Uploaded by User96823

Revisi-Makalah-Kelompok-1-Pengembangan-Profesi-Keguruan

advertisement
PENGEMBANGAN PROFESI KEGURUAN
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Etika Profesi Guru
Dosen Pengampu: Ahmad Chafid Alwi, S.Pd., M.Pd.
Disusun oleh:
Sevrilla Difa Putri
(15804241001)
Fajar Nur Arfian
(15804241028)
Risa Nur Fauzi
(15804241031)
Fatimatus Solichah
(15804241044)
Universitas Negeri Yogyakarta
Fakultas Ekonomi, Jurusan Pendidikan Ekonomi
Kampus Karangmalang, Caturtunggal, Depok, Sleman
Daerah Istimewa Yogyakarta 55281
Tahun Ajaran 2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Pengembangan Profesi Keguruan”.
Tujuan penulisan makalah adalah memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Etika Profesi Keguruan jurusan Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri
Yogyakarta dan memberikan wawasan kepada penulis maupun pembaca.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penulisan
makalah ini, khususnya kepada :
1. Bapak Ahmad Chafid Alwi, M.Pd.,dosen mata kuliah Etika Profesi Keguruan
yang telah memberikan gambaran dan arahan dalam penyusunan makalah.
2. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada teman-teman
tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang
besar kepada penulis.
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan
bantuan dalam penulisan makalah ini.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangankekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Yogyakarta, 21 September 2017
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar .......................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................... 3
A. Pengertian Pengembangan Profesi Keguruan .............................. 3-5
B. Sikap Profesionalitas .................................................................. 5-12
a. Konsep Sikap Profesionalitas................................................ 5-8
b. Ciri – Ciri Guru Profesional ................................................ 8-10
c. Prinsip Profesional ............................................................ 10-11
d. Faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru ......... 11-12
C. Pengembangan Profesi Guru .................................................... 13-28
a. Strategi Pengembangan Profesi Guru ............................... 13-15
b. Prinsip Pengembangan Profesi Guru ................................ 15-17
c. Jenis – Jenis Kegiatan Pengembangan Profesi Guru ........ 17-28
D. Implementasi Program Pengembangan Profesi Guru di Indonesia
a. Permasalahan PLPG dan sertifikasi di Indonesia…………28-31
b. Analisis PLPG dan sertifikasi secara mendalam………….31-35
c. Solusi permasalahan PLPG dan sertifikasi………………..35-36
BAB III PENUTUP ............................................................................ 37
3.1 Kesimpulan ................................................................................... 37
ii
3.2 Saran .............................................................................................. 38
DaftarPustaka ................................................................................ 39-40
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Guru memiliki peran yang sangat esensial bagi mutu pendidikan di
Indonesia karena guru menjadi salah satu faktor yang menentukan berhasil atau
tidaknya proses pembelajaran disamping kurikulum dan sarana prasarana. Guru
memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, dan mengevaluasi
peserta didik. Tugas utama tersebut akan menjadi efektif apabila guru memiliki
derajat profesionalitas tertentu yang meliputi kompetensi yang harus dimiliki guru
disertai dengan kode etik tertentu. Menurut Undang-undang Nomor 14 tahun 2005
kompetensi yang harus dimiliki guru meliputi meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. keempat
kompetensi tersebut dalam praktiknya merupakan satu kesatuan yang utuh. Guru
profesional sudah seyogyanya mampu menguasai keempat kompetensi tersebut.
Dalam kaitannya dengan mutu pendidikan, kompetensi guru memiliki
hubungan yang positif. Semakin guru menguasai kompetensi minimal yang harus
dimilikinya maka mutu pendidikan di Indonesia juga akan meningkat. Namun
melihat fenomena yang ada sekarang, masih banyak ditemukan kasus yang
mencerminkan masih rendahnya tingkat profesionalitas guru di Indonesia. Salah
satunya dapat dilihat dari masih banyak guru yang menggunakan metode
pembelajaran yang monoton tanpa adanya inovasi dalam pembelajaran, masih
benyak guru yang belum mempunyai kualifikasi S1dan masih banyak persolan
lainnya. Pengembangan guru di Indonesia juga masih rendah. Banyak guru-guru
dalam
bidang
skill
(kemampuan
mengajar)
masih
kurang,
kurangnya
pengembangan dan peningkatan organisasi serta kurangnya pengembangan dan
peningkatan keperibadian (motivasi berprestasi). Padahal peran guru demikian
penting dalam peningkatan mutu pendidikan.
Secara kuantitatif jumlah tenaga guru telah cukup memadai, tetapi mutu
serta profesionalismenya belum sesuai dengan harapan. Guru bukan hanya
sekedar profesi. Guru bukan hanya mengajarkan materi dan memberikan
1
penilaian. Dalam proses penyampaian materi itu sendiri memerlukan teknik dan
seni sebagai hasil dari perpaduan kompetensi yamg dimiliki oleh guru. Sehingga
guru menjadi lebih kreatif dalam mengembangkan pembelajaran. Peningkatan
kompetensi guru dalam rangka pengembangan profesi guru dinilai sangat
berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik dan lebih luas lagi meningkatkan
mutu pendidikan di Indonesia. Maka dalam makalah ini, penulis tertarik untuk
membahas tentang guru berkaitan denganpengembangan profesi guru.
1.2 RumusanMasalah
a. Apa yang dimaksud dengan pengembangan profesi keguruan?
b. Bagaimana sikap professional seorang guru?
c. Bagaimana pengembangan profesi keguruan?
1.3 Tujuan
Penulis menyusun makalah “Pengembangan Profesi Keguruan” dalam rangka
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Etika Profesi Keguruan dan antara lain
bertujuan agar dapat:
a. Menjelaskan pengertian pengembangan profesi keguruan.
b. Menjelaskan sikap professional guru.
c. Menjelaskan pengembangan profesi guru.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pengembangan Profesi Keguruan
Sebelum menguraikan definisi Pengembangan profesi keguruan,
terlebih dahulu kita mengetahui apa sebenarnya definisi dari ketiga kata
tersebut.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pengembangan bisa
diartikan dengan proses atau perbuatan mengembangkan.Sedangkan menurut
UU no 18 tahun 2002, Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan
yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan
aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan
teknologi baru.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, profesi bisa diartikan
dengan bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian keterampilan,
kejuruan, tertentu. Selain istilah profesi kita mengenal istilah profesional,
profesionalisme, dan profesionalisasi. Ketiga istilah tersebut memiliki definisi
masing-masing. Sudarwan Danim(2011:103) membedakan ketiga istilah
tersebut sebagai berikut :
Profesional merujuk pada dua hal yaitu orang yang menyandang suatu
profesi dan kinerja dalam melakukan pekerjaan yang sesuai denga profesinya.
Profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para anggota suatu profesi
untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus
menerus
mengembangkan strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan
sesuai dengan profesinya itu. Sedangkan profesionalisasi merupakan proses
peningkatan kualifikasi atau kemampuan para anggota penyandang suatu
profesi untuk mencapai kriteria standar ideal dari penampilan atau perbuatan
yang diinginkan oleh profesinya itu.
3
Keguruan sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bisa
diartikan perihal (yang menyangkut) pengajaran, pendidikan, dan metode
pengajaran. Dalam UU Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, Profesi
keguruan adalah pendidikan profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada usia dini,
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Joan Dean mengemukakan bahwa, pengembangan profesionalitas guru
(professional
development
teacher)
dimaknai
sebagai
a
process
wherebyteacher become more professional, yakni suatu proses yang
dilakukan untuk menjadikan guru dapat tampil secara lebih profesional. “
(Pahrudin, 2015)”
Dengan kata lain dapat diartikan bahwa, pengembangan profesi guru
didefinisikan sebagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan taraf atau
derajat profesi seorang guru yang menyangkut kemampuan guru, baik
penguasaan materi ajar atau penguasaan metodologi pengajaran, serta sikap
keprofesionalan guru menyangkut motivasi dan komitmen guru dalam
menjalankan tugas sebagai guru.
Pengembangan dan peningkatan profesi guru juga dilakukan dalam
rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan
perkembangan zaman yang semakin modern. Pembinaan dan pengembangan
profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kepribadian,
profesional, dan sosial. Sedangkan pembinaan dan pengembangan karier
meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Keduanya disesuaikan
dengan jabatan fungsional masing-masing.
Urgensi program pengembangan guru sendiri didasarkan pada sebuah
asumsi bahwa tidak semua guru dan tenaga kependidikan yang dihasilkant
4
elah memenuhi kriteria guru profesional. Dengan berdasarkan pada asumsiasumsi tersebut, agar guru dapat memberikan kontribusinya secara maksimal
bagi pencapaian tujuan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan di
Indonesia, maka harus ada upaya pengembangan profesi guru yang dilakukan
secara bertahap dan berkesinambungan (terus-menerus). Kegiatan pembinaan
dan pengembangan profesi guru dilakukan atas prakarsa pemerintah,
pemerintah daerah, penyelenggara satuan pendidikan, asosiasi guru, dan guru
secara pribadi.
Pemerintah idealnya berperan aktif dalam upaya pengembangan profesi
guru seperti dalam UU Nomor 14 tahun 2005 bahwasanya pemerintah
berkewajiban untuk memberikan dana dalam rangka membina dan
mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru agar terbentuk
guru yang profesional dan mumpuni dari segi kompetensi. Secara pribadi,
seorang guru seharusnya memposisikan diri sebagai guru pembelajar. Dimana
ia akan selalu berusaha mengupgrade kapasitas dirinya dengan proses belajar
mandiri sehingga pengetahuan dan skill yang dimiliki semakin terasah dan
memenuhi kriteria sebagai guru yang profesional. Secara umum, kegiatan
pengembanagan profesi guru dimaksudkan untuk merangsang, memelihara,
dan meningkatkan kompetensi guru dalam memecahkan masalah pendidkan
dan pembelajaran yang berdampak pada peningkatan mutu belajar siswa yang
selanjutnya meningkatkan mutu pendidikan.
B. Sikap Profesionalitas
a. Konsep sikap profesionalitas
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan
ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi
penerapannya. Maister (1997) (Mustofa,2007) mengemukakan bahwa
profesionalisme bukan sekadar pengetahuan, teknologi dan manajemen
tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari
5
seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi
memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Profesional juga bisa diartikan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan
yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi
standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi
(UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ). Jadi profesional
menunjuk pada dua hal yakni orang yang melakukan pekerjaan dan
