Uploaded by User101956

Journal Reading - Condyloma Acuminata (DM 13-16)

advertisement
EFFECTIVENESS OF 5-FLUOROURACIL 5%
CREAM IN PERIANAL CONDYLOMATA
ACCUMINATA TREATMENT: A CASE REPORT
JOURNAL READING
Pembimbing:
dr. Hari Darmawan, Sp.DV
Disusun oleh:
Priscilla Elnatan Christina (406202090)
Sherren Tanzia (406202091)
Muhammad Akbar R N (406202092)
Felix Ongko (406202093)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT
DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 5 – 10 APRIL 2021
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
Journal Reading
Effectiveness of 5-Fluorouracil 5% Cream in Perianal
Condylomata Accuminata Treatment: A Case Report
Disusun Oleh:
Priscilla Elnatan Christina (406202090)
Sherren Tanzia (406202091)
Muhammad Akbar R N (406202092)
Felix Ongko (406202093)
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Jakarta, 7 April 2021
dr. Hari Darmawan, Sp.DV
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang
dilimpahkan Nya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan jurnal
reading dengan topik “Effectiveness of 5-Fluorouracil 5% Cream in Perianal
Condylomata Accuminata Treatment: A Case Report”
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan hati terbuka penulis menerima
segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan
makalah ini.
Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada :
1. dr. Hari Darmawan Sp.DV
yang telah banyak memberikan ilmu dan bimbingannya selama siklus
kepaniteraan ilmu kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumanagara sejak tanggal 5 – 10 April 2021.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga
laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.
Jakarta, 7 April 2021
Penulis.
Effectiveness of 5-Fluorouracil 5% Cream in Perianal
Condylomata Accuminata Treatment: A Case Report
Dea Florensia, Lita Setyowatie
Department of Dermatology and Venereology Faculty of Medicine Universitas
Brawijaya/Dr. Saiful Anwar General Hospital, Malang, Indonesia
ABSTRAK
Latar Belakang: Kondiloma akuminata merupakan penyakit menular seksual
berupa papul verukosa atau papul yang nampak seperti kembang kol atau kutil di
daerah anogenital. Penyakit ini disebabkan oleh human papilloma virus (HPV)
terutama tipe 6 dan 11. Terapi yang ideal seharusnya sederhana, mudah, efektif,
tidak menimbulkan efek samping, dan dapat diaplikasikan oleh pasien secara
mandiri. Tujuan: Untuk menilai keefektivitasan terapi krim 5-Fluorouracil 5%
dalam mengobati kondiloma akuminata perianal. Kasus: Seorang laki-laki berusia
24 tahun dengan keluhan utama berupa adanya kutil di daerah sekitar anus yang
semakin banyak dalam 3 minggu terakhir. Tes acetowhite positif. Pasien
didiagnosis menderita kondiloma akuminata perianal. Pasien diberikan terapi
berupa krim 5-FU 5% dan dioleskan 3 kali seminggu pada lesi dalam kurun waktu
5 minggu. Setelah 5 minggu, tidak ditemukan adanya kutil baru. Diskusi: Krim 5FU 5% merupakan pilihan terapi untuk mengobati kutil perianal yang mudah
diaplikasikan, murah, efektif, tidak menimbulkan efek samping, dan dapat
diaplikasikan oleh pasien secara mandiri. Krim 5-FU 5% dikenal sebagai
antimetabolit dengan efek sitotoksik yang muncul melalui mekanisme gangguan
sintesis normal dan fungsi deoxyribonocelic acid (DNA) dan ribonucleic acid
(RNA). Pengobatan menggunakan krim 5-FU 5% 3 kali seminggu selama 5 minggu
menunjukkan hasil yang baik dan dilaporkan tidak memiliki efek samping.
Kesimpulan: Pengaplikasian krim 5-FU 5% merupakan modalitas pengaplikasian
obat secara mandiri yang efektif dalam mengobati kondiloma akuminata perianal.
