Modul III Pengenalan Aplikasi OSILOSKOP MODUL III PENGENALAN APLIKASI OSILOSKOP I. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mampu memahami prinsip kerja dari osiloskop. 2. Mampu mengoperasikan osiloskop untuk melakukan pengukuran. 3. Mampu mengamati dan menganalisa hasil pengukuran dengan menggunakan osiloskop. 4. Mampu mengamati beda fase sinyal listrik dari suatu rangkaian sederhana. II. ALAT DAN BAHAN a) b) c) d) e) III. Cathode Ray Oscilloscope (CRO). Function Generator (FG). Transformator (Trafo). Kabel dan konektor. Experiment Board. DASAR TEORI Cathode Ray Oscilloscope (CRO) atau yang sering diterjemahkan sebagai osiloskop sinar katoda adalah alat yang paling umum digunakan didalam pengukuranpengukuran besaran elektronis. Seperti multimeter yang digunakan untuk mengukur tegangan AC, tegangan DC, arus listrik dan tahanan dari suatu rangkaian, maka osiloskop mempunyai kemampuan sama bahkan melebihi kemampuan multimeter. Tidak seperti multimeter yang hanya dapat digunakan untuk mengukur tegangan AC pada 50 Hz saja, maka dengan CRO kita dapat mengukur tegangan AC yang menpunyai frekuensi mulai dari 0 – 10 MHz. Kemajuan dibidang elektronika telah membawa teknologi CRO menjadi lebih mudah dalam pengukuran. Dengan CRO dual channel (dua masukan), kita dapat mengukur dua gejala kelistrikan sekaligus. Sedang CRO dua beam (dua sumber elektron gun) dapat mengukur tiga gejala listrik sekaligus, dengan kemampuan yang cukup tinggi. LABORATORIUM ELEKTRONIKA DAN TEKNIK DIGITAL 1 Modul III Pengenalan Aplikasi OSILOSKOP Secara garis besar suatu osiloskop ditunjukan pada Gambar 2.1. G1 A T LH K G2 G3 LV Gambar 2.1. Blok diagram suatu Osiloskop Keterangan : K merupakan sumber electron gun yang biasa disebut katoda. G1 adalah grid yang diberi tegangan negatif terhadap katoda, digunakan untuk mengatur intensitas (terang tidaknya) gambar. G2 dan G3 adalah grid 2 dan grid 3 yang diberi tegangan positif terhadap katoda, digunakan untuk memfokuskan berkas elektron, sehingga berkas sinar yang diperoleh pada tabir menjadi jelas dan tajam. A adalah anoda yang biasanya diberi tegangan positif sampai ± 1000 V, digunakan untuk menarik elektron dari katoda menuju tabir. T adalah tabir yang dibuat dari zat pendar/flour, yang akan bercahaya kalau ditumbuk elektron. LV adalah lempeng vertikal yang digunakan untuk menarik berkas elektron tersebut kearah atas dan bawah. LH adalah lempeng horizontal yang digunakan untuk menarik berkas elektron tersebut kearah kiri dan kanan. Secara sederhana cara kerjanya adalah sebagai berikut elektron mempunyai muatan negatif, maka jika pada lempeng vertikal bagian atas diberi muatan/tegangan positif, elektron akan berbelok keatas. Kalau lempeng vertikal diberi tegangan bolakbalik (lempeng atas positif dan lempeng bawah negatif, kemudian dibalik lempeng atas negatif dan lempeng bawah positif, begitu seterusnya), maka pada tabir atau layar akan diperoleh berkas elektron yang naik-turun. Karena geraknya sangat cepat maka akan kelihatan sebagai garis lurus vertikal saja. Besarnya tegangan AC yang masuk pada lempeng vertikal menentukan panjang garis pada tabir, makin besar tegangan pada LV maka makin panjang garis yang diperoleh. Gejala listrik naik turun ini dapat kita buat bergerak ke kiri dan ke kanan dengan cara memasukkan tegangan TGG pada lempeng LH dan gambar yang diperoleh pada layar adalah sinusoide. Tegangan TGG (tegangan gigi gergaji/saw tooth) yang LABORATORIUM ELEKTRONIKA DAN TEKNIK DIGITAL 2 Modul III Pengenalan Aplikasi OSILOSKOP bentuknya memang mirip gigi gergaji digunakan untuk membuat gambar garis lurus naik turun tadi menjadi bergerak ke kiri dan ke kanan membentuk gambar sinusoide. TGG ini kadang-kadang disebut tegangan alas waktu atau time base, karena selain untuk menarik garis naik turun tadi kearah horizontal juga berfungsi sebagai pengatur, agar gambar menjadi stabil (diam dan tidak lari-lari). Caranya adalah dengan mengatur agar frekuensi TGG sebanding dengan frekuensi tegangan