penampilan atau kinerja orang tersebut dalam melaksanakan tugas atau
pekerjaannya Daryanto (2013) (Lilies,2014).
Jadi Guru profesional adalah guru yang menyadari bahwa dirinya
adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik dalam
belajar. Sehingga guru secara terus-menerus perlu mengembangkan
pengetahuannya tentang bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar.
Perwujudannya, jika terjadi kegagalan pada peserta didik, guru terpanggil
untuk menemukan akar penyebabnya dan mencari solusi bersama peserta
didik, bukan mendiamkannya atau malahan menyalahkannya. Sikap yang
harus senantiasa dipupuk adalah kesediaan untuk mengenali diri dan
kehendak untuk memurnikan keguruannya serta mau belajar dengan
meluangkan waktu untuk menjadi guru. Seorang guru yang tidak bersedia
belajar, tidak mungkin kerasan dan bangga menjadi guru. Kerasan dan
kebanggan atas keguruannya adalah langkah untuk menjadi guru yang
profesional Kunandar (2010) ( Lilies,2014). Kualitas profesionalisme
guru ditunjukkan oleh lima sikap,yakni :
1) Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati
standar ideal;
2) Meningkatkan dan memelihara citra profesi;
6
3) Keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan
profesional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas
pengetahuan dan ketrampilannya
4) Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi;
5) Memiliki
kebanggaan
terhadap
profesinya
Sagala
(2009)
(Lilies,2014).
Guru profesional adalah guru yangmelaksanakan tugas keguruan
dengan kemampuan tinggi (profesiensi) sebagai sumber kehidupan.
Dalam menjalankan kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki
keanekaragaman kecakapan (competencies) psikologis yang meliputi :
(1) Kompetensi kognitif (kecakapan ranah cipta);
(2) Kompetensi afektif (kecakapan ranah rasa);
(3) Kecakapan psikomotor (kecakapan ranah karsa).
Disamping itu, ada satu kompetensi yang diperlukan guru, yakni
kompetensi kepribadian Syah (2011) ( Lilies,2014).
Menurut Suryadi dalam Suwarna (2004) ( Mustofa,2007), predikat
guru profesional dapat dicapai dengan memiliki empat karakteristik
profesional, yaitu:
1. Kemampuan profesional (professional capacity), yaitu kemampuan
intelegensi sikap, nilai, dan keterampilan serta prestasi dalam
pekerjaannya. Secara sederhana, guru harus menguasai materi yang
diajarkan.
2. Kompetensi upaya profesional (professional effort), yaitu kompetensi
untuk membelajarkan siswanya.
3. Profesional dalam pengelolaan waktu (time devotion).
7
4. Imbalan profesional (professional rent) yang dapat menyejahterakan
diri dan keluarganya.
Arifin (2000) (Mustofa,2007) mengemukakan guru Indonesia yang
profesional dipersyaratkan mempunyai:
1. Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat
teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21;
2. Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan
yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan
konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di
lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya
diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia;
3. Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan. Profesi
guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan
berkesinambungan
antara
LPTK
dengan
praktek
pendidikan.
Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya
program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis
yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.
b. Ciri-ciri Guru Profesional
GPM memiliki ciri-ciri sebagai professional sungguhan. Ciri-ciri itu
terefleksi dari perilaku kesehariannya sebagai GPM. Hasil study beberapa
ahli mengenai sifat-sifat atau karakteristik profesi, yang secara taat asas
dimiliki dan dijunjung tinggi oleh GPM, yang menghasilkan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan. Termasuk
dalam kerangka ini, pelatihan-pelatihan khusus yang berkaitan dengan
keilmuan yang dimiliki oleh seorang penyandang profesi.
8
2. Memiliki
pengetahuan
spesialisasi.
Pengetahuan
spesialisasi
mengkhususkan penguasaan bidang keilmuan tertentu. Guru yang
sesungguhnya harus memiliki spesialisasi bidang studi (subject matter)
dan penguasaan metodologi pembelajaran.
3. Menjadi anggota organisasi profesi. Dibuktikan dengan kepemilikan
kartu anggota, pemahaman terhadap norma–norma organisasi,
kepatuhan terhadap kewajiban dan larangan yang ditetapkan oleh
organisasi tersebut.
4. Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh
orang lain atau klien. Pengetahuan khusus itu bersifat aplikatif dimana
aplikasinya didasari atas kerangka teori yang jelas dan teruji.
5. Memiliki
teknik
kerja
yang
dapat
dikomunikasikan
atau
communicable. GPM mampu berkomunikasi sebagai guru dalam
makna apa yang disampaikannya dapat dipahami oleh siswa.
6. Memiliki kapastitas mengorganisasikan kerja secara mandiri dan selforganization. Istilah mandiri disini berarti kewenangan kademiknya
melekat pada diri sendiri.
7. Mementingkan kepentingan orang lain (altruism). Memberikan
layanan kepada anak didik pada saat bantuan itu diperlukan.
8. Memiliki kode etik. Kode etik dijadikan norma dan asas yang
disepakati dan diterima oleh guru–guru Indonesia sebagai pedoman
sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai
pendidik.
9. Memiliki sanksi dan tanggung jawab komunitas. Dalam bekerja GPM
memiliki tanggung jawab kepada komunitas terutama anak didiknya.
10. Mempunyai sistem upah. Sistem upah yang dimaksud disini adalah
standar gaji yang terima oleh guru.
11. Budaya professional. Budaya profesi dapat berupa penggunaan symbol
yang berbeda dengan simbol–simbol untuk profesi lain.
9
12. Melaksanakan pertemuan professional tahunan. Pertemuan ini dapat
dilakukan dalam bentuk forum guru, seminar, diskusi panel, workshop.
c. Prinsip Profesional
Profesi guru menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen harus memiliki prinsip-prinsip profesional seperti
tercantum pada pasal 5 ayat 1, yaitu: ”Profesi guru dan dosen merupakan
bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional
sebagai berikut:
1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme.
2. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai
dengan bidang tugasnya.
3. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.
4. Mematuhi kode etik profesi.
5. Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas.
6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi
kerjanya.
7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara
berkelanjutan.
8. Memperoleh
perlindungan
hukum
dalam
melaksanakan
tugas
profesionalnya.
9. Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum.
Menurut Richard D. Kellough (1998) (Danim, Sudarwan,2011)
kompetensi yang harus dikuasai guru professional yaitu :
a) Menguasai pengetahuan tentang materi pelajaran yang diajarkan,
b) Merupakan anggota aktif organisasi profesi guru, membaca jurnal
professional, melakukan dialog dengan sesame guru, mengembangkan
kemahiran metodologi, membina siswa dan materi pelajaran,
10
c) Memahami proses belajar dalam artian siswa memahami tujuan
belajar, harapan – harapan dan prosedur yang ada di kelas,
d) Terbuka untuk berubah, berani mengambil resiko dan bertanggung
jawab,
e) Mengorganisasi kelas dan merencanakan pelajaran secara cermat,
f) Komunikator yang efektif,
g) Bisa mengambil keputusan secara efektif,
h) Menyiapkan situasi belajar yang positif dan konstruktif,
i) Mempunyai humor yang sehat,
j) Mampu mengenali secara cepat siswa yang mememerlukan perhatian
yang khusus,
k) Mampu mengimplementasikan materi pembelajaran dengan kehidupan
sehari–hari,
l) Dapat dipercaya baik dalam membuat perjanjian maupun kesepakatan.
Lebih lanjut dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, pasal 28 menyebutkan bahwa ”pendidik harus memiliki
kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat
jasmani dan rokhani, serta memilki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional”.
d. Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru
Menurut Ani M. Hasan (2003) (Mustofa,2007), faktor-faktor yang
menyebabkan rendahnya profesionalisme guru antara lain:
a. Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh.Hal
ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja diluar jam kerjanya
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk
membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada;
11
b. Kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai
pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan
outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang
tidak patuh terhadap etika profesi keguruan;
c. Kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena
guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan
pada dosen di perguruan tinggi.
Secara lebih rinci, Akadum (1999) (Mustofa,2007) mengemukakan
bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru:
a. Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total,
b. Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika
profesi keguruan,
c. Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah
hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini
terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga
keguruan dan kependidikan,
d. Masih belum ada kesepakatan pendapat tentang proporsi materi ajar
yang diberikan kepada calon guru,
e. Masih belum berfungsinya PGRI sebagai organisasi profesi yang
berupaya secara maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya.
Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan,
terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan
kesejahteraan anggotanya. Namundemikian di masa mendatang PGRI
sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya.
12
C. Pengembangan Profesi Guru
a. strategi pengembangan Profesi Guru
Pengembangan profesionalisme guru selalu mendapatkan perhatian
secara global, karenaguru berperan penting dalam mencerdaskan bangsa dan
sebagai sentral pendidikan karakter. Tugas mulia yang diemban seorang guru
tersebut menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi
muda sebagai penerus yang mampu bersaing namun juga unggul dari segi
karakter. Mengembangkan profesi guru bukan sesuatu yang mudah, maka
diperlukan strategi yang tepat dalam upaya menciptakan iklim kondusif bagi
pengembangan profesi guru. Situasi kondusif ini jelas amat diperlukan oleh
tenaga pendidik untuk dapat mengembangkan diri sendiri ke arah
profesionalisme guru. Dalam jurnal ekonomi dan pendidikan yang ditulis
Mustofa dijelaskan beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk menciptakan
situasi yang kondusif bagi pengembangan profesi guru, yaitu:
a. Strategi perubahan paradigma
Strategi ini dimulai dengan mengubah paradigma birokasi agar
menjadimampu mengembangkan diri sendiri sebagai institusi yang
berorientasipelayanan, bukan dilayani. Strategi perubahan paradigma
dapat dilakukan melalui pembinaan guna menumbuhkan penyadaran akan
peran dan fungsi birokrasi dalam kontek pelayanan masyarakat.
b. Strategi debirokratisasi
Strategi ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkatan birokrasi yang
dapatmenghambat pada pengembangan diri guru. Strategi tersebut
memerlukan metode operasional agar dapat dilaksanakan. Sementara
strategi debirokratisasi dapat dilakukan dengan cara mengurangi dan
menyederhanakan berbagai prosedur yang dapat menjadi hambatan bagi
pengembangan diri guru serta menyulitkan pelayanan bagi masyarakat.
13
Untuk melakukan profesionalisasi ada tiga pengembangan
yang
ditawarkan oleh R.D. Lansbury (Pahrudin, 2015) yang dapat dijadikan
sebagai kerangka dalam merumuskan strategi pengembangan yakni :

