Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 703- 710 p-ISSN : 2528-3561 e-ISSN : 2541-1934 Pengaruh Tanaman Bintang Air (Cyperus Papyrus) Dan Bambu Air (Equisetum Hyemale) Dalam Mengolah Limbah Domestik Muhammad Al Kholif 1*, Syahrul Hidayat2, Joko Sutrisno3, Suning 4 1,2,3 Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, Jawa Timur 4 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, Jawa Timur *Koresponden email: [email protected] Diterima: 15 Oktober 2019 Disetujui: 19 November 2019 Abstract One of the technologies that will be used to overcome the problem of environmental pollution due to the generation of greywater is by applying Constructed Wetlands using aquatic plants. Aquatic plants that will be used in this study are using Bintang Air (Cyperus papyrus) and Bambu Air (Equisetum hyemale) plants. The purpose of this study was to determine the effectiveness of decreasing BOD5 and COD parameters and comparing the ability of each plant to absorb pollutants in greywater. The results showed that the Bintang Air (Cyperus papyrus) plant was able to set aside BOD5 levels of 97.14% while the efficiency of COD levels was 95.43%. At Bambu Air (Equisetum hyemale) it is able to set aside BOD5 levels by 90.34% while efficiency for COD is 89.67%. When viewed from the ability of the two types of plants to absorb pollutants in domestic wastewater, the Bintang Air (Cyperus papyrus) plant is superior in absorbing pollutants than the Bambu Air (Equisetum hyemale) plant. Keywords: Greywater, Constructed Wetlands, Small Bamboo (Equisetum hyemale), Water Star (Cyperus papyrus) BOD5 and COD. Abstrak Salah satu teknologi yang akan digunakan untuk mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan akibat timbulan limbah cair domestik adalah dengan menerapkan Constructed wetlands menggunakan tanaman air. Tanaman air yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tanaman Bintang Air (Cyperus papyrus) dan Bambu Air (Equisetum hyemale). Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penurunan parameter BOD5 dan COD, serta membandingkan kemampuan masing-masing tanaman dalam menyerap pencemar pada air limbah domestik. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada tanaman Bintang Air (Cyperus papyrus) mampu menyisihkan kadar BOD5 sebesar 97,14 % sedangkan untuk kadar COD terjadi efisiensi sebesar 95,43%. Pada Bambu Air (Equisetum hyemale) mampu menyisihkan kadar BOD5 sebesar 90,34 % sedangkan untuk kadar COD terjadi efisiensi sebesar 89,67%. Jika dilihat dari kemampuan ke dua jenis tanaman dalam menyerap polutan air limbah domestic, maka tanaman Bintang Air (Cyperus papyrus) lebih unggul dalam menyerap polutan dari pada tanaman Bambu Air (Equisetum hyemale). Kata kunci : Air Limbah Domestik, Constructed Wetlands, Bambu Air (Equisetum hyemale), Bintang Air (Cyperus papyrus), BOD5 dan COD. 1. Pendahuluan Dewasa ini kebutuhan hidup manusia semakin banyak dan beragam, sehingga bermunculan hal-hal baru. Dengan gaya hidup modern dapat menimbulkan permasalahan lingkungan. Menurut [1] air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama merupakan sumber utama penghasil limbah domestik. Dalam sektor rumah tangga (domestik), pengelolaan limbah menjadi hal yang cukup sulit dilakukan karena banyaknya penggunaan deterjen. Selain itu sumber utama penghasil air limbah domestik yaitu rumah tangga, industri dan rumah sakit yang biasanya mengandung bahan yang berbahaya bagi lingkungan dan kehidupan manusia ataupun mahluk hidup lainnya [2]. Untuk mengetahui besarnya bahan organik dapat dilakukan dengan menentukan jumlah kadar oksigen, baik yang dari bakteri maupun proses kimia untuk mengoksidasi zat limbah menjadi senyawa 703 Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 703- 710 p-ISSN : 2528-3561 e-ISSN : 2541-1934 