Ini Fakta-fakta Hukum Andi Mallarangeng Jadi Tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan Andi Mallarangeng sebagai tersangka dalam korupsi pembangunan proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat. "Dari hasil pengembangan kasus dengan tersangka DK (Deddy Kusdinar) ditemukan fakta-fakta hukum yang bisa disimpulkan bahwa KPK menetapkan secara resmi AAM (Andi Alfian Mallarangeng) selaku Menpora atau selaku Pengguna Anggaran pada Kemenpora," kata Ketua KPK Abraham Samad di gedung KPK Jakarta, Jumat (7/12). Konstruksi hukum Andi dinyatakan sebagai tersangka, menurut Abraham sama dengan penetapan tersangka Deddy Kusdinar pada 23 Juli lalu. "Yang bersangkutan dikenakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU 39/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," papar Abraham. Penetapan tersangka Andi Alfian Mallarangeng berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik-46/01/12/2012 tertanggal 3 Desember. Andi disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara; sedangkan pasal 3 mengenai perbuatan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara. Ancaman pidana dari pelanggaran pasal tersebut adalah maksimal 20 tahunn penjara dengan denda paling banyak Rp1 miliar. Pernyataan KPK dalam surat bernomor R-456/01-23/12/2012 kepada Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM menyebutkan "Diberitahukan kepada Saudara bahwa saat ini KPK sedang melaksanakan penyidikan tindak pidana korupsi terkait pembangunan/ pengadaan/ peningkatan sarana dan prasarana olahraga di Hambalang, tahun anggaran 2010-2012 yang dilakukan oleh tersangka Andi Alfian Mallarageng selaku Menteri Pemuda dan Olahraga/Pengguna Anggaran pada Kemenpora." Andi adalah tersangka kedua dalam kasus yang berawal dari pengakuan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan wisma atlet SEA Games Jakabaring, Palembang bahwa proyek Hambalang dikorupsi dan uangnya mengalir untuk Kongres Partai Demokrat. Nama-nama yang disebutkan Nazaruddin adalah Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat Andi Mallarangeng. Sejak menyelidiki kasus ini pada Oktober 2011, KPK baru menetapkan satu tersangka kasus Hambalang yaitu mantan Kabiro Perencanaan Kemenpora, Deddy Kusdinar yang saat ini masih menjabat Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora sebagai tersangka pada 19 Juli 2012. Deddy dikenai Pasal 2 ayat 1, pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP yaitu pasal penyalahgunaan kewenangan dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun. Kasus ini semakin jelas setelah Ketua BPK Hadi Purnomo pada Kamis (31/10) mengungkapkan nilai kerugian negara karena proyek Hambalang adalah Rp243,6 miliar dengan rincian selisih pembayaran uang muka senilai Rp116,9 miliar ditambah kelebihan pembayaran atau pemahalan harga pelaksanaan konstruksi hingga Rp126,7 miliar yang terdiri atas mekanikal elektrikal sebesar Rp75,7 miliar dan pekerjaan struktur sebesar Rp51 miliar. Dalam laporannya, BPK menyatakan bahwa Menpora diduga membiarkan Sekretaris Kempora (Seskempora) melaksanakan wewenang Menpora dan tidak melakukan pengendalian dan pengawasan atas tindakan Sesmenpora yang menandatangani surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora. Pembiaran Menpora, menurut laporan itu juga diduga terjadi pada tahap pelelangan yaitu ketika Sesmenpora menetapkan pemenang lelang konstruksi dengan nilai kontrak di atas Rp50 miliar tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora. Sesmenpora juga diduga melakukan penyimpangan terhadap revisi RKA-KL tahun anggaran 2010, dengan mengajukan permohonan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) 2010 dengan membuatkan volume keluaran yang berbeda dari seharusnya karena volume keluaran dinaikkan dari 108.553 meter persegi menjadi 121.097 meter persegi, padahal sebenarnya, volume tersebut turun menjadi 100.398 meter persegi. Terkait kontrak tahun jamak, Menteri