tentang koeksistensi secara damai antara sosialisme

advertisement
TENTANG KOEKSISTENSI SECARA DAMAI
ANTARA SOSIALISME DAN KAPITALISME
DARI LENIN SAMPAI SEKARANG..
Suar Suroso
Jauh di tahun 1916, sebelum kemenangan Revolusi Oktober 1917, Lenin sudah memiliki
gagasan tentang politik Koeksistensi Secara Damai antara negara sosialis dan
negara-negara kapitalis. Gagasannya itu di tuangkan dalam karyanya:Program Militer Dari
Revolusi Proletar. .Lenin menulis: “Kemenangan sosialisme di satu negeri tidak dengan
sekali pukul melenyapkan perang secara umum. Sebaliknya, ia mensyaratkan
perang-perang..... Sosialisme tidak bisa sekali gus sepenuhnya mencapai kemenangan di
semua negeri. Ia mencapai kemenangan mula-mula di satu atau di beberapa negeri,
sementara negeri-negeri lainnya untuk suatu waktu akan tetap tinggal negeri burjuis atau
pra-burjuis.....Burjuasi berusaha terus untuk membasmi negeri sosialis yang telah
dimenangkan proletariat. Maka peperangan membela sosialisme adalah perang yang adil.
Engels adalah benar, ketika dia dalam suratnya kepada Kautsky 12 September 1882
menyatakan bahwa adalah mungkin bagi sosialisme yang sudah mencapai kemenangan
melancarkan‘perang defensif’ Yang dimaksudnya adalah membela proletariat yang sudah
menang terhadap serangan burjuasi negeri-negeri lainnya.” [Lenin, Voyennaya Programma
Proletarskoi Ryevolyutsii -- Program Militer Dari Revolusi Proletar, dalam Kumpulan Karya,
jilid ke-XXIII, bahasa Russia, edisi ke-IV, hal. 65-76.].
Pengakuan akan eksistensi negara sosialis bersama negara kapitalis untuk suatu masa
adalah akar dari politikkoeksistensi secara damai antara kedua jenis negara, antara kedua
sistim masyarakat, antara sosialisme dan kapitalisme. Sejarah membuktikan kebenaran
Lenin dalam hal, bahwa dalam keadaan berkoeksistensi, burjuasi mati-matian berusaha
membasmi negara sosialis , termasuk dengan melancarkan Perang Dunia kedua Walaupun
URSS berusaha menjalankan politik luar negeri yang damai, bahkan membikin persetujuan
dengan Jerman Nazi berupa persetujuan Molotov-Ribbentrop, fasis Jerman tetap
melancarkan perang menyerbu untuk menduduki seluruh wilayah Uni Sovyet. Uni Sovyet
keluar bersama dengan Negara Sekutu sebagai pemenang perang. Takluknya fasisme
Jerman dan Jepang disusul dengan munculnya negara-negara sosialis baru di Eropa
Tengah dan Timur serta Tiongkok, Vietnam dan Korea Utara. Seusai Perang Dunia kedua,
semua negara sosialis menjalankan politik perdamaian.
1
Mengenai arti penting politik perdamaian URSS yang bisa mencegah perang, diungkapkan
Stalin dalam tahun 1951 sebagai berikut: “Ada orang berkata, bahwa kontradiksi antara
kapitalisme dengan sosialisme lebih tajam dibanding dengan kontradiksi negeri-negeri
kapitalis. Secara teori hal itu sudah tentu benar. ....bagaimana pun juga Perang Dunia
kedua bukan dimulai dari perang melawan URSS, melainkan dimulai dari perang antara
negeri-negeri kapitalis. Mengapa ? Karena, pertama, perang melawan URSS sebagai
negeri sosialis, lebih berbahaya bagi kapitalisme daripada perang antara negeri-negeri
kapitalis..... Perang dengan URSS pasti menyangkut masalah kelangsungan hidup
kapitalisme sendiri.... sebab mereka mempertimbangkan politik damai Uni Sovyet dan
mereka tahu bahwa Uni Sovyet sendiri tidak akan menyerang negeri-negeri kapitalis.”