yang diukur pada LV. Jadi dengan begitu sekarang kita telah memahami bagaimana cara terjadi pembentukan gambar pada layar suatu CRO. Hal yang perlu diingat adalah bahwa gejala tegangan yang diukur (dilihat gambarnya), dimasukkan pada lempeng vertikal, sedangkan TGG yang biasanya juga digunakan untuk menentukan frekuensi tegangan pada LV, dimasukkan pada LH. Suatu gejala sinus yang akan diukur dimasukkan pada LV dan secara bersamaan TGG dimasukkan pada LH. Kalau saat awal naiknya tegangan sinusoide tersebut bersamaan saat awal naiknya TGG, dan frekuensi sinusoide sebanding dengan frekuensi TGG maka pada layar akan diperoleh gambar sinusoide yang diam. Tetapi kalau kedua syarat diatas tidak dipenuhi, maka gambar akan free- running atau lari-lari. Untuk mengatasi hal itu dikenal istilah syncronisasi digunakan untuk menyamakan saat awal TGG bersamaan dengan saat awal sinusoide dan digunakan untuk membuat frekuensi TGG sebanding (kelipatan bilangan bulat) dengan frekuensi sinusoide. Syncronisasi ini dapat dilakukan baik secara internal maupun external. Syncronisasi internal artinya syncronisasi tersebut dikerjakan oleh rangkaian yang ada dalam CRO itu sendiri. Sedangkan syncronisasi external berarti syncronisasi tersebut dilakukan oleh tegangan dari luar CRO. Istilah yang lain bahwa CRO dapat digunakan secara external artinya TGG yang ada dalam CRO diputus sambungannya terhadap lempeng LH dan sebagai gantinya gelombang external (dari luar CRO) dimasukkan ke dalam LH untuk mengganti fungsi TGG. Prinsip ini digunakan untuk mengukur beda fase dan perbedaan frekuensi secara lissajous. Didalam CRO masalah syncronisasi kebanyakan dilaksanakan dengan cara triggering, artinya time base (TGG) dibangunkan (ditrigger) oleh sebagian sinyal dari LV. Dengan cara triggering ini dapat dibuat agar saat awal gelombang pada tabir adalah naik (slope +), saat awal gelombang adalah turun (slope -) dan saat awal dapat diatur "level" nya (tinggi dan letak saat awal tersebut). Salah satu kesulitan dalam CRO adalah bahwa untuk membelokkan berkas elektron pada lempeng-lempeng tersebut (LH dan LV) diperlukan tegangan yang cukup tinggi. Untuk mengatasi hal ini pada tiap masukan vertikal dilengkapi dengan amplifier. Amplifier ini dapat diatur penguatannya dan disesuaikan dengan besarnya tegangan input yang masuk (pada panel depan CRO dikenal sebagai tombol volt/div). Pada panel depan CRO tombol volt/div, digunakan untuk mengatur frekuensi tegangan TGG dalam CRO. LABORATORIUM ELEKTRONIKA DAN TEKNIK DIGITAL 3 Modul III IV. Pengenalan Aplikasi OSILOSKOP LANGKAH KERJA PRAKTIKUM 1. Cara menghidupkan dan mengkalibrasi osiloskop. Setelah tombol power ditekan, maka lampu on akan menyala. Atur kedudukan tombol-tombol time/div dan volt/div baik untuk channel 1 ataupun channel 2 pada posisi CAL. Kemudian lakukan pengkalibrasian dengan cara menghubungkan probe untuk masing-masing input channel ke input CAL. Bandingkan hasil yang diperoleh dengan nilai yang tertera pada input CAL, jika belum sama aturlah tombol volt/div pada channel yang akan dikalibrasi. Untuk memilih input channel mana yang dikalibrasi dan ditampilkan pada layar osiloskop gunakan tombol CH I/II. Terang-gelap tampilan dapat diatur dengan tombol intens sedangkan untuk memfokuskan tampilan aturlah tombol focus. Kedudukan tampilan gambar dapat diatur dengan tombol Y position pada channel 1 dan channel 2 serta tombol X position. Kalau kedudukan berkas garis mendatar tidak horizontal (agak miring), berkas garis tersebut dapat dibuat mendatar dengan mengatur trace rotation. 2. Mengukur tegangan peak to peak (Vpp). Tegangan AC dari suatu trafo dapat kita ukur dengan CRO, caranya kutub trafo yang akan kita ukur dihubungkan ke input X (channel 1). Atur tombol volt/div channel 1 pada kedudukan yang bisa dibaca, gunakan tombol X position dan Y position untuk mengatur kedudukan gambar pada layar. Untuk mengatur agar gambar tampak stabil gunakan tombol time/div. Ukurlah tinggi antara antara puncak atas dan puncak bawah gambar gelombang yang diperoleh pada layar. Tegangan Vpp = tinggi x harga kedudukan volt/div Maka tegangan RMS-nya dapat dihitung dengan cara : Tegangan RMS = 0.5 x 0.7 x Vpp Bandingkan hasilnya dari yang tertulis pada trafo dengan yang diperoleh pengukuran diatas. 