Keuangan disebut menyetujui kontrak tahun jamak dan Dirjen Anggaran menyelesaikan proses persetujuan kontrak tahun jamak setelah melalui proses penelaah secara berjenjang secara bersama-sama padahal, kontrak tahun jamak itu diduga melanggar PMK 56/PMK 02/2010. Dirjen Anggaran juga menetapkan RKA-KL Kempora 2011 dengan skema tahun jamak sebelum penetapan proyek tahun jamak disetujui. Menpora saat proyek tersebut dibangun adalah Andi Malarangeng, sedangkan Seskemenpora pada 2010 dijabat Wafid Muharram yang telah divonis 3 tahun penjara dalam kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games, hukuman Wafid bahkan diperberat menjadi 5 tahun penjara oleh putusan kasasi Mahkamah Agung. Andi Mallarangen sudah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menpora karena tidak ingin menjadi beban bagi Presiden dan kabinet. "Tadi pagi (Jumat pagi) saya telah menghadap Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan mengajukan surat pengunduran diri saya sebagai Menpora yang berlaku hari ini (Jumat)," kata Andi saat jumpa pers di Kementerian Pemuda dan Olahraga, Jakarta, Jumat. Menurut Andi, roda pemerintahan harus tetap berjalan baik, dan persoalan hukum yang terkait dengan dirinya adalah tanggung jawab pribadi. "Dengan diumumkannya pencekalan oleh KPK saya tidak mungkin lagi menjalankan tugas-tugasnya sebagai menteri dengan efektif. Kronologis Lengkap 'Bancakan' Proyek Hambalang Dakwaan tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengungkapkan beberapa pejabat dan petinggi partai (kala itu) menerima aliran dana dari proyek Hambalang, telah menimbulkan reaksi keras dari pihak yang namanya disebut. Salah satu tokoh yang ‘geram’ adalah mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Dia membantah telah menerima Rp2,21 miliar dari proyek Hambalang, sebagaimana diungkapkan dalam dakwakan oleh tim Jaksa Penuntut Umum KPK pada sidang perdana terdakwa Deddy Kusdinar. "Tidak pernah. Dulu katanya saya terima Rp100 miliar, kemudian berkurang Rp50 miliar, sekarang tinggal Rp2,2 miliar. Kemana dong yang lain?," ujarnya di Jakarta, Jumat (8/11/2013) seperti dikutip Antara. Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, melalui adiknya Rizal Mallarageng, juga menyampaikan bantahan senada. Menurutnya, dakwaan jaksa KPK lemah. Sebab hanya sebatas dugaan bahwa Andi menerima uang lewat Wafid Muharam dan Choel Mallarangeng. Uang itu, lanjutnya, tak pernah sampai kepada mantan Menpora. ”Choel memang mengakui dirinya menerima uang dari Wafid yang ternyata adalah uang dari PT DGI sebesar Rp5,5 miliar. Tapi belakangan, uang itu dikembalikan kepada KPK,” tegas Rizal. Sebenarnya bagaimana kronologis proyek Hambalang yang terkesan dalam dakwaan tim jaksa KPK sebagai proyek ‘bancakan’? Pada sidang perdana terdakwa mantan Kepala Biro Keuangan Kemenpora/Pejabat Pembuat Komitmen Proyek Hambalang Deddy Kusdinar, Kamis (7/11/2013) lalu seorang anggota tim jaksa penuntut umum KPK I Kadek Wiradana membacakan dakwaaan yang menggambarkan kronologis proyek Hambalang. Berikut rangkuman dakwaan yang disarikan dari pemberitaan Antara dan Bisnis. PERAN ANDI MALLARANGENG Oktober 2009 Jaksa I Kadek Wiradana menyebutkan pendirian proyek Hambalang berawal setelah Andi Mallarangeng dilantik menjadi Menpora pada Oktober 2009. Saat itu, dilakukan pemaparan awal mengenai rencana pendirian proyek yang nama resminya Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang di ruang rapat Menpora. Dalam rapat tersebut, Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam menyampaikan bahwa status tanah Hambalang bermasalah karena belum ada sertifikat. “Andi lalu memerintahkan Wafid agar segera menyelesaikan masalah status tanah tadi. Menpora juga mengarahkan agar menambahkan asrama senior dan venue olahraga ekstrim. Perkembangan proyek diminta dilaporkan kepadanya," ujar Kadek. Desember 2009 Setelah masterplan Hambalang diperbaiki sesuai arahan Andi, dilakukan kembali pemaparan