yang lebih sederhana. Sehingga kandungan bahan organik dalam limbah cair domestik dapat ditentukan dengan nilai kebutuhan oksigen biologis atau Biologhycal Oxygen Demand (BOD5) dan kebutuhan oksigen kimiawi atau Chemical Oxygen Demand (COD). Sistem Constructed Wetlands merupakan sarana alternatif pengolahan air limbah, sistem ini sudah banyak digunakan di berbagai negara dan di Indonesia penggunaan sistem ini mulai populer. Tumbuhan Bambu Air (Equisetum hyemale) dan Bintang Air (Cyperus papyrus) merupakan tanaman yang memiliki kemampuan hidup di air. Dua tumbuhan ini akan digunakan untuk bahan percobaan menentukan bagaimana efektifitasnya dalam menurunkan nilai BOD5 dan COD limbah cair domestik. Constructed Wetlands atau dikenal dengan lahan basah buatan adalah teknologi pengolahan air limbah pada tahap ke tiga. Proses pemulihan air di dengan Constructed Wetlands dapat dilakukan dengan metode fisika, kimia ataupun biologis dengan bantuan mikroorganisme [3]. Data beberapa penelitian, bahwa sistem Constructed Wetlands dapat menyisihkan COD 33-77% [4]. Di daerah Kembang Kuning I sampai saat ini belum pernah dilakukan pengolahan limbah cair domestik, sehingga mengakibatkan kondisi lingkungan yang kurang sehat. Kondisi lingkungan yang kurang sehat tersebut ditandai dengan kondisi-kondisi seperti bau tidak sedap, warna selokan yang hitam, dan kadang terjadi pemampatan aliran air karena penumpukan limbah yang tidak bisa diuraikan oleh bakteri. Kondisi yang tidak seimbang ini dikarenakan keberadaan bakteri pengurai yang semakin berkurang terkena limbah yang mengandung deterjen. Demi terwujudnya sistem sanitasi kota yang baik dan lingkungan hidup yang sehat bagi masyarakat, sangat dibutuhkan adanya penyisihan patogen, unsur organik, dan nutrien dari limbah cair domestik di mana hal tersebut merupakan kebutuhan yang mendasar [5]. Untuk itu diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat mengatasi kondisi tersebut di atas. 2. Metode Penelitian Penelitian ini diawali dengan mengambil sampel limbah cair domestik kemudian dilakukan treatment untuk melihat penurunan kadar BOD5 dan COD pada air limbah domestik dengan menggunakan Constructed Wetlands yang diaplikasikan pada tanaman Bintang Air (Cyperus papyrus) dan Bintang Air (Cyperus papyrus). Lokasi pengambilan sampel air limbah domestik di Kelurahan Darmo, Kecamatan Wonokromo, Surabaya. Pada daerah tersebut terdapat beberapa sumber utama penghasil air limbah domestik seperti perumahan, perkantoran, rumah makan dan lain-lain. Dalam penelitian ini dilakukan dua perlakuan, yaitu Perlakuan 1, dengan menggunakan tanaman Bintang Air (Cyperus papyrus) dan Perlakuan 2, dengan menggunakan tanaman Bambu Air (Equisetum hyemale). Kedua tanaman tersebut dimasukkan ke reaktor Constructed Wetlands untuk menguraikan air limbah domestik. Untuk menurunkan beban pencemar BOD dan COD pada pengolahan air limbah, dapat digunakan tanaman air dengan sistem Constructed Wetlands [6]. Setelah tanaman dianggap mampu tumbuh pada reaktor Constructed Wetlands yang berisi air limbah, maka langkah selanjutnya adalah dengan melakukan pengambilan data untuk kedua parameter tersebut. Masing-masing parameter dilakukan pengamatan selama 5 hari untuk masing-masing tanaman dengan tujuan ingin mengetahui perubahan penurunan beban pencemar pada air limbah domestik. Analisis parameter BOD dan COD mengikuti prosedur analysis sesua dengan standar metode pengolahan air limbah [7]. Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan analisis data dan dilakukan dalam bentuk tabulasi kemudian disajikan dalam bentuk grafik. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Karakteristik Awal Air Limbah Domestik Limbah cair domestik merupakan hasil akhir dari aktivitas hidup manusia yang berkaitan dengan penggunaan air [8]. Karakteristik limbah cair domestik bermacam-macam, tergantung dari gaya hidup penghuni rumah, kebiasaan cara makan, penggunaan bahan tertentu untuk membersihkan rumah, intensitas kegiatan yang menggunakan air, dan lain lain [9]. Hasil penelitian ini terbilang masih belum cukup untuk mengurangi parameter agar sesuai dengan standard baku mutu yang tertera dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 52 tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, yakni untuk parameter sebesar BOD 75 mg/L dan COD 180 mg/L [8]. Dalam penelitian ini hasil yang diperoleh untuk parameter BOD sebelum pengolahan yaitu sebesar 858 mg/L dan untuk kadar COD sebesar 1029 mg/L. Dengan demikian masih diperlukan pengolahan lebih lanjut terhadap air baku limbah domestik agar layak untuk dibuang ke badan air. Penelitian yang dilakukan oleh [10] dengan mengambil sampel pada daerah Dukuh Menanggal, Surabaya diperoleh nilai awal air limbah domestik untuk parameter BOD sebesar 186,24 mg/L, COD 352 mg/l, DO 1,2 mg/L dan TSS 400 mg/l. Karakteristik air limbah domestik untuk masing-masing daerah juga berbeda-beda. Besaran nilai beban pencemar ini dipengaruhi oleh besaran volume air limbah domestik yang dibuang ke 704 Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 703- 710 p-ISSN : 2528-3561 e-ISSN : 2541-1934 lingkungan. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor gaya hidup masyarakat yang membuang limbah langsung ke badan. Penerapan teknologi dalam mengolah air limbah domestik juga menunjukan hasil yang berbeda. Pengolahan air limbah domestik memiliki permasalah pokok yang ditimbulkan dari teknologi yang diterapkan. Tabel 1 merupaka kajian dari beberapa peneliti yang telah menilai tingkat efisiensi metode inovatif untuk mengolah limbah domestik [11]. No 1. 2. 3. 4. 5. Tabel 1. Penerapan teknologi dalam mengolah limbah domestik Teknologi Pengolahan Permasalahan Pokok Peneliti Sequencing batch reactor Dalam proses penerapannya SBR membutuhkan [12; 13;14] (SBR) operator yang sangat terampil karena penerapannya membutuhkan konsentrasi yang tepat dari oksigen yang larut dalam air dengan Mixed Liquor Suspended Solid (MLSS) Upflow anaerobic Sludge Tingkat efisiensi UASB dalam menurunkan [15; 16; 17] Blanket (UASB) pencemar COD pada air limbah domestik adalah kurang dari 70%. Teknologi UASB sangat bergantung pada suhu yang ada dalam pengolahan. Untuk mencapai hasil yang maksimal maka suhu dalam pengolahan harus di jaga di atas 35 0C Membrane Bioreaktor MBR memiliki biaya operasional dan investaasi [18; 19; 20; 21] Technology (MBR) yang tinggi dalam proses pengolahan limbahnya sehingga MBR tidak cocok diterapkan dalam skala masyarakat lokal yang memiliki tingkat perekonomian yang rendah. Constructed Wetland Penggunaan tanaman dalam CW juga membawa [22; 4; 23; 24] (CW) dan intermitten masalah tersendiri. Tidak semua jenis tanaman sand filter (ISF) mampu mengolah limbah domestik dengan baik sedangkan ISF diterapkan sebagai penyaring. Dalam kasusnya ISF membutuhkan tanaga yang terampil dalam proses intermittennya Rotating Biological Pengolahan limbah domestik dengan RBC [25; 26; 27] Contractor (RBC) dengan dalam skala laboratorium memiliki efisiensi penggunaan koagulan yang cukup bagus, namun menjadi kimia permasalahan tersendiri jika diterapkan dalam skala besar. 