Pendekatan karakteristik,
berupaya memunculkan karakter yang
melekat dalam suatu profesi, sehingga profesi itu benar-benar
dijalankan sesuai dengan tuntunan profesional.

Pendekatan
institusional,
pendektan
yang
lebih
memandang
profesionalitas sebagai suatu proses konstitusional atau perkembangan
asosional

Pendekatan legalistik, merupakan upaya profesionalisasi yang
menekankan pada adanya pengakuan suatu profesi oleh negara.
Dari
pendekatan
diatas,
dapat
dirumuskan
strategi
dalam
pengembanganprofesionalitas kedalam tiga level yaitu: pertama, upayaupaya profesionalisasi yang dilakukan oleh guru secara pribadi agar
mereka dapat meningkatkan kualitas keprofesionalan, dengan atau tanpa
bantuan pihak lain. Dengan kata lain dapat dikatakan sebagai pelatihan
mandiri. Kedua, pengembangan yang dilakukan oleh manajemen lembaga
melalui berbagai kebijakan manajerial yang dilakukan. Kedua level ini
dapat diaktegorikan dalam strategi mikro pengembangan profesional guru.
Sedangkan level ketiga adalah upaya pengembangan pada level makro
yang menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat secara luas
dalam kerangka manajemen pendidikan nasional.
Di lihat dari konteks manajemen makro dalam sistem pendidikan
nasional, Tilaar (Pahrudin, 2015) menawarkan langkah-langkah yang
disebut dengan strategi pengembangan profesionalitas guru yaitu:
1. Mengupayakan terjadinya peningkatan status profesi guru agar dapat
sejajar dengan profesi lain.
14
2. Pengembangan profesionalitas guru harus lebih berorientasi pada
peningkatan kualitas, bukan kuantitas. Dalam hal ini maka dperlukan
SDM maupun finansial.
3. Profesionalitas guru membutuhkan upaya pendataan kembali terhadap
guru agar mereka dapat dikembangkan.
b. Prinsip pengembangan Profesi Guru
Sudarwan Danim (2011 : 92) menyebutkan ada dua prinsip
pengembangan profesi guru yaitu prinsip umum dan khusus. Prinsip umum
pengembangan profesi guru adalah sebagai berikut:

Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural , dan
kemajemukan bangsa.

Satukesatuan
yang sitematis
dengan sistem
yang terbuka dan
multimakna.

Suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan guru yang berlangsung
sepanjang hayat.

Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan
kreativitas guru dalam proses pembelajaran.
Prinsip khusus atau operasional pengembangan profesi guru meliputi hal-
hal sebagai berikut:

Ilmiah, dimana keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan
dalam
kompetensi
dan
indikator
harus
benar
dan
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Relevan, dimana rumusnya berorientasi pada tugas pokok dan fungsi guru
sebagai pendidik profesional.
15

Sistematis, dimana setiap komponen dalam kompetensi jabatan guru
berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.

Konsisten, dimana adanya hubungan yang ajeg dan taat asas antar
kompetensi dan indikator.

Aktual dan kontekstual yakni rumusan kompetensi dan indikator dapat
mengikuti perkembangan iptek.

Fleksibel, dimana rumusan kompetensi dan indikator dapat berubah sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan zaman.

Demokratis, dimana setiap guru memiliki hak dan peluang yang sama
untuk diberdayakan melalui proses pembinaan dan pengembangan
keprofesionalitasnya.

Objektif, dimana setiap guru dibina dan dikembangkan profesi dan
karirnya dengan mengacu pada hasil penilaian yang dilaksanakan
berdasarkan indikator-indikatorterukur dari kompetensi profesinya.

Komprehensif, dimana setiap guru dibina dan dikembangkan profesi dan
karirnya untuk mencapai kompetensi profesi dan kinerja yang bermutu
dalam memberikan layanan pendidikan.