rencana pembangunan P3SON di kediaman pribadi Andi yang dihadiri antara lain Wafid, Deddy Kusdinar dan anggota tim persiapan pembangunan Lisa Lukitawati (CV Rifa Medika). Saat itu, Wafid menyampaikan perkiraan anggaran proyek sekitar Rp2,5 triliun dan akan ada hambatan saat proses anggaran. Namun, Andi menanggapi dengan mengatakan, "Sudahlah, di Komisi X [membawahi bidang olahraga] itu kan teman-teman saya," papar jaksa Kadek. Akhirnya Wafid meminta Deddy Kusdinar untuk merealisasikan permintaan Andi yang anggarannya akan disampaikan dalam rapat DPR. Masih sekitar akhir 2009, Andi memperkenalkan adiknya Andi Zulkarnain Anwar alias Choel Mallarangeng kepada Wafid di ruangan Kemenpora. Saat itu, Andi menyatakan bahwa adiknya akan banyak membantu urusan Kemenpora, sehingga kalau ada yang perlu dikonsultasikan silakan langsung menghubungi Choel. Awal 2010 Anggota tim jaksa penuntut umum KPK lainnya Kresno Anto Wibowo mengungkapkan pada awal 2010, diadakan beauty contest atau adu konsep masterplan proyek antara PT Metaphora Solusi Global (PT MSG) dan PT Galeri Ide di hadapan Andi bertempat di ruangan Seskemenpora. "Andi memuji pemaparan PT MSG dan Wafid memutuskan memakai masterplan PT MSG dan meminta PT Galeri Ide bergabung. Namun PT Galeri Ide memutuskan mundur dan meminta kompensasi Rp400 juta," ujar jaksa. Terkait proses pengajuan usulan penambahan anggaran pembangunan Hambalang, Andi minta wafid untuk berkoordinasi dengan Komisi X dan Kementerian PU. Andi dan Wafid selanjutnya melakukan pertemuan di ruangan Menpora dengan anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat yang bertugas di Komisi X dan Badan Anggaran DPR, yatu Mahyuddin (Ketua Komisi X), Angelina Sondakh, Mirwan Amir dan Nazaruddin. Dalam pertemuan itu, Andi mengatakan urusan APBN perubahan Kemenpora ditangani Wafid. “Andi meminta Wafid untuk berkomunikasi intens dengan mereka dan jangan sampai ada keluhan (dari teman-teman di Komisi X DPR),” jelas jaksa Kresno. Kemenpora lalu mengajukan usulan penambahan anggaran proyek Hambalang sebesar Rp625 miliar dalam APBN-P 2010. Pokja Anggaran Komisi X menyetujui penambahan dana sebesar Rp150 miliar dalam APBN-P 2010 tanpa melalui proses Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Pokja dan Kemenpora. Persetujuan penambahan anggaran ditandatangani oleh Mahyudin selaku pimpinan Komisi X dan jajarannya yakni Rully Chairul Azwar dan Abdul Hakam Naja. Selain itu, ditandatangani pula oleh anggota Pokja seperti Angelina Sondakh, Wayan Koster, Kahar Muzakir, Juhaaeni Alie dan Mardiyana Indra Wati. “Dengan demikian, anggaran tersedia menjadi Rp275 miliar,” papar jaksa. Atas persetujuan DPR tersebut, Wafid melalui Saul Paulus David Nelwan meminta uang sebesar Rp500 juta kepada PT Adhi Karya melalui Ida Bagus Wirahadi dan Rp100 juta dari Poniran, sehingga seluruhnya berjumlah Rp600 juta. Uang tersebut diserahkan kepada Mahyudin saat kongres Partai Demokrat di Bandung. Terkait penyediaan jasa konstruksi yang akhirnya dimenangkan oleh Konsorsium PT Adhi Karya dan Wijaya Karya, jaksa menganggap Menpora juga terlibat. Hal ini dimulai dengan Kepala Divisi Konstruksi Jakarta I PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor difasilitasi M Arief Taufiqurahman bertanya ke Wafid tentang jasa konstruksi. Teuku Bagus dan Arief dengan difasilitasi Muhammad Tamzil menemui Andi Mallarangeng di rumahnya. Teuku Bagus menyampaikan siap dan bersedia bekerja sama mendukung program Kemenpora, termasuk pembangunan Hambalang. "Andi saat itu menjelaskan bahwa dirinya tidak setuju dengan konsep sekolah olahraga di Ragunan karena terpisah dengan fasilitas. Dia punya ide menggabungkan fasilitas belajar dengan fasilitas olahraga di satu tempat (integrated) seperti Singapura," ungkap anggota tim jaksa KPK lainnya Atty Novyanty. Setelah bertemu Andi, Teuku Bagus meminta Arief memonitor proyek Hambalang dan harus didapat PT Adhi Karya karena sudah bertemu dengan Andi. Pertengahan 