LAPORAN PENDAHULUAN OKSIGENASI I. Konsep Kebutuhan Oksigenasi 1.1 Definisi Kebutuhan Oksigenasi Oksigenasi adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali bernapas. (Wartonah, Tarwoto.2010). Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel.(Hidayat, A. Aziz Alimul, 2009.) Oksigen merupakan kebutuhan fisiologis yang paling penting. Tubuh bergantung pada oksigen dari waktu ke waktu untuk bertahan hidup. Oksigen harus secara adekuat diterima dari lingkungan ke dalam paru-paru, pembuluh darah, dan jaringan. Pada beberapa titik dalam kehidupannya, klien berisiko untuk tidak memenuhi kebutuhan oksigen mereka. Kebutuhan tersebut mungkin kronik, seperti pada penyakit emfisema. Keadaan demikian dapat terpenuhi kebutuhannya dengan pemberian oksigen dengan menggunakan kanula atau masker, fisioterapi dada, dan cara pengeluaran sputum. Tujuan pemberian oksigenasi adalah mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan untuk menurunkan kerja paru-paru dan jantung.(Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik:2005.vol.1,hlm.613) 1.2 Fisiologi Sistem / Fungsi Normal Sistem Respirasi 1.2.1 Anatomi Sistem Pernapasan Pernapasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen, pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Menusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang karbondioksida ke lingkungan. 1 Alat-alat pernapasan berfungsi memasukkan udara yang mengandung oksigen dan mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksida dan uap air. Gambar 1.1.Sistem pernapasan pada manusia Sistem Pernapasan pada Manusia terdiri atas : 1.2.1.1 Saluran Nafas Bagian Atas a. Rongga hidung Gambar 1.2 Anatomi hidung manusia Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal : dihangatkan, disaring dan dilembabkan 2 b. Faring Gambar 1.3 Anatomi Faring Faring terbagi atas tiga bagian, yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Nasofaring terletak di belakang cavum nasi yang berfungsi sebagai saluran udara pernapasan, penangkal infeksi (dilakukan oleh jaringan limfoid adenoid) dan menunjang fungsi telinga (diperankan oleh tuba eustachii yang menghubungkan telingan tengah dengan nasofaring). Orofaring terletak dibelakang cavum oris berperan sebagai saluran pernapasan dan saluran makanan. Sebagai penangkal infeksi, orofaring terdapat kelenjar limfoid yaitu tonsil palatinum dan tonsil lingualis. Laringofaring merupakan bagian akhir dari faring berperan sebagai saluran pernapasan dan saluran makanan. 3 c. Laring Gambar 1.4 Anatomi Laring Laring sering disebut jakun, berperan dalam menghasilkan suara dan berfungsi mempertahankan kepatenan jalan napas dan melindungi jalan napas bawah dari air dan makanan yang masuk. Laring berperan sebagai saluran udara (pintu pengatur perjalanan udara dan makanan yang diperankan oleh epiglotis) dan sebagai organ penimbul suara yang diperankan oleh plika. Terdiri dari 4 struktur utama yaitu cartilago tiroid, cartilago krikoid, plika suara, epiglotis 1.2.1.2 Saluran Nafas Bagian Bawah a. Trakea, Bronkus, Bronkiolus Trakea adalah tabung berdinding tipis, panjangnya sekitar 10 cm. Trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan kiri yang masing-masing masuk ke paru kanan dan kiri, terdiri dari jaringan ikat yang di lapisi oleh otot polos yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan yang disebut karina. 4 Bronkus merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini disebut carina. Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trachea. Bronchus kanan bercabang menjadi : lobus superior, medius, inferior. Brochus kiri terdiri dari : lobus superior dan inferior. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkiolus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil menjadi bronkus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli. Gambar 1.5 Anatomi Trakea, Bronkus, Bronkiolus 5 c. Paru-paru Gambar 1.6 Anatomi Paru-paru Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru terletak dalam rongga torak setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura parietalis dan pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan. Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas dua bagian, yaitu paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis, berpori, serta berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2009.) 