Kata kunci : kondiloma akuminata, perianal, krim 5-Fluorouracil 5%
LATAR BELAKANG
Kondiloma akuminata (KA) atau kutil kelamin, merupakan penyakit menular
seksual yang dikarakteristikan sebagai tumor, yang biasanya muncul sebagai kutil
dengan warna seperti kulit atau nampak seperti kembang kol yang dapat muncul
pada daerah anogenital. Kondiloma akuminata biasanya disebabkan oleh HPV tipe
6 atau 11, tetapi dapat juga disebabkan oleh HPV tipe 16,18, 31, atau 33 yang
berkaitan dengan keganasan.1
Diperkirakan terdapat sekitar 500.000 hingga 1.000.000 kasus baru KA
setiap tahunnya.2 Prevalensi di Indonesia sendiri diperkirakan sekitar 5-19%. Hal
ini didukung oleh studi yang dilakukan di rumah sakit Sanglah Bali pada tahun
2015-2017, dan dilaporkan bahwa prevalensi pada pria lebih tinggi dibandingkan
pada wanita.3 Laki-laki seks laki-laki (LSL) dan perempuan transgender memiliki
risiko lebih tinggi terpapar HIV dan biasanya disertai dengan ko-infeksi HPV pada
daerah anal, penis, dan oral, termasuk infeksi HPV tipe resiko tinggi.4,5 Faktor
risiko infeksi HPV anal mencakup hubungan ano-genital, merokok, kondisi
imunosupresi, pasangan seksual yang lebih dari satu dan narkoba suntik.
Banyaknya hubungan ano-genital yang tidak memakai pengaman berkontribusi
pada peningkatan paparan HPV pada epitel anal dan risiko lebih lanjut terjadinya
infeksi,4 yang mana HPV tipe 16 dan 18 merupakan tipe infeksi HPV anal tersering
pada LSL.4,5 Oleh karena itu, insidens kanker anal (karsinoma sel skuamosa)
meningkat, terutama pada LSL dengan HIV.6
Terapi KA yang ideal harus sederhana, murah, efektif, dan tidak
menimbulkan efek samping.2 Terapi yang spesifik belum
tersedia sehingga
eradikasinya tidak maksimal, sehingga menimbulkan masalah klinis yang
signifikan dan sering rekuren.2,7 Standar terapi kutil anal membutuhkan bantuan
dari tenaga professional, seperti asam trikloroasetat, laser CO2, krioterapi, dan
kauter. Terapi tersebut mempunyai resiko yang lebih tinggi, dapat menyebabkan
rasa tidak nyaman, dan membutuhkan perawatan spesifik.2,10 Beberapa terapi yang
dapat diaplikasikan secara mandiri yaitu krim podofilotoksin 0.15%, krim
imiquimod 5%, atau krim 5-FU 5%. 5 Fluorourasil 5% merupakan terapi pilihan
bagi kutil perianal yang mudah diaplikasikan, murah, efektif, tidak menimbulkan
efek samping, dan dapat diaplikasikan oleh pasien secara mandiri.2,8
Sayangnya, krim 5-FU 5% belum tersedia di Indonesia sebagai sediaan siap
pakai. Namun Nugrahaini, dkk melaporkan bahwa kutil kelamin di uretra dan
meatus uretra yang diobati dengan krim 5-FU 5% dalam 2-3 kali seminggu telah
menunjukkan hasil berupa sembuh total dalam 29 hari dan tidak rekuren dalam 6
bulan.2 Kami melaporkan kasus seorang laki-laki berusia 24 tahun, LSL,
didiagnosis KA perianal, dan diresepkan krim 5-FU 5% dengan hasil yang
memuaskan.
LAPORAN KASUS
Seorang pria berusia 24 tahun datang ke bagian klinik rawat jalan dermatologi dan
venereologi, Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang (RSSA),
dengan keluhan utama kutil di sekitar anus yang muncul sejak 3 minggu yang lalu
dan berjumlah banyak. Tidak dilaporkan adanya keluhan gatal, nyeri ataupun
mudah berdarah pada kutil. Pasien pernah melakukan hubungan seks anal dengan
frekuensi yang cukup sering pada 2 bulan terakhir tanpa menggunakan kondom.
Pasien telah melakukan hubungan seksual dengan temannya dan beberapa orang
asing. Pasien adalah seorang pria LSL (Laki – laki Seks Laki - laki) dengan banyak
pasangan seksual. Frekuensi rata – rata hubungan seksual sekitar 2 kali seminggu
dengan melibatkan pasangan seksual yang berbeda, dan lebih sering berperan
sebagai Bottom* (suatu peran dalam hubungan sexual LSL yang menjadikan lubang
anusnya sebagai tempat penestrasi penis). Pasien belum menikah dan melakukan
hubungan anal pertamanya ketika berusia 19 tahun.