2010 Deddy Kusdinar bersama Wafid bertemu Choel Mallarangeng di Restoran Jepang Hotel Grand Hyatt, Jakarta. Pada pertemuan itu Choel menyampaikan bahwa abangnya Andi Mallarangeng, sudah satu tahun menjabat Menpora tapi belum dapat apa-apa. "Maksud ucapan Choel diperjelas oleh Mohammad Fakhruddin staf khusus Menpora yang menanyakan ke Wafid tentang kesiapan memberi fee sebesar 18% kepada Choel untuk pekerjaan pembangunan proyek Hambalang," jelas jaksa. Wafid menanggapi bahwa untuk hal itu sebaiknya Choel bertemu dengan orang dari PT Adhi Karya. Selanjutnya, dilakukan pertemuan di ruangan Menpora yang dihadiri Wafid, Deddy, Choel, Fakhruddin dan Arief dari PT Adhi Karya. Saat itu, Arief menyampaikan ke Choel bahwa PT Adhi Karya akan berpartisipasi dalam proyek Hambalang. Sebelum pertemuan berakhir, Wafid bertanya ke Choel apakah proyek Hambalang sudah bisa dilelang? Choel menyetujuinya dan hal ini dilaporkan Arief ke Teuku Bagus. Setelah melakukan penghitungan, Teuku Bagus menyepakati permintaan tersebut dengan realisasi fee akan diberikan melalui direktur PT Dutasari Citralaras Mahfud Suroso. Dengan ditetapkannya KSO Adhi-Wika sebagai pemenang proyek Hambalang, menurut jaksa, total dana yang diperoleh Andi Rp4 miliar dan US$550.000. Dana US$550.000 berasal dari pengembalian uang KSO Adhi-Wika kepada Grup Permai milik M Nazaruddin yang sebelumnya telah menyerahkan uang kepada Andi sejumlah US$550.000 atau sekitar Rp5 miliar yang diserahkan Deddy kepada Choel. Adapun uang Rp4 miliar, lanjut jaksa, diperoleh secara bertahap yaitu Rp2 miliar dari PT Global Daya Manunggal (GDM), perusahaan subkontraktor untuk pekerjaan struktur, arsitektur asrama junior putra-putri dan GOR Serbaguna. Uang diserahkan langsung ke Choel. Rp1,5 miliar dari PT GDM diserahkan juga kepada Choel dan Rp500 juta dari PT GDM diserahkan Mohammad Fakhruddin kepada Choel. Dituntut 10 Tahun, Andi Mallarangeng Divonis 4 Tahun Penjara Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Alfian Mallarangeng divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan penjara. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menilai, Andi terbukti melakukan korupsi terkait proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang sebagaimana dakwaan alternatif kedua. "Mengadili terdakwa terbukti secara sah dan mayakinkan korupsi bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif kedua," ujar Ketua Majelis Hakim Haswandi saat membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (18/7/2014). Andi dinyatakan terbukti menyalahgunakan wewenang sehingga menguntungkan diri sendiri dengan melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jakarta sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Dalam pertimbangan yang memberatkan tuntutan, perbuatan Andi dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan tidak mengakui perbuatan. Sementara itu, hal yang meringankan ialah Andi berlaku sopan, belum pernah dihukum. Selain itu, Andi pernah menerima penghargaan bintang jasa utama dari pemerintah saat menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum. Menurut hakim, Andi juga belum menikmati uang hasil perbuatannya. Hakim menyatakan Andi terbukti memperkaya diri sendiri sebesar Rp 2 miliar (bukan Rp 4 miliar seperti diberitakan sebelumnya, red) dan 550.000 dollar AS dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang. Semua uang itu diterima Andi melalui adiknya, Andi Zulkarnain Anwar alias Choel Mallarangeng. Andi juga dinyatakan terbukti memperkaya orang lain, yaitu Wafid Muharam, Deddy Kusdinar, Nanang Suhatmana, Anas Urbaningrum, Mahyudin, Teuku Bagus, Machfud Suroso, Olly Dondokambey, Joyo Winoto, Lisa Lukitawati, Anggaraheni Dewi Kusumastuti, dan Adirusman Dault. Selain itu, ia juga dinyatakan terbukti memperkaya korporasi. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi sebelumnya, yaitu 10 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan penjara.