6 d. Alveoli Alveoli adalah kantung-kantung udara kecil (tebal hanya 1 sel) pada paru-paru di ujung saluran udara terkecil, di mana pertukaran oksigen dan karbon dioksida berlangsung. Rata-rata manusia memiliki hampir 300 juta alveoli untuk menyerap oksigen dari udara. Fungsi utama dari alveoli adalah pertukaran karbon dioksida atau gas CO2 dengan oksigen (O2). Jaringan didalam alveoli juga melaksanakan fungsi sekunder, seperti produksi hormon, enzim, dan surfaktan paru.(Hidayat, A. Aziz Alimul, 2009.) Gambar 1.7 Anatomi Alveoli 1.2.1 Fisiologi Sistem Pernapasan 1.2.1.2 Proses oksigenasi Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia. Dalam tubuh, oksigen berperan penting di dalam proses metabolisme sel. Oksigenisasi adalah proses penambahan O2 ke dalam system. Saat bernapas, tubuh mengambil O2 dari lingkungan untuk kemudian di angkut ke seluruh tubuh melalui darah duna di lakukan pembakaran. Selanjutnya, sisa pembakaran berupa CO2 akan kembali di angkut oleh darah ke paru-paru umtuk di buang ke lingkungan karena tidak berguna lagi oleh tubuh. Kapasitas udara 7 dalam paru-paru adalah 4.500 – 5.000 ml. udara yang diproses dalam paru-paru hanya sekitar 10%, yakni yang dihirup (inspirasi) dan yang di hembuskan (ekspirasi) pada pernapasan biasa. Proses respirasi berlangsung beberapa tahap, yaitu: a. Ventilasi Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli. Proses ini terdiri dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya udara dari paruparu). Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat inspirasi tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari atmosfer akan terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari paru-paru. Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma. Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah complience dan recoil. Complience merupakan kemampuan paru untuk mengembang. Kemampuan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu adanya surfaktan yang terdapat pada lapisan alveoli yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan adanya sisa udara yang menyebabkan tidak terjadinya kolaps serta gangguan torak. Surfaktan diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli dan disekresi saat kita menarik napas, sedangkan recoil adalah kemampuan mengeluarkan CO2 atau kontraksi menyempitnya paru. Apabila complience baik namun recoil terganggu, maka CO2 tidak dapat keluar secara maksimal. Pusat pernapasan, yaitu medulla oblongata dan pons, dapat mempengaruhi proses ventilasi, karena CO2 memiliki kemampuan 8 merangsang pusat pernapasan. Peningkatan CO2 dalam batas 60 mmHg dapat merangsang pusat pernapasan dan bila pC02 kurang dari sama dengan 80 mmHg dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan 1) Mekanisme ventilasi a) Inspirasi → bersifat aktif Selama inspirasi terjadi kontraksi otot diafragma dan intercosta eksterna, hal ini akan meningkatkan volume intrathorak → menurunkan tekanan intratorak → tekanan intrapleural makin negatif → paru berkembang → tekanan intrapulmonary menjadi makin negatif → udara masuk paru. b) Ekspirasi → bersifat pasif Selama ekspirasi terjadi relaksasi otot diafragma dan interkosta eksterna, hal ini akan menurunkan volume intratorak → meningkatkan tekanan intratorak → tekanan intrapleural makin positif → paru mengempis → tekanan intrapulmonal menjadi makin positif → udara keluar paru. b. Difusi Gas Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan interstisial (keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan), perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 (hal ini sebagaimana O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis, masuk dalam darah secara difusi), pCO2 dalam arteri pulmonalis akan berdifusi ke dalam alveoli, dan 9 afnitas gas (kemampuan menembus dan saling mengikat Hemoglobin-Hb). c. Transportasi Gas Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, O2 akan berikatan dengan Hb membentuk Oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%), sedangkan CO2 akan berikatan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin (30%), larut dalam plasma (5%), dan sebagian menjadi HCO3 yang berada dalam darah (65%). Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah jantung (kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), perbandingan sel darah dengan darah secara keseluruhan (hematokrit), serta eritrosit dan kadar Hb (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2009.) 1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi perubahan fungsi sistem pernapasan 1.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi 1.3.1.1 Saraf Otonomik Rangsangan simpatis dan perasimpatis dari saraf otonomik dapat mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan konstriksi, hal ini dapat terlihat simpatis maupun parasimpatis. Ketika terjadi rangsangan, ujung saraf dapat mengeluarkan neurotransmiter (untuk simpatis berpengaruh pada dapat mengeluarkan bronkodilatasi dan narodrenalin untuk yang parasimpatis mengeluarkan asetilkolin yang berpengaruh pada bronkhokontriksi) karena pada saluran pernapasan terdapat reseptor adrenergik dan reseptor kolinergik. 10 1.3.1.2 Hormon dan Obat Semua hormon termasuk derivat catecholamine dapat melebarkan saluran pernapasan. Obat yang tergolong parasimpatis, seperti sulfas atropin dan ekstrak belladona, dapat melebarkan saluran napas, sedangkan obat yang menghambat adrenergik tipe beta (khusunya beta-2), seperti obat yang tergolong penyakat beta nonselektif, dapat mempersempit saluran napas (bronkhokontriksi). 1.3.1.3 Alergi pada Saluran Napas Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu yang terdapat dalam hawa pernapasan, bulu binatang, serbuk benang sari bunga, kapuk, makanan, dan lain-lain. Faktor-faktor ini menyebabkan bersin bila terdapat rangsangan di daerah nasal; batuk bila di saluran bagian atas; bronkhokontriksi pada asma bronkhiale; dan rhinitis bila terdapat di saluran pernapasan bagian bawah. 1.3.1.4 Perkembangan Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan oksigenasi, karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring usia perkembangan. Hal ini dapat terlihat pada bayi usia prematur, yaitu adanya kecenderungan kekurangan pembentukan surfaktan. Setelah anak tumbuh dewasa, kemampuan kematangan organ juga berkembang seiring bertambahnya usia. 1.3.1.5 Lingkungan Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi, seperti faktor alergi, ketinggian tanah, dan suhu. Kondisi tersebut mempengaruhi kemampuan adaptasi. 1.3.1.6 Perilaku Faktor perilaku yang dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi adalah perilaku dalam mengonsumsi makanan (status nutrisi). Sebagai contoh, perkembangan obesitas paru, dapat aktivitas 11 dapat mempengaruhi mempengaruhi peroses proses peningkatan kebutuhan oksigenasi, merokok dapat menyebabkan proses penyempitan pada pembuluh darah, dan lain-lain. (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2009.) 1.3.1.7 Status Kesehatan Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh. Selain itu penyakit-penyakit pada sistem pernapasan dapat mempunyai efek sebaliknya terhadap oksigen darah. Salah satu contoh kondisi kardiovaskuler yang mempengaruhi oksigen adalah anemia, karena hemoglobin berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida maka anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas tersebut ke dan dari sel. 1.3.1.8 Perubahan pola nafas Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini sama jaraknya dan sedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang sulit disebut dyspnoe (sesak). Kadang-kadang terdapat napas cuping hidung karena usaha inspirasi yang meningkat, denyut jantung meningkat. Orthopneo yaitu ketidakmampuan untuk bernapas kecuali pada posisi duduk dan berdiri seperti pada penderita asma. 1.3.1.9 Obstruksi jalan napas Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagian dapat terjadi di sepanjang saluran pernapasan di sebelah atas atau bawah. Obstruksi jalan napas bagian atas meliputi : hidung, pharing, laring atau trakhea, dapat terjadi karena adanya benda asing seperti makanan, karena lidah yang jatuh kebelakang (otrhopharing) bila individu tidak sadar atau bila sekresi menumpuk disaluran napas. Obstruksi jalan napas di bagian bawah melibatkan oklusi sebagian atau lengkap dari saluran napas 12 ke bronkhus dan paru-paru. Mempertahankan jalan napas yang terbuka merupakan intervensi keperawatan yang kadang-kadang membutuhkan tindakan yang tepat. Obstruksi sebagian jalan napas ditandai dengan adanya suara mengorok selama inhalasi (inspirasi) 1.4 Macam-macam Gangguan yang mungkin terjadi 1.4.1 Hiperventilasi Merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O2 dalam paruparu agar pernapasan lebih cepat dan dalam. Hiperventilasi dapat disebabkan karena : Kecemasan, Infeksi/sepsis, Keracunan obatobatan, Ketidakseimbangan asam basa seperti pada asidosis metabolic. Tanda-tanda dan gejala hiperventilasi adalah takikardia, napas pendek, nyeri dada (chest pain), menurunkan konsentrasi, disorientasi , tinnitus. 