Memandirikan, dimana setiap guru secara terus menerus diberdayakan
untuk mampu meningkatkan kompetensinya secara berkesinambungan,
sehingga memiliki kemandirian profesional dalam melaksanakan tugas
dan fungsi profesinya.

Profesional, dimana pengembangan profesi dan karier guru dilaksanakan
dengan mengedepankan nilai-nilai profesionalitas.

Bertahap, dimana pengembangan profesi dan karier guru dilaksanakan
secara bertahap agar guru benar-benar mancapai puncak profesionalitas.

Berjenjang, dimana pengembangan profesi guru dilaksanakan secara
berjenjang berdasarkan jenjang kompetensi atau tingkat kesulitan
kompetensi yang ada pada standar kompetensi.
16

Berkelanjutan, dimana pengembanagn profesi guru dilaksanakan secara
berkelanjutan karena perkembangan ilmu pegetahuan, teknologi dan seni
serta adanya kebutuhan penyegaran kompetensi guru.

Accountable, dimana pengembangan profesi guru dipertanggungjawabkan
secara transparan kepada publik.

Efektif, dimana pelaksanaan pengembangan profesi guru harus mampu
menberikan informasi yang dapat digunakan sebagai dasar dalam
pengambilan keputusan yang tepat oleh pihak terkait.