[Y.W.Stalin, Masalah-Masalah Ekonomi Sosialisme di URSS. ].
Tahun 1954, bersamaan waktu dengan John Foster Dulles giat membangun pakta militer
South East Asian Treaty Organisation(SEATO) untuk membendung negara-negara sosialis
Asia, tiga Perdana Menteri Zhou Enlai, Jawaharlal Nehru dari India dan U Nu dari Birma
mencapai persetujuan mengenaiLima Prinsip Koeksistensi Secara Damai. Isinya adalah:
1. saling menghormati kedaulatan dan wilayah teritorial;
2. non-agresi;
3. saling tidak mengintervensi masalah intern masing-masing negeri;
4. sama derajat dan saling menguntungkan; dan
5. koeksistensi secara damai antar negeri-negeri yang berbeda sistim sosial.
Dalam Konferensi Asia-Afrika Bandung, tahun 1955, Lima Prinsip Koeksistensi ini diperkaya
menjadi 10 Prinsip, yang terkenal dengan Semangat Bandung, yaitu:
1. Menghormati hak-hak asasi manusia yang fundamental dan prinsip-prinsip Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa;
2. Menghormati kedaulatan dan integritas wilayah setiap bangsa;
3. Mengakui persamaan semua ras dan persamaan bangsa, baik besar atau kecil;
4. Tidak ikut dalam mencampuri atau mengintervensi masalah intern negeri-negeri
lain;
5. Menghormati hak setiap bangsa untuk membela diri secara sendiri atau secara
kolektif sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa;
6. a. Tidak ikut menggunakan pengaturan pertahanan kolektif yang khusus mengabdi
pada kepentingan salah satu Negara ;
b. Tidak ikut melakukan tekanan yang dilakukan satu negeri terhadap negeri
lainnya;
7. Tidak ikut melakukan ancaman agresi atau menggunakan kekuatan terhadap
integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu negeri;
2
8. Menyelesaikan persengketaan internasional dengan cara-cara damai;
9. Mendorong maju kepentingan bersama dan kerjasama,
10. Menghormati keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional. [Ministry of Foreign
Affairs Republic of Indonesia, Asia-Africa Speaks From Bandung,1955, hal.
168-169].
Dengan demikian, pengakuan akan hakkoeksistensi secara damai antara negara-negara
dengan sistim yang berbeda tidak hanya dimiliki oleh negara-negara sosialis, tapi sudah
menjadi prinsip umum hubungan luarnegeri secara internasional.
Tahun 1956, dalam Kongres Nasional ke-XX PKUS, Nikita Syergyewitch Khrusycyov
memaparkan lima prinsip koeksistensi secara damai sebagai politik luarnegeri Uni Sovyet.
Khrusycyov menyatakan: “Penyelenggaraan hubungan-hubungan persahabatan yang
kokoh di antara dua negara yang terbesar di dunia, Uni Sovyet dan Amerika Serikat, akan
mempunyai arti besar bagi penguatan perdamaian dunia. Kita berpendapat bahwa jika
sekiranya Lima Prinsip yang terkenal dari koeksistensi secara damai itu menjadi dasar
daripada hubungan-hubungan antara URSS dan Amerika Serikat maka itu akan
benar-benar mempunyai arti besar bagi seluruh umatmanusia dan, sudah barang tentu,
tidak kurang bergunanya bagi bangsa Amerika Serikat dari pada bagi bangsa-bangsa
Sovyet dan semua bangsa lainnya. Prinsip-prinsip ini – saling menghormati keutuhan
wilayah dan kedaulatan, non-agresi, tidak campurtangan dalam urusan-urusan dalamnegeri
masing-masing, persamaan dan saling menguntungkan, koeksistensi secara damai dan
kerjasama ekonomi – sekarang disetujui dan disokong oleh puluhan negara” [N.S.Chrusjov,
Laporan Central Comite Partai Komunis Sovjet Uni Kepada Kongres ke-XX Partai, 14
Februari 1956, Jajasan “Pembaruan”, Djakarta 1956, hal .41.]
