BAB I PENDAHULUAN Trauma pada penduduk sipil masih tetap merupakan penyebab kematian pada seluruh kelompok umur terutama pada usia produktif yaitu kelompok umur dibawah umur 45 tahun. Lebih dari setengah pasien-pasien trauma merupakan akibat kecelakaan lalu lintas, selebihnya akibat terjatuh, luka tembak dan luka tusuk, keracunan, luka bakar, dan tenggelam.1 Trauma abdomen menempati peringkat ketiga sebagai penyebab kematian akibat trauma setelah cedera kepala dan cedera pada dada.2,3 Trauma abdomen merupakan penyebab yang cukup signifikan bagi angka kesakitan dan kematian di Amerika Serikat.4 Trauma abdomen adalah suatu kondisi yang sulit untuk dievaluasi, baik di lapangan maupun di rumah sakit. Meskipun cedera intraabdomen merupakan suatu penyebab kematian mayor yang dapat dicegah, kemungkinan cedera abdomen harus segera diketahui dan ditangani.2,3 Pada penilaian abdomen , prioritas maupun metode apa yang terbaik sangat ditentukan oleh mekanisme trauma , berat dan lokasi trauma maupun status hemodinamik penderita. Trauma tajam abdomen sering memerlukan intervensi bedah. Trauma tumpul (cedera akibat olah raga, kecelakaan motor) meskipun tampak lebih ringan, namun potensial menyebabkan kematian.5 Akibat trauma abdomen yang paling mengancam nyawa adalah perdarahan dan infeksi.5 Trauma abdomen juga sering disertai oleh penurunan kesadaran, cedera distraksi atau kurang informasi dari pasien dalam penilaian cederanya. Hal-hal tersebut menyebabkan trauma abdomen sulit untuk dievaluasi.2 Oleh sebab itu penilaian awal tanda-tanda syok dan penanganan segera menjadi hal penting dalam penatalaksanaan trauma abdomen.5 Untuk dua mekanisme yang berbeda yaitu trauma tajam (penetrans) dan trauma tumpul (non penetrans) terdapat pendekatan diagnostik yang berbeda. Pada beberapa tahun terakhir pendekatan baru untuk diagnosis dan penatalaksanaan dari trauma abdomen termasuk USG, CT Scan generasi terbaru, laparoskopi, dan kemampuan memilih penatalaksanaan nonoperatif dapat mempercepat proses penanganan trauma abdomen yang tujuannya diharapakan dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas yang ditimbulkan.2 1 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Anatomi Abdomen Abdomen dapat didefinisikan sebagai daerah tubuh yang terletak antara diaphragma di bagian atas dan pintu masuk pelvis dibagian bawah. Untuk kepentingan klinik, biasanya abdomen dibagi dalam sembilan regio oleh dua garis vertikal, dan dua garis horizontal. Masing-masing garis vertikal melalui pertengahan antara spina iliaca anterior superior dan symphisis pubis. Garis horizontal yang atas merupakan bidang subcostalis, yang mana menghubungkan titik terbawah pinggir costa satu sama lain. Garis horizontal yang bawah merupakan bidang intertubercularis, yang menghubungkan tuberculum pada crista iliaca. Bidang ini terletak setinggi corpus vertebrae lumbalis V.Pembagian regio pada abdomen yaitu : pada abdomen bagian atas : regio hypochondrium kanan, regio epigastrium dan regio hypocondrium kiri. Pada abdomen bagian tengah : regio lumbalis kanan, regio umbilicalis dan regio lumbalis kiri. Pada abdomen bagian bawah : regio iliaca kanan, regio hypogastrium dan regio iliaca kiri. Sedangkan pembagian abdomen juga dipermudah menjadi empat kuadran dengan menggunakan satu garis vertikal dan satu garis horisontal yang saling berpotongan pada umbilicus. Kuadran tersebut adalah kuadran kanan atas, kuadran kiri atas, kuadran kanan bawah dan kuadran kiri bawah.6 Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di bagian belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis; lemak subkutan dan fasia superfisial (fasia Scarpa); kemudian ketiga otot dinding perut, m. oblikus abdominis eksternus, m. oblikus abdominis internus, dan m. tranversus abdominis; dan akhirnya lapisan preperitoneal, dan peritoneum. Otot di bagian depan terdiri atas sepasang otot rektus abdominis dengan fasianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba. Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kranikaudal diperoleh pendarahan dari cabang aa.interkostales VI s/d XII dan a.epigastrika superior. Dari kaudal, a.iliaka sirkumfleksa superfisialis, a.pudenda eksterna, dan a.epigastrica inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun 2 vertikal tanpa menimbulkan gangguan pendarahan. Persarafan dinding perut dilayani secara segmental oleh n.torakalis VI s/d XII dan n.lumbalis I.6 Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang tipis mengkilap yang juga melipat untuk meliputi organ-organ di dalam rongga abdominal. Lapisan membran yang membatasi dinding abdomen dinamakan peritoneum parietale, sedangkan bagian yang meliputi organ dinamakan peritoneum viscerale. Di sekitar dan sekeliling organ ada lapisan ganda peritoneum yang membatasi dan menyangga organ, menjaganya agar tetap berada di tempatnya, serta membawa pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf. Bagian-bagian