Uploaded by Verayanti Manalu

7. Penatalaksanaan-Trauma-Abdomen-Di-Ugd

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Trauma pada penduduk sipil masih tetap merupakan penyebab kematian pada
seluruh kelompok umur terutama pada usia produktif yaitu kelompok umur dibawah
umur 45 tahun.
Lebih dari setengah pasien-pasien trauma merupakan akibat
kecelakaan lalu lintas, selebihnya akibat terjatuh, luka tembak dan luka tusuk,
keracunan, luka bakar, dan tenggelam.1 Trauma abdomen menempati peringkat ketiga
sebagai penyebab kematian akibat trauma setelah cedera kepala dan cedera pada
dada.2,3 Trauma abdomen merupakan penyebab yang cukup signifikan bagi angka
kesakitan dan kematian di Amerika Serikat.4
Trauma abdomen adalah suatu kondisi yang sulit untuk dievaluasi, baik di
lapangan maupun di rumah sakit. Meskipun cedera intraabdomen merupakan suatu
penyebab kematian mayor yang dapat dicegah, kemungkinan cedera abdomen harus
segera diketahui dan ditangani.2,3 Pada penilaian abdomen , prioritas maupun metode
apa yang terbaik sangat ditentukan oleh mekanisme trauma , berat dan lokasi trauma
maupun status hemodinamik penderita. Trauma tajam abdomen sering memerlukan
intervensi bedah. Trauma tumpul (cedera akibat olah raga, kecelakaan motor)
meskipun tampak lebih ringan, namun potensial menyebabkan kematian.5
Akibat trauma abdomen yang paling mengancam nyawa adalah perdarahan dan
infeksi.5 Trauma abdomen juga sering disertai oleh penurunan kesadaran, cedera
distraksi atau kurang informasi dari pasien dalam penilaian cederanya. Hal-hal tersebut
menyebabkan trauma abdomen sulit untuk dievaluasi.2 Oleh sebab itu penilaian awal
tanda-tanda syok dan penanganan segera menjadi hal penting dalam penatalaksanaan
trauma abdomen.5
Untuk dua mekanisme yang berbeda yaitu trauma tajam (penetrans) dan trauma
tumpul (non penetrans) terdapat pendekatan diagnostik yang berbeda. Pada beberapa
tahun terakhir pendekatan baru untuk diagnosis dan penatalaksanaan dari trauma
abdomen termasuk USG, CT Scan generasi terbaru, laparoskopi, dan kemampuan
memilih penatalaksanaan nonoperatif dapat mempercepat proses penanganan trauma
abdomen yang tujuannya diharapakan dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas yang ditimbulkan.2
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Abdomen
Abdomen dapat didefinisikan sebagai daerah tubuh yang terletak antara
diaphragma di bagian atas dan pintu masuk pelvis dibagian bawah. Untuk kepentingan
klinik, biasanya abdomen dibagi dalam sembilan regio oleh dua garis vertikal, dan dua
garis horizontal. Masing-masing garis vertikal melalui pertengahan antara spina iliaca
anterior superior dan symphisis pubis. Garis horizontal yang atas merupakan bidang
subcostalis, yang mana menghubungkan titik terbawah pinggir costa satu sama lain.
Garis
horizontal
yang
bawah
merupakan
bidang
intertubercularis,
yang
menghubungkan tuberculum pada crista iliaca. Bidang ini terletak setinggi corpus
vertebrae lumbalis V.Pembagian regio pada abdomen yaitu : pada abdomen bagian
atas : regio hypochondrium kanan, regio epigastrium dan regio hypocondrium kiri.
Pada abdomen bagian tengah : regio lumbalis kanan, regio umbilicalis dan regio
lumbalis kiri. Pada abdomen bagian bawah : regio iliaca kanan, regio hypogastrium
dan regio iliaca kiri. Sedangkan pembagian abdomen juga dipermudah menjadi empat
kuadran dengan menggunakan satu garis vertikal dan satu garis horisontal yang saling
berpotongan pada umbilicus. Kuadran tersebut adalah kuadran kanan atas, kuadran kiri
atas, kuadran kanan bawah dan kuadran kiri bawah.6
Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di
bagian belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga,
dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri atas beberapa lapis,
yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis; lemak subkutan
dan fasia superfisial (fasia Scarpa); kemudian ketiga otot dinding perut, m. oblikus
abdominis eksternus, m. oblikus abdominis internus, dan m. tranversus abdominis; dan
akhirnya lapisan preperitoneal, dan peritoneum. Otot di bagian depan terdiri atas
sepasang otot rektus abdominis dengan fasianya yang di garis tengah dipisahkan oleh
linea alba. Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut.
Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kranikaudal diperoleh
pendarahan dari cabang aa.interkostales VI s/d XII dan a.epigastrika superior. Dari
kaudal, a.iliaka sirkumfleksa superfisialis, a.pudenda eksterna, dan a.epigastrica
inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun
2
vertikal tanpa menimbulkan gangguan pendarahan. Persarafan dinding perut dilayani
secara segmental oleh n.torakalis VI s/d XII dan n.lumbalis I.6
Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang tipis
mengkilap yang juga melipat untuk meliputi organ-organ di dalam rongga abdominal.
Lapisan membran yang membatasi dinding abdomen dinamakan peritoneum parietale,
sedangkan bagian yang meliputi organ dinamakan peritoneum viscerale. Di sekitar dan
sekeliling organ ada lapisan ganda peritoneum yang membatasi dan menyangga organ,
menjaganya agar tetap berada di tempatnya, serta membawa pembuluh darah,
pembuluh limfe, dan saraf. Bagian-bagian peritoneum sekitar masing-masing organ
diberi nama-nama khusus.6
Mesenterium ialah bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya seperti
kipas, pangkalnya melekat pada dinding belakang perut dan ujungnya yang
mengembang melekat pada usus halus. Di antara dua lapisan membran yang
membentuk mesenterium terdapat pembuluh darah, saraf dan bangunan lainnya yang
memasok usus. Bagian mesenterium di sekitar usus besar dinamakan mesokolon.