1.4.2 Hipoventilasi Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk memenuhi penggunaan O2 tubuh atau untuk mengeluarkan CO2 dengan cukup. Biasanya terjadi pada keadaan atelektasis (kolaps paru). Tanda-tanda dan gejala pada keadaan hipoventilasi adalah nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasi, kardiakdistritmia, ketidakseimbangan elektrolit, kejang dan kardiak arrest. 1.4.3 Hipoksia Tidak adekuatnya pemenuhan O2 seluler akibat dari defisiensi O2 yang diinspirasi atau meningkatkan penggunaan O2 pada tingkat seluler. Hipoksia dapat disebabkan oleh : a. Menurunnya hemoglobin b. Berkurangnya konsentrasi O2 jika berada di puncak gunung. c. Ketidakmampuan jaringan mengikat O2 seperti pada keracunan sianida. 13 d. Menurunnya difusi O2 dari alveoli ke dalam darah seperti pneumonia. e. Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok. f. Kerusakan/gangguan ventilasi. Tanda-tanda hipoksia antara lain : kelelahan, kecemasan, menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan cepat dan dalam, sianosis, sesak napas, dan clubbing. 1.4.4 Gangguan irama/frekuensi pernapasan a. Pernafasan 'cheyne-stokes' yaitu siklus pernafasan yang amplitudonya mula-mula dangkal, makin naik kemudian makin menurun dan berhenti. Lalu pernafasan dimulai lagi dengan siklus baru. Jenis pernafasan ini biasanya terjadi pada klien gagal jantung kongesti, peningkatan tekanan intrakranial, overdosis obat. Namun secara fisiologis, jenis pernafasan ini terutama terdapat pada orang di ketinggian 12.000-15.000 kaki diatas permukaan laut dan pada bayi saat tidur. b. Pernafasan 'biot' yaitu pernafasan yang mirip dengan pernafasan cheyne-stokes, tetapi amplitudonya rata dan disertai apnea, keadaan pernafasan ini kadang ditemukan pada penyakit radang selaput otak. c. Pernafasan 'kussmaul' yaitu pernafasan yang jumlah dan kedalaman meningkat sering melebihi 20 kali/menit. Jenis pernafasan ini dapat ditemukan pada klien dengan asidosis metabolik dan gagal ginjal. d. Orthopnea, merupakan kesulitan bernapas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri dan pola ini sering ditemukan pada seseorang yang mengalamikongestif paru. e. Takipnea/ hipernea, yaitu frekuensi pernafasan yang jumlah nya meningkat diatas frekuensi pernafasan normal. 14 f. Bradipnea, yaitu kebalikan dari takipnea dimana frekuensi pernafasan yang jumlahnya menurun dibawah frekuensi pernafasan normal. g. Dispnea Merupakan perasaan sesak dan berat saat pernapasan. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan kadar gas dalam darah/jaringan, kerja berat/berlebihan dan pengaruh psikis. 1.4.5 Obstruksi jalan napas Obstruksi jalan napas merupakan kondisi pernapasan yang tidak normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi, imobilisasi statis sekresi, dan batuk tidak efektif karena penyakit persarafan seperti cerebrovascular accident (CVA), efek pengobatan sedatif, dan lain-lain. Tanda klinis yaitu batuk tidak efektif, tidak mampu mengeluarkan sekresi dijalan napas, suara napas menunjukkan adanya sumbatan, jumlah, irama dan kedalaman pernapasan tidak normal Pemberian oksigen 15 Aplikasi klinis terapi oksigen pada beberapa kasus yang sering dijumpai dalam situasi gawat darurat berdasarkan algoritma yang merupakan hasil rekomendasi dari British Thoracic Society. Beberapa kondisi klinis diklasifikasikan sebagai berikut : (Patria & Fairuz. 