3.2. Penurunan Parameter BOD5 Constructed wetlands adalah suatu unit pengolahan limbah dengan konsep rawa buatan yang bertujuan untuk menjernihkan air sehingga tidak mencemari lingkungan. Konsep yang diterapkan yaitu dengan menerapkan tumbuhan air yang berpotensi penting dalam proses pemulihan kualitas air limbah secara alamiah [28]. Teknologi ini merupakan sistem pengolahan limbah cair yang terencana atau terkontrol yang telah didesain sedemikian rupa sehingga bisa dijalankan menggunakan proses alami dengan menggunakan tanaman pengurai limbah, media tanam, dan mikroorganisme serta gaya gravitasi untuk mengolah air limbah [29]. Dalam penggunaannya, Constructed wetlands melibatkan banyak unsur seperti air, media (pasir, kerikil, atau media filtrasi lainnya), tanaman air, mikroorganisme dan litter (daun atau batang yang gugur) [30]. Dalam cara kerjanya, metoda Constructed Wetlands memiliki berbagai jenis pengaliran. Yang pertama adalah Free Water Surface (FWS), di mana air mengalir di atas permukaan media tanaman dan yang kedua adalah Subsurface Flow (SSF), di mana air melewati media tempat tumbuh tanaman. Alasan pemilihan kedua pengaliran tersebut mengikuti fenomena alam dimana pada musim penghujan tanaman tergenang air dan pada musim penghujan tanaman tidak tergenang air [31]. Tipe SSF dibagi menjadi dua berdasarkan arah aliran, yaitu arah horizontal (HSSF) dan vertikal (VSSF) [30]. Tanaman yang digunakan dalam Constructed wetlands adalah jenis tanaman air. Berdasarkan tempat hidupnya tanaman air dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu emergent plants, floating leaved plants, submerged plants, and free floating plants. Jenis emergent plants merupakan jenis tanaman yang hidup di tanah dengan kondisi air yang jenuh. Bagian atas hingga batang berada di udara bebas dan sebagian batang hingga akar berada di atas tanah dan terendam air. Jenis floating leaved plants adalah 705 Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 p-ISSN : 2528-3561 e-ISSN : 2541-1934 hal 703- 710 jenis tanaman yang tumbuh di tanah yang terendam. Tanaman ini terendam hingga keseluruhan batangnya tetapi daunnya tidak terendam. Jenis submerged plants jenis tanaman yang mulai akar hingga daun berada di dalam air. Dan jenis free floating plants adalah jenis tanaman yang tidak berakar di media tanah [30]. Indonesia merupakan negara dengan iklim hangat, adapun tanaman air yang bisa hidup di iklim hangat antara lain Papyrus (Cyperus papyrus), Umbrella (Cyperus albostriatur), Dwarf Papyrus (Cyperus haspens), Small Bamboo (Equisetum hyemale), Typa latifolia, Canna lily, Calla lily, dan jenis Vetifer [32]. Penambahan variabel sangat disarankan untuk penelitian selanjutnya demi mendapatkan nilai efisiensi yang lebih baik, seperti contohnya penggunaan jumlah tanaman dan kerapatannya, metode yang digunakan dalam reaktor Constructed Wetlands, dan sebagainya. Adapun untuk memperkuat data yang dihasilkan, bisa dilakukan analisis permanganat pada poses aklimatisasi tanaman. Treatment penurunan kadar BOD5 pada limbah cair domestik menggunakan Constructed Wetlands dengan masing-masing perlakuan sudah terjadi pada hari pertama dan mengalami perubahan sampai pada hari ke-5. Adapun data hasil analisisnya dapat dilihat pada Gambar 1. 120 Efisiensi (%) 100 80 Bintang Air (Cyperus Papyrus) 60 40 20 0 0 1 2 3 4 5 Hari ke Gambar 1. Grafik efisiensi penurunan BOD5 Dari data di atas dapat dikatakan bahwa penurunan kadar BOD5 setelah treatment sudah terlihat pada hari pertama treatment hingga hari ke-5. Hasil treatment penurunan kadar BOD5 menggunakan Constructed Wetlands dengan tanaman Bintang Air (Cyperus papyrus) pada hari ke lima paling efektif daripada hari-hari lainnya karena mampu menurunkan kadar BOD5 hingga 97,14 %. Hal ini bisa terjadi karena jumlah dari inlet juga mempengaruhi besar persentase efisiensinya. Sedangkan untuk tanaman Bambu Air (Equisetum hyemale), hasil yang diperoleh pada penurunan kadar BOD5 menggunakan Constructed Wetlands pada hari ke lima juga adalah yang paling efektif daripada hari-hari lainnya yaitu mampu menurunkan kadar BOD5 paling besar yaitu sebesar 95,43 %. Tingginya nilai efisiensi penyisihan beban pencemar pada air limbah domestik pada hari ke lima karena kemampuan ke dua jenis tanaman dalam menyerap polutan. Jika dilihat