Lapisan ganda peritoneum yang berisi lemak, menggantung seperti celemek di sebelah
atas depan usus bernama omentum majus. Bangunan ini memanjang dari tepi lambung
sebelah bawah ke dalam bagian pelvik abdomen dan kemudian melipat kembali dan
melekat pada colon tranversum. Ada juga membran yang lebih kecil bernama
omentum
minus
yang
terentang
antara
lambung
dan
liver.
Organ dalam rongga abdomen dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Organ Intraperitoneal
1. Hati
Merupakan kelenjar terbesar dan mempunyai tiga fungsi dasar, yaitu : (1)
pembentukan dan sekresi empedu yang dimasukkan ke dalam usus halus; (2) berperan
pada aktivitas metabolisme yang berhubungan dengan metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein; (3) menyaring darah untuk membuang bakteri dan benda asing lain
yang masuk dalam darah dari lumen usus. Hati bersifat lunak dan lentur dan
menduduki regio hypochondrium kanan, meluas sampai regio epigastrium. Permukaan
3
atas hati cembung melengkung pada permukaan bawah diaphragma. Permukaan
postero-inferior atau permukaan viseral membentuk cetakan visera yang berdekatan,
permukaan ini berhubungan dengan pars abdominalis oesophagus, lambung,
duodenum, flexura coli dextra, ginjal kanan, kelenjar suprarenalis, dan kandung
empedu.
Dibagi dalam lobus kanan yang besar dan lobus kiri yang kecil, yang
dipisahkan oleh perlekatan peritonium ligamentum falciforme. Lobus kanan terbagi
menjadi lobus quadratus dan lobus caudatus oleh adanya kandung empedu, fissura
untuk ligamentum teres hepatis, vena cava inferior, dan fissura untuk ligamentum
venosum. Porta hepatis atau hilus hati ditemukan pada permukaan postero-inferior
dengan bagian atas ujung bebas omentum majus melekat pada pinggirnya. Hati
dikelilingi oleh capsula fibrosa yang membentuk lobulus hati. Pada ruang antara
lobulus-lobulus terdapat saluran portal, yang mengandung cabang arteri hepatica, vena
porta, dan saluran empedu (segitiga portal).6
2. Limpa
Merupakan massa jaringan limfoid tunggal yang terbesar dan umumnya
berbentuk oval, dan berwarna kemerahan. Terletak pada regio hypochondrium kiri,
dengan sumbu panjangnya terletak sepanjang iga X dan kutub bawahnya berjalan ke
depan sampai linea axillaris media, dan tidak dapat diraba pada pemeriksaan fisik.
Batas anterior limpa adalah lambung, cauda pankreas, flexura coli sinistra. Batas
posterior pada diaphragma, pleura kiri ( recessus costodiaphragmatica kiri ), paru kiri,
costa IX, X, dan XI kiri.6
3. Lambung
Merupakan bagian saluran pencernaan yang melebar dan mempunyai 3 fungsi
utama: (1) menyimpan makanan dengan kapasitas ± 1500 ml pada orang dewasa; (2)
mencampur makanan dengan getah lambung untuk membentuk kimus yang setengah
padat, dan (3) mengatur kecepatan pengiriman kimus ke usus halus sehingga
pencernaan dan absorbsi yang efisien dapat berlangsung. Lambung terletak pada
4
bagian atas abdomen, dari regio hipochondrium kiri sampai regio epigastrium dan
regio umbilikalis. Sebagian besar lambung terletak di bawah iga-iga bagian bawah.
Batas anterior lambung adalah dinding anterior abdomen, arcus costa kiri, pleura dan
paru kiri, diaphragma, dan lobus kiri hati. Sedangkan batas posterior lambung adalah
bursa omentalis, diaphragma, limpa, kelenjar suprarenal kiri, bagian atas ginjal kiri,
arteri lienalis, pankreas, mesocolon tranversum, dan colon tranversum. Secara kasar
lambung berbentuk huruf J dan mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan ostium
pyloricum, dua curvatura yang disebut curvatura mayor dan minor, serta dua
permukaan anterior dan posterior. Lambung dibagi menjadi fundus, corpus dan
antrum. Fundus berbentuk kubah dan menonjol ke atas terletak di sebelah kiri ostium
cardiacum. Biasanya fundus terisi gas. Sedangkan corpus adalah badan dari lambung.
Antrum merupakan bagian bawah dari lambung yang berbentuk seperti tabung.
Dinding ototnya membentuk sphincter pyloricum, yang berfungsi mengatur kecepatan
pengeluaran isi lambung ke duodenum. Membran mukosa lambung tebal dan memiliki
banyak pembuluh darah yang terdiri dari banyak lipatan atau rugae. Dinding otot
lambung mengandung serabut longitudinal, serabut sirkular dan serabut oblik. Serabut
longitudinal terletak paling superficial dan paling banyak sepanjang curvatura, serabut
sirkular yang lebih dalam mengelilingi fundus lambung,dan menebal pada pylorus
untuk membentuk sphincter pyloricum. Sedangkan serabut oblik membentuk lapisan
otot yang paling dalam, mengelilingi fundus berjalan sepanjang anterior dan
posterior.6
4. Kandung empedu (Vesica Fellia)
Vesica Fellia adalah kantong seperti buah pear yang terletak pada permukaan
viseral hati. Secara umum dibagi menjadi tiga bagian yaitu : fundus, corpus dan
collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hati;
dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan
costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan viseral hati dana arahnya
keatas, belakang dan kiri. Sedangkan collum dilanjutkan sebagai ductus cysticus yang
berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus
communis membentuk ductus choledochus. Batas anterior vesica fellia pada dinding
5
anterior abdomen dan bagian pertama dan kedua duodenum. Batas posterior pada
colon
tranversum
dan
bagian
pertama
dan
kedua
duodenum.