Pasien mengaku tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Keluhan lain seperti luka pada kelamin, keluarnya cairan dari alat kelamin, atau
nyeri pada testis disangkal. Keluhan penurunan berat badan drastis, sariawan
berulang, kesulitan menelan, batuk berkepanjangan, atau diare kronis disangkal.
Pasien bekerja sebagai office boy / pelayan di sebuah hotel dan memiliki pekerjaan
sampingan sebagai tukang pijat dan pekerja seks komersial (PSK). Pasien pernah
mencoba untuk mengobati kutilnya dengan mengoleskan bawang putih pada
kutilnya, tetapi tidak ada perbaikan.
Pemeriksaan umum dalam batas normal. Pemeriksaan dermatovenereologi
menunjukkan adanya hipopigmentasi multipel dan papula verukosa dengan warna
sama seperti kulit, ukurannya bervariasi pada daerah perianal. Pada pemeriksaan
acetowhite dengan larutan asam asetat 5% menunjukkan hasil positif. (Gambar 1B).
Gambar 1A – B. hipopigmentasi multipel dan papula verukosa berwarna seperti
kulit dengan ukuran bervariasi pada daerah perianal. Gambar 1C. Pemeriksaan
anoskopi tidak ditemukan adanya lesi pada mukosa rektal.
Gambar 2A. Pada minggu kedua, kutil di sekitar anus berkurang dan menyusut.
Pada pemeriksaan Dermatovenereologis ditemukan hipopigmentasi multipel dan
beberapa papula verukosa yang berwarna seperti kulit, dengan ukuran yang
bervariasi.
Gambar 2B. Pada minggu kelima, kutil di sekitar anus telah menghilang.
Hasil uji laboratorium menunjukkan non reaktif pada Rapid test Human
Immunodeficiency Virus (HIV), non-reaktif pada Venereal Disease Research
Laboratory (VDRL) dan non reaktif pada Treponema Pallidum Haemagglutination
Assay (TPHA). Pasien diresepkan krim 5-FU 5%, dioleskan 3 kali setiap minggu
pada lesi, lalu didiamkan selama 8 jam, kemudian dibilas. Pasien disarankan untuk
datang kontrol. Pasien telah diberitahu mengenai efek samping dari terapi dengan
menggunakan krim 5-FU 5%, seperti nyeri, kemerahan, perubahan warna, luka,
terbakar, gatal, dan bengkak.
Pada minggu kedua, kutil yang berada di sekitar anus berkurang dan
menyusut. Pada pemeriksaan Dermatovenereologis ditemukan hipopigmentasi
multipel dan beberapa papula verukosa berwarna seperti kulit dengan ukuran yang
bervariasi. Pasien menyangkal adanya efek samping, seperti nyeri atau lesi yang
gatal. Pada minggu kelima, kutil di sekitar anus menghilang. Pasien juga
menyangkal adanya kutil baru dan efek samping seperti lesi yang nyeri atau gatal.
DISKUSI
Kondiloma akuminata (KA) atau kutil kelamin merupakan infeksi menular seksual
yang dikarakteristikkan sebagai tumor, biasanya muncul sebagai kutil yang
memiliki warna seperti kulit atau gambaran kembang kol “cauliflower” yang dapat
muncul di seluruh area anogenital, dan disebabkan oleh serotipe tertentu dari
Human Papilloma Virus (HPV).1 Diperkirakan sekitar 500.000 hingga 1.000.000
kasus KA baru terdiagnosis setiap tahunnya.2 Prevalensi KA di Indonesia sekiar 519%. Sebuah studi dilakukan di RS Sanglah di Bali pada tahun 2015-2017
melaporkan peningkatan prevalensi dan prevalensi tertinggi ada pada laki-laki
daripada perempuan.3 Rasio insiden laki laki dan perempuan adalah 1 : 1.4.1 Usia
puncak insidensinya adalah 24 tahun pada perempuan dan 25-29 tahun pada lakilaki.9 Prevalensi infeksi HPV terus berlanjut dan meningkat, dan berhubungan
dengan usia muda yang baru pertama kali melakukan hubungan seksual serta
peningkatan pasangan non-ekslusif (pasangan seksual multipel).1,10 Pada kasus ini,
pasien laki-laki berusia 24 tahun, datang dengan keluhan utama yaitu kutil sekitar
anal sejak 3 minggu yang lalu dan berjumlah banyak. Keluhan gatal, nyeri dan
mudah berdarah disangkal. Pasien melakukan hubungan seksual tanpa pengaman
sekitar 2 minggu yang lalu sebelum datang ke klinik rawat jalan Dermatologi dan
Venereologi, Dr. Saiful Anwar di Malang. Pasien tidak pernah mengalami keluhan
serupa sebelumnya. Pasien belum menikah dan melakukan hubungan seksual
pertama kali pada usia 19 tahun.