Efesien, dimana pelaksanaan pengembangan profesi guru harus didasari
atas pertimbangan penggunaan sumber daya seminimal mungkin untuk
hasil yang optimal.
c. Jenis-jenis Kegiatan Pengembangan Profesi Guru
Inisiatif pengembangan keprofesian guru idealnya banyak berasal dari
prakarsa lembaga. Atas dasar ini, diasumsikan munculnya proses pembiasaan,
yang kemudian guru dapat tumbuh dengan sendirinya. Tentu saja, semua itu
juga berawal dari prakarsa guru secara individual. Menurut Sudarwan Danim
(2011 : 94) Apabila dilihat dari sisi prakarsa lembaga, pengembangan profesi
guru dilaksanakan melalui berbagai strategi dalam bentuk pendidikan dan
pelatihan (diklat) maupun bukan diklat, antara lain:
1. Pendidikan dan Pelatihan
a. In-House Training (IHT)
Pelatihan dalam bentuk IHT adalah pelatihan yang dilaksanakan
secara internal di kelompok kerja guru, sekolah, atau tempat lain yang
ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan. Strategi pembinaan
melalui IHT dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa sebagian
kemampuan dalam meningkatkan kompetensi dan karier guru tidak
17
harus dilakukan secara eksternal, tetapi bisa juga secara internal
dengan cara dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi yang
belum dimiliki guru lain. Program ini diharapkan dapat menghemat
waktu dan biaya.
b. Program magang
Program magang merupakan pelatihan yang dilaksanankan di dunia
kerja atau industri yang relevan dalam rangka meningkatkan
kompetensi profesional guru. Program magang ini diperuntukkan bagi
guru dan dapat dilakukan selama periode tertentu misalnya, magang di
sekolah. Program
magang ini dipilih dengan alasan bahwa
keterampilan tertentu yang memerlukan pengalaman nyata.
c. Kemitraan sekolah
Pelatihan melalui kemitraan sekolah dapat dilaksanakan antara sekolah
yang baik dan sekolah yang kurang baik, antara sekolah negeri atau
sekolah swasta. Pembinaan lewat mitra sekolah diperlukan dengan
alasan bahwa agar terjadi transfer nilai-nilai kebaikan dari beberapa
keunikan dan kelebihan yang dimiliki mitra kepada mitra lain.
Misalnya dalam bidang manajemen sekolah
d. Belajar jarak jauh
Pelatihan melalui belajar jarakjauh dapat dilaksanakan tanpa
menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat
tertentu, melainkan dengan sistem pelatihan internet dan sejenisnya.
Pelatihan jarak jauh dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak
semua guru terutama di daerah terpencil dapat mengikuti pelatihan di
tempat-tempat pembinaan yang ditunjuk seperti di ibu kota kabupaten
atau provinsi.
e. Pelatihan berjenjang dan khusus
Pelatihan jenis ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pelatihan yang
diberi wewenang, dimana program disusun secara berjenjang mulai
18
dari jenjang dasar, menengah, lanjut, dan tinggi. Jenjang pelatihan
disusun berdasarkan tingkat
kesulitan
dan
jenis
kompetensi.
Sedangkan pelatihan khusus (spesialisasi) disediakan berdasarkan
kebutuhan khusus atau disebabkan adanya perkembangan baru dalam
keilmuan tertentu.
f. Kursus singkat di perguruan tinggi atau lembaga pendidikan lainnya.
Kursus singkat dimaksudkan untuk melatih meningkatkan kemampuan
guru dalam beberapa kemampuan seperti kemampuan melakukan
penilitian tindakan kelas, menyusun karya ilmiah, merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran.
g. Pembinaan internal oleh sekolah
Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guruguru yang memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi
tugas mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, dan diskusi
dengan rekan sejawat.
h. Pendidikan lanjut
Pembinaan guru melalui pendidikan lanjut juga merupakan alternatif
bagi peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru. Pengikutsertaan
guru dalam pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan
memberikan tugas belajar baik dalam maupun luar negeri bagi guru
yang berprestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut ini akan menghasilkan
guru-guru pembina yang dapat membantu guru-guru lain dalam upaya
pengembangan profesi.
2. Non-pendidikan dan pelatihan
a. Diskusi masalah pendidikan
Diskusi ini diselenggarakan secara berkala dengan topik diskusi sesuai
dengan masalah yang dialamai sekolah. melalui diskusi berkala
diharapkan para guru dapat memecahkan masalah yang dihadapi
19
berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah ataupun masalah
peningkatan kompetensi dan pengembangan kariernya.
b. Seminar
Pengikutsertaan guru dalam kegiatan seminar dan pembinaan
publikasi ilmiah juga dapat menjadi model pembinaan berkelanjutan
bagi peningkatan keprofesian guru. Kegiatan ini memberikan peluang
kepada guru untuk berinteraksi secara ilmiah dengan kolega
seprofesinya
berkaitan
dengan
hal-hal
terkini
dalam
upaya
peningkatan kualitas pendidikan.
c. Workshop
kegiatan ini dilakukan untuk menghasilkan produk yamng bermanfaat
bagi pembelajaran, peningkatan kompetensi mauapun pengembangan
kariernya. Workshop dapat dilakukan,misalnya dalam kegiatan
menyusun
KTSP,
analisis
kurikulum,
pengembangan
silabus,
sertapenulisan rencana pembelajaran.
d. Penelitian
Penelitian dapat dilakukan guru dalam bentuk penelitian tindakan
kelas, penelitian eksperimen, ataupun jenis lain dalam rangka
peningkatan mutu pembelajaran.
e. Penulisan buku/ bahan ajar.
Bahan ajar yang ditulis guru dapat berbentuk diktat, buku pelajaran,
ataupun buku dalam bidang pendidikan.
f. Pembuatan media pembelajaran.
Media pembelajaran yang dibuat guru dapat berbentuk alat peraga, alat
praktikum sederhana, maupun bahan ajar elektronik atau animasi
pembelajaran.
g. Pembuatan karya teknologi/ karya seni.
20
Karya teknologi/seni yang dibuat guru dapat berupa karya yang
bermanfaat untuk masyarakat atau kegiatan pendidikan serta karya
seni yang memiliki nilai estetika yang diakui oleh masyarakat.
Selain kegiatan-kegiatan pengembangan profesi yang dikemukakan
Sudarwan Danim, terdapat berbagai model pengembangan profesi guru
yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain :
Menurut Richard dan Lockhart (2000) (Sobri, 2016) terdapat beberapa
model pengembangan profesional guru, meliputi:
1) Keikutsertaan dalam konferensi (conference participation),
2) Workshop dan seminar (workshops and in service seminars),
3) Kelompok membaca (reading groups),
4) Pengamatan kolega (peer observation),
5) Penulisan jurnal/catatan harian guru (writing teaching diaries/journals),
6) Kerjaproyek (project work),
7) Penelitian tindakan kelas (classroom action research),
8) Portofolio mengajar (teaching portfolio),
9) Mentoring (mentoring).
Sedangkan menurut Kennedy (2005) (Sobri, 2016) menyatakan ada
sembilan model pengembangan profesionalisme guru, yaitu:
a. Training model,
b. Award-bearing model,
c. Deficit model,
d. Cascade model,
e. Standards-based model,
f. Coaching/mentoring model,
g. Community of practice model,
h. Action research model,
21
i. Transformative model. Masing-masing mempunyai karakteristik yang
disesuaikan dengan kebutuhan guru.
Ditjen
Dikdasmen
Kementerian
PendidikanNasional
menyebutkanbeberapa alternatif program pengembanganprofesional guru,
yaitu:
a) Program peningkatan kualifikasi guru atau program studi lanjut,
b) Program penyetaraan dan sertifikasi,
c) Program pelatihan terintegrasi berbasis kompetensi,
d) Program supervisi pendidikan,
e) Program pemberdayaan MGMP,
f) Simposium guru,
g) Program tradisional lainnya, misalnya CTL, PTK, penulisan karya
ilmiah,
h) Membaca dan menulis jurnal atau karya ilmiah,
i) Berpartisipasi dalam pertemuan ilmiah,
j) Melakukan penelitian,
k) Magang,
l) Mengikuti berita aktual dari media pemberitaan,
m) Berpartisipasi dan aktif dalam organisasi profesi,
n) Menggalang kerjasama dengan teman sejawat.
Diaz dan Maggioli (2003) (Sobri, 2016) menambahkan enam model
atau pendekatan, yaitu:
a) Rancangan konferensi (conference plan),
b) Pemantauan kolega (peer coaching),
c) Penelitian tindakan kelas (classroom action research),
d) Kelompok belajar kolaboratif (collaborative study groups)
e) Rencana pengembangan pribadi (individual development plan), dan
f) Jurnal percakapan (dialog journals).
22
Selanjutnya Castetter (Sobri, 2016) juga menyampaikan lima model
pengembangan profesional guru, yaitu:
a) Pengembangan guru yang dipandu secara individual (individual
guided staff development),
b) Observasi atau penilaian (observation/assessment),
c) Keterlibatan dalam proses pengembangan/ peningkatan,
d) Pelatihan (training), dan
e) Pemeriksaan (inquiry).
Berbagai model profesionalisme guru yang dikemukakan oleh para
ahli ternyata memiliki banyak persamaan. Ahmad Yusuf Sobri
menjelaskan dalam jurnalnya pada Konvensi Nasional Pendidikan
Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016 beberapa implementasi modelmodel profesionalisme guru sehingga memungkinkan guru dapat memilih
model tersebut sesuai dengan kebutuhannya masing-masing :
1. Program peningkatan kualifikasi pendidikan guru
Program ini ditujukan bagi guru yang belum memiliki kualifikasi
pendidikan minimal sarjana untuk mengikuti pendidikan sarjana
bahkanmagister pendidikan keguruan dalam bentuk tugasbelajar.