Dalam bulan November 1960, di Moskow berlangsung pertemuan wakil-wakil 81 Partai
Komunis dan Partai Buruh yang menghadiri peringatan ulang tahun ke-43 Revolusi Oktober
Besar. Dalam pertemuan ini hadir N.S.Khrusycyov, Anastas I.Mikoyan, Frol Kozlov, M.
Suslov dari PKUS; Liu Shaoqi, Wakil Ketua CC, Deng Xiaoping Sekjen CC dan Peng Chen
anggota Dewan Harian Politbiro CC PKT. Indonesia diwakili oleh M.H.Lukman, wakil Ketua I
CC dan Joesoef Adjitorop, anggota Dewan Harian Politbiro CC PKI. Pertemuan
menghasilkan dua dokumen bersejarah, berupa Pernyataan dan Seruan Kepada Rakyat
Sedunia. Mengenai prinsip-prinsip koeksistensi secara damai antara negara-negara yang
berbeda sistim politiknya dirumuskan dalam Pernyataan sebagai berikut: “Politik luarnegeri
negeri-negeri sosialis bersandar pada dasar teguh prinsip Leninis tentang koeksistensi
secara damai dan kompetisi ekonomi antara negeri-negeri sosialis dengan negeri-negeri
kapitalis. Dalam syarat-syarat perdamaian, sistim sosialis makin memperlihatkan
3
keunggulannya atas sistim kapitalis di segala lapangan, ekonomi, kebudayaan, ilmu dan
tekhnologi. Masa depan yang dekat akan membawa sukses-sukses baru bagi
kekuatan-kekuatan perdamaian dan sosialisme. .... Sosialisme belum mencapai
kemenangan penuh di atas bumi ini, dalam keadaan masih ada kapitalisme di sebagian
dunia Kemenangan sosialisme di seluruh dunia akan melenyapkan sebabis-habisnya sebab
musabab sosial dan nasional dari segala peperangan.
Kaum komunis di seluruh dunia dengan suara bulat dan konsekwen, menjunjung tinggi
koeksistensi secara damai dan berjuang dengan teguh untuk mencegah peperangan. Kaum
komunis harus bekerja dengan tak kenal lelah di kalangan massa untuk mencegah
diremehkannya kemungkinan menghindarkan perang dunia, mencegah diremehkannya
kemungkinan koeksistensi secara damai, dan bersamaan waktu pula, mencegah
diremehkannya bahaya peperangan.
Di dunia yang terbagi ke dalam dua sistim, satu-satunya prinsip yang tepat dan masuk akal
tentang hubungan-hubungan internasional adalah prinsip koeksistensi secara damai di
antara negara-negara dengan sistim sosial yang berbeda-beda yang diajukan oleh Lenin
dan dibentangkan lebih jauh di dalam Deklarasi Moskow dan Manifes Perdamaian 1957, di
dalam putusan-putusan Kongres ke-XX dan ke-XXI PKUS dan di dalam dokumen-dokumen
Partai Komunis dan Partai-Partai Buruh lainnya.
Lima Prinsip Koeksistensi yang diajukan bersama oleh Republik Rakyat Tiongkok dan
Republik India dan sila-sila yang diterima dalam Konferensi Bandung adalah sesuai dengan
kepentingan perdamaian dan rakyat-rakyat yang cinta damai.
