GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK MODUL MATERI Anti - Corruption Learning Centre (ACLC) - KPK GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK 06 MO DU L MA TERI GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK MODUL MATERI GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK 06 M O D UL MAT ERI GOOD GOVERNANCE D A N P E LAYANAN PUBLIK MODUL MATERI Modul Materi “Good Governance dan Pelayanan Publik” (c) KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI 2016 Pengarah Pimpinan KPK Deputi Bidang Pencegahan Penanggung jawab Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Supervisi David Sepriwasa Sandri Justiana M. Rofie Hardianto M. Jhanattan Penyusun PT. Multi Area Desentralisasi Pembangunan (MADEP) : Abdul Manaf, MBA, Psikolog Editor Teguh Handoko Hafizhah Muharrani M. Abdurrahman Al Fikri Nurul Aini Agustina Desain dan Ilustrasi Adrianto Fitriansyah Diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Kedeputian Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Jl. H. R. Rasuna Said Kav C-1 Jakarta Selatan 12920 www.kpk.go.id www.acch.kpk.go.id Cetakan 1 : Jakarta, 2016 Buku ini boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya, diperbanyak untuk tujuan pendidikan dan non-komersial lainnya, serta bukan untuk diperjualbelikan GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK DAFTAR ISI Daf tar Isi Daftar Isi . ...................................................................................................................................................... i A. PENDAHULUAN ................................................................................................................................ 01 B. HASIL BELAJAR (LEARNING OUTCOMES) ......................................................................................... 02 C. KEGIATAN BELAJAR Kegiatan Belajar 1 Kegiatan Belajar 2 Kegiatan Belajar 3 GOOD GOVERNANCE 1. Definisi Good Governance ............................................................................... 05 2. Perbandingan Istilah Government Dengan Governance ............................... 05 3. Arti Good dalam Istilah Good Governance ..................................................... 06 4. Sembilan Prinsip Good Governance ............................................................... 06 5. Stakeholder Good Governance ....................................................................... 07 6. Indeks Persepsi Korupsi .................................................................................. 08 OPEN GOVERNMENT INDONESIA 1. Open Government Partnership (OGP) ............................................................. 13 2. Open Government Indonesia (OGI) ................................................................. 13 PELAYANAN PUBLIK 1. Pendahuluan .................................................................................................... 19 2. Asas – Prinsip – Standar Pelayanan Publik ................................................... 19 3. Perilaku Pelaksana Pelayanan Publik............................................................. 21 4. Permenpan No. 13 Tahun 2009 - Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Dengan Partisipasi Masyarakat......................................... 21 Kegiatan Belajar 4 5. Indeks Persepsi Anti Korupsi........................................................................... 22 6. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ............................................................. 23 KONFLIK KEPENTINGAN/CONFLICT OF INTEREST (COI) 1. Apa yang Dimaksud dengan Konflik Kepentingan? ....................................... 27 2. Bentuk-Bentuk Konflik Kepentingan .............................................................. 27 3. Sumber Penyebab Konflik Kepentingan ......................................................... 28 4. Konflik Kepentingan Apa Saja yang Sering Terjadi? ...................................... 28 5. Prinsip Dasar Penanganan Konflik Kepentingan ........................................... 30 i MODUL MATERI Kegiatan Belajar 5 GRATIFIKASI 1. Arti Gratifikasi ................................................................................................... 35 2. Kapan Gratifikasi Menjadi Kejahatan Korupsi? ............................................. 35 3. Pengertian Uang Pelicin dan Suap .................................................................. 35 4. Sumpah dan Etika terkait Gratifikasi .............................................................. 37 5. Gratifikasi yang Terkait dengan Kedinasan.................................................... 37 6. Tata Cara Pelaporan dan Penentuan Status Gratifikasi ................................ 37 7. Formulir Pelaporan Gratifikasi ........................................................................ 38 8. Program Pengendalian Gratifikasi .................................................................. 39 9. Manfaat PPG bagi Instansi dan Pemangku Kepentingan ............................. 39 10. Fungsi Unit Pengendalian Gratifikasi ............................................................. 39 Kegiatan Belajar 6 DAFTAR PUSTAKA ii LAPORAN HARTA KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA (LHKPN) 1. Kewajiban Penyelenggara Negara .................................................................. 43 2. Dasar-Dasar Hukum LHKPN ............................................................................ 43 3. Manfaat LHKPN dalam Pencegahan/Pemberantasan TPK .......................... 44 4. Penyelenggara Negara yang Wajib LHKPN ..................................................... 44 5. Panduan Pengisian Formulir LHKPN Model ................................................... 45 GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Berdasarkan praktek pemerintahan di berbagai Negara ditenggarai adanya Bad Government yang ditandai dengan banyaknya korupsi, kolusi dan nepotisme yang membuat negara mengarah ke kebangkrutan. Oleh karena itu, diperlukan konsep baru mengenai cara berpemerintahan yang baik yang dinamakan Good Governanace (Kedudukan dan Kelembagaan DPRD dalam Konteks Good Governance, 2008). Pada tahun 2011 pemerintah memprakarsai lahirnya Open Government Indonesia (OGI). OGI merupakan gerakan yang bertujuan membangun pemerintahan yang lebih terbuka, partisipatif dan inovatif. Pemerintah mengajak masyarakat untuk aktif memperhatikan dan memberi masukan dalam pembuatan kebijakan publik. (http: //setkab.go.id/transformasi-partisipasipublik-dalam-perumusan-kebijakan-di-era-reformasi) Bahwa membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentangpeningkatan pelayanan publik; (Konsideran UU RI No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik) Salah satu faktor pendorong terjadinya tindak pidana korupsi adalah konflik kepentingan (conflict of interest). Situasi tersebut berpotensi berpengaruh pada kualitas keputusan yang diambil oleh Penyelenggara Negara yang bersangkutan dan dapat mendorong terjadinya tindak pidana korupsi. (Kata Pengantar Panduan Penanganan Konflik Kepentingan Bagi Penyelenggara Negara, 2009). Studi yang dilakukan oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK (2009) mengungkapkan bahwa pemberian hadiah atau gratifikasi yang diterima oleh penyelenggara negara adalah salah satu sumber penyebab timbulnya konflik kepentingan. (Pengantar Gratifikasi, 2015). Amanat dalam aturan perundang-undangan tentang LHKPN, Penyelenggara Negara harus aktif melaporkan harta kekayaannya sebagai wujud dukungan terhadap pemberantasan korupsi. (Pengantar Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, 2015). Keterkaitan antara materi Good Governance dan Pelayanan Publik dalam modul ini digambarkan sebagai berikut: 01 MODUL MATERI Good Governance Open Government Indonesia LHKPN Good Governance dan Pelayanan Publik Pelayanan Publik Gratifikasi Konflik Kepentingan (COI) B. HASIL BELAJAR (LEARNING OUTCOMES) Setelah mengikuti pembelajaran ini Peserta Didik diharapkan untuk : 1. Mampu memahami, menjelaskan dan menerapkan hal-hal yang terkandung dalam konsep Good Governance. 2. Mengetahui dan memahami hal-hal yang terkandung dalam konsep Open Government Indonesia dan ketiga pilar utamanya. 