dari data yang diperoleh baik tanaman Bintang Air (Cyperus papyrus) maupun tanaman Bambu Air (Equisetum hyemale) ternyata lebih efektif menyerap polutan pada hari ke lima penelitian. Kemampuan biofilter anaerob bermedia batu apung dalam menyisihkan beban pencemar BOD5 juga sangat besar, dimana dengan terknologi tersebut mampu menyisihkan beban pencemar BOD5 sebesar 95% [33]. Pengolahan air limbah domestik dengan menggunakan Moving Bed Biofilter Reactor (MBBR) bermedia kaldness mampu menyisihkan kadar BOD5 sebesar 83,3% dan media batu apung mampu menyisihkan kadar BOD5 sebesar 75,6 [33]. Bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh [34], dimana nilai persentase efisiensi penurunan kadar BOD5 yang dihasilkan mencapai 97,06 %. Penelitian ini dikatakan lebih unggul. Hal ini disebabkan lama waktu yang digunakan adalah 3 hari, sedangkan penelitian ini dilakukan selama 5 hari. Kemudian jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh [35], di mana nilai efisiensinya adalah 94,80 %. Penelitian yang dilakukan oleh [36], mampu menyisihkan beban pencemar hingga mencapai 1.350 mg/L. Umumnya air limbah domestik memainkan peran utama dalam meningkatkan konsentrasi zat organik. Penelitian yang dilakukan oleh [11] dimana air limbah domestik membutuhkan waktu 2 minggu untuk mencapai kondisi stady state 706 Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 p-ISSN : 2528-3561 e-ISSN : 2541-1934 hal 703- 710 mampu menyisihkan 62% polutan BOD5 dan COD. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh [12] mampu menyisihkan BOD5 sebesar 82% dengan proses pengamatan selama 36 hari. 3.3. Penurunan Parameter COD Penggunaan air limbah domestik untuk menyiram toilet dan penggunaan irigasi dapat mengurangi konsumsi air setidaknya 50% [37]. Air limbah domestik akan sangat bermanfaat jika dapat diolah menjadi air bersih. Dengan teknologi pengolahan yang tepat air limbah domestik yang diolah akan memiliki nilai guna kembali dan tidak harus dibuang sebagai limbah yang mungkin dapat menyebabkan pencemaran lingkungan di kemudian hari. Teknologi yang digunakan untuk mengolah air limbah domestik diantaranya adalah pengolahan secara kimia, fisika dan biologi. Teknik utama pengolahan secara kimia diterapkan untuk mengolah air limbah domestik sperti koagulasi, pertukaran ion dan karbon aktif [4]. Penelitian yang dilakukan oleh [27], menyatakan bahwa air limbah domestik dapat dilakukan dengan menggunakan koagulasi dan resin pertukaran ion magnetik. Air limbah domestik jika diolah dengan benar, maka bisa bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan. Dibeberapa negara maju air limbah domestik diolah untuk menjadi air bersih dan dimanfaatkan untuk kebutuhan lain seperti menyiram tanaman, toilet dan lain-lain. Pengolahan air laimbah domestik akan memberikan dampak positif dengan berkurangnya pengeluaran untuk kebutuhai air minum dan biaya keperluan yang lain [38]. Analisis parameter COD semakin hari semakin meningkat efisiensinya. Hasil data dapat dilihat pada Gambar 2. 120 Efisiensi (%) 100 80 60 Bintang Air (Cyperus Papyrus) 40 20 0 0 1 2 3 4 5 Hari ke Gambar 2. Grafik efisiensi penurunan COD Berdasarkan hasil yang ada, dapat dikatakan bahwa kadar treatment sudah terlihat pada hari pertama diikuti dengan treatment pada hari berikutnya hingga hari ke-5 dan efisiensinya semakin meningkat. Efisiensi penurunan kadar COD dengan tanaman Bintang Air (Cyperus papyrus) paling efektif terjadi di hari ke lima dengan persentase 90,34 %. Sedangkan pada tanaman Bambu Air (Equisetum hyemale), mampu menurunkan kadar COD paling efektif terjadi di hari ke lima juga dengan persentase efisiensi sebesar 89,67 %. Penelitian ini lebih unggul jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh [39], di mana nilai efisiensi penurunannya adalah 60,60 %. Kondisi