mereka membohongi publik dengan menyatakan diri sebagai punker, padahal remaja yang menggunakan fashion punk belum tentu memahami ideologi punk. Bagi para imitator punk (sebutan bagi orang yang suka berdandan ala punk, namun tidak menjadi bagian dari komunitas punk), memakai asesoris punk tidak lebih dari lifestyle fashion, atau sebagai adaptasi visual semata. Dengan berdandan seperti punk mereka percaya kalau sedang mengikuti tren atau “necis” yang dilakukan imitator punk adalah sedang memakai “sign” kemudian memaknai secara lain. Fashion punk tentunya tidak mengikuti pemahaman dari motto “D.I.Y (Do It Yourself)” sebagai inti dari ideologi punk yang anti sosial, fashion punk atau disebut juga imitator punk hanya memahami punk sebagai trend fashion saja. Mereka tidak mengadaptasi ideologi, namun hanya “punk sebagai tampilan”, atau dalam bahasa semiotika stuktural Sausure terdapat istilah “Form” dan “Content”. Form adalah tampilan sedang content adalah ideologi yang ada di dalamnya. Dengan kata lain fashion punk imitator hanya mengadaptasi “form” bukan “content”nya. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dalam proses pembentukan suatu komunitas atau kelompok sosial khususnya komunitas punk memang tidak terlepas dari aspek individu sebagai identitas yang mempunyai kepribadian, tingkah laku, berinteraksi dan menjalani proses pembentukan komunitas. Hal ini dipertajam dengan menganalisis menggunakan beberapa teori Psikologi-Sosial. Yang akhirnya memperkuat hipotesis bahwa komunitas punk sebagai representasi konstruk psikologi sosial. Dalam komunitas punk terdapat banyak individu yang mempunyai tujuan yang sama. Yang pada awalnya mereka tidak akan bisa berdiri sendiri dengan ideologi mereka akhirnya membentuk komunitas sebagai wadah dari ideologi yang mereka bawa. Dalam komunitas punk, segala bentuk pemberontakan terdapat di dalamnya baik secara frontal maupun dengan jalan damai. Dari segala aspek kehidupan bisa kita lihat, dari kesenian sendiri dapat terlihat jelas dari segi musik, rupa dan fashion. Masyarakat pada umumnya melihat negatif tentang komunitas ini, punk sebagai ideologi yang disalah pahami. Tapi pada kenyataannya komunitas ini masih berbaur di masyarakat dan memiliki rasa sosial yang tinggi dibuktikan dengan kegiatan sosial yang mereka laksanakan. Mereka melakukan segala sesuatu dengan berdasar pada kemampuannya atau lebih dikenal dengan istilah DIY ( Do It Your Self ). Komunitas punk tidak terlepas dari individu dan individu membutuhkan wadah atau komunitas sebagai tempat perlindungan, aktualisasi diri dan pengembangan 71 bakat/minat mereka sebagai punker sejati. a Dalam pertunjukan musik punk terjadi interaksi simbolik antara sang kreator atau pencipta dengan penonton dari komunitas punk sendiri dan penonton masyarakat lainnya. Secara tema besar dalam teori ini tentang pentingnya makna bagi perilaku manusia, pentingnya konsep mengenai diri dan hubungan antara individu dan masyarakat melahirkan dua persepsi yang berbeda. Komunitas punk sebagai penonton memberikan respon positif terhadap simbol – simbol pada pertunjukan musik punk, karena di sinilah mereka mengkonfirmasikan konsep diri dan kebebasan individu mereka pada kelompok individu lain yang memiliki ideologi yang sama. Sebagai kreator, sang seniman melalui proses aktif – kreatif menciptakan suatu karya seni berlandaskan ideologi punk dan menyajikannya kepada penonton sebagai simbol ekspresi terhadap realitas sosial yang terjadi. Pertunjukan ini juga merupakan pemberontakan terhadap batasan – batasan sosial yang mereka lalui dalam kehidupan sehari – hari. Pada