Namun saat ini, sangat jarang guruberkualifikasi di bawah sarjana.
2. Program penyetaraan dan sertifikasi
Program
penyetaraan
diberikan
kepada
guru
yang
latar
belakangpendidikannya tidak sesuai dengan tugas mengajarnya atau
bukan dari program pendidikan keguruan. Sedangkan program
sertifikasi ditujukan kepada guru yang telah memenuhi syarat
(misalnya, minimal telah mengajar lima tahun, lulus UKG) agar
mereka dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan jugamemperoleh
kesejahteraan.
3. Program pelatihan terintegrasi berbasis kompetensi
23
Program pelatihan ini diberikan kepada guru agar tercapai kompetensi
yang diinginkan sehingga materi pelatihan mengacu kepada bahanbahan yang menunjang kompetensi yang akan dicapai.
4. Program supervisiPendidikan
Program ini ditujukan untuk memberikanbantuan kepada guru dalam
menyelesaikan persoalanpembelajaran yang dihadapi guru di kelas dan
jugapersoalan yang terkait dengan pendidikan secaraumum.
5. Program pemberdayaan KKG dan MGMP
KKG adalah wadah kegiatan profesional guru, biasanya untuk guru
SD (guru kelas), sedangkan MGMP untuk guru SMP dan SMA sesuai
dengan bidang studi masing-masing guru. Dengan adanya wadah ini,
guru dapat saling memberi masukan tentang materi pembelajaran yang
diajarkan dan dapat mencari alternatif pemecahan terhadap persoalanpersoalan pembelajaran yang dihadapi di dalam kelas.
6. Simposium guru
Simposium merupakan media guru untuk saling bertukar pikiran dan
pengalaman tentang proses pembelajaran dan ajang untuk kompetisi
ajang kreativitas diantara guru.
7. Program pelatihan tradisional lainnya
Program pelatihan yang ditujukan kepada guru dengan hanya
membahas persoalan aktual dan penting sehingga guru tidak
ketinggalan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, misalnya
pembelajaran
kontektual,
Kurikulum
2013,
blended
learning,
danpenelitian tindakan kelas.
8. Membaca dan menulis jurnal atau karya ilmiah
Salah satu kelemahan guru adalah kurangnya membaca dan menulis
karya ilmiah sehingga karir guru sedikit terhambat karena mereka
kekurangan karya ilmiah. Untuk itu gugus sekolah perlu memprogram
pelatihan penulisan karya ilmiahbagi guru sehingga mereka produktif
24
dalam berkarya,serta perlu adanya pendampingan dari pihak
kepalasekolah dan pengawas pendidikan.
9. Berpartisipasi dalam pertemuan ilmiah
Pertemuan
ilmiah
ditujukan
memberikanpengetahuan
pembelajaran.
mutakhir
Pemberian
informasi
kepada
tentang
tersebut
guru
pendidikan
bertujuan
untuk
dan
untuk
meningkatkan aspek kompetensi dan profesional guru dalam proses
pembelajaran.
10. Melakukan penelitian tindakan kelas (PTK)
Penelitian ini sangat dianjurkan kepada guru supaya guru dapat
merefleksikan program pembelajaran yang telah dilaksanakan di
dalam kelasnya sehingga guru selalu dapat memperbaiki performansi
mengajarnya.
Namun,
karena
tugas
mengajar
yang
banyak
menyebabkan guru jarang melakukan PTK selain juga disebabkan
kemauan dan kemampuan mereka menulis karya ilmiah. Oleh karena
itu perlu adanya pendampingan dari kepalasekolah dan pengawas
sekolah agar guru menjadi produktif dalam melakukan PTK.
11. Magang
Kegiatan ini biasanya ditujukan kepada guru pemula. Guru pemula
melakukan magang di dalam kelas dengan bimbingan guru senior
sesuai dengan bidang studinya. Kegiatan magang biasanya meliputi:
pengelolaan pembelajaran dan pengelolaan kelas dengan tujuan agar
guru pemula tersebut dapat mengikuti jejak guru senior yang
profesional.
12. Mengikuti berita aktual dari media pemberitaan
Pengetahuan dan pemahaman guru tidak hanya terpacu dengan materi
pembelajaran di buku, tetapi juga perlu pengetahuan yang lebih luas
melalui media cetak dan eletronik, dan bahkan guru diharapkan dapat
mengikuti pemberitaan melalui internet. Guru profesional akan selalu
25
mengikuti perkembangan pengetahuan dari berbagai sumber media
yang tersedia.
13. Berpartisipasi dan aktif dalam organisasi profesi
Organisasi profesi memberikan keuntungan yang besar kepada guru
(PGRI) untuk mengembangkan profesionalitasnyadengan membangun
sesama komunitas pembelajaran.
14. Menggalang kerjasama dengan teman sejawat
Kerjasama yang erat diantara sejawat guru dapat memberikan peluang
pengembangan profesionalnya melalui kegiatan ilmiah dan kegiatan
lainnya sehingga profesionalisme guru meningkat.
15. Pengembangan guru yang dipandu secara individual
Program ini bertujuan agar guru dapat menilai kebutuhan belajar
mereka sendiri, mampu belajar aktif serta mengarahkan diri mereka
sendiri. Oleh karena itu, kepala sekolah dan pengawas sekolah
seyogyanya memotivasi guru saat menyeleksi tujuan belajar
berdasarkan penilaian personal kebutuhan mereka.
16. Observasi dan Penilaian
Kegiatan ini ditujukan kepada guru agar mereka dapat mengamati dan
menilai program pembelajaran yang dilakukansehingga guru memiliki
data yang akurat tentang pembelajarannya untuk kemudian mereka
dapat melakukan refleksi dan analisis terhadap peningkatan proses
pembelajaran di kelasnya.
17. Pemberian penghargaan
Agar guru giat menjalankan profesinya, maka diperlukanpenghargaan
terhadap prestasi yang telah ditorehkan,dan bahkan penghargaan perlu
juga diberikan kepadaguru tidak tetap sehingga tidak perbedaan
perlakukandiantara guru.
18. Model defisit
26
Kepala sekolah dan pengawas sekolah seharusnya mengatasidefisit
atau kekurangan dalam kinerja guru yang dikarenakan kelemahan guru
secara individual dalam menjalankan tugas profesinya. Untuk itu,
pemimpin sekolah perlu menerapkan manajemen kinerja terhadap guru
sehingga apabila guru mengalami kesulitan dalam menjalankan
tugasnya dapat dibantuoleh kepala sekolah dan pengawas sekolah
secara individual.
19. Model cascade atau desiminasi
Karena keterbatasan sumberdaya di sekolah, guru secara individual
dikirim untuk mengikuti pelatihan. Setelah selesai mengikuti
pelatihan, guru tersebut menyebarkan informasikepada rekan-rekannya
agar mereka juga memperolehpengetahuan yang sama.
20. Model berbasis standar
Model pengembangan ini menitikberatkan kepada standar-standar
yang harus dipenuhi dalam mengadakan pengembangan profesional
guru. Model ini kurang diminati karena lebih menitikberatkan pada
standar-standar yang harus dipenuhi bukan kepada kompetensi apa
yang
harus
dimiliki
guru
sehingga
pengelolaan
program
pengembangan profesional guru bersifat seragam tidak berdasarkan
kebutuhan.
21. Model mentoring
Model pengembangan ini melibatkan dua guru (guru pemula dan
berpengalaman) dan mengandung unsur konseling dan profesional.
Guru yang berpengalaman memberikan pelatihan kepada guru pemula
agar guru pemula dapat meningkatkanprofesionalnya. Ada pula yang
menyatakan model iniadalah model supervisi klinis kepada guru
pemula.
27
D. Implementasi Program Pengembangan Profesi Guru di Indonesia
a. Implementasi Secara Umum Program Sertifikasi Guru Di Indonesia
Dunia pendidikan erat kaitannya dengan proses transfer ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai karakter. Dimana pelaku utamanya adalah
guu. Guru menjadi poros utama yang menentukan kualitas peserta
didiknya dan lebih jauh lagi mempengaruhi mutu pendidikan. Jabatan
guru sebagai profesi bermula setelah dikeluarkannya Undang-Undang No
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan oleh
DPR. Sesuai dengan amanat Undang - Undang No 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah No 74
tahun 2008 tentang Guru dan Peraturan Menteri pendidikan Nasional No
18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan menyebabkan
perlu adanya penyelenggaraan sertifikasi profesi guru melalui penilaian
portofolio atau melalui pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh
Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang selanjutnya disebut
LPTK.
LPTK merupakan Perguruan Tinggi yang ditunjuk untuk
pelaksanaan proses sertifikasi (Permendikbud No.62 Tahun 2013). LPTK
yang dipilih merupakan perguruan tinggi yang
terakreditasi dan
ditetapkan oleh pemerintah. Sertifikasi guru sebagai upaya peningkatan
mutu guru yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan guru,
diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan meningkatkan
mutu layanan bimbingan dan konseling yang pada akhirnya meningkatkan
mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Bagi peserta
sertifikasi yang belum dinyatakan lulus, LPTK Rayon merekomendasikan
alternatif
untuk
melakukan
kegiatan
mandiri
untuk
melengkapi
kekurangan dokumen portofolio atau mengikuti Pendidikan dan Pelatihan
Profesi Guru (Diklat Profesi Guru atau PLPG) yang diakhiri dengan ujian.
28
PLPG diakhiri dengan uji kompetensi guru (UKG) yang dilakukan oleh
LPTK Penyelenggara Sertifikasi Guru dengan mengacu pada ramburambu Ujian PLPG. Uji kompetensi meliputi uji tulis dan uji kinerja
(praktik pembelajaran).
PLPG
sangat
diperlukan
dalam
meningkatkan
dan
mengembangkan sumber daya manusia dalam suatu lembaga pendidikan.
PLPG juga penting untuk membantu meningkatkan kemampuan sumber
daya manusia dengan lebih baik. Selain itu PLPG akan membawa
keuntungan bagi lembaga pendidikan, sehingga akan tercipta tenagatenaga pendidik yang profesional serta berkompetensi pada bidangnya
