Legal Issue Bagaimana pandangan hukum ketika suatu Perusahaan mempekerjakan anak di Bawah 18 tahun. Legal Opini 1. Bahwa dalam konteks UU Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun (lihat Pasal 1 angka 26 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). 2. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, anak yang melakukan praktek kerja lapangan (“PKL”) pada sekolah lanjutan tingkat atas (SMA) kelas 10 sampai dengan kelas 12, berusia rata-rata 16 tahun atau berkisar antara 13 sampai dengan 18 tahun, dapat dikategorikan sebagai anak. 3. Bahwa terkait dengan ketentuan tersebut, dalam Pasal 68 dan Pasal 69 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ditegaskan, bahwa pada prinsipnya pengusaha (pemberi kerja, employer) dilarang mempekerjakan anak. Namun, ada beberapa pengecualian untuk dapat mempekerjakan anak pada suatu jenis/sifat pekerjaan tertentu dengan syarat tertentu sesuai dengan kelompok umur, masing-masing : • Kelompok anak yang berumur antara 13 sampai dengan 15 tahun, hanya dapat dipekerjakan untuk pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan hubungan sosial si anak Pasal 69 ayat (1) sampai dengan ayat (3) UUK, dengan syarat : 1) ada izin (tertulis) dari orang tua/walinya*; 2) dibuat perjanjian kerja* antara pemberi kerja dengan orang tua/wali si anak, sehingga jelas hubungan kerjanya (sebagai pekerja praktek); 3) waktu kerjanya maksimum 3 (tiga) jam perhari; 4) hanya boleh dipekerjakan pada – shift – siang hari, sepanjang tidak mengganggu waktu sekolah; 5) harus dijaga keselamatan dan kesehatan kerjanya (K3); 6) menerima (berhak) upah* sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Catatan: Persyaratan mengenai izin dari orang tua/wali, syarat adanya perjanjian kerja dan hubungan kerja serta keharusan membayar upah kerja, dikecualikan bagi anak yang bekerja pada usaha keluarga (huisvlijt atau home industry). Kelompok anak yang berumur antara 15 sampai dengan 18 tahun sudah dapat dipekerjakan secara normal/umum, akan tetapi tidak boleh dieksploitasi untuk bekerja pada pekerjaan-pekerjaan yang membahayakan (the worst forms) yang mengancam (berbahaya) bagi kesehatan dan keselamatan atau moral si anak. Pada usia (15 sampai dengan 18 tahun) ini, anak sudah dianggap cakap (bekwaam) untuk melakukan hubungan kerja tanpa kuasa/wali Pasal 2 ayat (3) Kepmenakertrans No. Kep-235/Men/2003 dan Konvensi ILO No. 138 serta Konvensi ILO No. 182. Kelompok anak yang telah 18 tahun, sudah dapat dipekerjakan/bekerja secara umum dan normal sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi kerjaatau profesi yang ia miliki, tanpa ada pembatasan-pembatasan lagi, termasuk pada the worst forms. 4. Bahwa dalam Undang-undang Ketenagakerjaan diatur 2 macam pola dan ketentuan waktu kerja (normal) yang bersifat umum sebagaimana diatur dalam Pasal 77 UUK, yakni : • Pola 6:1, yaitu 6 hari kerja dan 1 hari istirahat mingguan, masing-masing 7 jam perhari dan maksimum 40 jam perminggu; atau • Pola 5:2, yaitu 5 hari kerja dan 2 hari istirahat mingguan, masing-masing 8 jam perhari dan 40 jam perminggu; 5. Bahwa pada Pasal 77 ayat (4) Undang Undang Ketenagakerjaan pola dan ketentuan waktu kerja yang bersifat khusus berdasarkan sektor/sub-sektor usaha atau pekerjaan tertentu dengan suatu peraturan menteri tersendiri berdasarkan suatu periode kerja yang bervariasi sesuai karakteristiknya masingmasing. 6. Bahwa Ketentuan waktu kerja tersebut, tidak termasuk waktu istirahat antar jam kerja selama sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) menit, yang diberikan setelah pekerja yang bersangkutan bekerja maksimal 4 (empat) jam secara terusmenerus (lihat Pasal 79 ayat [1] huruf a UUK). 7. Bahwa dengan penjelasan tersebut, apabila anak PKL telah memenuhi syarat untuk bekerja sebagaimana pada uraian dan penjelasan tersebut di atas dan yang bersangkutan bekerja dari pukul 07.00 sampai 15.00, sepanjang hanya 7 jam perhari untuk pola 6:1, atau 8 jam per-hari untuk pola 5:2, maka tidak menjadi permasalahan. 8. Bahwa dari sudut pandang pendidikan, PKL merupakan salah satu muatan (content) kurikulum suatu lembaga pendidikan, yakni - dalam hal ini - lembaga pendidikan kejuruan ( Pasal 36 ayat [3] huruf f jo Pasal 37 ayat [1] UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). PKL tersebut dimaksudkan untuk memberikan wawasan praktis berdasarkan teori-teori yang dipelajari di lembaga pendidikan kejuruan dimaksud. Sedangkan dari sudut pandang ketenagakerjaan, PKL adalah merupakan salah satu wujud pelatihan kerja, dalam hal ini pelatihan di tempat kerja atau on the job trainingatau OJT (Pasal 13 ayat [2] UUK) 9. Bahwa dalam halnya tujuan adanya pemagangan adalah memberikan wawasan pada satu kesatuan kompetensi secara utuh dan komprehensif yang mengacu pada standar kompetensi kerja nasional Indonesia atau SKKNI (lihat Pasal 21 UUK dan Pasal 1 angka 1 dan angka 7 jo Pasal 7 ayat (2) huruf c dan huruf d dan ayat (3) Permenakertrans No. Per-22/Men/IX/2009). 10. Bahwa dikarenakan dasar hukum pelaksanaan PKL tidak secara tegas diatur dalam UU Sistem Pendidikan Nasional dan UU Ketenagakerjaan, demikian juga dalam peraturan perundang-undangan pelaksanaannya. Namun dengan merujuk pada peraturan perundang-undangan sebagaimana referensi tersebut di bawah, para pihak dapat memperjanjikan hak-hak dan kewajiban secara bertimbal-balik.