LSL dan perempuan transgender memiliki risiko lebih tinggi terinfeksi HIV
dengan ko-infeksi HPV pada regio anal.4,11 Prevalensi infeksi HPV anal sangat
tinggi, sekitar 57% pada LSL HIV-negatif, dan prevalensi meningkat 60 kali lipat
pada LSL HIV-positif dibanding dengan populasi laki-laki normal.10
Faktor risiko terjadinya HPV anal antara lain hubungan seksual anal reseptif
, merokok, imunosupresi, gonta-ganti pasangan dan narkoba suntik. Tingginya
frekuensi hubungan seksual reseptif tidak terproteksi mempengaruhi peningkatan
pajanan HPV anal di epitel anal dan risiko infeksi lebih lanjut.4,11 Pada populasi
Barat, dilaporkan bahwa tipe HPV anal yang paling sering terjadi pada populasi
LSL adalah HPV dengan serotipe 16 dan 18.5,11 Oleh karena itu, insiden kanker
meningkat yang dikenal dengan karsinoma sel skuamosa, terutama pada LSL
dengan HIV. Furukawa dll melaporkan risiko tinggi serotipe HPV dengan lesi
intraepitel skuamosa derajat tinggi dapat mengarah ke kanker anal dari spesimen
jaringan KA anal pada LSL HIV-positif di Jepang.6 Pada kasus ini, pasien memilki
faktor risiko tinggi untuk terjadinya KA anal dengan mempertimbangkan kebiasaan
seksualnya. Pasien adalah LSL yang sering berperan sebagai Bottom* (suatu peran
dalam hubungan sexual LSL yang menjadikan lubang anusnya sebagai tempat
penestrasi penis) dan rata-rata 2 kali per minggu melakukan hubugan seksual
dengan pasangan seksual yang berbeda dan jarang menggunakan kondom. Pasien
bekerja sebagai pegawai seks komersial (PSK), dan memilki riwayat melakukan
hubungan seksual pada usia muda, dan ia adalah perokok.
Diagnosis KA
berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis, termasuk
pemeriksaan penunjang dengan asam asetat dan anoskopi.10 Transmisi infeksi HPV
biasanya melalui kontak seksual, tetapi dilaporkan juga transmisi dapat melalui ibu
ke anak, meskipun patogensis belum jelas. Waktu interval anatara infeksi dan gejala
awal KA sekitar 3-8 minggu.10 Gambaran klinis kutil anal adalah datar atau plak
eritema atau plak dengan lokasi daerah yang terinfeksi.11 Lesi jarang disertai
dengan gejala yang berat, tapi kadang disertai dengan rasa tidak nyaman pada anal
dan pruritus.10 Pasa kasus ini, diagnosis KA berdasarkan anamanesis, pemeriksaan
fisik kulit dan kelamin, tes diagnostik dengan pemeriksaan acetowhite, dan
anoskopi. Pemeriksaan fisik kulit dan kelamin didapatkan adanya hipopigmentasi
multipel dan beberapa papul verukosa yang sewarna dengan kulit serta ukurannya
bervariasi. Gambaran klinis pada pasien ini sesuai dengan KA.
Pemeriksaan acetowhite merupakan pemeriksaan lesi HPV dengan
menggunakan 3-5% asam asetat, dimana lesi akan berubah warna menjadi putihkeabu-abuan akibat ekspresi sitokeratin-10 (CK10) yang berlebihan pada sel
suprabasal yang terinfeksi HPV. Sel-sel ini tidak berdiferensiasi dan mengandung
protein yang tinggi serta warna keputihan berasal dari denaturasi. Meskipun
demikian, pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifitas yang rendah.12
Pemeriksaan acetowhite pada pasien ini menunjukkan hasil yang positif.