masyarakat penonton lain, pertunjukan musik seperti ini hanya sebagai hiburan untuk pemenuhan kebutuhan pikologis mereka. Namun di sini tetap terjadi proses pemaknaan terhadap pertunjukan itu. Makna yang muncul terkadang negatif karena dipengaruhi oleh subjektifitas budaya yang mereka pahami. Mereka tidak mengetahui tentang punk itu sendiri, ideologi yang dianut oleh komunitas punk. Budaya yang menjadi kacamata pemaknaan menimbulkan persepsi negatif tentang musik dan gaya hidup komunitas punk. Ini juga didasari karena sebagian dari pertunjukan musik punk berakhir dengan kericuhan. Sehingga konsep interaksi simbolik yang mereka pahami mengenai makna, konsep diri, kebebasan individu dan batasan sosial hidup komunitas punk. Perbedaan nilai yang ada antara subkultur punk dengan masyarakat umum yang berbudaya arus utama seharusnya dapat lebih diterima sebagai bentuk budaya yang dilihat secara holistik. Dengan itu maka nilai punk yang berbeda dapat dipahami oleh masyarakat tanpa menimbulkan konflik. Dalam hal ini kita harus dapat menghargai budaya Punk namun kita juga harus menghargai budaya yang berkembang dalam masyarakat luas. Media juga harus dapat menghargai perbedaan tersebut tanpa membuat pemberitaan yang dapat memunculkan prasangka dan stereotip terhadap punk dalam masyarakat. Kita harus bisa meminimalisir konflik yang dapat terjadi antara masyarakat umum dan masyarakat Punk. Masing-masing kebudayaan harus arif dalam memandang kebudayaan lainnya. punk Medan tidak hanya berbuat anarki saja. Di balik keanehan mereka, dapat kita ambil pelajaran bahwa untuk hidup memang harus belajar mandiri tanpa mengandalkan relasi ataupun yang lainnya. Do it yourself! 5.2. Saran jangan melihat bahwa subkultur punk itu selalu identik dengan keanarkisan dilihat dari segi positifnya bahwa kekeluargaan atau persaudaraan untuk menjaga keutuhan kelompoknya sangat baik untuk kita tiru demi menjaga perdamaian diantara kita semua. Diharapkan agar setiap anggota komunitas punk Titi Kuning Lebih aktif dalam mencari/menggali informasi dan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan budaya pun k. Agar tidak menjadi seorang anggota komunitas yang hanya sekedar ikut-ikutan saja, namun memiliki pengetauan dan semangat yang tinggi sesuai dengan budaya dan semangat pemberontakan punk yang murni. Sehingga setiap anggota dapat memajukan dan mengembangkan komunitasnya sesuai dengan cita-cita dan tujuan dari punk itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Abu Ahmadi, H. 2003. Ilmu Sosial Dasar.Jakarta : PT. RinekaCipta. Asri, Gifran Muhammad, 2007. PotretPositif Punk Bandung. Biro pusatstatistik 1990 Kotamadya Medan dalamAngka. Medan: Biro PusatStatistik. Daldjoeni, N. (1982). Seluk Beluk Masyarakat Kota.(PuspaRagamSosiologoi Bandung. Alumni. Kota). Ghufran, M. 2007. Ironi Pembangunan. Jawa Timur: PT. Perca. Herimanto, Dkk. 2008.Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar. Jakarta: PT. BumiAksara . Julister Gumanto,2012.Identitas Diri Komunitas Punk Medan Amplas Dalam Fenomenologi, Universitas Sumatera Utara. Pespektif Machan, R. Tibor, 2006. Kebebasan dan Kebudayaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Marzali, Amri, (2005). Antropologi Dan Pembangunan Indonesia.Jakarta: Kencana. Moleong L. (1994). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. S. Menno Dan BustmiAlwi, (1994). Antropologi Perkotaan. Jakarta : PT. Raja Persada. Grafindo Santoso, Slamet, 2010. Teori-teori psikologi sosial, Bandung: PT. Refika Aditama. Sarwono, W.Sarlito. 2011. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Schlehe Judith dan Made Pande, 2006. Budaya Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Barat Dalam Kacamata Timur. Shadily, Hasan.1993. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia.Jakarta : PT. Cipta. Rineka Sirait, Markus Bona Tangkas, 2010.Deskripsi Musik dan Gaya Hidup Komunitas Street Punk, Universitas Sumatera Utara. Sumber Internet: http://beritasore.com/2012/01/12/warga-prihatin-kumpulan-anak-punk-di-medan http://id.berita.yahoo.com/anak-punk-bikin-resah-warga-medan-141410899.html http://www.theglobejournal.com/sosial/anak-punk-di-medan-kembali-resahkanmasyarakat/index.php www.punkmagazine.com/ www.rollingstone.co.id/ http://www.PROHABA.co. anak punk resahkan pedagang aksara.html Lampiran 1 TRANSKIP WAWANCARA Nama Narasumber/Informan : Yoga (Ogex) Usia : 22 Tahun Wawancara: Peneliti : Hallo bang, nama abang siapa? Informan : Ogex, nama asli ku Yoga Peneliti : Abang masuk ke dalam komunitas dari tahun berapa? Informan : aku enggak tau dari tahun berapa, enggak lama-lamalah. Baru-baru juga sekitar 7 tahun. Peneliti : Apa yang yang menyebabkan abang menjadi seorang punker? Informan : itu lingkungan sih sebenarnya, awalnya aku mau mencari jati diri. Peneliti : Menurut abang apakah punk itu gaya hidup/ Life style? Informan : punk itu sebenarnya bukan gaya hidup, Cuma karena banyak yang menjadikannya sebagai trend. Ya mungkin dari situ juga dijadikan gaya hidup bagi sebagian orang. Punk ini enggak harus bergaya-gaya kayak gitu kalok memang jati dirinya punk ya enggak perlu ikut-ikut gaya. Peneliti : Bagaimana pendapat abang tentang masyarakat yang memandang punk dengan sebelah mata atau dengan kata lain mereka memandang punk itu buruk? Informan : karena mata mereka Cuma satu, mereka melihat kami hanya satu sisi dengan penampilan kami yang urakan mereka hanya memandang penampilan kami, padahal banyak kegiatan positif yang kami lakukan. Peneliti : apa saran abang untuk masyarakat yang memandang para punker hanya dengan sebelah mata/ menganggap punker buruk? Informan : ya mudah-mudahan mereka membuka matanya tidak memandang kami hanya dengan satu mata karena mereka tidak mengetahui kami sebenarnya. Peneliti : kegiatan apa saja yang dilakukan ketika berada didalam komunitas punk? Informan : banyak kegitan yang kami lakukan kami punya kebebasan kami bisa kerja, ngamen, kami juga melakukan kegiatan positif kayak menanam pohon, diskusi, kani buad gigs acara band pakai dana kami sendiri di acara itu kami buat bukan hanya sekedar acara musik tapi juga ada acara makan bersama, asblon gratis, bedah buku banyak lagi lah. Peneliti : bagaimana pandangan keluarga dan orang-orang yang ada di lingkungan abang ketika melihat abang masuk komunitas punk? Informan : kalau keluarga sih awalnya pasti marahlah karena mereka belum tau awalnya, yah tentangga pun pastinya agak risih ngeliatnya tapi ya aku cuek ajalah. Peneliti : apa yang membuat abang tertarik masuk ke dalam komunitas punk? Informan : yang membuat tertarik ya talilah hahaha. Sebernya itu enggak bisa ku jawab karena itu dari dalam diri ku sendiri, hanya aku yang tau. Peneliti : perubahan apa yang dirasakan setelah menjadi anggota dari komunitas punk? Informan : aku lebih menemukan jati diri dari punk ini, karena disini aku bisa jadi diri sendiri. Peneliti : bagaimana menyikapi pandangan negatif masyarakat terhadap diri abang dan komunitas punk? Informan : kita cuek ajalah selagi kita enggak ganggu mereka ngapain mereka ganggu kita. Simpel kan. Peneliti : seberapa eksiskah komunitas punk yang ada terutama komunitas didaerah titi kuning? Informan : sebenarnya aku enggak sukak eksis-eksis kek gitu ya aku Cuma