ini disebabkan lamanya penelitian dilakukan selama 3 hari. Kemudian jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh [40], penelitian ini lebih unggul karena nilai efisiensi yang dihasilkan adalah 63.11 %. Hal ini bisa terjadi karena media yang digunakan adalah kerikil di mana kerapatannya lebih renggang dari tanah, selain itu lama waktu yang digunakan adalah 2 hari sedangkan penelitian ini dilakukan selama 5 hari dengan media tanah yang memiliki kerapatan yang lebih baik dari kerikil. Penggunaan teknologi MBBR bermedia kaldness dalam mengolah air limbah domestik mampu menyisihan kadar COD sebesar 84,2% sedangkan pada media batu apung mampu menyisihkan kadar COD sebesar 70,8% [10]. Penelitian yang dilakukan oleh [38, 41], dimana rata-rata efisiensi penurunan angka COD mencapai 64% pada reaktor UASB dan 70% pada reaktor anaerob. Pengolahan air limbah domestik dengan teknologi Biofilter anaerob bermedia batu apung mampu menurunkan kadar COD sebesar 97%. Kemampuan daya serap batu apung dan sebagai tempat tumbuh dan berkembang biaknya miktoorganisme berpengaruh besar terhadap nilai penyisihan kadar COD [33]. Penyisihan COD bisa berkisar antara 76-95% dari air limbah domestik yang bersumber dari aktivitas rumah tangga [11]. Penerapan pasir silika sebagai media filter dalam pengolahan limbah domestik yang diterapkan beberapa 707 Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 703- 710 p-ISSN : 2528-3561 e-ISSN : 2541-1934 batch mampu menyisihkan pencemar COD hingga 90% [42]. Dengan sistem pengolahan yang murah dan mudah, maka pengolahan air limbah domestik untuk digunakan kembali dapat berkontribusi dalam pengembangan lingkungan maupun wilayah perkotaan [38]. Penggunaan satu tipe teknologi tidak akan cukup untuk memenuhi standar penggunaan kembali hasil olahan limbah cair domestik. Dengan demikian perlu penggabungan teknologi untuk memungkinkan penggunaan kembali air limbah domestik sesuai dengan baku mutu yang ditentukan [43]. 4. Kesimpulan Hasil penelitian yang diperoleh telah menunjukan penurunan efisiensi yang begitu besar. Besar efisiensi penurunan beban pencemar BOD5 dan COD dalam mengolah air limbah domestik dengan menggunakan Constructed Wetlands sudah terlihat nilai efisiensinya sejak hari pertama penelitian. Ratarata penyisihan beban pencemar BOD5 dan COD untuk ke dua jenis tanaman terjadi pada hari ke lima penelitian. Untuk parameter BOD5 tanaman Bintang Air (Cyperus papyrus) mampu menyisihkan beban pencemar sebesar 97,14 % dan Bambu Air (Equisetum hyemale) sebesar 95,43 %. Pada parameter COD tanaman Bintang Air (Cyperus papyrus) mampu menyisihkan beban pencemar sebesar 90,34 % dan Bambu Air (Equisetum hyemale) sebesar 89,67 %. Sedangkan dalam hal pengaruh jenis tanaman dalam menurunkan nilai BOD5 dan COD, tanaman Bintang Air (Cyperus papyrus) lebih unggul daripada Bambu Air (Equisetum hyemale). 5. Ucapan Terima Kasih Dukungan dana penelitian ini bersumber dari Universitas PGRI Adi Buana Surabaya pada skema penelitian unggulan Adi Buana tahun anggaran 2019. Selain itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Herlando yang telah banyak membantu dalam menganalisis sampel limbah di laboratorium lingkungan Universitas PGRI Adi Buana Surabaya. 6. Daftar Pustaka [1] Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik. [2] Metcalf & Eddy, 2003, Wastewater Engineering: Treatment, Disposal and Reuse, 4th ed., McGraw Hill Book Co., New York. [3] Brix, H., Arias, C.A., 2005. Danish guidelines for small-scale constructed wetland systems for onsite treatment of domestic sewage. Water Sci. Technol. 51 (9), 1–9. [4] Li, F., Wichmann, K., Otterpohl, R., 2009. Review of the technological approaches for grey water treatment and reuses. Sci. Total Environ. 407, 3439-3449. [5] Langergraber, G. 2013. “Are constructed treatments wetlands sustainable sanitation solutions?”