2012) a. Kondisi yang tidak membutuhkan suplemen oksigen pada pasien dewasa kecuali pasien mengalami hipoksemia, tetapi pasien harus dimonitor ketat. Target saturasi 94-98% : jika hipoksemia (SpO2<94%), berikan aliran oksigen pada dosis inisial untuk mencapai target saturasi 94-98%. Kondisi pasien Dosis inisial Infark miokard dan sindrom koroner akut : Stroke Gangguan ritme jantung Nyeri dada non-traumatik Kehamilan dan gawat darurat obstetrik Perdarahansewaktu kehamilan Perdarahan vagina Hipertensi saat kehamilan Sindrom hiperventilasi Nyeri abdomen Kelainan metabolik dan renal kondisi neurologik dan muskular akut dan subakut Pascakejang Perdarahan gastrointestinal Gawat darurat glikemik SpO2 < 85% 15 liter/menit Metode administrasi Reservoir mask (nin-rebreath mask) SpO2 ≥ 85-93% Nasal kanul 2-6 liter/menit SpO2 ≥ 85-93% 5-10 liter/menit Sungkup sederhana muka b. Kondisi yang membutuhkan suplemen oksigen dosis rendah dan terkontrol untuk pasien dewasa dengan PPOK dan kondisi yang lain yang membutuhkan terapi oksigen dosis rendah dan terkontrol. Target saturasi : 88-92%, oksigen inisial diberikan hingga diperoleh SpO2 yang reliable, lalu aliran oksigen disesuaikan untuk mencapai target saturasi dalam rentang 8892%. 16 Kondisi pasien Dosis inisial PPOK - 4 liter/menit (jika RR > 30x/menit, menggunakan ungkup venturi, aliran oksigen diberikan 50% lebih tinggi daripada aliran oksigen yang dispesifikasi untuk sungkup tersebut) 4 liter/menit Penyakit kronik Neuromuskular Kelainan dinding dada Morbid obesity Bmi > 40 kg/m2) Jika saturasi oksigen tetap berada di bawah 88%, tukar ke sungkup muka sederhana Penyakit kritis dan faktor resiko lain untuk hiperkapnia 5-10 liter/menit Metode administrasi 28% sungkup venturi 28% sungkup venturi Sungkup muka sederhana Pemberian oksigen sesuai kondisi klinis bagian (d) c. Kondisi penyakit serius yang membutuhkan suplemen oksigen tingkat sedang (moderat) jika pasien mengalami hipoksemia. Target saturasi : 94-98%, berikan oksigen dengan dosis inisial hingga diperoleh SpO2 yang stabil, setelah itu diberikan aliran oksigen dengan target saturasi 94-98%. Kondisi pasien Dosis inisial Akut hipoksemia atau sianosis sentral (kausa belum diidentifikasi) Akut hipoksemia (kausa belum diketahui) Asma akut Gagal jantung akut Pneumonia Sesak napas pasca-bedah Efusi pleura Pneumotoraks Anemia berat SpO2<85% 10-15 liter/menit Metode administrasi Reservoir mask (non-rebreath mask) SpO2 ≥85-93% 2-6 liter/menit Nasal kanul SpO2 ≥85-93% 5-10 liter/menit Sungkup muka sederhana d. Kondisi yang membutuhkan suplemen oksigen tingkat tinggi untuk pasien dewasa dengan penyakit kritis (critical illness). Target saturasi : 94-98%, berikan oksigen dengan dosis inisial 17 sehingga tanda vital normal, setelah itu kurangi dosis oksigen dan target saturasi 94-98% tercapai. Kondisi pasien - Dosis inisial Henti jantung atau resusitasi : Bantuan hidup dasar Bantuan hidup lanjut Obstruksi bahan asing Henti jantung traumatik Resusitasi maternal Trauma mayor : Trauma abdomen Luka bakar Renjatan listrik Trauma kepala Trauma tungkai Trauma leher/spinal Trauma pelvis Trauma thoraks Trauma sewaktu hamil Anafilaksis Perdarahan pulmonan mayor Sepsis karena meningococcal Septisemia Syok Konvulsi aktif Hypothermia 18 Dosis maksimal sehingga tanda vital normal 15 liter/menit Metode administrasi Sungkup katup kantung (bag valve mask) Masker reservoir (non-rebreath mask) Merokok Pathway Genetik: Defisiensi antitrypsin alfa-1 Mengandungzatzat berbahaya Mengandung radikal bebas Induksi aktivasi makrofag dan leukosit Peningkatan stress oksidatif Faktorlingkungan Polusi udara Penurunan netralisasi elastase Peningkatan Pelepasan factor kemotaktik pelepasan elastase neutrofil Cedera sel Peningkatan pelepasan oksidan Peningkatan jumlah neutrofil di daerah yang terpapar Peningkatan apoptosis dan nekrosis dari sel yang terpapar Cedera sel Respon inflamasi Hipersekresi mukus Lisis dinding alveoli Kerusakan alveolar Penumpukan lender dan sekresi berlebih Merangsang reflex batuk KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAPAS Kolaps saluran napas kecil saat ekspirasi Obstruksi jalan napas Obstruksi pada pertukaran O2 dan CO2dari dan ke paru-paru KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAPAS Penurunan asupan O2 GANGGUAN PERTUKARAN GAS Hipoksemia 19 Kompensasi tubuh dengan peningkatan RR II. Rencana Asuhan Klien dengan Kebutuhan Oksigenisasi 2.1 Pengkajian 2.1.1 Riwayat Keperawatan 2.1.1.1 Riwayat Keperawatan Klien Riwayat keperawatan untuk status oksigenasi meliputi pengkajian tentang masalah pernapasan dulu dan sekarang; gaya hidup; adanya batuk; sputum; nyeri; medikasi; dan adanya Faktor resiko untuk gangguan status oksigenasi. Meliputi : ada atau tidaknya riwayat gangguan pernafasan seperti epistaksis, obstruksi nasal dan keadaan lain yang menyebabkan gangguan pernafasan. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian keluhan / gejala adalah keadaan infeksi kronis dari hidung sakit pada daerah sinus, otitis media, keluhan nyeri pada tengggorokan, kenaikan suhu tubuh (38,5°), sakit kepala, lemas, sakit perut, muntahmuntah ( pada anak-anak ), faring berwarna merah dan adanya edema. 2.1.1.2 Pola Batuk dan Produksi Sputum Tahap ini dilakukan dengan cara menilai apakah batuk termasuk batuk kering keras dan kuat dengan suara mendesing, berat dan berubah- ubah seperti kondisi pasien yang mengalami penyakit kanker . Pengkajian sputum dilakukan dengan cara memeriksa warna, kejernihan dan apakah bercampur darah terhadap sputum yang dikeluarkan oleh pasien. 20 2.1.1.3 Sakit Dada Dilakukan untuk mengetahui bagian yang sakit , luas, intensitas, factor yang menyebabkan rasa sakit, perubahan nyeri dada apabila posisi pasien berubah, serta ada / tidaknya hubungan antara waktu inspirasi dan ekspirasi dengan rasa sakit. 2.1.2 Pemeriksaan Fisik 2.1.1.1 Data klinik, meliputi: 1) TTV 2.1.1.2 Data hasil pemeriksaan yang mungkin ditemukan: 1) Mata (a) Konjungtiva pucat (karena anemia) (b) Konjungitva sianosis ( karena hipoksemia) (c) Konjungtiva terdapat pethecia ( karena emboli lemak atau endokarditis) 2) Kulit (a) Sianosis secara umum (hipoksemia) (b) Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer). (c) Penurunan turgor (dehidrasi) (d) Edema (e) Edema periorbital 3) Jari dan kuku (a) Sianosis (b) Clubbing finger 4) Mulut dan bibir (a) Membran mukosa sianosis (b) Bernapas dengan mengerutkan mulut. 5) Hidung (a) Pernapasan dengan cuping hidung, deviasi sputum, perforasi, dan kesimetrisan. 21 6) Vena Leher (a) Adanya distensi/ bendungan. 7) Dada (a) Inspeksi (1) Pemeriksaan mulai dada posterior sampai yang lainnya, pasien harus duduk. (2) Observasi dada pada sisi kanan atau kiri serta depan atau belakang. (3) Dada posterior amati adanya skar, lesi, dan masa serta gangguan tulang belakang (kifosis, skoliosis, dan lordosis) (4) Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan pergerakan dada. (5) Observasi pernapasan seperti pernapasan hidung, atau pernapasan diafragma serta penggunaan otot bantu pernapasan. (6) Observasi durasi inspirasi dan ekspirasi. Ekspirasi yang panjang menandakan adanya obstruksi jalan napas seperti pada pasien Chronic Airflow Limitation (CAL)/ Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). (7) Kaji konfigurasi dada. (8) Kelainan bentuk dada: Barrel chest : Akibat overinflation paru pada pasien emfisema. Funnel chest : Misal pada pasien kecelakaan kerja yaitu depresi bagian bawah sternum. Pigeon chest : Akibat ketidaktepatan sternum yang mengakibatkan peningkatan diameter AP. 22 Kofiskoliosis : Missal pada pasien osteoporosis dan kelainan musculoskeletal. (9) Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan dinding dada mengindikasikan adanya penyakit paru/ pleura. (10) Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inpsirasi yang mengindikasikan adanya obstruksi jalan napas. (b) Palpasi Untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit, dan mengetahui tactil premitus (vibrasi). (c) Perkusi Mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada di sekitarnya, dan pengembangan (ekskursi) diafragma. Ada dua suara perkusi yaitu: (1) Suara perkusi normal: Resonan (sonor) : dihasilkan pada jaringan paru normal, umumnya bergaung dan bernada rendah. Dullness : dihasilkan di atas jantung atau paru. Tympany : dihasilkan di atas perut yang berisi udara. (2) Suara perkusi abnormal: Hiperesonan : lebih rendah dari resonan seperti paru abnormal yang berisi udara. Flatness : nada lebih tinggi dari dullness seperti perkusi lainnya. d) Auskultasi (1) Suara napas normal 23 pada paha, bagian jaringan - Bronchial/ tubular sound seperti suara dalam pipa, keras, nyaring, dan hembusan lembut. - Bronkovesikuler sebagai gabungan antara suara napas bronchial dengan vesikuler. - Vesikuler terdengar lembut, halus, sperti hembusan angin sepoi – sepoi. (2) Jenis suara tambahan - Wheezing : suara nyaring, musical, terus – menerus akibat jalan napas yang menyempit. - Ronchi : suara mengorok karena ada sekresi kental dan peningkatan produksi sputum. - Pleural friction rub : suara kasar, berciut, dan seperti gessekan akibat inflamasi dim pleura, nyeri saat bernapas. 