LSL memiliki risiko lebih tinggi untuk beberapa kondisi infeksi, termasuk
HIV dan infeksi menular seksual lainnya, sarkoma Kaposi, hepatitis virus, infeksi
kulit Staphylococcus aureus yang resistan terhadap metisilin, dan penyakit
meningokokus invasif. Mereka mungkin juga berisiko tinggi terkena beberapa
kondisi yang tidak menular seperti kanker kulit. Pasien LSL diketahui memiliki
prevalensi infeksi HPV anal, penis, dan oral yang lebih tinggi, termasuk infeksi
dengan serotipe HPV risiko tinggi.5 Tes laboratorium pada pasien ini menunjukkan
hasil non-reaktif pada rapid-test HIV dan juga hasil non-reaktif pada VDRL /
TPHA.
Tujuan utama pada pengobatan KA adalah untuk menghilangkan lesi kutil,
mengurangi stres psikologis yang disebabkan oleh KA, dan mencegah
kekambuhan. Sekitar 10% -30% dari KA biasanya terbatas pada individu yang
imunokompeten dan dapat sembuh sendiri sekitar 12-24 bulan jika tidak diobati.
Beberapa kasus kekambuhan dikaitkan dengan infeksi HPV 11.9
Beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan modalitas terapeutik adalah
ukuran darj lesi, lokasi, jenis dan jumlah lesi, kemampuan pasien dalam
menerapkan terapi, harga obat, dan keterampilan dokter.9,10 Terapi ideal untuk KA
sebaiknya mudah diaplikasikan, murah, efektif, dan tidak menimbulkan efek
samping.2,13 Terapi khusus belum tersedia sehingga eradikasi belum maksimal
sehingga menimbulkan masalah klinis yang signifikan dan sering kambuh.2,7
Rencana terapi kutil anal dapat diklasifikasikan sebagai terapi yang diterapkan
pasien seperti kutil perianal, dan terapi yang membutuhkan tenaga medis
profesional seperti untuk lesi mukosa intra-anal atau rektal.10,14 Beberapa terapi
yang dapat diterapkan sendiri adalah krim podofilotoksin 0,15%, krim imiquimod
5%, atau 5 -FU krim 5%. Terapi yang membutuhkan tenaga medis profesional
untuk diterapkan adalah asam trikloroasetat, laser CO2, cryotherapy, dan kauter.
Terapi ini memiliki risiko yang lebih tinggi, dapat menimbulkan perasaan tidak
nyaman, dan memerlukan perawatan khusus.2,15
Krim 5-Fluorourasil 5% adalah pilihan terapeutik untuk lesi kutil pada
bagian perianal, dan dikenal sebagai antimetabolit dengan efek sitotoksik yang
terjadi melalui mekanisme yang dapat menyebabkan gangguan pada sintesis dan
fungsi DNA dan asam ribonukleat (RNA). Penggunaan krim 5-FU 5% pada lesi
mukosa tidak dianjurkan karena menyebabkan inflamasi dan ulserasi lokal.12
Nugrahaini et al. melaporkan bahwa kutil kelamin pada uretra dan meatus
uretra yang diobati dengan krim 5-FU 5% selama 2-3 kali seminggu, didiamkan
selama 3–10 jam, kemudian dibilas, telah menghasilkan respons lengkap setelah 29
hari dan tidak ada kekambuhan. sampai bulan ke-6.2 Selain itu, studi oleh Krebs
pada 49 wanita yang tidak hamil dengan KA pada vulva, diberikan krim 5-FU 5%
setiap malam selama 6 minggu kemudian dilanjutkan seminggu sekali selama 10
minggu, dilaporkan bahwa 71% pasien memberikan respon yang baik dan 29%
pasien tidak merespon. Studi ini juga melaporkan bahwa mengaplikasikan secara
periodik lebih direkomendasikan daripada mengaplikasikan secara berkelanjutan.
Efek samping yang dapat terjadi antara lain nyeri, eritema, perubahan warna, erosi,
ulserasi, perih, gatal, dan bengkak. Studi lain yang dilakukan oleh Pride et al. pada
19 pasien wanita dengan KA ekstragenital yang diberikan secara topikal 5-FU
selama 7 hari memberikan 68,4% pasien respon lengkap, dan 1 pasien tidak
merespon terapi.7
Studi lain dilakukan pada KA anogenital eksternal. Sampel dibagi menjadi
2 kelompok dengan metode randomisasi sederhana. Kelompok pertama diberi
terapi krim 5-FU 5%, dan kelompok kedua diberi 80% TCA. Tidak ada perbedaan
yang signifikan secara statistik dalam keefektifan antara kedua terapi tersebut,
tetapi kekambuhan yang lebih sedikit dan efek samping yang lebih sedikit
ditemukan pada kelompok yang diberi krim 5-FU 5%.7 Dalam kasus ini, KA
perianal diobati dengan krim 5-FU 5% 3 kali seminggu selama 5 minggu
memberikan hasil yang baik. Tidak ada efek samping seperti nyeri, eritema,
perubahan warna, erosi, ulserasi, rasa terbakar, gatal, dan bengkak yang dilaporkan.