Koeksistensi secara damaidi antara negeri-negeri dengan sistim, yang berbeda-beda atau
perang yang menghancurkan– demikianlah masalahnya dewasa ini. Jalan keluar yang lain
tidak ada. ....Dengan menjunjung tinggi prinsip koeksistensi secara damai, kaum komunis
berjuang untuk menghentikan sepenuhnya perang dingin, membubarkan blok-blok militer,
dan menghapuskan pangkalan-pangkalan militer, untuk perlucutan senjata yang umum dan
mutlak di bawah kontrol internasional, penyelesaian perselisihan internasional melalui
perundingan, penghormatan terhadap hak sama di antara negara-negara dan keutuhan
wilayah, kemerdekaan dan kedaulatannya masing-masing, non-intervensi dalam urusan
dalam negeri masing-masing, pengembangan hubungan-hubungan perdagangan,
kebudayaan dan ilmu secara luas di antara nasion-nasion.
Politik koeksistensi secara damaimemenuhi kepentingan-kepentingan asasi semua rakyat,
semua orang yang tidak menginginkan perang-perang kejam yang baru dan menghendaki
4
perdamaian yang abadi. Politik ini memperkuat posisi-posisi sosialisme, memperbesar
prestise dan pengaruh internasional negeri-negeri sosialis dan meningkatkan prestise
Partai-Partai Komunis di negeri-negeri kapitalis. Perdamaian adalah sekutu yang setia dari
sosialisme, sebab waktu menguntungkan sosialisme, merugikan kapitalisme.
Politik koeksistensi secara damaiadalah politik memobilisasi massa dan melancarkan aksi
yang giat, menentang musuh-musuh perdamaian. Koeksistensi secara damai di antara
negara-negara dengan sistim sosial yang berbeda-beda adalah suatu bentuk perjuangan
klas antara sosialisme dan kapitalisme. Dalam syarat-syarat koeksistensi secara damai
tersedia kesempatan-kesempatan yang menguntungkan bagi perkembangan perjuangan
klas di negeri-negeri kapitalis dan gerakan pembebasan nasional rakyat-rakyat
negeri-negeri jajahan dan tergantung. Dalam pada itu, sukses-sukses perjuangan klas dan
perjuangan pembebasan nasional yang revolusioner mendorong maju koeksistensi secara
damai. Kaum komunis memandang sebagai kewajiban mereka untuk memperkuat
kepercayaan rakyat akan kemungkinan memperkokoh koeksistensi secara damai,
memperkuat tekad rakyat untuk mencegah perang dunia. Mereka akan dengan sekuat
tenaga mengusahakan supaya rakyat dengan perjuangan aktif untuk perdamaian,
demokrasi dan pembebasan nasional dapat melemahkan dan mempersempit kedudukan
imperialisme. Koeksistensi di antara negeri-negeri dengan sistim sosial yang
berbeda-bedatidak berarti mendamaikan ideologi sosialisme dengan ideologi burjuis.
Sebaliknya, ia berarti mengintensifkan perjuangan klas buruh, perjuangan semua Partai
Komunis untuk kemenangan ide-ide sosialis Tetapi perselisihan ideologi dan politik di antara
negara-negara seharusnya tidak diselesaikan lewat peperangan.” [Pernyataan & Seruan
Pertemuan Wakil-Wakil Partai-Partai Komunis dan Partai-Partai Buruh, Jajasan
“Pembaruan”, Djakarta 1960, hal. 32-34.]
Walaupun dalam pertemuan 81 Partai tercapai persetujuan yang dicantumkan dalam
dokumen Pernyataan danSeruan Kepada Rakyat Sedunia, yang ditandatangani oleh para
ketua delegasi yang hadir, perbedaan-perbedaan pendapat dalam gerakan komunis
internasional tidak mereda. Perbedaan yang dimulai dengan masalah Khrusycyov mengutuk
Stalin dalam Kongres ke-XX PKUS kian berkembang. Puncak-puncaknya menyangkut
masalah gagasan-gagasan Khrusycyov membangun Partai seluruh rakyat, dan negara
seluruh rakyat yang merevisi ajaran Lenin tentang watak klas dari negara dan Partai. Maka
bergeloralah perjuangan melawan revisionisme modern dalam Gerakan Komunis
Internasional..Terjadilah polemik secara terbuka, yang diikuti oleh berbagai pimpinan Partai.