2.1.3 Pemeriksaan Penunjang 2.1.3.1 Pemeriksaan Laboratorium Selain pemeriksaan laboratorium Hb, Leukosit, dll yang dilakukan secara rutin, juga dilakukan pemeriksaan sputum guna melihat kuman dengan cara mikroskopis. 2.1.3.2 Pemeriksaan Diagnostik 1) Rontgen dada. Penapisan yang dapat dilakukan,misalnya untukmelihat lesi paru pada penyakit tuberkulosis, mendeteksi adanya tumor, benda asing, pembengkakan paru, penyakit jantung, dan untuk melihat strukturyang abnormal. 2) Fluoroskopi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui mekanisme kardiopulmonum, misalnya kerja jantung, diafragma, dan kontraksi paru. 3) Bronkografi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat secara visual bronkus sampai dengan cabang bronkus. 24 4) Angiografi. Pemeriksaan ini untuk membantu menegakkan diagnostik tentang keadaan paru, emboli, aneurisma, amfisema, kelainan konginental, dan lainlain. 5) Endoskopi. Pemeriksaan ini untuk melakukan diagnostik dengan cara mengambil sekret untuk pemeriksaan. 6) Radio isotop. Pemeriksaan ini untuk menilai lobus paru, melihat adanya emboli paru. 7) Mediastinoskopi. Merupakan endoskopi mediastinum untuk melihat penyebaran tumor. 2.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa 1 : Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas 2.2.1 Definisi Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas. 2.2.2 Batasan karakteristik a. Dispneu, Penurunan suara nafas b. Orthopnea : kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk dan berdiri. c. Cyanosis d. Kelainan suara nafas (rales, wheezing) e. Kesulitan berbicara f. Batuk, tidak efekotif atau tidak ada g. Mata melebar h. Produksi sputum berlebih i. Gelisah j. Perubahan frekuensi dan irama nafas k. Perubahan Pola napas 25 l. Suara napas tambahan 2.2.3 Faktor yang berhubungan a. Lingkungan : Perokok, Perokok pasif, terpajan asap b. Fisiologis : Asma, Disfungsi neuromuskular, infeksi, jalan nafas alergik c. Obstruksi jalan nafas : Adanya jalan naoas buatan, Benda asing dalam jalan nafas, eksudat dalam alveoli, mukus berlebihan, penyakit paru obstruktif kronis, sekresi yang tertahan, spasme jalan napas Diagnosa 2 : Ketidakefektifan Pola nafas 2.2.4 Definisi Inspirasi dan ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat. 2.2.5 Batasan Karakteristik a. Subjektif Dispnea Napas Pendek b. Objektif Perubahan eksrusi dada Mengambil posisi tiga titik tumpu (tripoid) Bradipnea Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi Penurunan ventilasi Napas cuping hidung Takipnea Penggunaan otot bantu asesorius untuk bernapas 2.2.6 Faktor yang Berhubungan a. Ansietas b. Posisi tubuh c. Deformitas tulang d. Deformitas dinding dada 26 e. Hiperventilasi f. Keletihan g. Kerusakan muskuloskeletal h. Nyeri i. Obesitas j. kelelahan otot-otot pernapasan k. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru l. Sindrom hipoventilasi Diagnosa 3 : Gangguan Pertukaran Gas 2.2.6 Definisi Kelebihan atau defisit oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolar-kapiler. 2.2.7 Batasan Karakteristik a. Diaforesis b. Dispnue c. Gangguan penglihatan d. Gelisah e. Hipoksemia f. Napas cuping hidung g. Pola pernapasan abnomral h. Somnolen i. Warna kulit abnormal (misalnya pucat) 2.2.8 Batasan Karakteristik a. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi b. Perubahan membran alveolar-kapiler 27 2.3 Perencanaan Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif 2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) : Berdasarkan NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan napas efektif sesuai dengan kriteria: - Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis, dan dispnue (mampu mengeluarkan sprutum, mampu bernafas dengan mudah) - Memiliki RR dalam batas normal - Memiliki irama pernafasan yang normal - Menunjukan jalan nafas yang paten (irama nafas, frekuensi nafas dalam rentang normal) - Bebas dari suara nafas tambahan 2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional : berdasarkan NIC a. Manajemen jalan napas: memfasilitasi kepatenan jalan napas b. Bantuan ventilasi: meningkatkan pola pernapasan spontan c. Pemantauan tanda vital: menganalisis data untuk menentukan komplikasi d. Pengaturan posisi : meningkatkan ekspansi paru e. Airway Suction / pengisapan jalan napas - Tentukan kebutuhan suction oral dan