3. Mampu memahami, menjelaskan dan menerapan Asas, Prinsip dan Standar Pelayanan Publik 4. Mampu memahami hal-hal yang terkandung dalam konsep Konflik Kepentingan. 5. Mampu memahami dan menjelaskan hal-hal yang terkait dalam konsep Gratifikasi. 6. Mengetahui dan memahami hal-hal yang terkait dengan LHKPN. 02 GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK Kegiatan Belajar 1 GOOD GOVERNANCE MODUL MATERI GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK Kegiatan Belajar 1 GOOD GOVERNANCE 1. Definisi Good Governance Menurut World Bank, governance diartikan sebagai “the way state power is used in managing economic and sosial resources for development sociey”. Dengan demikian governance adalah cara, yaitu cara bagaimana kekuasaan negara digunakan untuk mengelola sumberdaya-sumberdaya ekonomi dan sosial guna pembangunan masyarakat UNDP mengartikan governance sebagai “the exercise of political, economic and administrative authority to manage a nation affair at all levels”. Kata governance diartikan sebagai penggunaan/ pelaksanaan, yakni penggunaan kewenangan politik, ekonomi dan adminstratif untuk mengelola masalah-masalah nasional pada semua tingkatan. (Kedudukan dan Kelembagaan DPRD dalam Konteks Good Governance, KPK, 2008) Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000 merumuskan arti Good Governance sebagai berikut: kepemerintahan yag mengemban akan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalisme, akutabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektifitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh selurruh masyarakat. 2. Perbandingan Istilah Government Dengan Governance NO 1 2 UNSUR PERBANDINGAN GOVERNMENT GOVERNANCE Pengertian Dapat berarti badan/lembaga/ fungsi yang dijalankan oleh suatu organ tertinggi dalam suatu negara Dapat berarti cara penggunaan atau pelaksanaan Sifat hubungan Hierarkis dalam arti yang memerintah berada diatas sedangkan warga negara yang diperintah berada di bawah Heterarkhis dalam arti ada kesetaraan kedudukan dan hanya berbeda dalam fungsi Ada 3 komponen yang terlibat 3 Komponen yang terlibat Sebagai subjek hanya satu yaitu institut pemerintah 1. Sektor pemerintah 2. Sektor swasta 3. Sektor masyarakat 4 Pemegang peran dominan Sektor pemerintah 5 Efek yang diharapkan Kepatuhan warga negara 6 Hasil akhir yang diharapkan Pencapaian tujuan negara melalui kepatuhan warga negara Semua memegang peran sesuai dengan fungsinya masing-masing Partisipasi warga negara Pencapaian tujuan negara dan masyarakat melalui partisipasi sebagai warga negara maupun sebagai warga masyarakat Dikutip dari buku : Kedudukan dan Kelembagaan DPRD dalam Konteks Good Governance, KPK, 2008 05 MODUL MATERI 3. Arti Good dalam Istilah Good Governance Secara konseptual pengertian kata baik (good) dalam istilah kepemerintahan yang baik (Good Governance) mengandung dua pemahaman: Pertama, nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilaan sosial. Kedua, aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut (Prof DR. Hj. Sedarmayanti, M.Pd., APU, GOOD GOVERNANCE “Kepemerintahan Yang Baik”, 2012). 4. Sembilan Prinsip Good Governance Pada tahun 1997, UNDP merumuskan 9 prinsip yang harus ditegakkan untuk bisa melaksanakantata pemerintahan yang baik. 1) Partisipasi (Participation): Setiap orang atau warga masyarakat, laki-laki maupun perempuan memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan baik secara langsung, maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing. 2) Penegakan Hukum (Rule of Law): Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan harus berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh, terutama aturan hukum tentang hak asasi manusia. 3) Transparansi (Transparancy): Transparansi harus dibangun dalam rangka kebebasan aliran informasi. 4) Daya tanggap (Responsiveness): Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders). 5) Berorientasi pada Konsensus (Consensus Orientation): Pemerintahan yang baik akan bertindak sebegai penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesempatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak dan jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah. 6) Keadilan/Kesetaraan (Equity): Pemerintahan yang baik akan memberi kesempatan yang baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelaiahar kualitas hidupnya. 7) Efektifitas dan efisiensi (Effectiveness & Efficiency): Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang sesuai kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknyaberbagai sumber yang tersedia. 8) Akuntabilitas (Accountabiity): Para pengambil keputusan dalam organisasi sektor publik, swasta dan masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik masyarakat umum sebagaimana halnya kepada para pemilik. 06 GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK 9) Visi Strategis (Strategic Vision): Para pimpinan dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan mansuai bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut. (Sumber: Kedudukan dan Kelembagaan DPRD dalam Konteks Good Governance, KPK, 2008) 5. Stakeholder Good Governance*) Pada dasarnya governance stakeholders dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori: 1) Negara/pemerintah Konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan-kegiatan kenegaraan, tetapi labih jauh dari itu melibatkan pula sektor swasta dan kelembagaan masayarakat madani. Peran pemerintah melalui kebijakan publiknya sangat penting penyimpangan yang terjadi di dalam pasar dapat dihindari. Dalam kaitannya dengan bidang pendidikan, pemerintah dan dinas-dinas yang berkaitan seperti dinas pendidikan. Negara sebagai salah satu unsur governance, di dalamnya termasuk lembaga politik dan lembaga sektor publik. Peran pemerintah melalui kebijakan publiknya sangat penting dalam memfasilitasi terjadinya mekanisme pasar yang benar sehingga penyimpangan yang terjadi di dalam pasar dapat dihindari. 2) Sektor swasta Pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi dalam sistem pasar, seperti: industri pengolahan perdagangan, perbankan, koperasi termasuk kegiatan sektor informal. Dalam bidang pendidikan, sektor swasta meliputi yayasanyayasan yang mengelola sekolah swasta. 3) Masyarakat madani Kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada dasarnya berada diantara atau di tengah-tengah antara pemerintah dan perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi. Dalam bidang pendidikan ada yang dinamakan Dewan Pendidikan yang merupakan lembaga independent yang memiliki posisi sejajar dengan Bupati/ Walikota dan DPRD. Good governance memungkinkan adanya kesejajaran peran antara ketiga aktor di atas. Sebagaimana dalam pengembangan kapasitas good governance, ada yang disebut dengan perubahan dalam distribusi kewenangan yaitu telah terjadi distribusi kewenangan yang tadinya menumpuk di pusat untuk didesentralisasikan kepada daerah, masyarakat, asosiasi dan berbagai kelembagaan yang ada di masyarakat. Artinya saat ini pemerintah bukanlah satu-satunya aktor dalam pengambilan keputusan, masyarakat dan juga pihak swasta pun berkesempatan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan. *) Sumber: (Prof DR. Hj. Sedarmayanti, M.Pd., APU, 2012) 07 MODUL MATERI 6. Indeks Persepsi Korupsi Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi merupakan indeks komposit yang mengukur persepsi pelaku usaha dan pakar terhadap korupsi di sektor publik, yaitu korupsi yang dilakukan oleh pegawai negeri, penyelenggara negara dan politisi. Sejak diluncurkan pada tahun 1995, CPI telah digunakan oleh banyak negara sebagai rujukan tentang situasi korupsi dalam negeri dibandingkan dengan negara lain. Skor CPI berada pada rentang 0-100. 0 berarti negara dipersepsikan sangat korup, sementara skor 100 berarti dipersepsikan sangat bersih. Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index/CPI) Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Di mana pada tahun 2015 skor CPI Indonesia mencapai 36 poin, jumlah ini meningkat dua poin dibanding skor CPI 2014 yang mencapai 34 poin. Sebelum ada KPK, skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia adalah 19 yang kemudian bergerak naik hingga mencapai skor 36 di tahun 2015. Menurut data dari Transparansi Internasional, skor CPI Indonesia sebesar 36 dan menempati urutan 88 dari 168 negara yang diukur. Di tahun 2015, rerata skor CPI global bertahan di angka 43. Berdasarkan data Transparency Internasional, Indonesia masih belum mampu menandingi skor dan peringkat yang dimiliki oleh Malaysia (50), dan Singapura (85), dan sedikit di bawah Thailand (38). Indonesia lebih baik dari Filipina (35), Vietnam (31), dan jauh di atas Myanmar (22). 08 GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK Tahun 2015 Indonesia merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang mengalami kenaikan kembar, yakni naik skor dan naik peringkat yang mengindikasikan adanya progres pemberantasan korupsi di Indonesia Sumber : http: //www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/3460-indeks-persepsi-korupsi-diharapkan-2016, “Indeks Persepsi Korupsi Diharapkan Meningkat”, Suara Karya, 27 Mei 2016 http: //www.ti.or.id/index.php/publication/2016/01/27/corruption-perceptions-index-2015, “Corruption Perceptions Index 2015 - Perbaiki Penegakan Hukum, Perkuat KPK, Benahi Layanan Publik” Publikasi oleh Wahyudi dan Ilham Saenong, pada 27 Januari http: //nasional.sindonews.com/read/1080708/13/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-m, “Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Membaik”, dipublikasikan oleh Adam Prawira pada 27 Januari 2016 09 MODUL MATERI 10 GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK Kegiatan Belajar 2 OPEN GOVERNMENT INDONESIA MODUL MATERI GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK Kegiatan Belajar 2 Open Government Indonesia 1. Open Government Partnership (OGP) 2. Open Government Indonesia (OGI) 3. Konsiderans dan tujuan UU RI No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik 4. Peran Teknologi Informasi Dalam Tata Kelola Pemerintahan *) 1. Open Government Partnership (OGP) OGP merupakan upaya global untuk membuat pemerintah lebih transparan, efektif dan akuntabel – dengan lembaga negara yang memberdayakan warga negara dan responsif terhadap aspirasi mereka. Tapi pekerjaan ini tidak pernah mudah. Dibutuhkan kepemimpinan politik. Dibutuhkan pengetahuan teknis. Dibutuhkan upaya yang berkelanjutan dan investasi. Dibutuhkan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat sipil. OGP adalah inisiatif multilateral baru yang bertujuan untuk mengamankan komitmen konkrit dari pemerintah untuk mempromosikan transparansi, memberdayakan warga, memerangi korupsi, dan memanfaatkan teknologi baru untuk memperkuat pemerintahan. Dalam semangat kerjasama multi-stakeholder, OGP diawasi oleh sebuah komite pengarah dari pemerintah dan organisasi masyarakat sipil. OGP secara resmi diluncurkan pada tanggal 20 September 2011, ketika 8 negara pendiri (Brasil, Indonesia, Meksiko, Norwegia, Filipina, Afrika Selatan, Inggris, Amerika Serikat) menyetujui suatu Deklarasi Pemerintah Terbuka, dan mengumumkan rencana aksi masing-masing negara. (http : //opengovindonesia.org/tentang-kami/open-government-partnership/, Website resmi Open Governemnt Indonesia yang berlokasi di Sekretariat Open Government Indonesia Kompleks Istana Merdeka Gedung Sekretariat Negara Sayap Timur) 2. Open Government Indonesia (OGI) Pada tahun 2011 pemerintah memprakarsai lahirnya Open Government Indonesia (OGI). OGI merupakan gerakan yang bertujuan membangun pemerintahan yang lebih terbuka, partisipatif dan inovatif. Pemerintah mengajak masyarakat untuk aktif memperhatikan dan memberi masukan dalam pembuatan kebijakan publik. Melalui OGI masyarakat dapat berpartisipasi secara mandiri dalam penyusunan pembuatan kebijakan sehingga kebijakan yang dilahirkan diharapkan lebih bermanfaat, dinamis dan mengakar. Perkembangan teknologi komunikasi dan dunia digital membuat sekat komunikasi antar individu semakin tereduksi. Perkembangan ini semakin membuka ruang bagi masyarakat dalam mengekspresikan diri. Pesatnya penggunaan aplikasi media sosial seperti twitter, facebook, maupun aplikasi media sosial lainnya turut berkontribusi dalam meningkatkan perhatian publik pada isu-isu dibidang sosial, politik, dan ekonomi. Perlahan tapi pasti, perhatian masyarakat terhadap perilaku dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah semakin besar. Bahkan istilah trending topic dan fenomena hashtag (#) di twitter yang belakangan ramai digunakan, berhasil menjadi lokomotif dalam membawa suatu hal menjadi isu publik. Hal ini dapat membentuk 13 MODUL MATERI persepsi di benak masyarakat dan sedikit banyak turut memberikan pengaruh pada sikap pemerintah. Fenomena ini menjadi gambaran bahwa ruang partisipasi publik telah terbuka begitu lebarnya, tak hanya di dalam dunia nyata, namun juga di dunia maya. (http : //setkab.go.id/transformasi-partisipasi-publik-dalam-perumusan-kebijakan-di-era-reformasi) Konsiderans UU RI No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik - Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional; - Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan Informasi Publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjungtinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik; - Keterbukaan Informasi Publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik; - Pengelolaan Informasi Publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi; (Konsiderans UU RI No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik) Tujuan UU RI No 14 tahun 2008 Tujuan UU RI No 14 tahun 2008 antara lain adalah: a. Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; b. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; c. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik; d. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang t ransparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan Peran Teknologi Informasi Dalam Tata Kelola Pemerintahan *) 14 - Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi turut mempengaruhi tata kelola pemerintahan. Teknologi informasi memungkinkan keterbukaan dan transparansi informasi sehingga mendukung pemerintahan yang demokratis. Apa yang paling diharapkan dalam pemerintahan demokratis adalah adanya transparansi dan keterlibatan bersama. - Karena adanya revolusi dalam dunia teknologi informasi dan komunikasi maka, baik pemerintahan global maupun pemerintahan Indonesia mengalami perubahan yang cukup berarti untuk mendorong adanya keterbukaan. - Karena itu inisiatif akan pemerintahan yang terbuka pun lahir dalam gerakan Open Government Partnership (OGP) dimana Indonesia menjadi salah satu dari delapan negara perintis gerakan yang lahir pada bulan September 2011. GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK - OGP merupakan international platform untuk mendorong adanya komitmen pemeritahan yang lebih terbuka, akuntabel, dan responsif kepada masyarakatnya Tiga Trek Rencana Kerja OGI (Triple Track Strategy) Dalam implementasinya OGI membaginya dalam tiga trek rencana aksi yang digambarkan sebagai berikut: Trek Definisi Rencana Aksi 1 Penguatan dan percepatan program berjalan • Mempercepat implementasi UU Keterbukaan Informasi (KIP) • Pelaksanaan Inpres yang ada 2 Pengembangan portal keterbukaan informasi dan partisipasi publik • Portal layanan publik (Satu Layanan.net) • Portal transparansi badan publik (SatuPemerintahan.net) Inisiatif Baru • Provinsi/kab/kota sebagai Pilot Project Open Government Indonesia • Inisiatif baru open government 3 Program-program Inovatif Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam hal inisiatif baru, OGI melakukan berbagai program inovatif untuk mendorong transparansi dan keterbukaan pemerintah, yakni melalui: a. Program kompetisi Open government yang terbuka kepada seluruh instansi atau unit–unit publik diseluruh Indonesia. b. Program LAPOR!, yakni Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat. Melalui LAPOR!, masyarakat bisa menyampaikan aspirasi mereka dan mengadukan layanan publik ataupun kualitas infrastruktur yang tidak memuaskan, baik melalui website (www.lapor.ukp.go.id) atau melalui SMS ke 1708. c. Portal Korupedia, portal ini bertujuan untuk memberikan efek jera pada koruptor dan meningkatkan akses publik pada vonis terkait kasus korupsi. d. Film Kita VS Korupsi e. Suara Pemuda AntiKorupsi (SPEAK). 