EFFECTIVENESS OF 5-FLUOROURACIL 5% CREAM IN PERIANAL CONDYLOMATA ACCUMINATA TREATMENT: A CASE REPORT JOURNAL READING Pembimbing: dr. Hari Darmawan, Sp.DV Disusun oleh: Priscilla Elnatan Christina (406202090) Sherren Tanzia (406202091) Muhammad Akbar R N (406202092) Felix Ongko (406202093) KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA PERIODE 5 – 10 APRIL 2021 JAKARTA LEMBAR PENGESAHAN Journal Reading Effectiveness of 5-Fluorouracil 5% Cream in Perianal Condylomata Accuminata Treatment: A Case Report Disusun Oleh: Priscilla Elnatan Christina (406202090) Sherren Tanzia (406202091) Muhammad Akbar R N (406202092) Felix Ongko (406202093) Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, 7 April 2021 dr. Hari Darmawan, Sp.DV KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang dilimpahkan Nya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan jurnal reading dengan topik “Effectiveness of 5-Fluorouracil 5% Cream in Perianal Condylomata Accuminata Treatment: A Case Report” Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan hati terbuka penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan makalah ini. Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. dr. Hari Darmawan Sp.DV yang telah banyak memberikan ilmu dan bimbingannya selama siklus kepaniteraan ilmu kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara sejak tanggal 5 – 10 April 2021. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya. Jakarta, 7 April 2021 Penulis. Effectiveness of 5-Fluorouracil 5% Cream in Perianal Condylomata Accuminata Treatment: A Case Report Dea Florensia, Lita Setyowatie Department of Dermatology and Venereology Faculty of Medicine Universitas Brawijaya/Dr. Saiful Anwar General Hospital, Malang, Indonesia ABSTRAK Latar Belakang: Kondiloma akuminata merupakan penyakit menular seksual berupa papul verukosa atau papul yang nampak seperti kembang kol atau kutil di daerah anogenital. Penyakit ini disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) terutama tipe 6 dan 11. Terapi yang ideal seharusnya sederhana, mudah, efektif, tidak menimbulkan efek samping, dan dapat diaplikasikan oleh pasien secara mandiri. Tujuan: Untuk menilai keefektivitasan terapi krim 5-Fluorouracil 5% dalam mengobati kondiloma akuminata perianal. Kasus: Seorang laki-laki berusia 24 tahun dengan keluhan utama berupa adanya kutil di daerah sekitar anus yang semakin banyak dalam 3 minggu terakhir. Tes acetowhite positif. Pasien didiagnosis menderita kondiloma akuminata perianal. Pasien diberikan terapi berupa krim 5-FU 5% dan dioleskan 3 kali seminggu pada lesi dalam kurun waktu 5 minggu. Setelah 5 minggu, tidak ditemukan adanya kutil baru. Diskusi: Krim 5FU 5% merupakan pilihan terapi untuk mengobati kutil perianal yang mudah diaplikasikan, murah, efektif, tidak menimbulkan efek samping, dan dapat diaplikasikan oleh pasien secara mandiri. Krim 5-FU 5% dikenal sebagai antimetabolit dengan efek sitotoksik yang muncul melalui mekanisme gangguan sintesis normal dan fungsi deoxyribonocelic acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA). Pengobatan menggunakan krim 5-FU 5% 3 kali seminggu selama 5 minggu menunjukkan hasil yang baik dan dilaporkan tidak memiliki efek samping. Kesimpulan: Pengaplikasian krim 5-FU 5% merupakan modalitas pengaplikasian obat secara mandiri yang efektif dalam mengobati kondiloma akuminata perianal. Kata kunci : kondiloma akuminata, perianal, krim 5-Fluorouracil 5% LATAR BELAKANG Kondiloma akuminata (KA) atau kutil kelamin, merupakan penyakit menular seksual yang dikarakteristikan sebagai tumor, yang biasanya muncul sebagai kutil dengan