peritoneum sekitar masing-masing organ diberi nama-nama khusus.6 Mesenterium ialah bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya seperti kipas, pangkalnya melekat pada dinding belakang perut dan ujungnya yang mengembang melekat pada usus halus. Di antara dua lapisan membran yang membentuk mesenterium terdapat pembuluh darah, saraf dan bangunan lainnya yang memasok usus. Bagian mesenterium di sekitar usus besar dinamakan mesokolon. Lapisan ganda peritoneum yang berisi lemak, menggantung seperti celemek di sebelah atas depan usus bernama omentum majus. Bangunan ini memanjang dari tepi lambung sebelah bawah ke dalam bagian pelvik abdomen dan kemudian melipat kembali dan melekat pada colon tranversum. Ada juga membran yang lebih kecil bernama omentum minus yang terentang antara lambung dan liver. Organ dalam rongga abdomen dibagi menjadi dua, yaitu : a. Organ Intraperitoneal 1. Hati Merupakan kelenjar terbesar dan mempunyai tiga fungsi dasar, yaitu : (1) pembentukan dan sekresi empedu yang dimasukkan ke dalam usus halus; (2) berperan pada aktivitas metabolisme yang berhubungan dengan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein; (3) menyaring darah untuk membuang bakteri dan benda asing lain yang masuk dalam darah dari lumen usus. Hati bersifat lunak dan lentur dan menduduki regio hypochondrium kanan, meluas sampai regio epigastrium. Permukaan 3 atas hati cembung melengkung pada permukaan bawah diaphragma. Permukaan postero-inferior atau permukaan viseral membentuk cetakan visera yang berdekatan, permukaan ini berhubungan dengan pars abdominalis oesophagus, lambung, duodenum, flexura coli dextra, ginjal kanan, kelenjar suprarenalis, dan kandung empedu. Dibagi dalam lobus kanan yang besar dan lobus kiri yang kecil, yang dipisahkan oleh perlekatan peritonium ligamentum falciforme. Lobus kanan terbagi menjadi lobus quadratus dan lobus caudatus oleh adanya kandung empedu, fissura untuk ligamentum teres hepatis, vena cava inferior, dan fissura untuk ligamentum venosum. Porta hepatis atau hilus hati ditemukan pada permukaan postero-inferior dengan bagian atas ujung bebas omentum majus melekat pada pinggirnya. Hati dikelilingi oleh capsula fibrosa yang membentuk lobulus hati. Pada ruang antara lobulus-lobulus terdapat saluran portal, yang mengandung cabang arteri hepatica, vena porta, dan saluran empedu (segitiga portal).6 2. Limpa Merupakan massa jaringan limfoid tunggal yang terbesar dan umumnya berbentuk oval, dan berwarna kemerahan. Terletak pada regio hypochondrium kiri, dengan sumbu panjangnya terletak sepanjang iga X dan kutub bawahnya berjalan ke depan sampai linea axillaris media, dan tidak dapat diraba pada pemeriksaan fisik. Batas anterior limpa adalah lambung, cauda pankreas, flexura coli sinistra. Batas posterior pada diaphragma, pleura kiri ( recessus costodiaphragmatica kiri ), paru kiri, costa IX, X, dan XI kiri.6 3. Lambung Merupakan bagian saluran pencernaan yang melebar dan mempunyai 3 fungsi utama: (1) menyimpan makanan dengan kapasitas ± 1500 ml pada orang dewasa; (2) mencampur makanan dengan getah lambung untuk membentuk kimus yang setengah padat, dan (3) mengatur kecepatan pengiriman kimus ke usus halus sehingga pencernaan dan absorbsi yang efisien dapat berlangsung. Lambung terletak pada 4 bagian atas abdomen, dari regio hipochondrium kiri sampai regio epigastrium dan regio umbilikalis. Sebagian besar lambung terletak di bawah iga-iga bagian bawah. Batas anterior lambung adalah dinding anterior abdomen, arcus costa kiri, pleura dan paru kiri, diaphragma, dan lobus kiri hati. Sedangkan batas posterior lambung adalah bursa omentalis, diaphragma, limpa, kelenjar suprarenal kiri, bagian atas ginjal kiri, arteri lienalis, pankreas, mesocolon tranversum, dan colon tranversum. Secara kasar lambung berbentuk huruf J dan mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan ostium pyloricum, dua curvatura yang disebut curvatura mayor dan minor, serta dua permukaan anterior dan posterior. Lambung dibagi menjadi fundus, corpus dan antrum. Fundus berbentuk kubah dan menonjol ke atas terletak di sebelah kiri ostium cardiacum. Biasanya fundus terisi gas. Sedangkan corpus adalah badan dari lambung. Antrum merupakan bagian bawah dari lambung yang berbentuk seperti tabung. Dinding ototnya membentuk sphincter pyloricum, yang berfungsi mengatur kecepatan pengeluaran isi lambung ke duodenum. Membran mukosa lambung tebal dan memiliki banyak pembuluh darah yang terdiri dari banyak lipatan atau rugae. Dinding otot lambung mengandung serabut longitudinal, serabut sirkular dan serabut oblik. Serabut longitudinal terletak paling superficial dan paling banyak sepanjang curvatura, serabut sirkular yang lebih dalam mengelilingi fundus lambung,dan menebal pada pylorus untuk membentuk sphincter pyloricum. Sedangkan serabut oblik membentuk lapisan otot yang paling dalam, mengelilingi fundus