atau trakheal : Untuk menentukan kebutuhan suction pada klien - Auskultasi suara nafas sesudah dan sebelum melakukan suction : Menilai keefektifan penggunaan suction - Informasikan kepada klien dan keluarga tentang suction : Agar pasien dan keluarga mengerti dan kooperatif dalam menjalani tindakan - Monitor status oksigen pasien (tingkat SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik (tingkat MAP [mean arterial pressure] dan irama jantung) segera sebelum, selama dan setelah 28 suction : menjaga status oksigen dan hemodinamik pasien tetap stabil - Berikan O2 dengan menggunakan nasal : Untuk memfasilitasi suction nasotrakeal - Perhatikan tipe dan jumlah sekresi yang dikumpulkan : menilai tipe sekresi klien Diagnosa 2 : Pola nafas tidak efektif 2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) : Berdasarkan NOC - Respiratory status : ventilation - Respiratory status : airway patency - Vital sign status Kriteria hasil : - Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dypsneu. - Menunjukkan jalan napas yang paten. - Tanda-tanda vital dalam rentang normal. 2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional : berdasarkan NIC a. Airway management : Memfasilitasi kepatenan jalan nafas - Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu - Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi - Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan napas buatan - Pasang mayo bila perlu - Lakukan fifioterapi dada bila perlu - Keluarkan secret dengan batuk atau suction - Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan - Berikan bronkodilator bila perlu - Monitor respirasi dan status O2 Oxygen therapy - Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea 29 - Pertahankan jalan nafas yang paten - Monitor aliran oksigen - Pertahankan posisi pasien - Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi - Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi - Monitor Vital sign (TD, Nadi, Suhu, dan RR) - Catat adanya fluktuasi tekanan darah b. Pengisapan jalan nafas : untuk mengeluarkan sekret dari jalan nafas menggunakan selang c. Bantuan ventilasi : meningkatkan pola pernapasan spontan d. Ventilasi mekanis : menggunakan alat buatan untuk membantu pasien bernapas Diagnosa 3 : Gangguan pertukaran gas 2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) : Berdasarkan NOC a. Gangguan pertukaran gas berkurang dibuktikan dengan tidak terganggunya respon alergi b. Status pernapasan : pertukaran gas tidak terganggu, tidak ada gangguan : dispnue saat instirahat, dispnue saat aktivitas berat c. Klien memiliki fungsi paru dalam batas normal d. Tidak mengalami napas dangkal atau ortopnue e. Tidak menggunakan otot aksesoris saat bernapas 2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional : berdasarkan NIC a. Airway management : Memfasilitasi kepatenan jalan nafas - Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu - Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi - Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan napas buatan - Pasang mayo bila perlu - Lakukan fisioterapi dada bila perlu 30 - Keluarkan secret dengan batuk atau suction - Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan - Berikan bronkodilator bila perlu - Monitor respirasi dan status O2 Oxygen therapy b. Monitoring respirasi : menganalisis data pasien untuk memastikan kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pertukaran nafas - Monitor rata-rata, kedalaman , irama respirasi - Catat pergerakan dada - monitor suara nafas - Mentukan kebutuhan suction c. Manajemen elektrolit : meningkatkan keseimbangan elektrolit dan mencegah komplikasi akibat kadar elektrolit serum yang tidak normal 31 III. Daftar Pustaka A. Potter, Anne Griffin Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik Vol.1. Alih bahasa, Yasmin Asih...[el ak]; editor edisi bahasa Indonesia, Devi Yuianti, Monica Ester. Jakarta: EGC. Herdman, Heather; Kamitsuru, S. 2016. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC. Hidayat, Azis A. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 1. Jogja : MediAction Publishing . Wartonah, Tarwoto. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC Banjarmasin,..............................2017 Preseptor Klinik Preseptor Akademik (Dewi Kartika Wulan, Ns., M.Kep) (M. Sandi Suwardi, S.Kep. Ns) 32