Vesica Fellia berperan sebagai reservoir empedu dengan kapasitas ± 50 ml. Vesica
Fellia mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Untuk membantu proses ini,
maka mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling
berhubungan seperti sarang tawon. Empedu dialirkan ke duodenum sebagai akibat
kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan
masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum . lemak menyebabkan pengeluaran
hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum; hormon kemudian masuk ke dalam
darah menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama otot polos
yang terletak pada ujung distal ductus choledochus dan ampula relaksasi sehingga
memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam-garam
empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan
membantu
pencernaan
serta
absorbsi
lemak.6
5. Usus halus
Usus halus merupakan bagian pencernaan yang paling panjang, dibagi menjadi
3 bagian : duodenum, jejunum, dan ileum. Fungsi utama usus halus adalah pencernaan
dan absorpsi hasil-hasil pencernaan.
Duodenum berbentuk huruf C yang panjangnya sekitar 25 cm, melengkung
sekitar caput pankreas, dan menghubungkan lambung dengan jejunum. Di dalam
duodenum terdapat muara saluran empedu dan saluran pankreas. Sebagian duodenum
diliputi peritonium, dan sisanya terletak retroperitonial. Duodenum terletak pada regio
epigastrium dan regio umbilikalis.
Jejunum dan Ileum panjangnya ± 6 m, dua perlima bagian atas merupakan
jejunum. Jejunum mulai pada junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada
junctura ileocaecalis.
6. Usus besar
6
Usus besar dibagi dalam caecum, appendix vermiformis, colon ascenden,
colon tranversum, colon descenden, dan colon sigmoideum, rectum dan anus. Fungsi
utama usus besar adalah absorpsi air dan elektrolit dan menyimpan bahan yang tidak
dicernakan sampai dapat dikeluarkan dari tubuh sebagai feses.
Caecum terletak pada fossa iliaca, panjang ± 6 cm, dan diliputi oleh
peritonium. Batas anterior pada lekukan-lekukan usus halus, sebagian omentum
majus, dan dinding anterior abdomen regio iliaca kanan. Batas posterior pada m. psoas
dan m. iliacus, n. femoralis, dan n. cutaneus femoralis lateralis. Batas medial pada
appendix vermiformis. Appendix vermiformis panjangnya 8 – 13 cm, terletak pada
regio iliaca kanan.
Colon ascenden terletak pada regio iliaca kanan dengan panjang ± 13 cm.
Berjalan ke atas dari caecum sampai permukaan inferior lobus kanan hati, di mana
colon ascenden secara tajam ke kiri, membentuk flexura coli dextra, dan dilanjutkan
sebagai colon tranversum. Peritonium menutupi pinggir dan permukaan depan colon
ascenden dan menghubungkannya dengan dinding posterior abdomen. Batas anterior
pada lekukan-lekukan usus halus, omentum majus, dan dinding anterior abdomen.
Batas posterior pada m. Iliacus, crista iliaca, m. Quadratus lumborum, origo m.
Tranversus abdominis, dan kutub bawah ginjal kanan.
Colon tranversum panjangnya ± 38 cm dan berjalan menyilang abdomen,
menduduki regio umbilikalis dan hipogastrikum. Batas anterior pada omentum majus
dan dinding anterior abdomen. Batas posterior pada bagian kedua duodenum, caput
pankreas, dan lekukan-lekukan jejunum dan ileum.
Colon descenden terletak pada regio iliaca kiri, dengan panjang ± 25 cm.
Berjalan ke bawah dari flexura coli sinistra sampai pinggir pelvis. Batas anterior pada
lekukan-lekukan usus halus, omentum majus, dan dinding anterior abdomen. Batas
posterior pada pinggir lateral ginjal kiri, origo m. Tranversus abdominis, m. Quadratus
lumborum, crista iliaca, m. Iliacus, dan m. Psoas kiri.6
b. Organ Retroperitoneal
7
1. Ginjal
Berperan penting dalam mengatur keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh
dan mempertahankan keseimbangan asam basa darah. Kedua ginjal berfungsi
mengekskresi sebagian besar zat sampah metabolisme dalam bentuk urin. Ginjal
berwarna coklat-kemerahan, terletak tinggi pada dinding posterior abdomen, sebagian
besar ditutupi oleh tulang iga. Ginjal kanan terletak lebih rendah dibanding ginjal kiri,
dikarenakan adanya lobus kanan hati yang besar.Ginjal dikelilingi oleh capsula fibrosa
yang melekat erat dengan cortex ginjal. Di luar capsula fibrosa terdapat jaringan lemak
yang disebut lemak perirenal. Fascia renalis mengelilingi lemak perirenal dan meliputi
ginjal dan kelenjar suprarenalis. Fascia renalis merupakan kondensasi jaringan areolar,
yang di lateral melanjutkan diri sebagai fascia tranversus. Di belakang fascia renalis
terdapat banyak lemak yang disebut lemak pararenal.
Batas anterior ginjal kanan pada kelenjar suprarenalis, hati, bagian kedua
duodenum, flexura coli dextra. Batas posterior pada diaphragma, recessus
costodiaphragmatica pleura, costa XII, m. Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m.
Tranversus abdominis. Pada ginjal kiri, batas anterior pada kelenjar suprarenalis,
limpa, lambung, pankreas, flexura coli kiri, dan lekukan-lekukan jejunum. Batas
posterior pada diaphragma, recessus costodiaphragmatica pleura, costa XI, XII, m.
Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m. Tranversus abdominis.6
2. Ureter
Mengalirkan urin dari ginjal ke vesica urinaria, dengan didorong sepanjang
ureter oleh kontraksi peristaltik selubung otot, dibantu tekanan filtrasi glomerulus.
Panjang ureter ± 25 cm dan memiliki tiga penyempitan : (1) di mana piala ginjal
berhubungan dengan ureter;(2) waktu ureter menjadi kaku ketika melewati pinggir
pelvis;(3) waktu ureter menembus dinding vesica urinaria. Ureter keluar dari hilus
ginjal dan berjalan vertikal ke bawah di belakang peritonium parietal pada m. Psoas,
memisahkannya dari ujung processus tranversus vertebra lumbalis. Ureter masuk ke
pelvis dengan menyilang bifurcatio a. Iliaca comunis di depan articulatio sacroiliaca,
8
kemudian berjalan ke bawah pada dinding lateral pelvis menuju regio ischiospinalis
dan memutar menuju angulus lateral vesica urinaria.
Pada ureter kanan, batas anterior pada duodenum, bagian terminal ileum, av.
Colica dextra, av. Iliocolica, av. Testicularis atau ovarica dextra, dan pangkal
mesenterium usus halus. Batas posterior pada m. Psoas dextra. Batas anterior ginjal
kiri pada colon sigmoideum, mesocolon sigmoideum, av. Colica sinistra, dan av.
Testicularis atau ovarica sinistra. Batas posterior pada m. Psoas sinistra.6
3. Pankreas
Merupakan kelenjer eksokrin dan endokrin, organ lunak berlobus yang terletak
pada dinding posterior abdomen di belakang peritonium. Bagian eksokrin kelenjer
menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein,
lemak, dan karbohirat. Bagian endokrin kelenjer, yaitu pulau langerhans,
menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang berperan penting dalam metabolisme
karbohidrat.
Pankreas
menyilang
bidang
transpilorica.
Dibagi menjadi empat bagian, yaitu : (1) caput pankreas berbentuki seperti cakram,
terletak pada bagian cekung duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang av.
Mesenterica superior dan dinamakan processus uncinatus; (2) collum pancreas
merupakan bagian yang mengecil dan menghubungkan caput dengan corpus pankreas.
Terletak di depan pangkal vena porta dan pangkal arteri mesenterica superior dari
aorta; (3) corpus berjalan ke atas dan kiri menyilang garis tengah; (4) cauda berjalan
menuju ke ligamentum lienorenalis dan berhubungan dengan hilus limpa.
Batas anterior pankreas dari kanan ke kiri : colon tranversum, perlekatan
mesocolon tranversum, bursa omentalis, dan lambung. Sedangkan batas posterior
pankreas dari kanan ke kiri : ductus choledochus, vena porta, vena lienalis, vena cava
inferior, aorta, pangkal arteri mesenterica superior, m. Psoas kiri, kelenjer suprarenalis
kiri, ginjal kiri, dan hilus limpa.6
2.2 Trauma Abdomen
9
Secara umum trauma abdomen dibedakan menjadi trauma tumpul dan trauma tembus.
2.2.1 Trauma Tumpul Abdomen (Blunt)
Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa
penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan,
ledakan, deselarasi (perlambatan), atau kompresi. Trauma tumpul kadang tidak
memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan
kontusi atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul
abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi atau pada
organ padat berupa perdarahan. Cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu
lintas karena setelah tabrakan badan masih melaju dan tertahan suatu benda keras
sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan
mengakibatkan robekan pada organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma tumpul
abdomen paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan usus
halus (5-10%). Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang paling sering cedera
adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter.7
2.2.2 Trauma Tembus Abdomen ( Penetrans)
Trauma tembus abdomen adalah trauma yang ditandai dengan adanya penetrasi
ke dalam rongga peritoneum atau rongga retroperitoneum8 atau rongga pelvis9 yang
mengakibatkan kerusakan pada isi abdomen. Secara umum, luka tembus pada trauma
abdomen terjadi pada jarak interkostal (intercostal space / ICS) kelima sampai
perineum. Trauma tembus pada bagian torakoabdominal adalah trauma yang terjadi
diantara ICS 5 dan batas kosta. Luka pada cedera torakoabdominal biasanya mulai dari
dada dan menembus diafragma masuk ke abdomen. Dikatakan trauma tembus pada
bagian posterior abdomen apabila perlukaan dimulai pada bagian posterior dari garis
aksila dan kebanyakan menembus rongga retroperitoneum. Selain itu, massa yang
besar pada panggul dan otot bagian belakang akan menjadi penyulit dalam diagnosis
dan kemungkinan jarang terjadi cedera organ.8
Luka tembus pada trauma tembus abdomen disebabkan luka tusuk dan luka
tembak.