15 MODUL MATERI Keseluruhan gerakan dan program implementasi diatas menggunakan teknologi informasi dan komunikasi sebagai media salurannya. Pemanfaatan website, social media, smartphone dengan berbagai aplikasinya akan mendorong masyarakat secara individu maupun kelompok untuk berpartisipasi langsung dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah. Upaya partisipasi dan kontribusi masyarakat ini pada akhirnya akan menjadi masukan, evaluasi dan pertimbangan dalam upaya perumusan setiap kebijakan dan perbaikan tata kelola penyelenggaraan pelayanan publik yang berintegritas dan akuntabel. Selanjutnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi saat ini mewadahi upaya menjangkau masyarakat secara luas. Penggunaan internet lewat website dan social media memungkinkan semua pihak untuk ikut terlibat, penyebaran informasi kepada masyarakat luas hingga level grassroot. Justru internet merupakan media penyaluran program dan rencana aksi yang paling banyak dimanfaatkan, seperti rencana aksi LAPOR!, sat upemerintah.org layanan transparansi keuangan kementrian, dll. Website Open Government Indonesia (www.opengovindonesia.org) berisi informasi lengkap tentang definisi dan latar belakang OGI, detail kegiatan yang telah dan akan dilakukan, dan cara untuk ikut berkontribusi dalam sekretariat Open Government Indonesia. Selain itu, di dalam portal ini juga ada blog yang berisi tulisan dari para pendukung OGI. (Kekuatan Jaringan Informasi Global (KJIG) Peran Teknologi. (Open Government Indonesia. 2012. Laporan pelaksanaan Open Government Indonesia 2012) 16 GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK Kegiatan Belajar 3 P EL AYA N AN P U B L I K MODUL MATERI 18 GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK Kegiatan Belajar 3 PELAYANAN PUBLIK Bersamaan dengan arus globalisasi yang memberikan peluang sekaligus tantangan bagi perbaikan ekonomi, pemerintah harus memahami arti pentingnya suatu kualitas pelayanan serta pentingnya dilakukan perbaikan mutu pelayanan. Hal ini karena penyediaan pelayanan pemerintah yang berkualitas akan memacu potensi sosial ekonomi masyarakat yang merupakan bagian dari demokratisasi ekonomi. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 tahun 2003 bahwa hakikat pelayanan adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat (Dr. H. Zaenal Mukarom, M.Si; Muhibudin Wijaya Laksana, S. Sos., M.Si, “Manajemen Pelayanan Publik”, 2015). Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Undang-undang tentang pelayanan publik dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik. (UU RI No 25 tahun 2009). 1. Pendahuluan Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Undang-undang tentang pelayanan publik dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik. (UU RI No 25 tahun 2009) 2. Asas – Prinsip – Standar Pelayanan Publik Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara N0. 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik ditentukan tentang Asas, Prinsip dan Standar Pelayanan Publik, yaitu sebagai berikut: Asas-asas Pelayanan Publik 1) Transparansi: Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai dan mudah dimengerti. 2) Akuntabilitas: Dapat dipertanggungjawabkan sesuia dengan peraturan perundangundangan. 3) Kondisional: Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinisp efisiensi dan efektivitas. 4) Partisipatif: Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. 19 MODUL MATERI 5) Kesamaan Hak: Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi. 6) Keseimbangan Hak dan Kewajiban: Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Prinsip Pelayanan Publik 1) Kesederhanaan: Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. 2) Kejelasan • Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik • Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung- jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik • Rincian biaya pelayanan publik dan tatacara pembayaran 3) Kepastian waktu: Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. 4) Akurasi: Produk pelayanan publik diteriam dengan benar, tepat dan sah. 5) Keamanan: Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. 6) Tanggung jawab: Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertaggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan public. 7) Kelengkapan sarana dan prasarana: Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika). 8) Kemudahan akses: Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika. 9) Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan: Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas. 10) Kenyamanan: Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain. Standar Pelayanan Publik Standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi: 1) Prosedur Pelayanan : Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan 20 GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK 2) Waktu Penyelesaian : Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan 3) Biaya Pelayanan : Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan 4) Produk Pelayanan : Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan 5) Sarana dan Prasarana : Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik 6) Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan: Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, ketrampilan, sikap dan perialu yang dibutuhkan. 3. Perilaku Pelaksana Pelayanan Publik UU RI Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, menegaskan tentang perilaku yang harus ditunjukkan oleh para pelaksana pemberi pelayanan publik. Perilaku-perilaku tersebut adalah: a. adil dan tidak diskriminatif; b. cermat; c. santun dan ramah; d. tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut; e. profesional; f. tidak mempersulit; g. patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar; h. menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi penyelenggara; i. tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib dirahasiakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; j. terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan kepentingan; k. tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan publik; l. tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakat; m. tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau kewenangan yang dimiliki; n. sesuai dengan kepantasan; o. tidak menyimpang dari prosedur 4. Permenpan No. 13 Tahun 2009 - Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Dengan Partisipasi Masyarakat Bahwa peningkatan kualitas pelayanan publik diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap aparatur sebagai penyedia pelayanan publik dalam rangka peningkatan 21 MODUL MATERI kesejahteraan masyarakat dengan menjadikan keluhan masyarakat sebagai sarana untuk melakukan perbaikan pelayanan publik; Bahwa peranan masyarakat selaku pengguna/penerima pelayanan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik memerlukan penyediaan pelayanan publik yang transparan, akuntabel, sesuai standar pelayanan, berdasarkan persamaan perlakukan, dan keterjangkauan masyarakat; Didalam pedoman ini diuraikan tentang Prasyarat Penting Menuju Sukses dalam Rangka mewujudkan pelayanan publik yang semakin baik. Prasyarat penting tersebut antara lain adalah: 1. Perubahan pola pikir (mindset) terhadap fungsi pelayanan 2. Partisipasi masyarakat pengguna pelayanan 3. Kepercayaan 4. Kesadaran penyelenggara dan pelaksana pelayanan publik 5. Keterbukaan 6. Kejujuran 7. Realistis dan cepat 5. Indeks Persepsi Anti Korupsi Survei Perilaku Anti Korupsi dilakukan BPS setiap tahunnya sejak 2012. Skala IPAK: 0 sd 5. Nilai indeks yang semakin mendekati 0, menunjukkan masyarakat permisif terhadap korupsi. Sedangkan nilai yang makin mendekati 5 memperlihatkan masyarakat semakin antikorupsi. Untuk 2015 survei dilaksanakan pada bulan November dan mencakup 33 provinsi, 170 kabupaten/kota (49 kota dan 122 kabupaten) dengan jumlah sampel 10.000 tumah tangga. Dalam surveinya, BPS mengajukan pertanyaan kepada responden mengenai pengalaman mereka dengan sepuluh pelayanan publik. Khususnya terkait dengan pengalaman