Oleh karena itu, krim 5-FU 5% adalah modalitas terapeutik yang mudah
diaplikasikan dan secara efektif mengurangi lesi KA perianal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Widyaswari MS, Lumintang H, Soemarno T. Imunohistokimia pada
kondilomata akuminata. Medical and Health Science Journal 2019; 3(1):
47-54.
2. Nugrahaini PKC, Cahyawari D, Iriani J, Achdiat PA, Rowawi R. Laporan
Kasus: Kutil kelamin pada uretra dan meatus uretra yang diterapi dengan Krim
5-Fluorourasil 5%. Syifa' MEDIKA: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan 2018;
9(1): 25-32.
3. Puspawati NMD, Sissy, Gotama D. A retrospective study of condyloma
acuminata profile in the outpatient clinic of dermato-venereology Sanglah
General Hospital Denpasar, Bali-Indonesia period 2015-2017. Bali Dermatol
Venereol J 1 2018: 1-3.
4. Wood SM, Salas-Humara C, dan Dowshen NL. Human immunodeficiency
virus, other sexually transmitted infections, and sexual and reproductive health
in lesbian, gay, bisexual, transgender youth. Pediatric Clinics 2016; 63(6):
1027-55.
5. Yeung H, Luk KM, Chen SC, Ginsberg BA, Katz KA. Dermatologic care for
lesbian, gay, bisexual, and transgender persons: Epidemiology, screening, and
disease prevention. J Am Acad Dermatol 2019; 80(3): 591-602.
6. Furukawa S, Uota S, Yamana T, Sahara R, Iihara K, Yokomaku Y, et al.
Distribution of Human Papillomavirus genotype in anal condyloma
acuminatum among japanese men: the higher prevalence of high risk Human
Papillomavirus in men who have sex with men with HIV infection. AIDS
Res Hum Retroviruses 2018; 34(4): 375-81.
7. Werner RN, Westfechtel L, Dressler C, Nast A. Anogenital warts and other
HPV-associated anogenital lesions in the HIV-positive patient: a systematic
review and meta-analysis of the efficacy and safety of interventions assessed in
controlled clinical trials. Sex Transm Infect 2017; 93(8): 543- 550.
8. Gilson R, Nugent D, Werner RN, Ballesteros J, Ross J. 2019 IUSTI-Europe
guideline for the management of anogenital warts. J Eur Acad Dermatol
Venereol 2020; 34(8): 1644-53.
9. Andriani, Indah, dan Dwi Puspawati. Terapi kombinasi zink oral dan asam
trikloroasetat 80% pada
giant
kondiloma
akuminata
perianal.
MEDICINA 2018; 49(3): 399-406.
10. Leszczyszyn J, Lebski I, Lynsenko L, Hirnle L, Gerber H. Anal warts
(condylomata acuminata)-current issues and treatment modalities." Adv Clin
Exp Med 2014; 23(2): 307-11.
11. Cranston RD, Carballo-Dieguez A, Gundacker H, Richardson BA, Giguere R,
Dolezal C, et al. Prevalence and determinants of anal human papillomavirus
infection in men who have sex with men and transgender women. Int J STD
AIDS 2019; 30(2): 154-162.
12. Ceilley RI. Mechanisms of action of topical 5- fluorouracil: review and
implications for the treatment of dermatological disorders. J Dermatolog Treat
2012; 23(2): 83-9.
13. Choi, Hoon. Can quadrivalent human papillomavirus prophylactic vaccine be
an effective alternative for the therapeutic management of genital warts? an
exploratory study. Int Braz J Urol 2019; 45(2): 361-8.
14. Clanner-Engelshofen BM, Marsela E, Engelsberger N, Guertler A, Schauber J,
French LE, Reinholz M. Condylomata acuminata: A retrospective analysis on
clinical characteristics and treatment options. Heliyon 2020; 6(3): 1-7.
15. Wiraguna, A., Puspawati, N. 2020. Condyloma acuminatum in a 62-year-old
patient with HIV infection. Bali Medical Journal 2020; 9(1): 91-4.
Download