Yang aktif terlibat adalah: PKUS, PKT, P.Buruh Albania, P.K.Itali, PK Perancis P.K.Amerika
dan lain-lain Yang paling menonjol adalah polemik terbuka antara PKUS dengan PKT.
Pimpinan PKI mengikuti polemik ini dengan mula-mula bersikap mandiri, berusaha
5
mendamaikan antara PKUS dan PKT. Pada akhirnya, jadi aktif melawan revisionisme
modern Khrusycyov dan mendukung pandangan PKT.
Masalah koeksistensi secara damai menjadi salah satu titik berat perhatian dalam
perbedaan-perbedaan pendapat dalam Gerakan Komunis Internasional di tahun
enampuluhan.. Dalam surat terbukanya mengkritik PKUS, mewakili PKT, Redaksi Renmin
Ribao (Harian Rakyat) dan majalah Hongqi (Bendera Merah) 12 Desember 1963,
mengumumkan tulisan berjudul Dua Macam Politik Koeksistensi Secara Damai Yang
Bertentangan Samasekali. Dengan tajam tulisan ini menyatakan bahwa “garis umum
koeksistensi secara damai pemimpin-pemimpin PKUS memenuhi keperluan imperialisme
AS” “Ketika pemimpin-pemimpin PKUS menyebut-nyebut koeksistensi secara damai,
selama beberapa tahun akhir-akhir ini, sebenarnya sikap mereka terhadap Tiongkok dan
berbagai negeri sosialis lainnya, bukan hanya melanggar prinsip internasionalisme proletar,
tetapi juga tidak sesuai dengan Lima Prinsip Koeksistensi Secara Damai. Sebabnya
pemimpin-pemimpin PKUS tak henti-hentinya mempropagandakan bahwa koeksistensi
secara damai adalah garis umum politik luarnegeri mereka, dengan terus terang saja, yalah
menghendaki supaya semua negeri sosialis dan Partai Komunis sedunia tunduk pada
kerjasama Sovyet-AS yang mereka impikan selama tahun-tahun ini. Kerjasama Sovyet-AS
untuk menguasai dunia, inilah jiwa garis umum ‘koeksistensi secara damai’
pemimpin-pemimpin PKUS” Tulisan itu memperingatkan dan menyerukan kepada para
pemimpin PKUS: “Belum terlambat bagi pemimpin-pemimpin PKUS untuk menahan diri di
tepi jurang. Sekarang sudah waktunya pemimpin-pemimpin PKUS membuang garis umum
‘koeksistensi secara damai’nya dan kembali ke jalan politik koeksistensi secara damai dari
Lenin, ke jalan Marxisme-Leninisme dan internasionalisme proletar.”.
Dari sejarah gerakan sosialisme dunia, terbukti benarnya gagasan Lenin bahwa sosialisme
tak mungkin menang serentak di seluruh dunia, tapi bisa menang di satu atau beberapa
negeri, berkoeksistensi dan berkompetisi secara damai dengan negeri-negeri kapitalis.
Dengan mengakui bahwa antara sosialisme dan kapitalisme berlaku kontradiksi yang
antagonistik, ini berarti bahwa kontradiksi itu terselesaikan jika salah satu di antara yang
berkontradiksi itu menang. Artinya, bangkrut dan matinya kapitalisme dan menangnya
sosialisme berarti selesainya kontradiksi yang antagonistik itu.. Tapi jalan untuk itu adalah
menempuh proses hidup berdampingan secara damai, berkoeksistensi dan berkompetisi
secara damai. Proses ini akan berakhir dengan unggulnya sosialisme di semua bidang,
ekonomi, politik, militer, budaya dan lain-lainnya atas kapitalisme.
Dalam praktek, semenjak dimenangkannya diktatur proletariat dengan berdirinya Republik
Rakyat Tiongkok, Tiongkok dengan konsekwen menjalankan politik luar negeri yang damai.