penyuapan, pemerasan, dan nepotisme. Beberapa pelayanan publik yang disurvei adalah pengurusan segala sesuatu di RT dan RW, seperti perpanjangan KTP, pengurusan di desa, di kepolisian, dan pengurusan listrik di PLN. Selain itu, pelayanan publik di rumah sakit dan puskesmas, sekolah, lembaga peradilan, KUA, dinas kependudukan, dan bidang pertanahan juga tak lepas dari survei BPS IPAK disusun berdasarkan dua dimensi utama, yaitu indeks persepsi dan indeks pengalaman. Indeks Persepsi mengukur pengetahuan masyarakat mengenai apa yang termasuk perilaku korupsi, sementara Indeks Pengalaman mengukur apa yang masyarakat lakukan ketika berhadapan dengan situasi yang memungkinkan korupsi. Hasil survei: Indeks 22 2013 2014 2015 Indeks Persepsi 3,66 3,71 3,73 Indeks Pengalaman 3,58 3,49 3,39 GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK Nilai IPAK 2015 IPAK masyarakat perkotaan : 3,71 IPAK masyarakat perdesaan : 3,46. IPAK laki-laki : 3,63 IPAK perempuan : 3,55 IPAK penduduk berpendidikan SLTP ke bawah : 3,49 (2014: 3,52) IPAK penduduk berpendidikan SLTA : 3,80 (2014: 3,85) IPAK penduduk berpendidikan diatas SLTA : 4,00 (2014: 4,01) . Sumber : http: //nasional.kompas.com/read/2016/02/22/14164881/BPS.Tiga.Tahun.Terakhir.M, “BPS: Tiga Tahun Terakhir, Masyarakat Semakin Membenci Korupsi”, oleh Nabilla Tashandra pada 22 Februari 2016 https: //www.bps.go.id/brs/view/id/1276, “Indeks Perilaku Anti Korupsi (Ipak) Indonesia 2015 Sebesar 3,59 Pada Skala 0 Sampai 5” dirilis pada 22 Februari 2016 http: //nasional.sindonews.com/read/1087307/13/semakin-tinggi-jenjang-pendidikan-s, “Semakin Tinggi Jenjang Pendidikan, Semakin Antikorupsi”, oleh Popy Rakhmawaty pada 22 Februari 2016 http: //youthproactive.com/201602/reportase/perilaku-masyarakat-masih-koruptif/, “Riset: Masyarakat Masih Korupsi Walaupun Tahu”, Ayunita Xiao Wei, pada 23 February 2016 6. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untukmemperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. (Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) a. Prinsip-Prinsip Pengadaan Barang/Jasa Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut: - efisien; - efektif; - transparan; - terbuka; - bersaing; - adil/tidak diskriminatif; dan - akuntabel. (Pasal 5 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) 23 MODUL MATERI b. Etika Pengadaan Barang/Jasa Pasal 6 Para pihak yang terkait dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa harus mematuhi etika sebagai berikut: a) melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawabuntuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan Pengadaan Barang/Jasa; b) bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan Dokumen Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa; c) tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat terjadinya persaingan tidak sehat; d) menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak; e) menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses Pengadaan Barang/Jasa; f) menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam Pengadaan Barang/Jasa; g) menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara; h) tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa. (Pasal 6 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) 24 GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK Kegiatan Belajar 4 KO N F LIK KE PE NTINGAN/ CONFLICT OF INTEREST ( CO I ) MODUL MATERI 26 GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK Kegiatan Belajar 4 Konflik Kepentingan/Conflict of Interest (COI) 1. Apa yang Dimaksud dengan Konflik Kepentingan? Konflik kepentingan adalah situasi dimana seorang penyelenggara negara yang mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap penggunaan wewenang yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya. 2. Bentuk-Bentuk Konflik Kepentingan *) Beberapa bentuk konflik kepentingan yang sering terjadi dan dihadapi oleh Penyelenggara Negara antara lain adalah: • Situasi yang menyebabkan seseorang menerima gratifikasi atau pemberian/penerimaan hadiah atas suatu keputusan/jabatan; • Situasi yang menyebabkan penggunaan asset jabatan/instansi untuk kepentingan pribadi/golongan; • Situasi yang menyebabkan informasi rahasia jabatan/instansi dipergunakan untuk kepentingan pribadi/golongan; • Perangkapan jabatan di beberapa lembaga/instansi/perusahaan yang memiliki hubungan langsung atau tidak langsung, sejenis atau tidak sejenis, sehingga menyebabkan pemanfaatan suatu jabatan untuk kepentingan jabatan lainnya; • Situasi dimana seorang penyelenggara negara memberikan akses khusus kepada pihak tertentu misalnya dalam rekrutmen pegawai tanpa mengikuti prosedur yang seharusnya; • Situasi yang menyebabkan proses pengawasan tidak mengikuti prosedur karena adanya pengaruh dan harapan dari pihak yang diawasi; • Situasi dimana kewenangan penilaian suatu obyek kualifikasi dimana obyek tersebut merupakan hasil dari si penilai; • Situasi dimana adanya kesempatan penyalahgunaan Jabatan • Post employment (berupa trading influence, rahasia jabatan); • Situasi dimana gaji/remunerasi; • Moonlighting atau outside employment (bekerja lain diluar pekerjaan pokoknya); • Situasi untuk menerima tawaran pembelian saham pihak masyarakat • Situasi yang memungkinkan penggunaan diskresi yang menyalahgunakan wewenang seorang penyelenggara negara menentukan sendiri besarnya 27 MODUL MATERI 3. Sumber Penyebab Konflik Kepentingan Sumber penyebab konflik kepentingan antara lain adalah: 1) Kekuasaan dan kewenangan Penyelenggara Negara yang diperoleh dari peraturan perundangundangan; 2) Perangkapan jabatan, yaitu seorang Penyelenggara Negara menduduki dua atau lebih jabatan publik sehingga tidak bisa menjalankan jabatannya secara profesional, independen dan akuntabel; 3) Hubungan afiliasi, yaitu hubungan yang dimiliki oleh seorang Penyelenggara Negara dengan pihak tertentu baik karena hubungan darah, hubungan perkawinan maupun hubungan pertemanan yang dapat mempengaruhi keputusannya; 4) Gratifikasi, yaitu pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan Cuma-cuma dan fasilitas lainnya; 5) Kelemahan sistem organisasi, yaitu keadaan yang menjadi kendala bagi pencapaian tujuan pelaksanaan kewenangan penyelenggara negara yang disebabkan karena aturan, struktur dan budaya organisasi yang ada; 6) kepentingan pribadi (Vested Interest), yaitu keinginan/kebutuhan seorang penyelenggara negara mengenai suatu hal yang bersifat pribadi 4. Konflik Kepentingan Apa Saja yang Sering Terjadi? *) Eksekutif Jenis konflik kepentingan yang terjadi dalam lingkungan eksekutif antara lain: 28 • Proses pembuatan kebijakan Penyelenggara Negara yang berpihak kepada suatu pihak akibat pengaruh/hubungan dekat/ketergantungan/pemberian gratifikasi; • Proses pengeluaran ijin oleh Penyelenggara Negara kepada suatu pihak yang mengandung unsur ketidakadilan atau pelanggaran terhadap persyaratan perijinan ataupun pelanggaran terhadap hukum; • Proses pengangkatan/mutasi/promosi personil pegawai berdasarkan dekat/balas jasa/rekomendasi/pengaruh dari Penyelenggara Negara; hubungan • Proses pemilihan partner/rekanan kerja Penyelenggara Negara yang tidak profesional; keputusan • Proses pelayanan publik yang mengarah pada komersialisasi pelayanan; • Tendensi untuk menggunakan asset dan informasi penting Negara untuk kepentingan pribadi. pemerintah berdasarkan GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK Legislatif Jenis konflik kepentingan yang terjadi dalam lingkungan legislatif antara lain: • Proses pembuatan peraturan perundangundangan, penganggaran, dan pembuatan keputusan yang berpihak kepada suatu pihak karena adanya lobby, pengaruh, hubungan afiliasi dan kepentingan politik suatu golongan; • Proses pengawasan yang tidak profesional karena adanya hubungan afiliasi/pengaruh dengan eksekutif; • Berperan aktif menjadi eksekutif di suatu perusahaan atau masih aktif dalam profesi tertentu selama menjabat sebagai anggota legislatif; • Kepemilikan saham perusahaan yang masih beroperasi dan memiliki hubungan dengan Lembaga Negara. Yudikatif dan Aparat Penegak Hukum Jenis konflik kepentingan yang terjadi dalam lingkungan yudikatif dan aparat penegak hukum antara lain: • Situasi yang dapat mempengaruhi proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan di pengadilan; • Situasi dalam proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pelaksanaan putusan yang dipengaruhi pihak lain; • Proses pengangkatan/mutasi/promosi yang tidak fair dan berindikasi adanya pengaruh pihak lain; • Rangkap jabatan sebagai eksekutif suatu perusahaan atau membuka jasa profesi lainnya BUMN/BHMN/BLU/BUMD Jenis konflik kepentingan yang terjadi di lingkungan BUMN, BHMN, BLU dan BUMD antara lain: • Proses pembuatan kebijakan Direksi yang berpihak kepada suatu pihak akibat pengaruh/hubungan dekat/ketergantungan; • Proses pengangkatan/mutasi/promosi personil pegawai dekat/balas jasa/rekomendasi/pengaruh dari pejabat terkait; • Proses pemilihan partner/rekanan kerja perusahaan berdasarkan keputusan pejabat terkait yang tidak profesional. berdasarkan hubungan Pengawas Jenis konflik kepentingan yang dialami oleh pengawas antara lain: • Menjadi bagian dari pihak yang diawasi; • Menjadi bawahan pihak yang diawasi; 29 MODUL MATERI • Proses pengawasan yang tidak profesional karena adanya hubungan afiliasi/pengaruh dengan pihak lain. Penilai Jenis konflik kepentingan yang dialami oleh penilai antara lain: • Menjadi bagian dari pihak yang memiliki kepentingan atas sesuatu yang dinilai; • Menjadi bawahan pihak yang dinilai; • Proses penilaian yang tidak profesional karena adanya hubungan afiliasi/pengaruh dengan pihak lain. Komisioner Jenis konflik kepentingan yang dialami oleh Komisioner antara lain: • Hubungan afiliasi dengan anggota DPR yang memilihnya; • Kepemilikan saham di perusahaan yang bersinggungan dengan pelaksanaan tugasnya; • Proses pembuatan kebijakan dan putusan karena adanya kepentingan dengan penyelenggara negara lainnya; • Proses pengangkatan/mutasi/promosi personil pegawai dekat/balas jasa/rekomendasi/pengaruh dari pejabat terkait. masih beroperasi yang berdasarkan berpotensi hubungan 5. Prinsip Dasar Penanganan Konflik Kepentingan*) Penanganan konflik kepentingan pada dasarnya dilakukan melalui perbaikan: nilai, sistem, pribadi, dan budaya. Adapun prinsip-prinsip dasar yang terkait dengan keempat hal tersebut adalah sebagai berikut: 1) Mengutamakan Kepentingan Publik 30 • Penyelenggara Negara harus memperhatikan asas umum pemerintahan yang baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat; • Dalam pengambilan keputusan, Penyelenggara Negara harus memperhatikan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang berlaku tanpa memikirkan keuntungan pribadi atau tanpa dipengaruhi preferensi pribadi ataupun afiliasi dengan agama, profesi, partai atau politik, etnisitas, dan keluarga; • Penyelenggara Negara tidak boleh memasukkan unsur kepentingan pribadi dalam pembuatan keputusan dan tindakan yang dapat mempengaruhi kualitas keputusannya Apabila terdapat konflik kepentingan, maka Penyelenggara Negara tidak boleh berpartisipasi dalam pembuatan keputusan-keputusan resmi yang dapat dipengaruhi oleh kepentingan dan afiliasi pribadinya; • Penyelenggara Negara harus menghindarkan diri tindakan pribadi yang diuntungkan oleh ‘inside information’ atau informasi orang dalam yang diperolehnya dari jabatannya, sedangkan informasi ini tidak terbuka untuk umum; GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK • Penyelenggara Negara tidak boleh mencari atau menerima keuntungan yang tidak seharusnya sehingga dapat mempengaruhi pelaksanaan tugasnya. Penyelenggara Negara juga tidak boleh mengambil keuntungan yang tidak seharusnya dari jabatan yang pernah dipegangnya, termasuk mendapatkan informasi tertentu dalam jabatan tersebut pada saat pejabat yang bersangkutan tidak lagi duduk dalam jabatan tersebut 2) Menciptakan Keterbukaan Penanganan dan Pengawasan Konflik Kepentingan • Penyelenggara Negara harus bersifat terbuka atas pekerjaan yang dilakukannya. Kewajiban ini tidak sekadar terbatas pada mengikuti undang-undang dan peraturan tetapi juga harus mentaati nilai-nilai pelayanan publik seperti bebas kepentingan (disinterestedness), tidak berpihak, dan memiliki integritas; Kepentingan pribadi dan hubungan afiliasi Penyelenggara Negara yang dapat menghambat pelaksanaan tugas publik harus diungkapkan dan dideklarasikan agar dapat dikendalikan dan ditangani secara memadai; • Penyelenggara Negara harus menyiapkan mekanisme dan prosedur pengaduan dari masyarakat terkait adanya konflik kepentingan yang terjadi Penyelenggara Negara harus menjamin konsistensi dan keterbukaan dalam proses penyelesaian atau penanganan situasi konfllik kepentingan sesuai dengan kerangka hukumyang ada; • Penyelenggara Negara harus dapat memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan berbagai informasi yang terkait dengan penggunaan kewenangannya sesuai aturan hukum yang ada. 3) Mendorong Tanggung Jawab Pribadi dan Sikap Keteladanan • Penyelenggara Negara harus menjaga integritas sehingga dapat menjadi teladan bagi Penyelenggara Negara lainnnya dan bagi masyarakat; • Penyelenggara negara harus dapat memisahkan antara urusan pribadi dengan urusan penyelenggaraan negara sehingga dapat menghindari terjadinya konflik kepentingan yang merugikan kepentingan publik apabila terjadi konflik kepentingan; • Penyelenggara Negara harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan konflik kepentingan yang terjadi; • Penyelenggara Negara harus menunjukkan komitmen dan profesionalitas dalam penerapan kebijakan penanganan konflik kepentingan. 4) Menciptakan dan Membina Budaya Organisasi yang Tidak Toleran terhadap Konflik Kepentingan • Tersusun dan terlaksananya kebijakan dan praktek manajamen yang mendorong pengawasan dan penanganan konflik kepentingan secara efektif; • Terciptanya iklim yang mendorong Penyelenggara Negara untuk mengungkapkan dan membahas konflik kepentingan yang terjadi; 31 MODUL MATERI • Terciptanya budaya komunikasi yang terbuka, serta mendorong dialog tentang integritas secara terus menerus • Terlaksananya pengarahan dan pelatihan secara berkesinambungan meningkatkan pemahaman terhadap aturan-aturan dan kode etik lembaga. *) (Panduan Penanganan Konflik Kepentingan Bagi Penyelenggara Negara KPK, 2009) 32 untuk GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK Kegiatan Belajar 5 G R A T IFIK A S I MODUL MATERI GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK Kegiatan Belajar 5 GRATIFIKASI 1. Arti Gratifikasi Arti Gratifikasi dapat diperoleh dari Penjelasan Pasal 12B Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001, yaitu pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. (Pengantar Gratifikasi, KPK, 2015 hal 16). 2. Kapan Gratifikasi menjadi Kejahatan Korupsi? Untuk mengetahui kapan gratifikasi menjadi kejahatan korupsi, perlu dilihat rumusan Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 : “Setiap Gratifikasi kepada pegawai negeri atau Penyelenggara Negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut .......” (Pengantar Gratifikasi, KPK, 2015 hal 18). 3. Pengertian Uang Pelicin dan Suap a. Definisi Uang Pelicin (Facilitation Payment) *) “Sejumlah uang yang dibayarkan/diberikan yang dimaksudkan sebagaiuang untuk memfasilitasi sesuatu yang bila diberikan kepada pejabat publik dimaksudkan untuk mempercepat suatu roses administrasi tertentu yang mana hasilnya sudah terlebih dahulu disepakati/disetujui bersama” (OECD). “Sejumlah uang yang dibayarkan/diberkan kepada pajabat publik asing (negara lain), partai politik atau petugas/pihak tertentu untuk ‘kegiatan layanan pemerintah rutin’ .... Yang bertujuan untuk mempercepat dilakukan/dilaksanakannya proses/kegiatan layan yang telah diatur dalam kontrak/budget (sebagai contoh : kegiatan/pelayanan yang sebenarnya telah terikat dalam peraturan/kebijakan/kontrak). Pembayaran tersebut tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi hasil akhir dari tindakan/pelayanan pejabat publik, namun dimaksudkan untuk mempercepat proses/waktunya saja.” (FCPA) *) terjemahan KPK (Legislasi Indonesia : Korupsi dan Penyuapan, Jakarta Japan Club Meeting, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), September 2014) b. Kaitan Uang Pelicin dengan Suap Kaitannya dengan uang suap, ada sejumlah perbedaan yang disepakati para ahli. Dalam praktek yang berlangsung di lapangan, uang pelicin ummnya dalam nominal yang tergolong kecil bila dibandingkan dengan pemberian uang suap, meski tidak tertutup kemungkinan dilakukan dalam nominal besar. 