masing-masing.
Berdasarkan rambu-rambu pelaksanaan pendidikan dan latihan
profesi guru adapun penyelenggaraan PLPG dilakukan berdasarkan proses
baku sebagai berikut:
1. PLPG dilaksanakan oleh LPTK penyelenggara sertifikasi guru dalam
jabatan yang telah ditetapkan pemerintah.
2. PLPG diselenggarakan selama minimal 9 hari dan bobot 90 jam
pertemuan (JP), dengan alokasi 30 JP teori dan 60 JP praktik. Satu JP
setara dengan 50 menit.
3. Pelaksanaan PLPG bertempat di LPTK atau di kabupaten/kota dengan
memperhatikan kelayakannya (representatif dan kondusif) untuk proses
pembelajaran.
4. Rombongan
keahlian/mata
belajar
(rombel)
pelajaran.
PLPG
Dalam
diupayakan
kondisi
tertentu
satu
yang
bidang
tidak
memungkinkan (dari segi jumlah) rombel dapat dilakukan berdasarkan
rumpun bidang studi/mata pelajaran.
5. Satu rombel maksimal 30 orang peserta, dan satu kelompok peer
teaching/peer counseling/peer supervising maksimal 10 orang peserta
29
dalam kondisi tertentu jumlah peserta satu rombel atau kelompok peer
teaching/peer counseling/peer supervising dapat disesuaikan.
6. Satu kelompok peer teaching/peer counseling/peer supervising
difasilitasi oleh dua orang instruktur. Dalam kondisi tertentu, peer
teaching/peer counseling/peer supervising dapat difasilitasi oleh satu
orang, tetapi pada saat ujian, instruktur harus 2 orang.
7. Dalam proses pembelajaran, instruktur menggunakan multi media dan
multi metode yang berbasis pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan (PAIKEM).
8. PLPG diawali pretest sacara tertulis (1 JP) untuk mengukur kompetensi
pedagogic dan professional awal peserta.
9. PLPG diakhiri uji kompetensi dengan mengacu pada rambu-rambu
pelaksanaan PLPG. Uji kompetensi meliputi uji tulis dan uji kinerja
(praktik pembelajaran).
10. Ujian tulis pada akhir PLPG dilaksanakan dengan pengaturan tempat
duduk yang layak dan setiap 30 peserta diawasi oleh dua orang
pengawas.
11. Ujian praktik dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
a. Guru kelas dan guru mata pelajaran terpadu dengan kegiatan peer
teaching.
b. Guru bimbingan konseling atau konselor terpadu dengan kegiatan
peer counseling.
c. Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas, ujian praktik terdiri
atas penyusunan rencana program kepengawasan, penyusunan
laporan kepengawasan dan ujian praktik supervisi (peer supervising).
d. Sekurang-kurangnya satu penguji pada ujian praktik harus memiliki
NIA yang relevan atau dalam kondisi tertentu serumpun dengan mata
pelajarannya.
30
e. Ujian praktik mengajar dinilai dengan Lembar Penilaian Pelaksanaan
Pembelajaran (IPKG II), ujian praktik bimbingan konseling dinilai
dengan Lembar Penilaian Pelaksanaan Bimbingan Konseling.
f. Khusus untuk guru yang diangkat dalam jabatan pengawas ujian
praktik supervisi dinilai dengan lembar penilaian yang analog dengan
IPKG II.
12. Penentuan kelulusan peserta PLPG dilakukan secara objektif dan
didasarkan pada rambu-rambu penilaian yang telah ditentukan.
13. Peserta yang lulus mendapat sertifikat pendidik, sedangkan yang tidak
lulus diberi kesempatan untuk mengikut ujian ulang sebanyakbanyaknya dua kali. Ujian ulang diselesaikan pada tahun berjalan. Jika
terpaksa tidak terselesaikan, maka ujian ulang dilakukan bersamaan
dengan ujian PLPG kuota tahun berikutnya.
14. Pelaksanaan ujian diatur oleh LPTK penyelenggara sertifikasi guru
dalam jabatan dengan mengacu rambu-rambu ini.
15. Peserta yang belum lulus pada ujian ulang yang kedua diserahkan
kembali ke dinas pendidikan/kandepag kabupaten/kota untuk dibina
lebih lanjut18
Adapun materi PLPG disusun dengan memperhatikan empat kompetensi
guru, yaitu ”1) pedagogik, 2) profesional, 3) kepribadian, 4) sosial.”
Standarisasi kompetensi dirinci dalam materi PLPG ditentukan oleh LPTK
penyelenggara sertifikasi dengan mengacu pada rambu-rambu yang
ditetapkan oleh Dirjen Dikti atau Ketua Konsorsium Sertifikasi Guru dan
hasil need assesment. (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional, Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2009:Ramburambu Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) : 4-6)
31
b.
Analisis Mendalam permasalahan program sertifikasi guru di Indonesia
Menjadi guru bukan merupakan bakat sejak lahir, seseorang yang akan
menjadi guru profesional harus melewati proses pendidikan, pengarahan, dan
pelatihan yang intensif terlebih dahulu. Guru sebagai pemeran utama dalam
menentukan kualitas pendidikan memang sudah semestinya mendapatkan
sarana dalam mengupgrade kapasitas dirinya agar menjadi guru yang
berkompeten dan profesional yang kemudian berdampak pada peningkatan
kualitas peserta didik dan lebih jauh lagi menigkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia.
Dalam rangka merealisasikan amanat Undang-Undang No 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) tentang sertifikasi guru, pemerintah
telah menyusun berbagai program yang bertujuan untuk peningkatan kualitas
dan juga kesejahteraan guru. Salah satunya adalah adanya program sertifikasi
guru. Namun dalam realisasinya pelaksanaan program sertifikasi guru masih
menemui banyak permasalahan, baik dalam hal pelaksannannya maupun
pencapian tujuan sesuai dengan hasil yang diinginkan. Dalam praktiknya
ternyata banyak ditemui berbagai tindak penyelewengan baik yang nampak
hingga ke publik maupun yang terselubung oleh pihak-pihak tertentu.
Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Malem Sendah
Sembiring, Staf Peneliti Puslitjaknov, balitbang Kemdiknas, melalui
penelitiannya yang berjudul “Kajian Implementasi Kebijakan Program
Sertifikasi Guru” (Rohemi, 2013) mencatat setidaknya ada empat temuan
yang menunjukkan kegagalan program sertifikasi guru di Indonesia.
Pertama, implementasi kebijakan uji kompetensi guru melalui uji
portofolio diragukan pengaruhnya terhadap peningkatan kompetensi guru dan
mutu pembelajaran. Kedua, untuk memenuhi persyaratan penilaian portofolio
sejumlah guru terkendala dengan persyaratan jumlah jam mengajar dan
kualifikasi pendidikan. Ketiga, terindikasi adanya praktek-praktek kurang
terpuji alam proses mendapatkan dokumen yang diperlukan untuk penilian
32
portofolio guru. Keempat, belum terlihat adanya perbedaan kompetensi
akademik, paedagogik, sosial antara guru yang bersertifikat dan belum
bersertifikat (Jurnal Penelitian Kebijakan Pendidikan, vol. 8 tahun ke-3,
Agustus 2010) (Rohemi, 2013)
Dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa misi
sertifikasi guru untuk meningkatkan mutu pendidikan dan menyejahterakan
guru akan sulit terwujud bila hambatan dan kecurangan-kecurangan yang
sudah terjadi baik oleh pihak pemda maupun oleh para guru itu sendiri masih
tetap terpelihara. Praktik-praktik kecurangan yang telah terindikasi beberapa
tahun terakhir masih saja terjadi. Sehingga tidak menutup kemungkinan
proses sertifikasi guru akan gagal mencapai tujuannya.
Berkaitan dengan UUGD, banyak memberikan efek positif terhadap
profesi guru. Martabat guru semakin dihargai dan dihormati, kesejahteraannya
semakin diperhatikan, terlebih lagi dengan adanya program sertifikasi guru.
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru dan
dosen (UU No 14 Tahun 2005).
Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi
standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk
menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas. Tujuan
utamanya adalah meningkatkan profesionalitas guru sehingga kinerjanya lebih
baik dan kualitas pendidikan akan meningkat seiring dengan meningkatnya
profesionalitas guru tersebut. Sebagai konsekuensi logis dari disandangnya
predikat guru profesional, maka guru yang bersangkutan berhak untuk
mendapatkan tunjangan profesi, yaitu sejumlah uang yang besarnya sama
dengan satu kali gaji pokok PNS tiap bulan. Dengan adanya tunjangan
tersebut diharapkan kesejahteraan para guru meningkat dan yang lebih utama
dan esensial adalah kualitas guru semakin baik dan kompetensinya semakin
terasah.
33
Amanat UUGD yang berkaitan dengan sertifikasi guru ini didukung
secara penuh oleh Pemerintah. Komitmen pemerintah, dalam hal ini
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), dalam meningkatkan
profesionalitas guru di Indonesia ini dibuktikan dengan memberikan anggaran
Rp 70 triliun hingga tahun 2016 untuk membiayai peningkatan profesionalitas
guru melalui sertifikasi. Sebuah jumlah anggaran yang fantastis dan dianggap
wajar yang sedang dan akan digunakan bagi 2,7 juta guru yang saat ini ada di
Indonesia.
Tujuan mulia adanya sertifikasi guru ternyata dalam tataran
implementasinya
menimbulkan
berbagai
permasalahan.
Permasalahan-
permasalahan ini pada umumnya dikeluhkan oleh para guru, antara lain: tidak
transparannya penetapan kuota guru yang disertifikasi; banyak guru yang
seharusnya berhak, justru tidak ditetapkan sebagai peserta sertifikasi;
pembayaran tunjangan sertifikasi yang tidak menentu dan selalu terlambat;
kalaupun tunjangan profesi pada akhirnya dibayarkan, tetapi terkadang jumlah
bulan yang dibayarkan tidak utuh, harusnya 12 bulan misalnya, ternyata yang
cair hanya 9 bulan; jarak waktu yang lumayan agak lama antara pengumuman