berkarya. Nama Narasumber/Informan : Ebot (Ilham) Usia : 23 Tahun Wawancara: Peneliti : Hallo bang, nama abang siapa? Informan : Ebot, nama asli ku ilham Peneliti : Abang masuk ke dalam komunitas dari tahun berapa? Informan : aku dari tahun 2004 di komunitas punk. Peneliti : Apa yang yang menyebabkan abang menjadi seorang punker? Informan : kemauan jiwa aja semua berasal dari hatiku. Peneliti : Menurut abang apakah punk itu gaya hidup/ Life style? Informan : punk itu sebenarnya bukan gaya hidup,punk itu harus dijiwai bukan Cuma gaya-gaya aja. Peneliti : Bagaimana pendapat abang tentang masyarakat yang memandang punk dengan sebelah mata atau dengan kata lain mereka memandang punk itu buruk? Informan : masyarakat itu salah, kita lihat aja di media massa lebih banyak masyarakat biasa yang membuat kriminal dari pada punker, kita bisa lihat yang mana lebih banyak membuat kriminal masyarakat biasa atau para punker . Peneliti : apa saran abang untuk masyarakat yang memandang para punker hanya dengan sebelah mata/ menganggap punker buruk? Informan : ya mudah-mudahan mereka membuka matanya tidak memandang kami hanya dengan satu mata karena mereka tidak mengetahui kami sebenarnya. Peneliti : kegiatan apa saja yang dilakukan ketika berada didalam komunitas punk? Informan : berkarya,ngeband,ya berusaha lah untuk berdiri sendiri tanpa tergantung dari orang lain. Peneliti : bagaimana pandangan keluarga dan orang-orang yang ada di lingkungan abang ketika melihat abang masuk komunitas punk? Informan : positif-positif aja selama aku enggak menyusahkan mereka. Peneliti : apa yang membuat abang tertarik masuk ke dalam komunitas punk? Informan : semua udah dari hati, udah memang panggilan jiwaku masuk kedalam komunitas punk. Peneliti : perubahan apa yang dirasakan setelah menjadi anggota dari komunitas punk? Informan : aku jadi peduli terhadap sesama melihat kenyataan lebih nyata karena banyak kulihat masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan. Peneliti : bagaimana menyikapi pandangan negatif masyarakat terhadap diri abang dan komunitas punk? Informan : kita cuek ajalah apa yang dipandang masyarakat biarkan aja mereka memandang seperti itu yang penting kita enggak seburuk yang mereka lihat. Peneliti : seberapa eksiskah komunitas punk yang ada terutama komunitas didaerah titi kuning? Informan : eksistensi kita enggak tau lah karena kita semua setara dan sama rata mungkin mereka yang lain memandang kita eksis dan terkenal. Nama Narasumber/Informan : Basri Aji Syahputra Ritonga (Batok) Usia : 30 Tahun Wawancara: Peneliti : Hallo bang, nama abang siapa? Informan : Batok, nama asli ku Basri Peneliti : Abang masuk ke dalam komunitas dari tahun berapa? Informan : aku suka sama punk, aku udah ikut-ikut dari SMP sampai umur ku 30 tahun sekarang ini. Peneliti : Apa yang yang menyebabkan abang menjadi seorang punker? Informan : karena aku sayang sama punk dan aku suka sama punk, aku gak mau menyebut diriku seorang punker. Peneliti : Menurut abang apakah punk itu gaya hidup/ Life style? Informan :kalau menurut aku sendiri punk itu bukan gaya hidup tapi bergaya juga bisa.ya tapi sebenarnya bukan gaya hidup. Peneliti : Bagaimana pendapat abang tentang masyarakat yang memandang punk dengan sebelah mata atau dengan kata lain mereka memandang punk itu buruk? Informan : bebas masyarakat mau menggap apa karena mereka Cuma melihat kami yang buruk-buruknya aja, tapi kalau mau duduk sam-sama kami para punker mereka akan tau bagaimana kami. Peneliti : apa saran abang untuk masyarakat yang memandang para punker hanya dengan sebelah mata/ menganggap punker buruk? Informan : boleh menilai asal dia duduk bersama kami lihat kami dalam kehidupan nyata jangan menilai kami dari isu-isu yang berkembang di masyarakat. Peneliti : kegiatan apa saja yang dilakukan ketika berada didalam komunitas punk? Informan : banyak kegitan yang kami lakukan, kami buat acara belajar bersama, kami tanam pohon-pohon dan kami buat kontrakan tempat tinggal buat anak-anak punk. Peneliti : bagaimana pandangan keluarga dan orang-orang yang ada di lingkungan abang ketika melihat abang masuk komunitas punk? Informan : karena aku bergaya biasa-biasa aja jadi orang lain ngeliat aku ya biasa-biasa aja. Peneliti : apa yang membuat abang tertarik masuk ke dalam komunitas punk? Informan : aku suka kebersamaannya,kalau di punk punk itu susah senang sama-sama. Peneliti : perubahan apa yang dirasakan setelah menjadi anggota dari komunitas punk? Informan : kalau perubahan aku bisa jadi diriku yang kusuka bebas mau jadi apa aja. Peneliti : bagaimana menyikapi pandangan negatif masyarakat terhadap diri abang dan komunitas punk? Informan : kami welcome.terserah mereka mau melihat kami dan menilai kami seperti apa, yang pasti kalau memang kita manusia dia mau menilai harusnya dilihat dulu jangan hanya menilai tanpa melihat kenyataan sebenarnya. Peneliti : seberapa eksiskah komunitas punk yang ada terutama komunitas didaerah titi kuning? Informan : ya komunitas punk di Titi kuning ini sudah cukup eksis dari hasil karyakarya mereka dan acara-acara positif yang banyak dibuat. Nama Narasumber/Informan : Aam Usia : 25 Tahun Wawancara: Peneliti : Hallo bang, nama abang siapa? Informan : Aam, nama asli ku ya Aam aja Peneliti : Abang masuk ke dalam komunitas dari tahun berapa? Informan : aku masuk komunitas punk dari tahun 2010. Peneliti : Apa yang yang menyebabkan abang menjadi seorang punker? Informan : karena keyakinan sendiri,pertama dari musik yang kedua mungkin karena jati diri ku udah disini. Peneliti : Menurut abang apakah punk itu gaya hidup/ Life style? Informan : punk itu menurut ku juga gaya hidup tapi tergantung mereka yang ada di dalam komunitas punk itu. Peneliti : Bagaimana pendapat abang tentang masyarakat yang memandang punk dengan sebelah mata atau dengan kata lain mereka memandang punk itu buruk? Informan : masyarakat yang memandang kami hanya dengan sebelah mata itu masyarakat yang bodoh, seharunya mereka juga melihat bagaimana sebenarnya kehidupan anak punk. Peneliti : apa saran abang untuk masyarakat yang memandang para punker hanya dengan sebelah mata/ menganggap punker buruk? Informan : ya jangan pandang kami dengan sebelah mata ajalah, jangan liat dari luar aja lihat hatinya. Peneliti : kegiatan apa saja yang dilakukan ketika berada didalam komunitas punk? Informan : kadang ngamen, berkarya kalau ada acara musik ya ngeband, kadang natto ya kayak gitulah. Peneliti : bagaimana pandangan keluarga dan orang-orang yang ada di lingkungan abang ketika melihat abang masuk komunitas punk? Informan : ya kalau namanya orang tua susah juga ngerti kehidupan kami kayak begini ya pertama-tama ya marahlah namanya juga orang tua, tapi disitulah aku berusaha buktikan kepada orang tua ku kalau punk ini gak cuma negatif aja. Kalau pandangan orang ya udah suka mereka lah mau mandang kayak mana yang penting aku gak ganggu mereka.ngapai ku dengar omongan orang yang menganggap ku buruk Peneliti : apa yang membuat abang tertarik masuk ke dalam komunitas punk? Informan : satu kebersamaan,kedua solidaritas dan terakhir ikatan persaudaraan yang kuat. Peneliti : perubahan apa yang dirasakan setelah menjadi anggota dari komunitas punk? Informan : perubahan yang kurasa