35 MODUL MATERI c. Uang pelicin dan suap bagian dari tindak pidana korupsi Uang pelicin dan suap meski tidak langsung berakibat pada keuangan negara tetap menjadi bagian dari tindak pidana korupsi. Di dalam “suap” dan “pelicin” selalu saja melibatkan secara aktif orang yang melakukan penyuapan terhadap pejabat publik dan Penyelenggara Negara sebagai penerima. Pemberian itu selalu pula disertai dengan kesepakatan antara kedua pihak tentang nilai nominal uang suap dan cara penyerahannya. Apalagi, bila pejabat publik atau Penyelenggara Negara itu lebih berperan aktif, perbuatan suap itu sudah masuk dalam kategori korupsi dengan pemerasan (Pengantar Gratifikasi, KPK, 2015 halaman 49) d. Kewajiban Hukum Melaporkan Gratifikasi yang Dianggap Suap Pasal 16 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK mengatur kewajiban pegawai negeri/penyelenggara negara untuk melaporkan penerimaan gratifikasi kepada KPK paling lambat 30 Hari Kerja terhitung sejak tanggal penerimaan gratifikasi. Pada Penjelasan Pasal 16 tersebut gratifikasi yang wajib dilaporkan di sini adalah gratifikasi yang terdapat pada Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang – UndangNomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Bentuk-bentuk gratifikasi tersebut diuraikan pada bagian selanjutnya. Jika dikaitkan dengan aspek penindakan, risiko yang akan didapatkan penerima gratifikasi adalah penerimaan tersebut dianggap suap. Hal ini menjadi pendirian hakim dalam kasus korupsi dengan terdakwa Gayus HP Tambunan dan Dhana Widyatmika. Dalam hal penerima tidak melaporkan pada jangka waktu tertentu, maka penerimaan tersebut dianggap suap sampai dibuktikan sebaliknya di pengadilan. (Pengantar Gratifikasi, KPK, 2015 hal 95) UU No. 20/2001 Pasal 12B 1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. 2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 36 GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK e. SANKSI BAGI PEMBERI SUAP Pasal 13 UU No.31/1999 Setiap orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). 4. Sumpah dan Etika terkait Gratifikasi Penyelenggara Negara dalam hal ini PNS selalu melakukan sumpah/janji ketika akan diangkat pada jabatan tertentu. Di dalam sumpah tersebut ada pernyataan kesanggupan untuk melakukan suatu keharusan atau tidak melakukan suatu larangan. Dalam konteks pencegahan korupsi dan gratifikasi ada kode etik yang harus dipenuhi oleh Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri Sipil seperti etika bernegara, etika dalam berorganisasi, etika dalam bermasyarakat dan etika terhadap diri sendiri (Pengantar Gratifikasi, KPK, 2015 halaman 68 sd 70) Jadi etika perilaku dari Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri Sipil sudah diatur secara baku. 5. Gratifikasi Yang Terkait Dengan Kedinasan Didalam Pengantar Gratifikasi, KPK, 2015 halaman 103 dan 104, KPK menjelaskan tentang Gratifikasi yang terkait dengan Kedinasan yang intinya adalah sbb : • Dalam acara resmi kedinasan atau penugasan, pemberian seperti plakat dan fasilitas pelatihan lainnya merupakan praktik yang dianggap wajar • Pola hubungan diatas ditemukan juga dalam relasi antar negara • Secara filosofis, gratifikasi tersebut ditujukan/diperuntukkan kepada lembaga/instansi bukan kepada personal yang mewakili instansi tersebut. • Dalam praktek kadang kala menimbukan kebingungan terkait siapa yang berwenang untuk memiliki atau menikmati penerimaan tersebut. • Perlunya diatur sebuah mekanisme pelaporan, pengelolaa dan pemanfaatan gratifikasi yang terkait kedinasan. • Karena ruang lingkup penerimaan bearad pada internal instansi/lembaga maka pelaporan gratifikasi ini lebih tepat disampaikan pada internal instansi/lembaga namun bila melebihi nilai wajar atau terdapat peraturan internal yang melarang penerimaan tersebut, maka laporan itu diteruskan ke KPK. 37 MODUL MATERI 6. Tata Cara Pelaporan dan Penentuan Status Gratifikasi Berdasarkan UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 Pasal 12c ayat 2 dan UU No. 30 tahun 2002 Pasal 16, setiap Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, dengan cara sebagai berikut : • Penerima gratifikasi wajib melaporkan penerimaanya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja kepada KPK, terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. • Laporan disampaikan secara tertulis dengan mengisi formulir sebagaimana ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan melampirkan dokumen yang berkaitan dengan gratifikasi. • Formulir sebagaimana huruf b, sekurang-kurangnya memuat: − Nama dan alamat lengkap penerima dan pemberi gratifikasi. − Jabatan Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara − Tempat dan waktu penerima gratifikasi. − Uraian jenis gratifikasi yang diterima; dan − Nilai gratifikasi yang diterima • Komisi Pemberantasan Korupsi dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal laporan diterima wajib menetapkan status kepemilikan gratifikasi disertai pertimbangan. • Dalam menetapkan status kepemilikan gratifikasi sebagaimana dimaksud diatas, Komisi Pemberantasan Korupsi dapat memanggil penerima gratifikasi untuk memberikan keterangan berkaitan dengan penerimaan gratifikasi. • Status kepemilikan gratifikasi Pemberantasan Korupsi. • Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dapat berupa penetapan status kepemilikan gratifikasi bagi penerima gratifikasi atau menjadi milik negara. • Komisi Pemberantasan Korupsi wajib menyerahkan keputusan status kepemilikan gratifikasi kepada penerima gratifikasi paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan. • Penyerahan gratifikasi yang menjadi milik negara kepada Menteri Keuangan, dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan. ditetapkan dengan keputusan Pimpinan Komisi (Pasal 16 dan 17 UU RI No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) 7. Formulir Pelaporan Gratifikasi Untuk Laporan Gratifikasi, KPK membuat dua formulir khusus yaitu untuk pelaporan Gratifikasi Pernikahan dan Non-Pernikahan. Formulir Pelapor Gratifikasi dapat diperoleh langsung di kantor KPK atau dapat mengunduh di http : //kpk.go.id/gratifikasi/index.php/lapor-gratifikasi/mn-unduh-form 38 GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK 8. Program Pengendalian Gratifikasi Program Pengendalian Gratifikasi merupakan suatu rangkaian kegiatan pengendalian gratifikasi melalui sosialisasi, implementasi sistem pengendalian gratifikasi, serta monitoring dan evaluasi yang bertujuan untuk: a. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran pelaporan gratifikasi, b. Membentuk lingkungan penanganan gratifikasi, instansi/organisasi yang sadar dan terkendali dalam c. Mempermudah pelaporan atas penerimaan gratifikasi. 9. Manfaat PPG bagi instansi dan pemangku kepentingan a. Manfaat PPG bagi Instansi/Organisasi Mitra: - Membantu meningkatkan pemahaman ketentuan gratifikasi; - Meningkatkan kesadaran pelaporan atas penerimaan gratifikasi; - Meminimalisasi kendala psikologis penerima gratifikasi melaporkan kepada KPK; - Menciptakan lingkungan pengendalian yang transparan dan akuntabel sesuai amanat PPno.60/2008 tentang SPIP dan Kepmeneg BUMN No. 117/M-MBU 2002 tentang Penerapan Praktik GCG; - Sebagai management tools bagi pemangku kewenangan di Instansi/ organisasi. b. Manfaat PPG bagi Pemangku Kepentingan - Ketentuan gratifikasi menjadi lebih implementatif; - Perbaikan pelayanan masyarakat yang bersih dari praktik gratifikasi. 