kelulusan dengan penerbitan SK pencairan tunjangan profesi; khusus untuk
guru agama yang merangkap guru kelas atau kepala sekolah, namanya
terkadang tercantum pada kuota sertifikasi guru di Kemendiknas dan di
Kementerian Agama (Kemenag); kinerja guru yang sudah disertifikasi biasabiasa saja dan tidak menunjukkan peningkatan kinerja secara signifikan, tidak
ada perubahan yang berarti, malah kinerjanya lebih rendah dari guru yang
belum disertifikasi;
Masalah yang sangat mencolok adalah adanya disharmoni. Program
sertifikasi telah menimbulkan terjadinya kesenjangan atau disharmoni antara
guru-guru yang sudah disertifikasi dengan guru-guru yang belum. Banyak
guru senior di sekolah dasar yang hanya berbekal ijazah Sekolah Pendidikan
Guru (SPG) yang sudah bertahun-tahun mengajar tetapi tidak terpanggil untuk
34
disertifikasi. Sementara guru baru bergelar sarjana (S-1) yang baru beberapa
tahun mengajar sudah dipanggil untuk sertifikasi. Setelah proses sertifikasi
bergulir celakanya tidak ada alat evaluasi atau mekanisme yang jelas dan
mampu memetakan kinerja guru sebelum dan setelah disertifikasi. Yang ada
hanya ancaman kalau kelak ada evaluasi kinerja guru yang sudah disertifikasi
dan terbukti kinerjanya rendah, maka guru yang bersangkutan akan dicabut
tunjangan
profesinya.
Sepertinya
proses
sertifikasi
kurang
mampu
membangun etos kerja guru tetapi justru membuat para guru haus tunjangan.
Aspek ini yang menyebabkan para guru seperti menghalalkan segala
cara untuk mencapai tujuannya. Kisah bahwa kelulusan sertifikasi diperoleh
dengan curang bukanlah dongeng belaka. Manipulasi portofolio, kelengkapan
dokumen seperti piagam, makalah dan syarat-syarat lain yang diperlukan
menjadi bukti bahwa tunjangan sertifikasi jauh lebih menggiurkan ketimbang
prosesnya sendiri yang harus disertai dengan kerja keras membangun kultur
pendidikan.
c. Solusi permasalahan PLPG dan sertifikasi
Dengan memperhatikan berbagai problematika dalam realisasi sertifikasi
guru, bukan berarti sertifikasi guru ini harus ditinjau ulang dan distop
pelaksanaannya. Sertifikasi guru harus tetap berlangsung dan terus dievaluasi
secara komprehensif karena program ini merupakan amanat undang-undang.
Dalam tataran penerapannya ada beberapa aspek atau komponen yang harus
dibenahi, antara lain :
1. Pentingnya peran petugas dalam pelaksanaan program sertifikasi guru dalam
jabatan seharusnya diimbangi dengan pemenuhan jumlah sumber dayanya.
Maka dari itu perlu untuk memerhatikan jumlah staf atau pegawai yang
dibutuhkan untuk melaksanakan segala kegiatan yang berhubungan dengan
implementasi program sertifikasi guru serta sumber daya finansialnya.
35
2. Sosialisasi merupakan hal yang penting agar program sertifikasi guru dalam
jabatan dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan harapan. Maka dari itu
seharusnya kegiatan sosialisasi ini lebih ditingkatkan lagi agar pelaksanaan
program sertifikasi guru ini berjalan sesuai dengan panduan yang telah
ditetapkan sehingga baik para pelaksana maupun peserta dapat melaksanakan
tugas dan fungsinya masing-masing dengan baik.
3.
Dalam melaksanakan suatu program, kegiatan pengawasan dan Pembuatan
laporan secara kontinyu sangat dibutuhkan untuk nantinya dapat digunakan
sebagai patokan atau acuan dan sebagai bahan evaluasi. Untuk itu seharusnya
dalam memberikan laporan pelaksanaanprogram harus sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan agar dapat melihat perkembangan dari program
sehingga memudahkan
dalam
pengambilan
keputusan dan tindakan
selanjutnya. (Ningrum Fauziah Yusuf, dkk. 2017)
4. Diperlukan adanya kesadaran diri khususnya bagi guru yang sudah
tersertifikasi, sudah semestinya berupaya munjukkan kinerja yang lebih baik
lagi, khususnya kinerja yang terkait dengan proses belajar mengajar sangat
erat kaitannya dengan usaha meningkatkan mutu pendidikan.
5. Keyakinan dalam diri setiap guru yang sudah maupun belum tersertifikasi
bahwa tunjangan profesi bukan tujuan utama dan bukan segala-galanya.
Semangat atau tidaknya mengajar bukan dikarenakan ada atau tidaknya
tunjangan profesi. Guru bukan merupakan mata pencaharian yang akan
menjadikan kita kaya karena guru adalah pengabdian yang berbalas pahala
dan tunjangan itu hanyalah penghargaan. Maka sudah seharusnya mindset
ingin kaya dengan menjadi guru karena berbagai tunjangan yang didapatkan
harus dibuang jauh-jauh. Tanamkan dalam diri sebuah keyakinan bahwa
mendidik merupakan panggilan jiwa, panggilan hati nurani, yang harus bersih
dari motivasi duniawi.
36
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengembangan profesionalitas guru didefinisikan sebagai upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan taraf atau derajat profesi seorang guru yang
menyangkut kemampuan guru, baik penguasaan materi ajar atau penguasaan
metodologi pengajaran, serta sikap keprofesionalan guru menyangkut motivasi
dan komitmen guru dalam menjalankan tugas sebagai guru.
Guru profesional adalah guru yang menyadari bahwa dirinya adalah pribadi
yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik untuk/dalam belajar.
Sehingga,guru secara terus-menerus perlu mengembangkan pengetahuannya
tentang bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar. Perwujudannya, jika
terjadi kegagalan pada peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan akar
penyebabnya dan mencari solusi bersama peserta didik, bukan mendiamkannya
atau malahan menyalahkannya. Sikap yang harus senantiasa dipupuk adalah
kesediaan untuk mengenali diri dan kehendak untuk memurnikan keguruannya
serta mau belajar dengan meluangkan waktu untuk menjadi guru.
Strategi dalam pengembanganprofesionalitas dapatdirumuskankedalam tiga
level yaitu: pertama upaya-upaya profesionalisasi yang dilakukan oleh guru
secara pribadi agar mereka dapat meningkatkan kualitas keprofesionalan, dengan
atau tanpa bantuan pihak lain. Dengan kata lain dapat dikatakan sebagai pelatihan
mandiri. Kedua, pengembangan yang dilakukan oleh manajemen lembaga melalui
berbagai kebijakan manajerial yang dilakukan. Kedua level ini dapat
diaktegorikan dalam strategi mikro pengembangan profesional guru. Sedangkan
level ketiga adalah upaya pengembangan pada level makro yang menjadi
tanggung jawab pemerintah dan masyarakat secara luas dalam kerangka
manajemen pendidikan nasional.
37
3.2 Saran
Diharapkan bagi pembaca khusunya mahasiswa jurusan kependidikan dan
calon guru serta para guru supaya lebih meningkatkan dan mengembangkan
profesinya sehingga menjadi guru yang lebih professional dan berkualitas dalam
upaya menambah wawasan dan memperkaya pengetahuan pesertadidik.
38
DAFTAR PUSTAKA
Alzano, Alfi. 2015.” Efektivitas Program Sertifikasi Guru Dalam Meningkatkan
Mutu Hasil Pendidikan (Studi pada SMK Negeri 2 Batusangkar)”. Skripsi.
Bandung. Program Sarjana Unpad.
Chairiah, Siti. 2010. “Efektivitas Pendidikan Dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Dalam Menunjang Profesionalisme Guru (Studi Kasus Pada Guru Smp
Muhammadiyah 22 Setiabudi Pamulang Tangerang – Banten).”. Skripsi
Program Studi Ki-Manajemen Pendidikan . Jakarta. Fakultas Ilmu Tarbiyah
Dan Keguruan Uin Syarif Hidayatullah
Danil, Deden. 2009. “Upaya Profesionalisme Guru Dalam Meningkatkan Prestasi
Siswa di Sekolah (Study Deskriptif Lapangan di Sekolah Madrasah Aliyah
Cilawu Garut)”. Garut: Jurnal Pendidikan Universitas Garut. Vol. 3,No. 1.
Danim, Sudarwan. 2011. Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Sertifikasi
Guru dalam Jabatan Tahun 2009:Rambu-rambu Pelaksanaan Pendidikan
dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG).
Drajat, Manpandan Ridwan Effendi. 2014. Etika Profesi Keguruan. Bandung:
Alfabeta.
Lilies, Noorjanah. 2014. “Pengembangan Profesionalisme Guru Melalui Penulisan
Karya Tulis Ilmiah Bagi Guru Profesional di SMA NEGERI 1 KAUMAN
KABUPATEN TULUNGAGUNG”. Tulungagung: Jurnal Humanity. Vol.
10,No. 1.
Mustofa. 2007. “Upaya Pengembangan Profesionalisme Guru di Indonesia”.
Yogyakarta: Jurnal Ekonomi dan Pendidikan. Vol. 4,No. 1.
Pahrudin. 2015. “Peningkatan Kinerja dan Pengembangan Profesionalitas Guru
Sebagai Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia”. Surakarta:
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Ekonomi dan Bisnis.
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia. Nomor 62
Tahun 2013 Tentang Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Dalam Rangka
Penataan Dan Pemerataan Guru.
Rohemi. 2013. “Sertifikasi Guru dan Problematikannya”. Semarang: Seminar
Nasional Evaluasi Pendidikan.
39
Sobri, Ahmad Yusuf.2016. “Model-Model Pengembangan Profesionalisme Guru”.
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII. Malang.
Syahrul. 2009. ”Pengembangan Profesi dan Kompetensi Guru Berbasis Moral dan
Kultur”. Malang: Jurnal MEDTEK. Vol. 1,No. 1.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebagai Tenaga
Profesi.
Yusuf, Ningrum Fauziah; Herijanto Bekti; Dedi Sukarno. 2017. “Implementasi
Program Sertifikasi Guru Dalam Jabatan (Studi Pada Madrasah Aliyah
Negeri Ciparay Kabupaten Bandung)”. Bandung: Jurnal Administrasi
Negara.Volume 2 No 1.
40
Download