a. Luka Tusuk
10
Akibat trauma tusuk (Stab Wound / SW) tergantung dari daerah trauma, arah
trauma, dan kekuatan tusukan serta panjang dan ukuran dari tusukan. Mekanismenya
bisa berupa sayatan dan robekan pada jaringan. Luka tusuk akan menyebabkan
kerusakan jaringan karena laserasi atau terpotong.2,9 Luka tusuk tersering mengenai
hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%), dan colon (15%).9
Luka tusuk biasanya terjadi pada kuadran kiri atas abdomen, disusul kuadran
kanan atas, dan kuadran bawah. Kebanyakan luka tusuk tidak menyebabkan cedera
intraabdomen yang serius meskipun terjadi penetrasi ke peritoneum. Lebih dari 70%
kasus luka tusuk pada bagian anterior abdomen yang menembus peritoneum, hanya
setengahnya yang mengalami cedera serius.3
b. Luka Tembak
Luka tembak menyebabkan kerusakan yang lebih besar, yang ditentukan oleh
jauhnya perjalanan peluru, dan berapa besar energi kinetiknya maupun kemungkinan
pantulan peluru oleh organ tulang, maupun efek pecahan tulangnya.3,9 Luka tembak
paling sering mengenai usus halus (50%), usus besar (40%), hepar (30%) dan
pembuluh darah abdominal (25%).9
Luka tembak dibedakan menjadi luka “gunshot” atau pistol (Gun Shot Wound
/ GSW) dan sejenisnya, serta luka “shotgun”. Potensial luka GSW berhubungan erat
dengan energi kinetik dari peluru yang mengenai pasien (KE = ½ MV dimana M =
massa , dan V = kecepatan). Mekanisme luka tembak lebih kompleks, tergantung pada
energi kinetik yang tesimpan pada proyektil dan kemampuannya untuk meledakkan
benda-benda di sekitarnya.3 Luka tembak kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer
energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera, dengan adanya efek tambahan
berupa temporary cavitation, dan dapat pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan
kerusakan organ lainnya.9
”Proyektil Velocity” adalah kemampuan proyektil untuk mengakibatkan
kerusakan (luka), berdasarkan ini maka senjata api dikenal dengan ” Low, Medium,
High velocity”, ini ditentukan oleh ”Muzzle velocity” yaitu untuk low velocity < 305
m/detik, medium 305 – 610 m/detik, high > 610 m/detik.”Low velocity projectil”
menyebabkan robekan langsung dan trauma ”crushing” pada jaringan lokal. Secara
khas , hanya luka masuk terlihat dan terdapat peluru di dalamnya .”High velocity
11
projectil” ketika menyebabkan kerusakan dan ”chrusing” pada jaringan lokal juga
menyebabkan kerusakan jaringan dengan cavitasi (terowongan).3
Shotgun dirancang untuk menembak target kecil yang bergerak cepat. Energi
kinetik yang sampai ke pasien tergantung dari ukuran peluru yang digunakan, jumlah
peluru, jenis dan jumlah bubuk serta konstriktor yang digunakan. Tetapi variabel yang
terpenting adalah jarak objek dan penembak. Peluru shotgun ketika meninggalkan
ujung senjatanya akan menyebar membentuk pecahan tembakan yang lebih kecil.
Semakin dekat dengan penembak, luka yang dihasilkan lebih berat dan kemungkinan
menyebabkan kematian lebih besar. Semakin jauh jarak tembak maka pelurunya akan
menyebar dan dapat menurunkan mortalitas. Namun debris yang dihasilkan dari luka
yang banyak akan meningatkan morbiditas. Perbedaan derajat luka GSW dapat dilihat
pada tabel berikut.2,3,10
Tabel 1. Luka Akibat Shotgun3
Tipe
Jarak
I
> 7 yard
Sebaran
Peluru
> 25 cm
II
3-7 yard
10-25 cm
III
< 3 yard
< 10 cm
rentang “point
blank”
Cedera
Penetrasi
subkutan dan
fascia
Banyak
struktur
perforasi
Destruksi
massa /
mortalitas
tertinggi
2.3 Epidemiologi
Insiden trauma tajam abdomen meningkat akibat kerusuhan yang terjadi
dimasyarakat. Luka tusuk tiga kali lebih sering dari pada luka tembak, tetapi memiliki
mortalitas yang lebih rendah karena kecepatan traumanya lebih rendah dan saluran
yang kurang invasif. Sebagai hasi dari tenaga yang besar dan saluran peluru yang luas
luka tembak dikatakan sebagai penyebab kematian trauma tajam abdomen dengan
presentase mencapai lebih dari 90%.2 Menurut CDC, trauma tajam abdomen di
Amerika menyebabkan 6% pasien di rawat inap dan 10% di ruang gawat darurat.
Kejadian terbanyak adalah akibat kecelakaan motor dan 20% diantaranya meninggal.10
12
Statistik Amerika Serikat menunjukkan bahwa bunuh diri dan pembunuhan
secara konsisten menempati peringkat 15 besar penyebab kematian. Menurut data
yang diterbitkan oleh Laporan Statistik Vital Nasional, 11.406 kematian akibat
pembunuhan terjadi akibat cedera senjata api pada tahun 2009 dan 18.689 kematian
akibat luka tembak yang merugikan diri sendiri. Empat puluh persen kasus
pembunuhan dan 14% kasus bunuh diri dengan senjata api melibatkan cedera pada
toraks dan abdomen.11
Pelacakan trauma yang dilakukan Pusat Nasional untuk Pencegahan Cedera dan
Pengendalian (NCICP), menunjukkan bahwa cedera traumatis adalah penyebab utama
ketiga kematian keseluruhan dan nomor satu penyebab kematian pada orang berusia
1-44 tahun. 35% dari pasien dirawat di pusat-pusat trauma perkotaan adalah pasien
trauma tajam abdomen dan 1-12% dari mereka mengaku pusat pinggiran kota atau
pedesaan.12
Perbedaan rasial dalam insiden, tingkat kematian senjata api yang disesuaikan
menurut umur adalah 2-7 kali lebih tinggi untuk pria kulit hitam non-Hispanik
dibandingkan laki-laki dari etnis lainnya. Untuk kulit putih non-Hispanik, kebanyakan
kematian akibat senjata api karena bunuh diri.13