. Water Science & Technology. Vol 67, 2133-2140. [6] Sutyasmi, S., Susanto, H, B. 2013. Penggunaan Tanaman Air (Bambu Air dan Melati Air) pada Pengolahan Air Limbah Penyamakan Kulit untuk Menurunkan Beban Pencemar Dengan Sistem Wetland dan Adsorpsi. Majalah Kulit, Karet, dan Plastik Vol.29 No.2 Desember Tahun 2013: 69-76. [7] APHA, 2005. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater, 21st ed. American Public Health Association, American Water Works Asso-ciation, Water Environmental Federation, Washington. [8] Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 52 Tahun 2014, Tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri dan/atau Kegiatan Usaha Lainnya. [9] Eriksson, E., Karina, A., Mogen, H., Anna, L. 2002. Characteristic of Grey Wastewater. Urban Water 4, 85-104. [10] Al Kholif, M, Joko Sutrisno dan Ilham Dwi Prasetyo, 2018. Penurunan Beban Pencemar pada Limbah Domestik dengan Mengunakan Moving Bed Biofilter Rekator (MBBR). Al-Ard Jurnal Teknik Lingkungan. Volume 14 Nomor 1 September 2018 Halaman 01-08. [11] Assayed, A., Chenoweth, J., Pedley, S., 2015. Drawer Compacted Sand Filter: a new and innovative method for on-site greywater treatment. Environ. Technol. 35, 2435–3446. [12] Dalahmeh, S., Assayed, M., Suleiman, W., 2009. Themes of stakeholder participation in greywater management in rural communities in Jordan. Desalination 243, 159–169. [13] Janczukowicz, W., Zewczyk, M., Krzemieniewski, M., Pesta, J., 2001. Settling properties of activated sludge from a sequencing batch reactor (SBR). Pol. J. Environ. Stud. 10, 15-20. 708 Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 703- 710 p-ISSN : 2528-3561 e-ISSN : 2541-1934 [14] Lamine, M., Bousselmi, L., Ghrabi, A., 2007. Biological treatment of greywater using sequencing batch reactor. Desalination 215, 127-132. [15] Hernandez, L., Temmink, H., Zeeman, G., Marques, A., Buisman, C., 2008. Comparison of three systems for biological greywater treatment. Proceedings of Sanitation Challenge: New Sanitation Concepts and Models of Governance, Wageningen, the Netherlands, pp. 357–364. [16] Elmitwalli, T.A., Otterpohl, R., 2007. Anaerobic biodegradability and treatment of grey water in upflow anaerobic sludge blanket (UASB) reactor. Water Res. 41, 1379–1387. [17] Halalsheh M, Dalahmeh S, Sayed M, Suleiman W, Shareef M, et al. (2008) Grey Water Characteristics and Treatment Options for Rural Areas in Jordan. Bioresour Technol 99: 66356641. [18] Merz, C., Scheumann, R., El Hamouri, B., Matthias, K., 2007. Membrane bioreactor technology for the treatment of greywater from a sports and leisure club. Desalination 215, 37–43. [19] Lesjean, B., Gnirss, R., 2007. Greywater treatment with a membrane bioreactor operated at low SRT and low HRT. Desalination 199, 432-434. [20] Paris, S., Schlapp, C., 2010. Greywater recycling in Vietnam-application of the HUBER MBR process. Desalination 250, 1027–1030. 532 A. Assayed et al./Ecological Engineering 81 (2015) 525–533. [21] Winward, G., Avery, L., Frazer-Williams, R., Pidou, M., Jeffrey, P., Stephenson, T., Jefferson, B., 2008. A study of the microbial quality of greywater and an evaluation of treatment technologies for reuse. Ecol. Eng. 32, 187–197. [22] Dalahmeh, S., Pell, M., Vinneras, B., Hylander, L., Oborn, I., Jonsson, H., 2012. Efficiency of bark, activated charcoal, foam and sand filters in reducing pollutants from greywater. Water Air Soil Pollut. 