yang dulunya sifat-sifat ku yang buruk bisa hilang dengan sendrinya, ya berubah lebih positif kalau gak berubah susahla aku bisa berada di tengah masyarakat ini. Peneliti : bagaimana menyikapi pandangan negatif masyarakat terhadap diri abang dan komunitas punk? Informan : kami tunjukan kalau ini bukan sekedar gaya tapi jalan hidup. Peneliti : seberapa eksiskah komunitas punk yang ada terutama komunitas didaerah titi kuning? Informan : ya komunitas punk di Titi kuning ini sudah cukup eksis dari hasil karyakarya mereka. Nama Narasumber/Informan : Randa Ananda Usia : 23 Tahun Wawancara: Peneliti : Hallo bang, nama abang siapa? Informan : nama ku Randa, nama lengkapku Randa Ananda. Peneliti : Abang masuk ke dalam komunitas dari tahun berapa? Informan : aku masuk komunitas punk dari tahun 2006. Peneliti : Apa yang yang menyebabkan abang menjadi seorang punker? Informan : dari musik dan jati diriku. Peneliti : Menurut abang apakah punk itu gaya hidup/ Life style? Informan : gak jugak tapi bisa dibilang gaya juga. Peneliti : Bagaimana pendapat abang tentang masyarakat yang memandang punk dengan sebelah mata atau dengan kata lain mereka memandang punk itu buruk? Informan : bodoh amatlah yang penting kita yang jalani bukan mereka yang jalani. Peneliti : apa saran abang untuk masyarakat yang memandang para punker hanya dengan sebelah mata/ menganggap punker buruk? Informan : saranku lihat dulu sebelum menilai udah itu aja sih hehehe... Peneliti : kegiatan apa saja yang dilakukan ketika berada didalam komunitas punk? Informan : kadang ngamen, berkarya kalau ada acara musik ya ngeband, kadang natto ya kayak gitulah. Peneliti : bagaimana pandangan keluarga dan orang-orang yang ada di lingkungan abang ketika melihat abang masuk komunitas punk? Informan : pasti keluarga gak mau melihat aku kayak gini ya tapi keyak mana pun aku jelasilah baik-baik pada mereka. Peneliti : apa yang membuat abang tertarik masuk ke dalam komunitas punk? Informan : dari musik dan jalan kehidupannya yang bebas. Peneliti : perubahan apa yang dirasakan setelah menjadi anggota dari komunitas punk? Informan : bisa jadi diri ku sendiri gak ikut-ikutan kayak orang-orang banyak. Peneliti : bagaimana menyikapi pandangan negatif masyarakat terhadap diri abang dan komunitas punk? Informan : aku buktikan pada masyarakat kalau kami gak seperti yang mereka kira. Peneliti : seberapa eksiskah komunitas punk yang ada terutama komunitas didaerah titi kuning? Informan : banyak keeksistensian komunitas punk di Titi kuning ini perkembangan udah pesat,kawan-kawan udah banyak yang bekarya gak Cuma ngamen aja. Nama Narasumber/Informan : Persma Maha (Tulank) Usia Wawancara: : 30 Tahun Peneliti : Hallo bang, nama abang siapa? Informan : nama ku Tulank, nama asli ku Persma Maha. Peneliti : Abang masuk ke dalam komunitas dari tahun berapa? Informan : aku masuk komunitas punk kelas 3 SMP dari tahun 1999. Peneliti : Apa yang yang menyebabkan abang menjadi seorang punker? Informan : awal mulanya karena ikut-ikutan karena teman, musik, style ya gitulah. Peneliti : Menurut abang apakah punk itu gaya hidup/ Life style? Informan : perlu ditambah gaya hidup dan life style itu oke lah, tapi yang paling utama itu adalah pola pikir, pola pikir kita sebagai manusia yang berada ditengahtengah masyarakat yang memposisikan dirinya. Punk itu kristi, perlawanan, kemandirian dan kebebasan tapi juga tau batas gak asal bebas-bebas aja nantik dihantam orang pulak kita hahaha.... Peneliti : Bagaimana pendapat abang tentang masyarakat yang memandang punk dengan sebelah mata atau dengan kata lain mereka memandang punk itu