Distribusi ras pada pasien dengan trauma abdomen penetrasi tergantung secara
signifikan pada lokasi rumah sakit penerima. Pusat kesehatan di perkotaan didominasi
menerima laki-laki muda Afrika-Amerika dan Hispanik lebih sering daripada laki-laki
kulit putih muda karena demografi penduduk di daerah-daerah. Begitu pula halnya
dengan kaum perempuannya. Meskipun mengukur tingkat kematian untuk trauma
abdomen penetrasi oleh ras sulit, risiko kematian relatif akibat cedera penetrasi secara
umum dapat ditentukan. Laki-laki Afrika-Amerika memiliki peningkatan 3 kali lipat
dalam risiko relatif kematian dibandingkan dengan ras kulit putih. Perempuan AfrikaAmerika memiliki peningkatan 2,5 kali lipat risiko kematian relatif dibandingkan
dengan perempuan kulit putih.14
Perbedaan jenis kelamin dan usia dalam insiden, pria merupakan sebagian
besar pasien dengan luka trauma tembus di seluruh Amerika Serikat dan dunia. Di
beberapa wilayah di Amerika Serikat, sekitar 90% pasien dengan trauma tembus
adalah laki-laki. Cedera adalah penyebab utama kematian pada pasien berusia 1-44
tahun.14
13
2.4 Penatalaksanaan Trauma Abdomen
Kunci sukses untuk penanganan trauma abdomen adalah adanya kecurigaan
yang besar untuk trauma abdomen (high index of suspicion) yaitu pemeriksa harus
menganggap bahwa ada kerusakan organ intra abdomen. Dan pemeriksa harus
menentukan apakah perlu intervensi operasi segera atau tidak. Untuk diketahui bahwa
lebih kurang 75 % -90 % luka tembak abdomen memerlukan tindakan operasi segera,
25 % - 35 % untuk luka tusuk abdomen, dan hanya 15 % - 20 % untuk trauma tumpul
abdomen.1,2,3,9
Penanganan pertama pada pasien trauma abdomen dimulai dengan primary
survey : A (Airway dengan kontrol servikal), B (Breathing), C (Circulation dengan
kontrol perdarahan), D (Disability), E (Exposure) kemudian dilanjutkan dengan
secondary survey1,9
Pada primary survey dilakukan penilaian :
a. Airway dengan kontrol servikal : harus dievaluasi derajat patensinya, reflex
proteksi, benda asing sekresinya dan derajat cederanya dengan tetap
memperhitungkan ada tidaknya cedera cervical.
b. Breathing : yaitu menilai derajat pernafasan pasien berdasarkan frekuensi dan
kedalaman pernafasan atau adanya retraksi otot pernafasan.
c. Circulation dengan kontrol perdarahan : dinilai dengan menilai tingkat kesadaran
pasien, warna kulit, dan suhu tubuh. Pada pasien dengan shock hemoragik pada
mulanya akan gelisah dan koma jika perdarahan terus terjadi. Tanda vital seperti
denyut nadi, tekanan darah, frekuensi nafas tidak cukup sensitif dan spesifik pada
syok hemoragik.
d. Disability : penilaian awal dengan menilai defisit neurologi sebelum pemberian
sedatif. Penilaian berdasarkan GCS dan kekuatan 4 extremitas.
e. Exposure : pada pasien trauma harus dinilai ada tidaknya cedera lain yang dapat
meperberat morbiditas.14
Nasogastric tube dipasang jika tidak ada kontraindikasi untuk dekompresi dan
menilai ada tidaknya darah. Jika pasien mengalami cedera maksilofacial maka
digunakan orofaringeal tube.Folley kateter dipasang dan urine diambil untuk
pemeriksaan hematuria mikroskopik. Jika ada kecurigaan cedera urethra atau buli-buli
14
pada fraktur pelvis maka dilakukan uretrogram retrograde sebelum melakukan
pemasangan kateter.3,14
2.4.1 Penatalaksanaan Trauma Tumpul Abdomen
Terapi Medis
Keberhasilan utama paramedis dengan latihan Advanced Trauma Life Support
merupakan latihan menilai dengan cepat jalan napas pasien dengan melindungi tulang
belakang, pernapasan dan sirkulasi. Kemudian diikuti dengan memfiksasi fraktur dan
mengontrol perdarahan yang keluar. Pasien trauma merupakan risiko mengalami
kemunduran yang progresif dari perdarahan berulang dan membutuhkan transport
untuk pusat trauma atau fasilitas yang lebih teliti dan layak. Sebab itu, melindungi
jalan napas, menempatkan jalur intravena, dan memberi cairan intravena, kecuali
keterlambatan transport. Prioritas selanjutnya pada primary survey adalah penilaian
status sirkulasi pasien. Kolaps dari sirkulasi pasien dengan trauma tumpul abdomen
biasanya disebabkan oleh hipovolemia karena perdarahan. Volume resusitasi yang
efektif dengan mengontrol darah yang keluar infuse larutan kristaloid melalui 2 jalur.7
Primary survey dilengkapi dengan menilai tingkat kesadaran pasien
menggunakan Glasgow Coma Scale. Pasien tidak menggunakan pakaian dan dijaga
tetap bersih, kering, hangat. Secondary survey terdiri dari pemeriksaan lengkap dan
teliti sebagai indikasi dalam pemeriksaan fisik.
Manajemen Non Operative Trauma Tumpul Abdomen
Strategis manajemen nonoperatif berdasarkan pada CT scan dan kestabilan
hemodinamik pasien yang saat ini digunakan dalam penatalaksanaan trauma organ
padat orang dewasa, hati dan limpa. Pada trauma tumpul abdomen, termasuk beberapa
trauma organ padat, manajemen nonoperatif yang selektif menjadi standar perawatan.
Angiografi merupakan keutamaan pada manajemen nonoperatif trauma organ padat
pada orang dewasa dari trauma tumpul. Digunakan untuk kontrol perdarahan.
Terapi Pembedahan
Indikasi laparotomi pada pasien dengan trauma abdomen meliputi tanda-tanda
peritonitis, perdarahan atau syok yang tidak terkontrol, kemunduran klinis selama
15
observasi, dan adanya hemoperitonium setelah pemeriksaan FAST dan DPL.