3. Mengukur frekuensi. Dari percobaan kedua kita juga dapat mengukur besar frekuensi, dengan cara membaca kedudukan time/div. Untuk mempermudahkan pembacaan, lakukan pengaturan tombol X position. Ukurlah panjang satu gelombang penuh (λ) dari gambar yang diperoleh, maka periode atau waktu getar (T) dari gelombang tsb adalah T = λ x harga kedudukan time/div Maka frekuensi getar gelombang tersebut adalah LABORATORIUM ELEKTRONIKA DAN TEKNIK DIGITAL 4 Modul III Pengenalan Aplikasi OSILOSKOP f = 1/T Hz 4. Melihat dua gelombang sekaligus secara bersamaan. Masih mengacu percobaan kedua, hubungkan input Y (channel 2) pada kutub trafo yang lain. Kemudian lakukan pengesetan tombol-tombol seperti pada percobaan kedua tsb. sampai terlihat gelombang yang terbaca pada layar. Atur kedudukan mode CHOP pada DUAL, maka gelombang yang diukur pada input X (channel 1) dan input Y (channel 2) akan terlihat secara bersamaan pada layar. Untuk mengatur kedudukan masing-masing gelombang gunakan tombol Y position pada channel 1 dan channel 2. Bila kedudukan mode CHOP pada ADD maka gambar yang terlihat pada layar adalah hasil penambahan antara gelombang pada channel 1 dan channel 2. 5. Mengukur frekuensi PLN dengan cara Lissajous. Selain cara seperti pada percobaan ketiga, frekuensi tegangan PLN dapat diukur dengan cara membandingkannya dengan frekuensi yang dibangkitkan oleh AFG yang telah diketahui besarnya. Tugas praktikum : a) Susun rangkaian seperti Gambar 2.2. Gambar 2.2 Pengukuran frekuensi PLN dengan sebuah trafo b) Hubungkan input channel 1 ke output trafo dan channel 2 ke output FG. c) Atur kedudukan tombol X–Y pada kondisi “on” dan kedudukan volt/div channel 1 dan channel 2 pada kedudukan yang sama. d) Atur output frekuensi FG sehingga terbentuk pola-pola interferensi seperti Gambar 2.3 yang menunjukkan bagaimana perbandingan frekuensi antara gelombang yang masuk pada lempeng horizontal fH (channel 1) dan gelombang yang masuk pada lempeng vertikal fV (channel 2). Catat tampilan yang terbentuk dan besar frekuensinya. LABORATORIUM ELEKTRONIKA DAN TEKNIK DIGITAL 5 Modul III Pengenalan Aplikasi OSILOSKOP fH : fV = 1 : 1 fH : fV = 1 : 2 fH : fV = 3 : 1 fH : fV = 1 : 3 fH : fV = 2 : 3 Gambar 2.3 Pola-pola interferensi e) Buat analisa data (berisi gambar-gambar, perhitungan yang perlu dilakukan) kemudian berilah pembahasan anda terhadap analisa tersebut. f) Buat kesimpulan. 6. Mengukur beda fase. Gambar 3.4 Rangkaian untuk pengukuran beda fase Titik A dan B pada Gambar 3.4 mempunyai beda fase, besarnya beda fase tergantung pada harga potensio. Jika nilai tahanan potensio (R) = 0 maka fasenya sama dengan 180o, sedangkan untuk R max, maka beda fase antara A dan B mendekati 0o. Pola-pola interferensi yang diperoleh jika antara A dan B mempunyai beda fase seperti pada Gambar 3.5. LABORATORIUM ELEKTRONIKA DAN TEKNIK DIGITAL 6 Modul III Pengenalan Aplikasi OSILOSKOP Gambar 3.5 Pola-pola interferensi beda fase Secara umum bahwa beda fase antara A dan B adalah θ = arc sin (a/A) A : tinggi antara puncak atas dan puncak bawah.(Gambar 3.6) a : jarak antara perpotongan elips dengan sumbu vertikal.(Gambar 3.6) a A Gambar 3.6 Pembacaan penentuan beda fase Tugas praktikum : Susun rangkaian seperti Gambar 3.4 diatas. Hubungkan titik A input channel 1 dan titik B ke input channel 2, yang perlu diingat kedudukan tombol X – Y pada posisi “ON” dan tombol volt/div untuk channel 1 dan channel 2 pada posisi yang sama. Putar potensiometer 10K dari kedudukan awal (R=0) sampai nilai maksimum, catat setiap perubahan dari awal sampai akhir. Hitung beda fase dari gambar yang diperoleh atas pengubahan nilai potensio tsb. ☺ SELAMAT BERJUANG ☺ LABORATORIUM ELEKTRONIKA DAN TEKNIK DIGITAL 7