berjalan sepanjang anterior dan posterior.6 4. Kandung empedu (Vesica Fellia) Vesica Fellia adalah kantong seperti buah pear yang terletak pada permukaan viseral hati. Secara umum dibagi menjadi tiga bagian yaitu : fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hati; dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan viseral hati dana arahnya keatas, belakang dan kiri. Sedangkan collum dilanjutkan sebagai ductus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus communis membentuk ductus choledochus. Batas anterior vesica fellia pada dinding 5 anterior abdomen dan bagian pertama dan kedua duodenum. Batas posterior pada colon tranversum dan bagian pertama dan kedua duodenum. Vesica Fellia berperan sebagai reservoir empedu dengan kapasitas ± 50 ml. Vesica Fellia mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Untuk membantu proses ini, maka mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan seperti sarang tawon. Empedu dialirkan ke duodenum sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum . lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum; hormon kemudian masuk ke dalam darah menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama otot polos yang terletak pada ujung distal ductus choledochus dan ampula relaksasi sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam-garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan serta absorbsi lemak.6 5. Usus halus Usus halus merupakan bagian pencernaan yang paling panjang, dibagi menjadi 3 bagian : duodenum, jejunum, dan ileum. Fungsi utama usus halus adalah pencernaan dan absorpsi hasil-hasil pencernaan. Duodenum berbentuk huruf C yang panjangnya sekitar 25 cm, melengkung sekitar caput pankreas, dan menghubungkan lambung dengan jejunum. Di dalam duodenum terdapat muara saluran empedu dan saluran pankreas. Sebagian duodenum diliputi peritonium, dan sisanya terletak retroperitonial. Duodenum terletak pada regio epigastrium dan regio umbilikalis. Jejunum dan Ileum panjangnya ± 6 m, dua perlima bagian atas merupakan jejunum. Jejunum mulai pada junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis. 6. Usus besar 6 Usus besar dibagi dalam caecum, appendix vermiformis, colon ascenden, colon tranversum, colon descenden, dan colon sigmoideum, rectum dan anus. Fungsi utama usus besar adalah absorpsi air dan elektrolit dan menyimpan bahan yang tidak dicernakan sampai dapat dikeluarkan dari tubuh sebagai feses. Caecum terletak pada fossa iliaca, panjang ± 6 cm, dan diliputi oleh peritonium. Batas anterior pada lekukan-lekukan usus halus, sebagian omentum majus, dan dinding anterior abdomen regio iliaca kanan. Batas posterior pada m. psoas dan m. iliacus, n. femoralis, dan n. cutaneus femoralis lateralis. Batas medial pada appendix vermiformis. Appendix vermiformis panjangnya 8 – 13 cm, terletak pada regio iliaca kanan. Colon ascenden terletak pada regio iliaca kanan dengan panjang ± 13 cm. Berjalan ke atas dari caecum sampai permukaan inferior lobus kanan hati, di mana colon ascenden secara tajam ke kiri, membentuk flexura coli dextra, dan dilanjutkan sebagai colon tranversum. Peritonium menutupi pinggir dan permukaan depan colon ascenden dan menghubungkannya dengan dinding posterior abdomen. Batas anterior pada lekukan-lekukan usus halus, omentum majus, dan dinding anterior abdomen. Batas posterior pada m. Iliacus, crista iliaca, m. Quadratus lumborum, origo m. Tranversus abdominis, dan kutub bawah ginjal kanan. Colon tranversum panjangnya ± 38 cm dan berjalan menyilang abdomen, menduduki regio umbilikalis dan hipogastrikum. Batas anterior pada omentum majus dan dinding anterior abdomen. Batas posterior pada bagian kedua duodenum, caput pankreas, dan lekukan-lekukan jejunum dan ileum. Colon descenden terletak pada regio iliaca kiri, dengan panjang ± 25 cm. Berjalan ke bawah dari flexura coli sinistra sampai pinggir pelvis. Batas anterior pada lekukan-lekukan usus halus, omentum majus, dan dinding anterior abdomen. Batas posterior pada pinggir lateral ginjal kiri, origo m. Tranversus abdominis, m. Quadratus lumborum, crista iliaca, m. Iliacus, dan m. Psoas kiri.6 b. Organ Retroperitoneal 7 1. Ginjal Berperan penting dalam mengatur keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam basa darah. Kedua ginjal berfungsi mengekskresi sebagian besar zat sampah metabolisme dalam bentuk urin. Ginjal berwarna coklat-kemerahan, terletak tinggi pada dinding posterior abdomen, sebagian besar ditutupi oleh tulang iga. Ginjal kanan terletak lebih rendah dibanding ginjal kiri, dikarenakan adanya lobus kanan hati yang besar.Ginjal dikelilingi oleh capsula fibrosa yang melekat erat dengan cortex ginjal. Di luar capsula fibrosa terdapat jaringan lemak yang disebut lemak perirenal. Fascia renalis mengelilingi lemak perirenal dan meliputi ginjal dan kelenjar suprarenalis. Fascia renalis merupakan kondensasi jaringan areolar, yang di lateral melanjutkan diri sebagai fascia tranversus. Di belakang fascia renalis terdapat banyak lemak yang disebut lemak pararenal. Batas anterior ginjal kanan pada kelenjar suprarenalis, hati, bagian kedua duodenum, flexura coli dextra. Batas posterior pada diaphragma, recessus costodiaphragmatica pleura, costa XII, m. Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m. Tranversus abdominis. Pada ginjal kiri, batas anterior pada kelenjar suprarenalis, limpa, lambung, pankreas, flexura coli kiri, dan lekukan-lekukan jejunum. Batas posterior pada diaphragma, recessus costodiaphragmatica pleura, costa XI, XII, m. Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m. Tranversus abdominis.6 2. Ureter Mengalirkan urin dari ginjal ke vesica urinaria, dengan didorong sepanjang ureter oleh kontraksi peristaltik selubung otot, dibantu tekanan filtrasi glomerulus. Panjang ureter ± 25 cm dan memiliki tiga penyempitan : (1) di mana piala ginjal berhubungan dengan ureter;(2) waktu ureter menjadi kaku ketika melewati pinggir pelvis;(3) waktu ureter menembus dinding vesica urinaria. Ureter keluar dari hilus ginjal dan berjalan vertikal ke bawah di belakang peritonium parietal pada m. Psoas, memisahkannya dari ujung processus tranversus vertebra lumbalis. Ureter masuk ke pelvis dengan menyilang bifurcatio a. Iliaca comunis di depan articulatio sacroiliaca, 8 kemudian berjalan ke bawah pada dinding lateral pelvis menuju regio ischiospinalis dan memutar menuju angulus lateral vesica urinaria. Pada ureter kanan, batas anterior pada duodenum, bagian terminal ileum, av. Colica dextra, av. Iliocolica, av. Testicularis atau ovarica dextra, dan pangkal mesenterium usus halus. Batas posterior pada m. Psoas dextra. Batas anterior ginjal kiri pada colon sigmoideum, mesocolon sigmoideum, av. Colica sinistra, dan av. Testicularis atau ovarica sinistra. Batas posterior pada m. Psoas sinistra.6 3. Pankreas Merupakan kelenjer eksokrin dan endokrin, organ lunak berlobus yang terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritonium. Bagian eksokrin kelenjer menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein, lemak, dan karbohirat. Bagian endokrin kelenjer, yaitu pulau langerhans, menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang berperan penting dalam metabolisme karbohidrat. Pankreas menyilang bidang transpilorica. Dibagi menjadi empat bagian, yaitu : (1) caput pankreas berbentuki seperti cakram, terletak pada bagian cekung duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang av. Mesenterica superior dan dinamakan processus uncinatus; (2) collum pancreas merupakan bagian yang mengecil dan menghubungkan caput dengan corpus pankreas. Terletak di depan pangkal vena porta dan pangkal arteri mesenterica superior dari aorta; (3) corpus berjalan ke atas dan kiri menyilang garis tengah; (4) cauda berjalan menuju ke ligamentum lienorenalis dan berhubungan dengan hilus limpa. Batas anterior pankreas dari kanan ke kiri : colon tranversum, perlekatan mesocolon tranversum, bursa omentalis, dan lambung. Sedangkan batas posterior pankreas dari kanan ke kiri : ductus choledochus, vena porta, vena lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteri mesenterica superior, m. Psoas kiri, kelenjer suprarenalis kiri, ginjal kiri, dan hilus limpa.6 2.2 Trauma Abdomen 9 Secara umum trauma abdomen dibedakan menjadi trauma tumpul dan trauma tembus. 2.2.1 Trauma Tumpul Abdomen (Blunt) Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi (perlambatan), atau kompresi. Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan. Cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan badan masih melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan mengakibatkan robekan pada organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma tumpul abdomen paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter.7 2.2.2 Trauma Tembus Abdomen ( Penetrans) Trauma tembus abdomen adalah trauma yang ditandai dengan adanya penetrasi ke dalam rongga peritoneum atau rongga retroperitoneum8 atau rongga pelvis9 yang mengakibatkan kerusakan pada isi abdomen. Secara umum, luka tembus pada trauma abdomen terjadi pada jarak interkostal (intercostal space / ICS) kelima sampai perineum. Trauma tembus pada bagian torakoabdominal adalah trauma yang terjadi diantara ICS 5 dan batas kosta. Luka pada cedera torakoabdominal biasanya mulai dari dada dan menembus diafragma masuk ke abdomen. Dikatakan trauma tembus pada bagian posterior abdomen apabila perlukaan dimulai pada bagian posterior dari garis aksila dan kebanyakan menembus rongga retroperitoneum. Selain itu, massa yang besar pada panggul dan otot bagian belakang akan menjadi penyulit dalam diagnosis dan kemungkinan jarang terjadi cedera organ.8 Luka tembus pada trauma tembus abdomen disebabkan luka tusuk dan luka tembak. a. Luka Tusuk 10 Akibat trauma tusuk (Stab Wound / SW) tergantung dari daerah trauma, arah