10. Fungsi Unit Pengendalian Gratifikasi Korporasi dapat memperkuat Satuan Pengawas Internal (SPI), Compliance Unit, Inspektorat atau bagian lainnya yang memiliki fungsi pengawasan atau pembangunan tata kelola yang bersih untuk melaksanakan tugas-tugas pengendalian gratifikasi. Korporasi dapat juga membentuk unit khusus untuk melaksanakan tugas-tugas UPG. Tugas-tugas minimal UPG antara lain: a. Melakukan sosialisasi pengendalian gratifikasi b. Melakukan koordinasi dengan unit atau bagian terkait implementasi dan efektifitas pengendalian gratifikasi. c. Melakukan identifikasi/kajian atas titik rawan atau potensi gratifikasi d. Mengusulkan kebijakan pengelolaan, pembentukan lingkungan anti gratifikasi dan pencegahan korupsi dalam lingkungan instansi e. Menerima laporan gratifikasi dari pihak internal dan mengokoordinasikannya dengan KPK 39 MODUL MATERI 40 GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK Kegiatan Belajar 6 LAPO RAN HARTA K E KA Y A A N PE NYE LE NG G ARA NE GARA (LHKPN) MODUL MATERI GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK Kegiatan Belajar 6 LAPORAN HARTA KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA (LHKPN) Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggara Negara yang bersih adalah Penyelenggara Negara yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya. 1. Kewajiban Penyelenggara Negara Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk : 1. Mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agamanya sebelum memangku jabatannya; 2. Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat; 3. Melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat; 4. Tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme; 5. Melaksanakan tugas tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, dan golongan; 6. Melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok. Dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan 7. Bersedia menjadi saksi dalam perkara korupsi, kolusi, dan nepotisme serta dalam perkara lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Sumber: Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). 2. Dasar-dasar Hukum LHKPN Di sisi payung hukum, kewajiban Penyelenggara Negara untuk melaporkan harta kekayaan diatur dalam: 1. UU RI No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme 2. UU RI No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 3. Inpres No. 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasa Korupsi 4. Keputusan KPK No. KEP 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran,Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara Berdasarkan aturan-aturan tersebut, Penyelenggara Negara memiliki kewajiban untuk bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat; melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pensiun serta mengumumkan harta kekayaannya. 43 MODUL MATERI Penyelenggara Negara melaporkan harta kekayaannya dengan mengisi formulir LHKPN yang ditetapkan oleh KPK. 3. Manfaat LHKPN dalam pencegahan/pemberantasan TPK Manfaat LHKPN bagi Pelapor Dengan menyampaikan LHKPN secara transparan, akuntabel dan jujur, pelapor bisa mendapatkan manfaat antara lain pencatatan (administrasi) kepemilikan harta dan catatan hutang-piutang menjadi lebih “rapi” dan tertata. Manfaat LHKPN bagi Masyarakat dan Instansi Sebagai salah satu alat untuk menilai integritas dan akutabilitas Penyelenggara Negara, LHKPN juga dapat dgunakan sebagai salah satu alat kontrol untuk mengawasi para Penyelenggara tersebut. Caranya: Buka situs www: //acch.kpk.go.id dan masuk ke laman LHKPN, semua orang dapat mengecek harta kekayaan Penyelenggara Negara, tentu dengan persyaratan khusus seperti mendaftar terlebih dahulu untuk bisa memperoleh akses. Manfaat LHKPN bagi penerapan UU TPPU Dari laporan LHKPN akan diketahui jumlah dan asal mulanya harta bergerak maupun tidak bergerak dari seorang Penyeenggara Negara. Pergerakan aset dan kekayaan Penyelenggara Negara juga dapat direkam baik ketiga Penyelenggara Negara sebelum, selama dan sesudah menjabat. (Sumber: Pengantar Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, KPK, 2015) 4. Penyelenggara Negara Yang Wajib LHKPN Pejabat-pejabat yang Wajib Menyampaikan Laporan Harta Kekayaan: 1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; 2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; 3. Menteri; 4. Gubernur; 5. Hakim; 6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang meliputi : a. Direksi, Komisaris dan pejabat struktural lainnya sesuai pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah; 44 GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK b. Pimpinan Bank Indonesia; c. Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri; d. Pejabat Eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; e. Jaksa; f. Penyidik; g. Panitera Pengadilan; h. Pemimpin dan Bendaharawan Proyek Selain orang-orang yang telah disebutkan sebelumnya, berdasarkan Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi yang ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : SE/03/M.PAN/01/2005 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara pelaporan LHKPN juga diwajibkan bagi : 1. Pejabat Eselon II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan instansi pemerintah dan atau lembaga negara; 2. Semua Kepala Kantor di lingkungan Departemen Keuangan; 3. Pemeriksa Bea dan Cukai; 4. Pemeriksa Pajak; 5. Auditor; 6. Pejabat yang mengeluarkan perijinan; 7. Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat; dan 8. Pejabat pembuat regulasi Sumber: http: //www.kpk.go.id/id/layanan-publik/lhkpn/mengenai-lhkpn, “Mengenai LHKPN” 5. Panduan Pengisian Formulir LHKPN Model Petunjuk pengisian formulis LHKPN bisa dilihat di website KPK. Sumber: http: //www.kpk.go.id/id/layanan-publik/lhkpn/formulir-lhkpn, “Formulir LHKPN” 45 MODUL MATERI Daftar Pustaka Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Konsiderans Undang-Undang RI No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Dr. H. Zaenal Mukarom, M.Si; Muhibudin Wijaya Laksana, S. Sos., M.Si. (2015). “Manajemen Pelayanan Publik”. Bandung: CV. Pustaka Setia KPK. (2008). “Kedudukan dan Kelembagaan DPRD dalam Konteks Good Governance”. Jakarta: KPK KPK. (2009). “Panduan Penanganan Konflik Kepentingan Bagi Penyelenggara Negara”. Jakarta: KPK KPK. (2014). “Legislasi Indonesia: Korupsi dan Penyuapan, Jakarta Japan Club Meeting”. Jakarta: KPK KPK. (2015). “Pengantar Gratifikasi”. Jakarta: KPK Prof DR. Hj. Sedarmayanti, M.Pd.. (2012). “APU, GOOD GOVERNANCE “Kepemerintahan Yang Baik”, Bagian Kedua Edisi Revisi”. Bandung: Cv. Mandar Maju http://www.kpk.go.id/id/layanan-publik/lhkpn/formulir-lhkpn, “Formulir LHKPN” http://www.kpk.go.id/id/layanan-publik/lhkpn/mengenai-lhkpn, “Mengenai LHKPN” http://nasional.kompas.com/read/2016/02/22/14164881/BPS.Tiga.Tahun.Terakhir.M, “BPS: Tiga Tahun Terakhir, Masyarakat Semakin Membenci Korupsi”, dipublikasikan oleh Nabilla Tashandra pada 22 Februari 2016 https://www.bps.go.id/brs/view/id/1276, “Indeks Perilaku Anti Korupsi (Ipak) Indonesia 2015 Sebesar 3,59 Pada Skala 0 Sampai 5” dirilis pada 22 Februari 2016 http://nasional.sindonews.com/read/1087307/13/semakin-tinggi-jenjang-pendidikan-s, “Semakin Tinggi Jenjang Pendidikan, Semakin Antikorupsi”, dipublikasikan oleh pada 22 Februari 2016 http://youthproactive.com/201602/reportase/perilaku-masyarakat-masih-koruptif/, “Riset: Masyarakat Masih Korupsi Walaupun Tahu”, Ayunita Xiao Wei, pada 23 February 2016 http: //opengovindonesia.org/tentang-kami/open-government-partnership/, Website resmi Open Governemnt Indonesia yang berlokasi di Sekretariat Open Government Indonesia Kompleks Istana Merdeka Gedung Sekretariat Negara Sayap Timur http: //www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/3460-indeks-persepsi-korupsi-diharapkan-2016, “Indeks Persepsi Korupsi Diharapkan Meningkat”, Suara Karya, 27 Mei 2016 http: //www.ti.or.id/index.php/publication/2016/01/27/corruption-perceptions-index-2015, “Corruption Perceptions Index 2015 - Perbaiki Penegakan Hukum, Perkuat KPK, Benahi Layanan Publik”, dipublikasikan oleh Wahyudi dan Ilham Saenong, pada 27 Januari 46 GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK http: //nasional.sindonews.com/read/1080708/13/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-m, “Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Membaik”, dipublikasikan oleh Adam Prawira pada 27 Januari 2016 http: //setkab.go.id/transformasi-partisipasi-publik-dalam-perumusan-kebijakan-di-era-reformasi, “Transformasi Partisipasi Publik dalam Perumusan Kebijakan di Era Reformasi”, dipublikasikan oleh Johan Kurniawan, S.Sos, Staf pada Biro Sumber Daya Manusia, Organisasi, dan Tata Laksana , pada 8 Januari 2016 47 MODUL MATERI GOOD GOVERNANCE DAN PELAYANAN PUBLIK MODUL MATERI