Ketika indikasi laparotomi, diberikan antibiotik spektrum luas. Insisi midline biasanya
menjadi pilihan. Saat abdomen dibuka, kontrol perdarahan dilakukan dengan
memindahkan darah dan bekuan darah, membalut semua 4 kuadran, dan mengklem
semua struktur vaskuler. Kerusakan pada lubang berongga dijahit. Setelah kerusakan
intra-abdomen teratasi dan perdarahan terkontrol dengan pembalutan, eksplorasi
abdomen dengan teliti kemudian dilihat untuk evaluasi seluruh isi abdomen.
Setelah trauma intra-abdomen terkontrol, retroperitonium dan pelvis harus
diinspeksi. Penggunaan fiksasi eksternal fraktur pelvis untuk mengurangi atau
menghentikan kehilangan darah pada daerah ini. Setelah sumber perdarahan
dihentikan, selanjutnya menstabilkan pasien dengan resusitasi cairan dan pemberian
suasana hangat. Setelah tindakan lengkap, melihat pemeriksaan laparotomy dengan
teliti dengan mengatasi seluruh struktur kerusakan.
Follow-Up
Perlu dilakukan observasi pasien, monitoring vital sign, dan mengulangi
pemeriksaan fisik. Peningkatan temperature atau respirasi menunjukkan adanya
perforasi viscus atau pembentukan abses. Nadi dan tekanan darah dapat berubah
dengan adanya sepsis atau perdarahan intra-abdomen. Perkembangan peritonitis
berdasar pada pemeriksaan fisik yang mengindikasikan untuk intervensi bedah.
Gambar 1. Algoritma Trauma Tumpul Abdomen3
Trauma Tumpul
Abdomen
Hemodinamik stabil
Corcerning
mechanism* or
unreliable exam*
Ya
Tidak
Hemodinamik labil
16
FAST
–
Cedera extra-
+
Laparotomi
2.4.2 Penatalaksanaan Trauma Tembus Abdomen ( Penetrans )
Bagi mereka yang mengalami trauma tembus abdomen penting untuk dicatat
dalamnya luka, lintasan luka, panjang luka, tipe senjata, jumlah tembakan yang
terdengar, posisi pasien selama tembakan, dan jarak pasien dengan senjata. Luka
shotgun membuat skenario khusus seperti kecepatan dan lintasan mereka berbeda dari
luka tembus.2
Untuk menilai pasien dengan trauma tembus abdomen hal penting yang harus
dilakukan adalah melepas semua pakaian pasien. Sering kali pasien datang dengan
luka yang jelas pada abdomen bagian depan. Namun tidak dapat dihindari luka
sekunder pada bagian aksila, perineum, dan kulit yang tidak terdeteksi dan dapat
menyebabkan kematian. 2
Adanya eviserasi adalah indikasi untuk dilakukannya operasi pada trauma
abdomen penetrans. Nyeri yang semakin bertambah, adanya peritonitis lokal dengan
gejala nyeri tekan lokal, nyeri tekan lepas, nyeri difus atau yang sulit dilokalisir adalah
indikasi untuk dilakukan operasi eksplorasi.2,3,6 Pada auskultasi, adanya bunyi
peristaltik pada rongga thoraks mungkin mengindikasikan adanya cedera diafragma.
17
Palpasi bisa mendeteksi nyeri tekan lokal atau sistemik dan menilai spasme otot. Nyeri
tekan lepas meningkatkan kecurigaan adanya cedera peritoneum.14
Penatalaksanaan Luka Tusuk Abdomen
Benda yang menusuk bisa mengakibatkan tamponade dan perdarahan yang
tidak terkontrol jika benda menusuk pembuluh darah besar. Oleh karena itu, objek
penetrans sebaiknya tidak dipindahkan atau dicabut kecuali dapat segera dilakukan
penanganan definitif.2,3,6,7,10
Kekerasan pada rongga peritoneum terjadi lebih kurang 50 – 70 % dari luka
tusuk dinding depan abdomen. Kira-kira setengahnya membutuhkan intervensi bedah,
dengan kata lain 25 -50 % pasien-pasien dengan luka tusuk dinding depan abdomen
membutuhkan operasi. Ada tiga pertanyaan utama yang dibutuhkan dalam pendekatan
algoritma untuk luka tusuk dinding depan abdomen yaitu :15
1). Apakah secara klinik membutuhkan operasi,
2). Apakah tidak terjadi kerusakan peritoneum,
3). Jika sudah terjadi , apakah terdapat kerusakan organ intraperitoneal
Tahap 1 : Indikasi operasi
1. Tanda vital yang tidak stabil merupakan alasan utama untuk operasi
emergency. Harus diingat bahwa luka tusuk pada dada bagian bawah dapat
mencederai organ – organ intrathoraks seperti jantung dan paru, sehingga
hipotensi pada keadaan ini dapat saja bukan oleh kehilangan darah
intraperitoneal.
2. Eviserasi dari organ intraperitoneal membawa resiko 60 % terhadap cedera
organ intraabdomen
3. Tanda –tanda peritonitis , keadaan ini tidak boleh ditunda denga
pemeriksaan lain.
Tahap 2 : Apakah ada cedera peritoneum (tembus)
Eksplorasi dari luka dinding abdomen (”local wound exploration”) dengan
memakai anastetik lokal bisa menentukan tembus tidaknya peritoneum.
Pemeriksaan yang negatif (clearly negative) pasien bisa dipulangkan setelah
18
perawatan luka. Pemeriksaan yang positif atau ragu – ragu menentukan untuk
intervensi atau pemeriksaan lanjut.