trauma, dan kekuatan tusukan serta panjang dan ukuran dari tusukan. Mekanismenya bisa berupa sayatan dan robekan pada jaringan. Luka tusuk akan menyebabkan kerusakan jaringan karena laserasi atau terpotong.2,9 Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%), dan colon (15%).9 Luka tusuk biasanya terjadi pada kuadran kiri atas abdomen, disusul kuadran kanan atas, dan kuadran bawah. Kebanyakan luka tusuk tidak menyebabkan cedera intraabdomen yang serius meskipun terjadi penetrasi ke peritoneum. Lebih dari 70% kasus luka tusuk pada bagian anterior abdomen yang menembus peritoneum, hanya setengahnya yang mengalami cedera serius.3 b. Luka Tembak Luka tembak menyebabkan kerusakan yang lebih besar, yang ditentukan oleh jauhnya perjalanan peluru, dan berapa besar energi kinetiknya maupun kemungkinan pantulan peluru oleh organ tulang, maupun efek pecahan tulangnya.3,9 Luka tembak paling sering mengenai usus halus (50%), usus besar (40%), hepar (30%) dan pembuluh darah abdominal (25%).9 Luka tembak dibedakan menjadi luka “gunshot” atau pistol (Gun Shot Wound / GSW) dan sejenisnya, serta luka “shotgun”. Potensial luka GSW berhubungan erat dengan energi kinetik dari peluru yang mengenai pasien (KE = ½ MV dimana M = massa , dan V = kecepatan). Mekanisme luka tembak lebih kompleks, tergantung pada energi kinetik yang tesimpan pada proyektil dan kemampuannya untuk meledakkan benda-benda di sekitarnya.3 Luka tembak kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera, dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation, dan dapat pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan organ lainnya.9 ”Proyektil Velocity” adalah kemampuan proyektil untuk mengakibatkan kerusakan (luka), berdasarkan ini maka senjata api dikenal dengan ” Low, Medium, High velocity”, ini ditentukan oleh ”Muzzle velocity” yaitu untuk low velocity < 305 m/detik, medium 305 – 610 m/detik, high > 610 m/detik.”Low velocity projectil” menyebabkan robekan langsung dan trauma ”crushing” pada jaringan lokal. Secara khas , hanya luka masuk terlihat dan terdapat peluru di dalamnya .”High velocity 11 projectil” ketika menyebabkan kerusakan dan ”chrusing” pada jaringan lokal juga menyebabkan kerusakan jaringan dengan cavitasi (terowongan).3 Shotgun dirancang untuk menembak target kecil yang bergerak cepat. Energi kinetik yang sampai ke pasien tergantung dari ukuran peluru yang digunakan, jumlah peluru, jenis dan jumlah bubuk serta konstriktor yang digunakan. Tetapi variabel yang terpenting adalah jarak objek dan penembak. Peluru shotgun ketika meninggalkan ujung senjatanya akan menyebar membentuk pecahan tembakan yang lebih kecil. Semakin dekat dengan penembak, luka yang dihasilkan lebih berat dan kemungkinan menyebabkan kematian lebih besar. Semakin jauh jarak tembak maka pelurunya akan menyebar dan dapat menurunkan mortalitas. Namun debris yang dihasilkan dari luka yang banyak akan meningatkan morbiditas. Perbedaan derajat luka GSW dapat dilihat pada tabel berikut.2,3,10 Tabel 1. Luka Akibat Shotgun3 Tipe Jarak I > 7 yard Sebaran Peluru > 25 cm II 3-7 yard 10-25 cm III < 3 yard < 10 cm rentang “point blank” Cedera Penetrasi subkutan dan fascia Banyak struktur perforasi Destruksi massa / mortalitas tertinggi 2.3 Epidemiologi Insiden trauma tajam abdomen meningkat akibat kerusuhan yang terjadi dimasyarakat. Luka tusuk tiga kali lebih sering dari pada luka tembak, tetapi memiliki mortalitas yang lebih rendah karena kecepatan traumanya lebih rendah dan saluran yang kurang invasif. Sebagai hasi dari tenaga yang besar dan saluran peluru yang luas luka tembak dikatakan sebagai penyebab kematian trauma tajam abdomen dengan presentase mencapai lebih dari 90%.2 Menurut CDC, trauma tajam abdomen di Amerika menyebabkan 6% pasien di rawat inap dan 10% di ruang gawat darurat. Kejadian terbanyak adalah akibat kecelakaan motor dan 20% diantaranya meninggal.10 12 Statistik Amerika Serikat menunjukkan bahwa bunuh diri dan pembunuhan secara konsisten menempati peringkat 15 besar penyebab kematian. Menurut data yang diterbitkan oleh Laporan Statistik Vital Nasional, 11.406 kematian akibat pembunuhan terjadi akibat cedera senjata api pada tahun 2009 dan 18.689 kematian akibat luka tembak yang merugikan diri sendiri. Empat puluh persen kasus pembunuhan dan 14% kasus bunuh diri dengan senjata api melibatkan cedera pada toraks dan abdomen.11 Pelacakan trauma yang dilakukan Pusat Nasional untuk Pencegahan Cedera dan Pengendalian (NCICP), menunjukkan bahwa cedera traumatis adalah penyebab utama ketiga kematian keseluruhan dan nomor satu penyebab kematian pada orang berusia 1-44 tahun. 