warna seperti kulit atau nampak seperti kembang kol yang dapat muncul pada daerah anogenital. Kondiloma akuminata biasanya disebabkan oleh HPV tipe 6 atau 11, tetapi dapat juga disebabkan oleh HPV tipe 16,18, 31, atau 33 yang berkaitan dengan keganasan.1 Diperkirakan terdapat sekitar 500.000 hingga 1.000.000 kasus baru KA setiap tahunnya.2 Prevalensi di Indonesia sendiri diperkirakan sekitar 5-19%. Hal ini didukung oleh studi yang dilakukan di rumah sakit Sanglah Bali pada tahun 2015-2017, dan dilaporkan bahwa prevalensi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita.3 Laki-laki seks laki-laki (LSL) dan perempuan transgender memiliki risiko lebih tinggi terpapar HIV dan biasanya disertai dengan ko-infeksi HPV pada daerah anal, penis, dan oral, termasuk infeksi HPV tipe resiko tinggi.4,5 Faktor risiko infeksi HPV anal mencakup hubungan ano-genital, merokok, kondisi imunosupresi, pasangan seksual yang lebih dari satu dan narkoba suntik. Banyaknya hubungan ano-genital yang tidak memakai pengaman berkontribusi pada peningkatan paparan HPV pada epitel anal dan risiko lebih lanjut terjadinya infeksi,4 yang mana HPV tipe 16 dan 18 merupakan tipe infeksi HPV anal tersering pada LSL.4,5 Oleh karena itu, insidens kanker anal (karsinoma sel skuamosa) meningkat, terutama pada LSL dengan HIV.6 Terapi KA yang ideal harus sederhana, murah, efektif, dan tidak menimbulkan efek samping.2 Terapi yang spesifik belum tersedia sehingga eradikasinya tidak maksimal, sehingga menimbulkan masalah klinis yang signifikan dan sering rekuren.2,7 Standar terapi kutil anal membutuhkan bantuan dari tenaga professional, seperti asam trikloroasetat, laser CO2, krioterapi, dan kauter. Terapi tersebut mempunyai resiko yang lebih tinggi, dapat menyebabkan rasa tidak nyaman, dan membutuhkan perawatan spesifik.2,10 Beberapa terapi yang dapat diaplikasikan secara mandiri yaitu krim podofilotoksin 0.15%, krim imiquimod 5%, atau krim 5-FU 5%. 5 Fluorourasil 5% merupakan terapi pilihan bagi kutil perianal yang mudah diaplikasikan, murah, efektif, tidak menimbulkan efek samping, dan dapat diaplikasikan oleh pasien secara mandiri.2,8 Sayangnya, krim 5-FU 5% belum tersedia di Indonesia sebagai sediaan siap pakai. Namun Nugrahaini, dkk melaporkan bahwa kutil kelamin di uretra dan meatus uretra yang diobati dengan krim 5-FU 5% dalam 2-3 kali seminggu telah menunjukkan hasil berupa sembuh total dalam 29 hari dan tidak rekuren dalam 6 bulan.2 Kami melaporkan kasus seorang laki-laki berusia 24 tahun, LSL, didiagnosis KA perianal, dan diresepkan krim 5-FU 5% dengan hasil yang memuaskan. LAPORAN KASUS Seorang pria berusia 24 tahun datang ke bagian klinik rawat jalan dermatologi dan venereologi, Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang (RSSA), dengan keluhan utama kutil di sekitar anus yang muncul sejak 3 minggu yang lalu dan berjumlah banyak. Tidak dilaporkan adanya keluhan gatal, nyeri ataupun mudah berdarah pada kutil. Pasien pernah melakukan hubungan seks anal dengan frekuensi yang cukup sering pada 2 bulan terakhir tanpa menggunakan kondom. Pasien telah melakukan hubungan seksual dengan temannya dan beberapa orang asing. Pasien adalah seorang pria LSL (Laki – laki Seks Laki - laki) dengan banyak pasangan seksual. Frekuensi rata – rata hubungan seksual sekitar 2 kali seminggu dengan melibatkan pasangan seksual yang berbeda, dan lebih sering berperan sebagai Bottom* (suatu peran dalam hubungan sexual LSL yang menjadikan lubang anusnya sebagai tempat penestrasi penis). Pasien belum menikah dan melakukan hubungan anal pertamanya ketika berusia 19 tahun. Pasien mengaku tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Keluhan lain seperti luka pada kelamin, keluarnya cairan dari alat kelamin, atau nyeri pada testis disangkal. Keluhan penurunan berat badan drastis, sariawan berulang, kesulitan menelan, batuk berkepanjangan, atau diare kronis disangkal. Pasien bekerja sebagai office boy / pelayan di sebuah hotel dan memiliki pekerjaan sampingan sebagai tukang pijat dan pekerja seks komersial (PSK). Pasien pernah mencoba untuk mengobati kutilnya dengan mengoleskan bawang putih pada kutilnya, tetapi tidak ada perbaikan. Pemeriksaan umum dalam batas normal. Pemeriksaan dermatovenereologi menunjukkan adanya hipopigmentasi multipel dan papula verukosa dengan warna sama seperti kulit, ukurannya bervariasi pada daerah perianal. Pada pemeriksaan acetowhite dengan larutan asam asetat 5% menunjukkan hasil positif. (Gambar 1B). Gambar 1A – B. hipopigmentasi multipel dan papula verukosa berwarna seperti kulit dengan ukuran bervariasi pada daerah perianal. Gambar 1C. Pemeriksaan anoskopi tidak ditemukan adanya lesi pada mukosa rektal. Gambar 2A. Pada minggu kedua, kutil di sekitar anus berkurang dan menyusut. Pada pemeriksaan Dermatovenereologis ditemukan hipopigmentasi multipel dan beberapa papula verukosa yang berwarna seperti kulit, dengan ukuran yang bervariasi. Gambar 2B. Pada minggu kelima, kutil di sekitar anus telah menghilang. Hasil uji laboratorium menunjukkan non reaktif pada Rapid test Human Immunodeficiency Virus (HIV), non-reaktif pada Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) dan non reaktif pada Treponema Pallidum Haemagglutination Assay (TPHA). Pasien diresepkan krim 5-FU 5%, dioleskan 3 kali setiap minggu pada lesi, lalu didiamkan selama 8 jam, kemudian dibilas. Pasien disarankan untuk datang kontrol. Pasien telah diberitahu mengenai efek samping dari terapi dengan menggunakan krim 5-FU 5%, seperti nyeri, kemerahan, perubahan warna, luka, terbakar, gatal, dan bengkak. Pada minggu kedua, kutil yang berada di sekitar anus berkurang dan menyusut. Pada pemeriksaan Dermatovenereologis ditemukan hipopigmentasi multipel dan beberapa papula verukosa berwarna seperti kulit dengan ukuran yang bervariasi. Pasien menyangkal adanya efek samping, seperti nyeri atau lesi yang gatal. Pada minggu kelima, kutil di sekitar anus menghilang. Pasien juga menyangkal adanya kutil baru dan efek samping seperti lesi yang nyeri atau gatal. DISKUSI Kondiloma akuminata (KA) atau kutil kelamin merupakan infeksi menular seksual yang dikarakteristikkan sebagai tumor, biasanya muncul sebagai kutil yang memiliki warna seperti kulit atau gambaran kembang kol “cauliflower” yang dapat muncul di seluruh area anogenital, dan disebabkan oleh serotipe tertentu dari Human Papilloma Virus (HPV).1 Diperkirakan sekitar 500.000 hingga 1.000.000 kasus KA baru terdiagnosis setiap tahunnya.2 Prevalensi KA di Indonesia sekiar 519%. Sebuah studi dilakukan di RS Sanglah di Bali pada tahun 2015-2017 melaporkan peningkatan prevalensi dan prevalensi tertinggi ada pada laki-laki daripada perempuan.3 Rasio insiden laki laki dan perempuan adalah 1 : 1.4.1 Usia puncak insidensinya adalah 24 tahun pada perempuan dan 25-29 tahun pada lakilaki.9 Prevalensi infeksi HPV terus berlanjut dan meningkat, dan berhubungan dengan usia muda yang baru pertama kali melakukan hubungan seksual serta peningkatan pasangan non-ekslusif (pasangan seksual multipel).1,10 Pada kasus ini, pasien laki-laki berusia 24 tahun, datang dengan keluhan utama yaitu kutil sekitar anal sejak 3 minggu yang lalu dan berjumlah banyak. Keluhan gatal, nyeri dan mudah berdarah disangkal. Pasien melakukan hubungan seksual tanpa pengaman sekitar 2 minggu yang lalu sebelum datang ke klinik rawat jalan Dermatologi dan Venereologi, Dr. Saiful Anwar di Malang. Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien belum menikah dan melakukan hubungan seksual pertama kali pada usia 19 tahun. LSL dan perempuan transgender memiliki risiko lebih tinggi terinfeksi HIV dengan ko-infeksi HPV pada regio anal.4,11 Prevalensi infeksi HPV anal sangat tinggi, sekitar 57% pada LSL HIV-negatif, dan prevalensi meningkat 60 kali lipat pada LSL HIV-positif dibanding dengan populasi laki-laki normal.10 Faktor risiko terjadinya HPV anal antara lain hubungan seksual anal reseptif , merokok, imunosupresi, gonta-ganti pasangan dan narkoba suntik. Tingginya frekuensi hubungan seksual reseptif tidak terproteksi mempengaruhi peningkatan pajanan HPV anal di epitel anal dan risiko infeksi lebih lanjut.4,11 Pada populasi Barat, dilaporkan bahwa tipe HPV anal yang paling sering terjadi pada populasi LSL adalah HPV dengan serotipe 16 dan 18.5,11 Oleh karena itu, insiden kanker meningkat yang dikenal dengan karsinoma sel skuamosa, terutama pada LSL dengan HIV. Furukawa dll melaporkan risiko tinggi serotipe HPV dengan lesi intraepitel skuamosa derajat tinggi dapat mengarah ke kanker anal dari spesimen jaringan KA anal pada LSL HIV-positif di Jepang.6 Pada kasus ini, pasien memilki faktor risiko tinggi untuk terjadinya KA anal dengan mempertimbangkan kebiasaan seksualnya. Pasien adalah LSL yang sering berperan sebagai Bottom* (suatu peran dalam hubungan sexual LSL yang menjadikan lubang anusnya sebagai tempat penestrasi penis) dan rata-rata 2 kali per minggu melakukan hubugan seksual dengan pasangan seksual yang berbeda dan jarang menggunakan kondom. Pasien bekerja sebagai pegawai seks komersial (PSK), dan memilki riwayat melakukan hubungan seksual pada usia muda, dan ia adalah perokok. Diagnosis KA berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis, termasuk pemeriksaan penunjang dengan asam asetat dan anoskopi.10 Transmisi infeksi HPV biasanya melalui kontak seksual, tetapi dilaporkan juga transmisi dapat melalui ibu ke anak, meskipun patogensis belum jelas. Waktu interval anatara infeksi dan gejala awal KA sekitar 3-8 minggu.10 Gambaran klinis kutil anal adalah datar atau plak eritema atau plak dengan lokasi daerah yang terinfeksi.11 Lesi jarang disertai dengan gejala yang berat, tapi kadang disertai dengan rasa tidak nyaman pada anal dan pruritus.10 Pasa kasus ini, diagnosis KA berdasarkan anamanesis, pemeriksaan fisik kulit dan kelamin, tes diagnostik dengan pemeriksaan acetowhite, dan anoskopi. Pemeriksaan fisik kulit dan kelamin didapatkan adanya hipopigmentasi multipel dan beberapa papul verukosa yang sewarna dengan kulit serta ukurannya bervariasi. Gambaran klinis pada pasien ini sesuai dengan KA. Pemeriksaan acetowhite merupakan pemeriksaan lesi HPV dengan menggunakan 3-5% asam asetat, dimana lesi akan berubah warna menjadi putihkeabu-abuan akibat ekspresi sitokeratin-10 (CK10) yang berlebihan pada sel suprabasal yang terinfeksi HPV. Sel-sel ini tidak berdiferensiasi dan mengandung protein yang tinggi serta warna keputihan berasal dari denaturasi. Meskipun demikian, pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifitas yang rendah.12 Pemeriksaan acetowhite pada pasien ini menunjukkan hasil yang positif. LSL memiliki risiko lebih tinggi untuk beberapa kondisi infeksi, termasuk HIV dan infeksi menular seksual lainnya, sarkoma Kaposi, hepatitis virus, infeksi kulit Staphylococcus aureus yang resistan terhadap metisilin, dan penyakit meningokokus invasif. Mereka mungkin juga berisiko