buruk? Informan : sah-sah aja masyarakat memandang punk ini negatif karena punk ini budaya import, tapi disitu jugalah aku dan kawan-kawan punk membuktikan. ya ini kita yang kita jalani inilah hidup kita apapun nanti konsekuensinya yang terjadi segala bentuk kekurangan dan kelebihan namanya manusia pasti ada, prosesnyalah intinyakan orang berharap kehidupan yang lebih baik ya kayak gitu jugalah kawan-kawan punk ini. Ya masyarakat kan belum tau kita kayak mana mereka hanya memandang kita sebelah mata. Peneliti : apa saran abang untuk masyarakat yang memandang para punker hanya dengan sebelah mata/ menganggap punker buruk? Informan : ya jangan pandang kami dengan sebelah mata ajalah, jangan liat dari luar aja lihat hatinya. Peneliti : kegiatan apa saja yang dilakukan ketika berada didalam komunitas punk? Informan : banyak kegiatan yang kami lakukan kita bisa membangun silaturahmi sesama punk sekota Medan atau pun luar kota atau pun luar negeri,kita bisa berkarya dengan kawan-kawan punk untuk bertahan hidup, kita bisa membuat eventevent tanpa harus disponsori orang-orang yang mengharapkan keuntungan. Peneliti : bagaimana pandangan keluarga dan orang-orang yang ada di lingkungan abang ketika melihat abang masuk komunitas punk? Informan : ya relatif lah kalau keluarga ku sih awal-awalnya cuek-cuek aja gak terlalu apa kali ya paling tinggal kita aja kayak mana membuktikan, kalau masyarakat ya orangkan hanya berpendapat dan berkata tapi juga tidak bisa menghakimi kita dengan apa yang kita lakukan, paling gosip-gosip aja, kalau aku sih kayak gitu cuek ajalah mampus dia situ yang penting kita tetap dengan jalan kita. Peneliti : apa yang membuat abang tertarik masuk ke dalam komunitas punk? Informan : kebersamaan, solidaritas kekerabatan yang kuat yang aku suka itu lah. Peneliti : perubahan apa yang dirasakan setelah menjadi anggota dari komunitas punk? Informan : perubahan pola pikir jadi lebih peka dalam menganalisa untuk menjalani kehiupan ini gak langsung berbuat yang macam-macam semua ada perkiraannya gitu, jadi membentuk kita jadi lebih mandiri,kuat dan kritis kita hidup diindonesia yang sistemnya udah rusak semua jadi kita harus lebih kritis orang-orang supaya ada juga perubahannya ya di mulai dari diri sendiri dan lingkungan kitalah. Peneliti : bagaimana menyikapi pandangan negatif masyarakat terhadap diri abang dan komunitas punk? Informan : kami tunjukan kalau ini bukan sekedar gaya tapi jalan hidup. Peneliti : seberapa eksiskah komunitas punk yang ada terutama komunitas didaerah titi kuning dan di Medan? Informan : ya komunitas punk keeksistensiannya udah berkembang lah dibanding awal dulu banyak kawan-kawan yang udah bisa berkarya, udah punya band dan rekaman sendiri, banyak yang udah buka distro sendiri, jaringan keluar semakin bagus komunikasi antar indonesia punk luar kota dan luar negeri semakin bagus dibantu lagi dengan perkembangan penggunaan internet semakin baik. Banyak positifnyalah. Lampiran 2 Foto Penelitian Gambar 1 : Basecamp rumah tulank menjadi tempat Gambar 2 : Hasil karya Kaset dan Mblem Gambar 3 : Baju-baju kaos hasil karya sablonan Tulank Gambar 4 : Hasil karya: Artwork/Lukisan untuk disablon ke baju Gambar 5 : Baju-baju kaos hasil karya sablonan Gambar 6 : Stiker dan Mblem yang tertempel di dinding rumah tulang Gambar 7 : Peralatan sablon Proses pembuatan stiker yang di buat oleh para punker Gambar 8 :Peralata sablon dan baju kaos yang telah selesai di sablon Gambar 9 : Baju-baju kaos yang telah selesai di sablon Gambar 10: Punker yang sedang berkumpul di rumah Tulank Gambar 11 : Kaset-kaset hasil karya Tulank dan para punker