35% dari pasien dirawat di pusat-pusat trauma perkotaan adalah pasien trauma tajam abdomen dan 1-12% dari mereka mengaku pusat pinggiran kota atau pedesaan.12 Perbedaan rasial dalam insiden, tingkat kematian senjata api yang disesuaikan menurut umur adalah 2-7 kali lebih tinggi untuk pria kulit hitam non-Hispanik dibandingkan laki-laki dari etnis lainnya. Untuk kulit putih non-Hispanik, kebanyakan kematian akibat senjata api karena bunuh diri.13 Distribusi ras pada pasien dengan trauma abdomen penetrasi tergantung secara signifikan pada lokasi rumah sakit penerima. Pusat kesehatan di perkotaan didominasi menerima laki-laki muda Afrika-Amerika dan Hispanik lebih sering daripada laki-laki kulit putih muda karena demografi penduduk di daerah-daerah. Begitu pula halnya dengan kaum perempuannya. Meskipun mengukur tingkat kematian untuk trauma abdomen penetrasi oleh ras sulit, risiko kematian relatif akibat cedera penetrasi secara umum dapat ditentukan. Laki-laki Afrika-Amerika memiliki peningkatan 3 kali lipat dalam risiko relatif kematian dibandingkan dengan ras kulit putih. Perempuan AfrikaAmerika memiliki peningkatan 2,5 kali lipat risiko kematian relatif dibandingkan dengan perempuan kulit putih.14 Perbedaan jenis kelamin dan usia dalam insiden, pria merupakan sebagian besar pasien dengan luka trauma tembus di seluruh Amerika Serikat dan dunia. Di beberapa wilayah di Amerika Serikat, sekitar 90% pasien dengan trauma tembus adalah laki-laki. Cedera adalah penyebab utama kematian pada pasien berusia 1-44 tahun.14 13 2.4 Penatalaksanaan Trauma Abdomen Kunci sukses untuk penanganan trauma abdomen adalah adanya kecurigaan yang besar untuk trauma abdomen (high index of suspicion) yaitu pemeriksa harus menganggap bahwa ada kerusakan organ intra abdomen. Dan pemeriksa harus menentukan apakah perlu intervensi operasi segera atau tidak. Untuk diketahui bahwa lebih kurang 75 % -90 % luka tembak abdomen memerlukan tindakan operasi segera, 25 % - 35 % untuk luka tusuk abdomen, dan hanya 15 % - 20 % untuk trauma tumpul abdomen.1,2,3,9 Penanganan pertama pada pasien trauma abdomen dimulai dengan primary survey : A (Airway dengan kontrol servikal), B (Breathing), C (Circulation dengan kontrol perdarahan), D (Disability), E (Exposure) kemudian dilanjutkan dengan secondary survey1,9 Pada primary survey dilakukan penilaian : a. Airway dengan kontrol servikal : harus dievaluasi derajat patensinya, reflex proteksi, benda asing sekresinya dan derajat cederanya dengan tetap memperhitungkan ada tidaknya cedera cervical. b. Breathing : yaitu menilai derajat pernafasan pasien berdasarkan frekuensi dan kedalaman pernafasan atau adanya retraksi otot pernafasan. c. Circulation dengan kontrol perdarahan : dinilai dengan menilai tingkat kesadaran pasien, warna kulit, dan suhu tubuh. Pada pasien dengan shock hemoragik pada mulanya akan gelisah dan koma jika perdarahan terus terjadi. Tanda vital seperti denyut nadi, tekanan darah, frekuensi nafas tidak cukup sensitif dan spesifik pada syok hemoragik. d. Disability : penilaian awal dengan menilai defisit neurologi sebelum pemberian sedatif. Penilaian berdasarkan GCS dan kekuatan 4 extremitas. e. Exposure : pada pasien trauma harus dinilai ada tidaknya cedera lain yang dapat meperberat morbiditas.14 Nasogastric tube dipasang jika tidak ada kontraindikasi untuk dekompresi dan menilai ada tidaknya darah. Jika pasien mengalami cedera maksilofacial maka digunakan orofaringeal tube.Folley kateter dipasang dan urine diambil untuk pemeriksaan hematuria mikroskopik. Jika ada kecurigaan cedera urethra atau buli-buli 14 pada fraktur pelvis maka dilakukan uretrogram retrograde sebelum melakukan pemasangan kateter.3,14 2.4.1 Penatalaksanaan Trauma Tumpul Abdomen Terapi Medis Keberhasilan utama paramedis dengan latihan Advanced Trauma Life Support merupakan latihan menilai dengan cepat jalan napas pasien dengan melindungi tulang belakang, pernapasan dan sirkulasi. Kemudian diikuti dengan memfiksasi fraktur dan mengontrol perdarahan yang keluar. Pasien trauma merupakan risiko mengalami kemunduran yang progresif dari perdarahan berulang dan membutuhkan transport untuk pusat trauma atau fasilitas yang lebih teliti dan layak. Sebab itu, melindungi jalan napas, menempatkan jalur intravena, dan memberi cairan intravena, kecuali keterlambatan transport. Prioritas selanjutnya pada primary survey adalah penilaian status sirkulasi pasien. Kolaps dari sirkulasi pasien dengan trauma tumpul abdomen biasanya disebabkan oleh hipovolemia karena perdarahan. Volume resusitasi yang efektif dengan mengontrol darah yang keluar infuse larutan kristaloid melalui 2 jalur.7 Primary survey dilengkapi dengan menilai tingkat kesadaran pasien menggunakan Glasgow Coma Scale. Pasien tidak menggunakan pakaian dan dijaga tetap bersih, kering, hangat. Secondary survey terdiri dari pemeriksaan lengkap dan teliti sebagai indikasi dalam pemeriksaan fisik. Manajemen Non Operative Trauma Tumpul Abdomen Strategis manajemen nonoperatif berdasarkan pada CT scan dan kestabilan hemodinamik pasien yang saat ini digunakan dalam penatalaksanaan trauma organ padat orang dewasa, hati dan limpa. Pada trauma tumpul abdomen, termasuk beberapa