6
PM Zhou Enlai berinisiatif merumuskan Lima Prinsip Koeksistensi Secara Damai. Dan RRT
dengan tangguh melaksanakan politik luarnegeri berdasarkan Lima Prinsip Koeksistensi
Secara Damai. Sampai dasawarsa pertama abad ke-XXI Lima Prinsip Koeksistensi Secara
Damai sudah menunjukkan keunggulannya dalam hubungan-hubungan internasional.
Di kala kapitalisme dunia masih utuh dan berjaya, pelaksanaan Prinsip Koeksistensi Secara
Damai mengandung bahaya, resiko bahkan bisa menimbulkan korban. Kubu kapitalisme tak
henti-hentinya berusaha membasmi negara-negara sosialis. Praktek menunjukkan,
berbagai provokasi dilancarkan fihak negara kapitalis yang dikepalai Amerika Serikat untuk
memprovokasi pecahnya bentrokan bersenjata antar negara sosialis dan kapitalis. Di bawah
Pemerintahan Bush, di kala berkobarnya Perang Kosovo, Kedutaan Besar RRT di
Yugoslavia diserang dengan roket dari jarak jauh. Tiongkok melakukan perlawanan, bukan
dengan balas menyerang pakai senjata, tapi dengan protes-protes keras dan tuntutan ganti
kerugian. Sesudah itu terjadi pelanggaran daerah udara Tiongkok di Selatan pulau Hainan,
sampai pesawat tempur Amerika menabrak sebuah pesawat tempur Angkatan Udara
Tiongkok. Pesawat Tiongkok bersama seorang awaknya jatuh tenggelaam ke dasar lautan.
Pesawat tempur Amerika rusak dan terpaksa mendarat di pulau Hainan. Tiongkok tidak
melakukan pembalasan dengan tindakan militer, tapi memprotes keras, mempreteli pesawat
tempur AS yang mendarat di pulau Hainan. Kemudian pesawat itu dibolehkan dikapalkan
kembali ke Amerika. Demi perdamaian yang diperlukan untuk prembangunan ekonomi
nasional, Tiongkok tidak terprovokasi hingga pecah konflik bersenjata antar kedua negara.
Dalam perkembangannya, Tiongkok melaksanakan politik koeksistensi secara damai,
dalam situasi internasional dewasa ini yang menurut Hu Jintao bercirikan “perdamaian,
perkembangan dan kerjasama” [Hu Jintao, Pedato Ultah ke-90 PKT].
Masa-masa selanjutnya akan terus menguji keampuhan Lima Prinsip Koeksistensi Secara
Damai.. mengatur hubungan-hubungan luarnegeri negeri-negeri yang berbeda sistim
sosialnya. Kini faktor-faktor persengketaan tapal batas, terutama di Laut Tiongkok Selatan
kian bergejolak. Demi kepentingannya, Amerika berusaha keras untuk terjun melibatkan diri
dalam persengketaan-persengketaan ini. Bahkan kini Pemerintah Obama akan menggeser
penempatan kekuatan Angkatan Lautnya dengan menitik beratkan pada Asia Pasifik.
Menteri Pertahanan AS, Leon Paneta telah menyatakan, bahwa enam dari sebelas kapal
induk AS akan ditempatkan di Asia Pasifik. Tujuannya tak bisa lain, adalah untuk
membendung Tiongkok.
DapatkahPrinsip Koeksistensi Secara Damai ini berperan sesuai dengan gagasan Lenin
untuk memenangkan sosialisme atas kapitalisme di kawasan Asia ? Lenin dalam
memaparkan gagasan Koeksistensi Secara Damai mengajarkan, bahwa perang membela
7
negeri sosialis adalah perang yang adil. Jelas-jemelas, Tiongkok tidak berkepentingan akan
pecahnya konflik bersenjata di kawasan ini. Tapi kalau pecah, masalah menyelamatkan
tanahair sosialis tentu akan menjadi tugas utama.
4 Juni 2012.
8
Download