Tahap 3 : Apakah ada cedera organ intraperitoneal
Local wound exploration positif harus dilakukan laparatomi . seluruh pasien
yang dicurigai atau sudah jelas tembus peritoneum dan tanda – tanda vital stabil
dianjurkan untuk DPL. Saat ini , jika dicurigai trauma hepar dianjurkan untuk
pemeriksaan CT Scan. Laparaskopi juga banyak digunakan untuk menilai
cedera organ intraperitoneal.15
Luka Tembak Abdomen
Luka tembak pada dinding depan abdomen 80 – 85 % mengakibatkan tembus
peritoneum. Jika tembus peritoneum , maka trauma organ – organ intraabdominal
terjadi 99 – 95 % dari pasien. Sama halnya dengan luka tusuk abdomen pertanyaan
apakah perlu operasi segera , apakah peritoneum telah tembus atau apakah ada trauma
organ intraabdomen , juga berlaku pada luka tembak abdomen. Indikasi untuk
laparatomi segera juga sama dengan luka tusuk yaitu jika ada tanda – tanda peritonitis.
Indikasi untuk tembus atau tidaknya peritoneum sulit untuk luka tembak, Local wound
exploration kurang tepat untuk luka tembak sebab luasnya trauma jaringa lokal.
Biplanar X – Rays dapat menentukan lokasi proyektil, dan luka masuk serta keluar
mengindikasikan kemungkinan proyektilnya. Sejauh ini , di beberapa sentrum, tanda
– tanda yang jelas luka tembak dan kecurigaan kerusakan organ merupakan petunjuk
untuk laparatomi segera. Tidak ada tempat untuk penanganan konservatif luka
tembak.9,15
Gambar 2. Algoritma Trauma Tembus Abdomen3
Trauma Tembus
Abdomen
Nyeri Tekan
(-)
OR
Nyeri Tekan
(+)
Hemodinamik
19
Hemodinamik
Keterangan :
GSW : Gun Shot Wound
SW : Stab Wound
DPA : Diagnostic Peritoneal Aspiration
CT : Computed Tomography
OR : Operating Room
*Keputusan : penanganan operatif maupun nonoperatif berdasarkan hasil CT Scan
*Kriteria hemodinamik stabil : setelah resusitasi 2 liter cairan kristaloid tanda vital
tetap bertahan stabil yaitu :
- Tensi > 99 mmHg
- MAP > 70 mmHg
- Produksi urin > 50 ml/jam
*Kriteria hemodinamik tidak stabil : jika setelah dilakukan resusitasi 2 liter cairan
kristaloid tanda vital :
- Tensi : < 99 mmHg
- MAP : < 70 mmHg
20
- Prod urine < 50 ml / jam
Damage Control Laparatomy
Operasi damage control adalah salah satu kemajuan besar dalam teknik bedah dalam
20 tahun terakhir. Prinsip - prinsip damage control lambat untuk dapat diterima oleh
ahli bedah di seluruh dunia, karena bertentangan dengan prinsip standar praktek bedah
yaitu bahwa operasi yang terbaik untuk pasien adalah prosedur definitif.(13) Kira –
kira 10 % dari trauma abdomen sangat berat dan usaha untuk memperbaiki secara
definitif tidak mungkin dilakukan pada laparatomi awal. Pada pasien tersebut usaha
ditujukan untuk mengontrol perdarahan dan kebocoran gastrointestinal kemudian
diikuti penutupan sementara dan direncanakan untuk laparatomi ulang ( planned
reoperation = planned relaparatomy ) setelah keadaan pasien stabil. Keputusan untuk
memutuskan cara ini ( ” damage control ”) harus dilakukan pada awal prosedur
operasi. Jika sudah terjadi hipotermi ( suhu kurang dari 340 C ) , koagulopati (
kehilangan darah 3 – 5 liter ), asidosis ( pH kurang dari 7,25 ) maka ahli bedah harus
memutuskan apakah untuk ”bail out” ( keluar segera) atau meneruskan operasi.
Keputusan ini utamanya didasarkan pada pengalaman dan penilaian ahli bedah
tersebut.15
BAB III
RINGKASAN
21
Trauma abdomen menempati peringkat ketiga sebagai penyebab kematian akibat
trauma setelah cedera kepala dan cedera pada dada. Trauma abdomen yang tidak
diketahui / terlewatkan dari pengamatan masih tetap menjadi momok penyebab
kematian yang seharusnya bisa dicegah (preventable death). Kunci sukses untuk
penanganan trauma abdomen adalah adanya kecurigaan yang besar untuk trauma
abdomen (high index of suspicion) yaitu pemeriksa harus menganggap bahwa ada
kerusakan organ intra abdomen. Beberapa kemajuan dalam modalitas diagnostik
membantu dalam penegakan diagnosa pada trauma abdomen.
Penanganan berdasarkan algoritma sangat membantu klinisi dalam mengambil
keputusan saat mengahdapi penderita dengan trauma abdomen. Yang terpenting
adalah tindakan primary survey dan secondary survey untuk mencegah terjadinya
akibat trauma yang fatal. Ultrasonografi sekarang secara rutin digunakan dalam
penilaian awal pada penderita trauma tumpul abdomen dengan hemodinamik stabil
maupun tidak stabil. Sedangkan peningkatan resolusi CT scan dengan multislice dan
heliks CT scanner memungkinkan untuk mengidentifikasi yang lebih baik adanya
cedera pada organ dengan peningkatan kemampuan dalam hal derajat keparahan yang
terjadi pada organ. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan kemungkinan
pendekatan nonoperatif lebih banyak untuk pasien – pasien tertentu dengan trauma
tajam atau trauma tumpul abdomen. Penanganan trauma abdomen yang tepat dan
sesuai dengan algoritma akan banyak membantu dalam menurunkan angka mortalitas
dan morbiditas pada trauma abdomen.
22
Download