trauma organ padat, manajemen nonoperatif yang selektif menjadi standar perawatan. Angiografi merupakan keutamaan pada manajemen nonoperatif trauma organ padat pada orang dewasa dari trauma tumpul. Digunakan untuk kontrol perdarahan. Terapi Pembedahan Indikasi laparotomi pada pasien dengan trauma abdomen meliputi tanda-tanda peritonitis, perdarahan atau syok yang tidak terkontrol, kemunduran klinis selama 15 observasi, dan adanya hemoperitonium setelah pemeriksaan FAST dan DPL. Ketika indikasi laparotomi, diberikan antibiotik spektrum luas. Insisi midline biasanya menjadi pilihan. Saat abdomen dibuka, kontrol perdarahan dilakukan dengan memindahkan darah dan bekuan darah, membalut semua 4 kuadran, dan mengklem semua struktur vaskuler. Kerusakan pada lubang berongga dijahit. Setelah kerusakan intra-abdomen teratasi dan perdarahan terkontrol dengan pembalutan, eksplorasi abdomen dengan teliti kemudian dilihat untuk evaluasi seluruh isi abdomen. Setelah trauma intra-abdomen terkontrol, retroperitonium dan pelvis harus diinspeksi. Penggunaan fiksasi eksternal fraktur pelvis untuk mengurangi atau menghentikan kehilangan darah pada daerah ini. Setelah sumber perdarahan dihentikan, selanjutnya menstabilkan pasien dengan resusitasi cairan dan pemberian suasana hangat. Setelah tindakan lengkap, melihat pemeriksaan laparotomy dengan teliti dengan mengatasi seluruh struktur kerusakan. Follow-Up Perlu dilakukan observasi pasien, monitoring vital sign, dan mengulangi pemeriksaan fisik. Peningkatan temperature atau respirasi menunjukkan adanya perforasi viscus atau pembentukan abses. Nadi dan tekanan darah dapat berubah dengan adanya sepsis atau perdarahan intra-abdomen. Perkembangan peritonitis berdasar pada pemeriksaan fisik yang mengindikasikan untuk intervensi bedah. Gambar 1. Algoritma Trauma Tumpul Abdomen3 Trauma Tumpul Abdomen Hemodinamik stabil Corcerning mechanism* or unreliable exam* Ya Tidak Hemodinamik labil 16 FAST – Cedera extra- + Laparotomi 2.4.2 Penatalaksanaan Trauma Tembus Abdomen ( Penetrans ) Bagi mereka yang mengalami trauma tembus abdomen penting untuk dicatat dalamnya luka, lintasan luka, panjang luka, tipe senjata, jumlah tembakan yang terdengar, posisi pasien selama tembakan, dan jarak pasien dengan senjata. Luka shotgun membuat skenario khusus seperti kecepatan dan lintasan mereka berbeda dari luka tembus.2 Untuk menilai pasien dengan trauma tembus abdomen hal penting yang harus dilakukan adalah melepas semua pakaian pasien. Sering kali pasien datang dengan luka yang jelas pada abdomen bagian depan. Namun tidak dapat dihindari luka sekunder pada bagian aksila, perineum, dan kulit yang tidak terdeteksi dan dapat menyebabkan kematian. 2 Adanya eviserasi adalah indikasi untuk dilakukannya operasi pada trauma abdomen penetrans. Nyeri yang semakin bertambah, adanya peritonitis lokal dengan gejala nyeri tekan lokal, nyeri tekan lepas, nyeri difus atau yang sulit dilokalisir adalah indikasi untuk dilakukan operasi eksplorasi.2,3,6 Pada auskultasi, adanya bunyi peristaltik pada rongga thoraks mungkin mengindikasikan adanya cedera diafragma. 17 Palpasi bisa mendeteksi nyeri tekan lokal atau sistemik dan menilai spasme otot. Nyeri tekan lepas meningkatkan kecurigaan adanya cedera peritoneum.14 Penatalaksanaan Luka Tusuk Abdomen Benda yang menusuk bisa mengakibatkan tamponade dan perdarahan yang tidak terkontrol jika benda menusuk pembuluh darah besar. Oleh karena itu, objek penetrans sebaiknya tidak dipindahkan atau dicabut kecuali dapat segera dilakukan penanganan definitif.2,3,6,7,10 Kekerasan pada rongga peritoneum terjadi lebih kurang 50 – 70 % dari luka tusuk dinding depan abdomen. Kira-kira setengahnya membutuhkan intervensi bedah, dengan kata lain 25 -50 % pasien-pasien dengan luka tusuk dinding depan abdomen membutuhkan operasi. Ada tiga pertanyaan utama yang dibutuhkan dalam pendekatan algoritma untuk luka tusuk dinding depan abdomen yaitu :15 1). Apakah secara klinik membutuhkan operasi, 2). Apakah tidak terjadi kerusakan peritoneum, 3). Jika sudah terjadi , apakah terdapat kerusakan organ intraperitoneal Tahap 1 : Indikasi operasi 1. Tanda vital yang tidak stabil merupakan alasan utama untuk operasi emergency. Harus diingat bahwa luka tusuk pada dada bagian bawah dapat mencederai organ – organ intrathoraks seperti jantung dan paru, sehingga hipotensi pada keadaan ini dapat saja bukan oleh kehilangan darah intraperitoneal. 