7, 3657–3671. [23] Dallas, S., Scheffe, B., Ho, G., 2004. Reedbeds forgreywater treatment- a case study in Sant Elena-Monteverde, Costa Rica, Central America. Ecol. Eng. 23, 55–61. [24] Torrens, A., Molle, P., Boutin, C., Salgot, M., 2009. Impact of design and operation variables on the performance of vertical-flow constructed wetlands and intermittent sand filters treating pond effluent. Water Res. 43, 1851–1858. [25] Abdel-Kader, A., 2013. Studying the efficiency of greywater treatment by using rotating biological contactors system. J. King Saud. Univ. Eng. Sci. 25, 89–95. [26] Tandlich, R., Zuma, B., Whitington-Jones, K., Burgess, J., 2009. Mulch tower treatment system Part I: overall performance in greywater treatment. Desalination 242, 38–56. [27] Pidou, M., Avery, L., Stephenson, T., Jeffery, P., Parsons, S., Liu, S., Memon, F., Jefferson, B., 2008. ‘Chemical solutions for greywater recycling. Chemosphere 71, 147–155. [28] Vymazal, J., 2009. The Use Constructed Wetlands with Horizontal Subsurface Flow for Various Types of Wastewater, Ecological Engineering, 35: 1-17. [29] Risnawati dan Damanhuri. 2009. Metal Removal from Leachate in Constructed Wetland. Institut Teknologi Bandung. [30] Kadlec, R.H. and Wallace, S.D. 2009. Treatment Wetlands. 2nd Edition. CRC Press, Boca Raton, FL. [31] Usman, S., Santosa, I. 2014. Pengolahan Air Limbah Sampah (Lindi) Dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Menggunakan Metoda Constructed Wetlands. Jurnal Kesehatan, Volume V, Nomor 2,Oktober 2014, hlm 98-108. Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang. [32] Hoffmann, H., Platzer, C., von Münch, E., Winker, M. (2011). Technology review of constructed wetlands - Subsurface flow constructed wetlands for greywater and domestic wastewater treatment. Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH, Eschborn, Germany. [33] Al Kholif, M dan Abdul Jumali, M, 2017. The Effect of Pumice Stone Media in Reducing Pollutant Load in Grey Water by Using Anaerobic Biofilter. Proceedings of the 2nd International Symposium of Public Health - Volume 1: ISOPH pages 10-16. [34] Qomariyah, S. 2017. Lahan Basah Buatan sebagai Pengolah Limbah Cair dan Penyedia Air NonKonsumsi. Jurnal Riset Rekayasa Sipil. Universitas Sebelas Maret. 1 September 2017. ISSN : 2579-7999. [35] Sembiring, E., Muntalif, S. 2011. Optimasi Efisiensi Pengolahan Lindi dengan Menggunakan Constructed Wetland. Jurnal Teknik Lingkungan Volume 17 Nomor 2, Oktober 2011 (Hal 1-10). Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. 709 Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 703- 710 p-ISSN : 2528-3561 e-ISSN : 2541-1934 [36] Al-Hamaiedeh, H., Bino, M, 2010. Effect of treated greywater reuse in irrigation on soil and plants. Desalination 256, 115–119. [37] Muthukumaran, S., Baskaran, K., Sexton, N., 2011. Quantification of potable water savings by residential water conservation and reuse. Resour. Conserv. Recycl. 55, 945-952. [38] Eduardo de Aguiar do Couto, Maria Lúcia Calijuri, Paula Peixoto Assemany, Aníbal da Fonseca Santiago, Lucas Sampaio Lopes, 2015. Greywater treatment in airports using anaerobic filter followed by UV disinfection: an efficient and low cost alternative. Journal of Cleaner Production 106, 372-379. [39] Prayitno., Sholeh, M. 2013. Peningkatan Kualitas Air Limbah Terolah Industri Penyamakah Kulit Menggunakan Taman Tanaman Air dengan Tumbuhan Bambu Air. Majalah Kulit, Karet, dan Plastik Vol.30 No.1 Juni Tahun 2014: 23-28. [40] Rusmaya, D. 2008. Penyisihan Limbah Domestik Buatan (Phospat, COD, Ammonium) Menggunakan Cyperus Papyrus dengan Teknologi Wetland. Skripsi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan, Bandung. [41] Hernandez Leal, L., Temmink, H., Zeeman, G., Buisman, C.J.N., 2011. Characterization and Anaerobic Biodegradability of Greywater. Desalination 270, 111-115. [42] Kang, Y., Mancl, K., Tuovinen, O., 2007. Treatment of Turkey processing wastewater with sand filtration. Bioresour.Technol. 98, 1460–1466. [43] Ghaitidak, D.M., Yadav, K.D., 2013. Characteristics and Treatment of Greywater e a Review. Environ. Sci. Pollut. Res. 0, 2795-2809 710