tinggi terkena beberapa kondisi yang tidak menular seperti kanker kulit. Pasien LSL diketahui memiliki prevalensi infeksi HPV anal, penis, dan oral yang lebih tinggi, termasuk infeksi dengan serotipe HPV risiko tinggi.5 Tes laboratorium pada pasien ini menunjukkan hasil non-reaktif pada rapid-test HIV dan juga hasil non-reaktif pada VDRL / TPHA. Tujuan utama pada pengobatan KA adalah untuk menghilangkan lesi kutil, mengurangi stres psikologis yang disebabkan oleh KA, dan mencegah kekambuhan. Sekitar 10% -30% dari KA biasanya terbatas pada individu yang imunokompeten dan dapat sembuh sendiri sekitar 12-24 bulan jika tidak diobati. Beberapa kasus kekambuhan dikaitkan dengan infeksi HPV 11.9 Beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan modalitas terapeutik adalah ukuran darj lesi, lokasi, jenis dan jumlah lesi, kemampuan pasien dalam menerapkan terapi, harga obat, dan keterampilan dokter.9,10 Terapi ideal untuk KA sebaiknya mudah diaplikasikan, murah, efektif, dan tidak menimbulkan efek samping.2,13 Terapi khusus belum tersedia sehingga eradikasi belum maksimal sehingga menimbulkan masalah klinis yang signifikan dan sering kambuh.2,7 Rencana terapi kutil anal dapat diklasifikasikan sebagai terapi yang diterapkan pasien seperti kutil perianal, dan terapi yang membutuhkan tenaga medis profesional seperti untuk lesi mukosa intra-anal atau rektal.10,14 Beberapa terapi yang dapat diterapkan sendiri adalah krim podofilotoksin 0,15%, krim imiquimod 5%, atau 5 -FU krim 5%. Terapi yang membutuhkan tenaga medis profesional untuk diterapkan adalah asam trikloroasetat, laser CO2, cryotherapy, dan kauter. Terapi ini memiliki risiko yang lebih tinggi, dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman, dan memerlukan perawatan khusus.2,15 Krim 5-Fluorourasil 5% adalah pilihan terapeutik untuk lesi kutil pada bagian perianal, dan dikenal sebagai antimetabolit dengan efek sitotoksik yang terjadi melalui mekanisme yang dapat menyebabkan gangguan pada sintesis dan fungsi DNA dan asam ribonukleat (RNA). Penggunaan krim 5-FU 5% pada lesi mukosa tidak dianjurkan karena menyebabkan inflamasi dan ulserasi lokal.12 Nugrahaini et al. melaporkan bahwa kutil kelamin pada uretra dan meatus uretra yang diobati dengan krim 5-FU 5% selama 2-3 kali seminggu, didiamkan selama 3–10 jam, kemudian dibilas, telah menghasilkan respons lengkap setelah 29 hari dan tidak ada kekambuhan. sampai bulan ke-6.2 Selain itu, studi oleh Krebs pada 49 wanita yang tidak hamil dengan KA pada vulva, diberikan krim 5-FU 5% setiap malam selama 6 minggu kemudian dilanjutkan seminggu sekali selama 10 minggu, dilaporkan bahwa 71% pasien memberikan respon yang baik dan 29% pasien tidak merespon. Studi ini juga melaporkan bahwa mengaplikasikan secara periodik lebih direkomendasikan daripada mengaplikasikan secara berkelanjutan. Efek samping yang dapat terjadi antara lain nyeri, eritema, perubahan warna, erosi, ulserasi, perih, gatal, dan bengkak. Studi lain yang dilakukan oleh Pride et al. pada 19 pasien wanita dengan KA ekstragenital yang diberikan secara topikal 5-FU selama 7 hari memberikan 68,4% pasien respon lengkap, dan 1 pasien tidak merespon terapi.7 Studi lain dilakukan pada KA anogenital eksternal. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok dengan metode randomisasi sederhana. Kelompok pertama diberi terapi krim 5-FU 5%, dan kelompok kedua diberi 80% TCA. Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam keefektifan antara kedua terapi tersebut, tetapi kekambuhan yang lebih sedikit dan efek samping yang lebih sedikit ditemukan pada kelompok yang diberi krim 5-FU 5%.7 Dalam kasus ini, KA perianal diobati dengan krim 5-FU 5% 3 kali seminggu selama 5 minggu memberikan hasil yang baik. Tidak ada efek samping seperti nyeri, eritema, perubahan warna, erosi, ulserasi, rasa terbakar, gatal, dan bengkak yang dilaporkan. Oleh karena itu, krim 5-FU 5% adalah modalitas terapeutik yang mudah diaplikasikan dan secara efektif mengurangi lesi KA perianal. DAFTAR PUSTAKA 1. Widyaswari MS, Lumintang H, Soemarno T. Imunohistokimia pada kondilomata akuminata. Medical and Health Science Journal 2019; 3(1): 47-54. 2. Nugrahaini PKC, Cahyawari D, Iriani J, Achdiat PA, Rowawi R. Laporan Kasus: Kutil kelamin pada uretra dan meatus uretra yang diterapi dengan Krim 5-Fluorourasil 5%. Syifa' MEDIKA: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan 2018; 9(1): 25-32. 3. Puspawati NMD, Sissy, Gotama D. A retrospective study of condyloma acuminata profile in the outpatient clinic of dermato-venereology Sanglah General Hospital Denpasar, Bali-Indonesia period 2015-2017. Bali Dermatol Venereol J 1 2018: 1-3. 4. Wood SM, Salas-Humara C, dan Dowshen NL. Human immunodeficiency virus, other sexually transmitted infections, and sexual and reproductive health in lesbian, gay, bisexual, transgender youth. Pediatric Clinics 2016; 63(6): 1027-55. 5. Yeung H, Luk KM, Chen SC, Ginsberg BA, Katz KA. Dermatologic care for lesbian, gay, bisexual, and transgender persons: Epidemiology, screening, and disease prevention. J Am Acad Dermatol 2019; 80(3): 591-602. 6. Furukawa S, Uota S, Yamana T, Sahara R, Iihara K, Yokomaku Y, et al. Distribution of Human Papillomavirus genotype in anal condyloma acuminatum among japanese men: the higher prevalence of high risk Human Papillomavirus in men who have sex with men with HIV infection. AIDS Res Hum Retroviruses 2018; 34(4): 375-81. 7. Werner RN, Westfechtel L, Dressler C, Nast A. Anogenital warts and other HPV-associated anogenital lesions in the HIV-positive patient: a systematic review and meta-analysis of the efficacy and safety of interventions assessed in controlled clinical trials. Sex Transm Infect 2017; 93(8): 543- 550. 8. Gilson R, Nugent D, Werner RN, Ballesteros J, Ross J. 2019 IUSTI-Europe guideline for the management of anogenital warts. J Eur Acad Dermatol Venereol 2020; 34(8): 1644-53. 9. Andriani, Indah, dan Dwi Puspawati. Terapi kombinasi zink oral dan asam trikloroasetat 80% pada giant kondiloma akuminata perianal. MEDICINA 2018; 49(3): 399-406. 10. Leszczyszyn J, Lebski I, Lynsenko L, Hirnle L, Gerber H. Anal warts (condylomata acuminata)-current issues and treatment modalities." Adv Clin Exp Med 2014; 23(2): 307-11. 11. Cranston RD, Carballo-Dieguez A, Gundacker H, Richardson BA, Giguere R, Dolezal C, et al. Prevalence and determinants of anal human papillomavirus infection in men who have sex with men and transgender women. Int J STD AIDS 2019; 30(2): 154-162. 12. Ceilley RI. Mechanisms of action of topical 5- fluorouracil: review and implications for the treatment of dermatological disorders. J Dermatolog Treat 2012; 23(2): 83-9. 13. Choi, Hoon. Can quadrivalent human papillomavirus prophylactic vaccine be an effective alternative for the therapeutic management of genital warts? an exploratory study. Int Braz J Urol 2019; 45(2): 361-8. 14. Clanner-Engelshofen BM, Marsela E, Engelsberger N, Guertler A, Schauber J, French LE, Reinholz M. Condylomata acuminata: A retrospective analysis on clinical characteristics and treatment options. Heliyon 2020; 6(3): 1-7. 15. Wiraguna, A., Puspawati, N. 2020. Condyloma acuminatum in a 62-year-old patient with HIV infection. Bali Medical Journal 2020; 9(1): 91-4.