2. Eviserasi dari organ intraperitoneal membawa resiko 60 % terhadap cedera organ intraabdomen 3. Tanda –tanda peritonitis , keadaan ini tidak boleh ditunda denga pemeriksaan lain. Tahap 2 : Apakah ada cedera peritoneum (tembus) Eksplorasi dari luka dinding abdomen (”local wound exploration”) dengan memakai anastetik lokal bisa menentukan tembus tidaknya peritoneum. Pemeriksaan yang negatif (clearly negative) pasien bisa dipulangkan setelah 18 perawatan luka. Pemeriksaan yang positif atau ragu – ragu menentukan untuk intervensi atau pemeriksaan lanjut. Tahap 3 : Apakah ada cedera organ intraperitoneal Local wound exploration positif harus dilakukan laparatomi . seluruh pasien yang dicurigai atau sudah jelas tembus peritoneum dan tanda – tanda vital stabil dianjurkan untuk DPL. Saat ini , jika dicurigai trauma hepar dianjurkan untuk pemeriksaan CT Scan. Laparaskopi juga banyak digunakan untuk menilai cedera organ intraperitoneal.15 Luka Tembak Abdomen Luka tembak pada dinding depan abdomen 80 – 85 % mengakibatkan tembus peritoneum. Jika tembus peritoneum , maka trauma organ – organ intraabdominal terjadi 99 – 95 % dari pasien. Sama halnya dengan luka tusuk abdomen pertanyaan apakah perlu operasi segera , apakah peritoneum telah tembus atau apakah ada trauma organ intraabdomen , juga berlaku pada luka tembak abdomen. Indikasi untuk laparatomi segera juga sama dengan luka tusuk yaitu jika ada tanda – tanda peritonitis. Indikasi untuk tembus atau tidaknya peritoneum sulit untuk luka tembak, Local wound exploration kurang tepat untuk luka tembak sebab luasnya trauma jaringa lokal. Biplanar X – Rays dapat menentukan lokasi proyektil, dan luka masuk serta keluar mengindikasikan kemungkinan proyektilnya. Sejauh ini , di beberapa sentrum, tanda – tanda yang jelas luka tembak dan kecurigaan kerusakan organ merupakan petunjuk untuk laparatomi segera. Tidak ada tempat untuk penanganan konservatif luka tembak.9,15 Gambar 2. Algoritma Trauma Tembus Abdomen3 Trauma Tembus Abdomen Nyeri Tekan (-) OR Nyeri Tekan (+) Hemodinamik 19 Hemodinamik Keterangan : GSW : Gun Shot Wound SW : Stab Wound DPA : Diagnostic Peritoneal Aspiration CT : Computed Tomography OR : Operating Room *Keputusan : penanganan operatif maupun nonoperatif berdasarkan hasil CT Scan *Kriteria hemodinamik stabil : setelah resusitasi 2 liter cairan kristaloid tanda vital tetap bertahan stabil yaitu : - Tensi > 99 mmHg - MAP > 70 mmHg - Produksi urin > 50 ml/jam *Kriteria hemodinamik tidak stabil : jika setelah dilakukan resusitasi 2 liter cairan kristaloid tanda vital : - Tensi : < 99 mmHg - MAP : < 70 mmHg 20 - Prod urine < 50 ml / jam Damage Control Laparatomy Operasi damage control adalah salah satu kemajuan besar dalam teknik bedah dalam 20 tahun terakhir. Prinsip - prinsip damage control lambat untuk dapat diterima oleh ahli bedah di seluruh dunia, karena bertentangan dengan prinsip standar praktek bedah yaitu bahwa operasi yang terbaik untuk pasien adalah prosedur definitif.(13) Kira – kira 10 % dari trauma abdomen sangat berat dan usaha untuk memperbaiki secara definitif tidak mungkin dilakukan pada laparatomi awal. Pada pasien tersebut usaha ditujukan untuk mengontrol perdarahan dan kebocoran gastrointestinal kemudian diikuti penutupan sementara dan direncanakan untuk laparatomi ulang ( planned reoperation = planned relaparatomy ) setelah keadaan pasien stabil. Keputusan untuk memutuskan cara ini ( ” damage control ”) harus dilakukan pada awal prosedur operasi. Jika sudah terjadi hipotermi ( suhu kurang dari 340 C ) , koagulopati ( kehilangan darah 3 – 5 liter ), asidosis ( pH kurang dari 7,25 ) maka ahli bedah harus memutuskan apakah untuk ”bail out” ( keluar segera) atau meneruskan operasi. Keputusan ini utamanya didasarkan pada pengalaman dan penilaian ahli bedah tersebut.15 BAB III RINGKASAN 21 Trauma abdomen menempati peringkat ketiga sebagai penyebab kematian akibat trauma setelah cedera kepala dan cedera pada dada. Trauma abdomen yang tidak diketahui / terlewatkan dari pengamatan masih tetap menjadi momok penyebab kematian yang seharusnya bisa dicegah (preventable death). Kunci sukses untuk penanganan trauma abdomen adalah adanya kecurigaan yang besar untuk trauma abdomen (high index of suspicion) yaitu pemeriksa harus menganggap bahwa ada kerusakan organ intra abdomen. Beberapa kemajuan dalam modalitas diagnostik membantu dalam penegakan diagnosa pada trauma abdomen. Penanganan berdasarkan algoritma sangat membantu klinisi dalam mengambil keputusan saat mengahdapi penderita dengan trauma abdomen. Yang terpenting adalah tindakan primary survey dan secondary survey untuk mencegah terjadinya akibat trauma yang fatal. Ultrasonografi sekarang secara rutin digunakan dalam penilaian awal pada penderita trauma tumpul abdomen dengan hemodinamik stabil maupun tidak stabil. Sedangkan peningkatan resolusi CT scan dengan multislice dan heliks CT scanner memungkinkan untuk mengidentifikasi yang lebih baik adanya cedera pada organ dengan peningkatan kemampuan dalam hal derajat keparahan yang terjadi pada organ. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan kemungkinan pendekatan nonoperatif lebih banyak untuk pasien – pasien tertentu dengan trauma tajam atau trauma tumpul abdomen. Penanganan trauma abdomen yang tepat dan sesuai dengan algoritma akan banyak membantu dalam menurunkan angka mortalitas dan morbiditas pada trauma abdomen. 22