PENGENDALIAN GRATIFIKASI DI LINGKUNGAN BADAN POM Gratifikasi atau pemberian hadiah dalam artian luas adalah sebuah hal yang biasa dilakukan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam konteks budaya Indonesia pemberian hadiah ini dilakukan dengan niat yang tulus dari seseorang kepada orang lain tanpa pamrih artinya pemberian dalam bentuk “tanda kasih” tanpa mengharapkan balasan apapun. Seiring dengan berkembangannya perekonomian dan dinamika hubungan masyarakat dan pemerintah, maka terjadilah perubahan makna pemberian hadiah dari suatu tanda kasih dan persaudaraan menjadi bisnis “jual beli” antara para pihak tertentu yang memiliki kepentingan dengan birokrat di kalangan Pegawai Negeri yang memiliki kekuasaan dalam proses pelayanan publik. Pihak tertentu yang memiliki kepentingan menyerahkan hadiah kepada Pegawai Negeri maksud “membeli”, dan Pegawai Negeri menerima hadiah dengan maksud “menjual”. Gratifikasi tidak selalu mempunyai arti buruk, namun harus dilihat dari kepentingan dibaliknya. Gratifikasi yang dilakukan karena ada hubungannya dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas seorang Pegawai Negeri inilah dilarang dan diancam dengan pidana. Berdasarkan survey Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tujuan pemberian gratifikasi yang paling tinggi adalah untuk mempercepat proses pengurusan. Sumber : KPK RI Perijinan merupakan salah satu core business Badan POM yaitu pendaftaran produk obat dan makanan. Dalam proses perijinan tentunya sangat rentan dengan adanya praktek pemberian maupun penerimaan gratifikasi. Badan POM sendiri telah berkomitmen untuk melakukan pengendalian terhadap gratifikasi. Pada tahun 2015 Badan POM menetapkan kebijakan penanganan gratifikasi melalui Peraturan Kepala Badan POM Nomor 4 tahun 2015 tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Badan POM. Penetapan Kebijakan ini diikuti dengan pembentukan Tim Pengendalian Gratifikasi Badan POM. Anggota Tim Pengendalian Gratifikasi (TPG) pada setiap unit kerja di Badan POM secara berkala mealaporkan penanganan gratifikasi pada unit kerjanya kepada Seketaris TPG untuk kemudian diteruskan kepada Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebagai wujud keseriusan jajaran pimpinan Badan POM dalam upaya pengendalian gratifikasi pada Agustus 2015 seluruh pimpinan Eselon I dan Eselon II telah melaksanakan Penandatangan Pakta Integritas untuk menciptakan lingkungan pengendalian yang kondusif bagi pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta mewujudkan kegiatan pengendalian atas keseluruhan program dan kegiatan Disamping itu pada tanggal 19 April 2016 Badan POM menyelenggarakan Bimbingan Teknis Pengendalian Gratifikasi dan Evaluasi Kebijakan Pengendalian Gratifikasi di Badan POM. Bimbingan Teknis tersebut dilaksanakan dengan menghaadirkan narasumber dari KPK. Narasumber KPK : Bapak Andi Purwana Dalam acara Bimbingan Teknis ini dijelaskan oleh narasumber KPK bahwa berdasarkan teori Donald R.Cressey , orang melakukan korupsi karena 3 (tiga )hal yaitu Pressure Opportunities Rationalization/ Attitude Sebagian besar orang cenderung melakukan korupsi didorong oleh pembenaran atas perilakunya tersebut. Pembenaran-pembenaran tersebut antara lain i : Kantor berhutang dengan saya Saya hanya meminjamnya, saya akan mengembalikannya nanti Tidak ada yang terluka Saya sudah lama berkontribusi, wajarlah saya mendapat sesuai penghargaan lebih Saya telah melaksanakan banyak hal untuk negara ini Semua orang melakukan hal yang sama Pembenaran atas perilaku koruptif tersebut sangat berbahaya. Pada awalnnya para pelaku mencari pembenaran atas perilakunya tersebut, kemudian lama kelamaan menjadi hal yang biasa sehingga selalu mencari celah disetiap kesempatan yang ada. Kebiasaan yang buruk tersebut dianggap lumrah dan wajar serta terus dibudayakan, akibatnya baik masyarakat maupun Pegawai Negeri sendiri tidak menyadari bahwa perilaku tersebut merupakan salah bentuk perbuatan korupsi. Kebiasaan buruk ini apabila terus berkembang maka negara yang bersih dari praktek korupsi hanyalah sekedar citacita belaka.