KONSENSUS IMUNISASI DEWASA DITULIS OLEH DR. M. ADI FIRMANSYAH SABTU, 01 JANUARI 2011 00:00 Indeks Artikel Konsensus Imunisasi Dewasa Konsensus PAPDI 2008 Konsensus PAPDI 2003 Macam Vaksin Pendekatan Baru dalam Pembuatan Vaksin Keuntungan dan kerugian vaksin hidup dan inaktif Indikasi Manfaat Cakupan imunisasi dewasa Jadwal imunisasi dewasa Cara menggunakan vaksin Cara penyuntikan Kontraindikasi Efek samping Perkembangan Imunisasi dewasa di Indonesia tahun 2003 – 2008 Jadwal Imunisasi Dewasa menurut CDC Amerika tahun 2007 Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Kepustakaan Semua Halaman Halaman 1 dari 20 P erhimpunan Spesialisasi Ilmu Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) berusaha untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat diantaranya dengan cara pencegahan penyakit melalui vaksinasi. Untuk itu PB PAPDI telah membentuk Satgas Imunisasi Dewasa. Satgas ini bertujuan meningkatkan upaya pencegahan melalui vaksinasi. Pada tahun 2007 di Indonesia telah tersedia vaksin HPV kuadrivalen dan pada tahun 2008 vaksin HPV bivalen. Vaksin HPV dapat mencegah kejadian kanker serviks, kondiloma akuminata serta penyakit lain yang disebabkan oleh infeksi HPV. Penelitian di berbagai negara telah menunjukkan bahwa vaksin HPV mempunyai efektivitas yang tinggi dalam mencegah infeksi HPV sehingga akan mempengaruhi kejadian kanker serviks, kondiloma akuminata serta penyakit lain akibat infeksi HPV. Baik kanker serviks maupun kondiloma akuminata merupakan penyakit yang kekerapannnya tinggi, pengobatannya sulit dan mahal sehingga merupakan masalah kesehatan masyarakat. Dengan tersedianya vaksin HPV di Indonesia maka PAPDI terpanggil untuk memanfaatkan vaksin ini untuk mencegah infeksi HPV. Dalam pemanfaatan tersebut perlu kejelasan mengenai indikasi, kontra indikasi serta efek samping vaksin ini. Untuk itu perlu disusun konsensus PAPDI mengenai vaksin HPV. Konsensus PAPDI 2008 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. PAPDI sepakat memanfaatkan vaksin HPV untuk mencegah infeksi HPV disamping upaya- upaya pencegahan lain. Penggunaan vaksin HPV dimaksudkan untuk mencegah kanker serviks, lesi pra kanker, kondiloma akuminata serta penyakit lain yang disebabkan oleh infeksi HPV. Indikasi penggunaan vaksin HPV pada kelompok umur 12-26 tahun. Vaksinasi HPV pada kelompok umur 27-55 tahun atau pada orang yang telah melakukan hubungan seksual masih dapat dilakukan namun manfaatnya tidak sebaik pada kelompok umur 12-26 tahun yang belum melakukan hubungan seksual. Vaksinasi HPV diberikan 0,5 ml secara intramuskular pada waktu 0,2 dan 6 bulan atau cara lain sesuai dengan petunjuk penggunaan. Vaksinasi HPV pada masa kehamilan sebaiknya ditunda sampai selesai kehamilan namun vaksin HPV dapat digunakan pada masa menyusui. Vaksin HPV dikontraindikasikan pada penderita dengan riwayat hipersensitivitas terhadap ragi atau komponen vaksin lainnya. Pemeriksaan PAP smear untuk deteksi dini masih tetap harus dilakukan meskipun telah mendapat vaksinasi HPV. Upaya hidup sehat harus tetap dijalankan disamping upaya pencegahan melalui vaksinasi HPV ini. Konsensus PAPDI 2003 Dalam rangka mendukung Indonesia sehat 2010 kegiatan pencegahan penyakit merupakan upaya penting. Pada pertemuan tahunan American Society of Internal Medicine di Atlanta, Amerika Serikat tahun 2001 diungkapkan bahwa imunisasi pada orang dewasa dapat mencegah kematian sepuluh kali lipat dibandingkan dengan anak, nyatalah imunisasi tak hanya bermanfaat untuk anak namun juga amat bermanfaat untuk orang dewasa. Dewasa ini imunisasi dewasa di Indonesia berjalan secara tersebar dalam skala kecil dan baru melibatkan kegiatan imunisasi yang masih terbatas yaitu Hepatitis B, Hepatitis A, Demam Tifoid, Meningokok dan Influenza. Kedua vaksin terakhir terutama diberikan pada calon jemaah haji. Dukungan untuk kegiatan imunisasi dewasa berupa kepedulian tenaga kesehatan, tersedianya layanan yang merata dan terjangkau serta pedoman imunisasi dewasa belum tersedia. Sebagai organisasi profesi yang memberikan layanan pada orang dewasa maka PAPDI terpanggil untuk menyusun konsensus imunisasi dewasa yang akan digunakan di kalangan anggota PAPDI dan konsensus ini juga diharapkan dapat merupakan kontribusi PAPDI dalam mendorong kegiatan imunisasi dewasa di Indonesia. Macam Vaksin Macam vaksin yang digunakan untuk imunisasi adalah : 1. 2. 3. 4. 5. Vaksin yang dilemahkan (attenuated live vaccine) : viabilitas dan daya infeksi kuman atau virus dilemahkan namun mampu menumbuhkan respons imun. Vaksin ini dapat berasal dari keseluruhan organisme atau bagian dari organisme contoh vaksin polio oral. Vaksin yang telah dimatikan (bakteri, virus atau riketsia): berasal dari mikroorganisme yang telah dimatikan. Respons imun yang timbul lebih lemah daripada vaksin hidup sehingga biasanya memerlukan imunisasi ulang, contohnya kolera, pertusis. Vaksin Subunit: berasal dari bagian organisme misalnya komponen kapsul bakteri (streptococcus pneumoniae), Keuntungan vaksin ini aman diberikan pada anak, menghindari vaksin yang virulen. Vaksin toksoid, dibuat dari bahan toksin bakteri: tidak toksis namun dapat merangsang pembuatan antibodi, contoh tetanus, difteri. Vaksin konyugat: Vaksin polisakarida murni kurang imunogenik untuk anak di bawah usia 2 tahun. Untuk meningkatkan imunogenisitas polisakarida dikonyugasikan dengan protein karier sehingga dapat meningkatkan respons imun. Pendekatan baru dalam pembuatan vaksin 1. Vaksin rekombinan. Satu atau lebih gen yang mengkode determinan penting imunitas pada mikroorganisme di insersikan ke vektor. Vektor yang biasa digunakan adalah virus (poxvirus vaccinia, canarypox, adenovirus) dan bakteri (Salmonella), contoh vaksin Hepatitis B. 2. Vaksin DNA. Berasal dari asam nukleat yang mengkode antigen penting. Masih dalam penelitian dan dikembangkan untuk memproduksi vaksin influenza, HIV dan Herpes simpleks. Keuntungan Vaksin Hidup dan Inaktif Keuntungan vaksin hidup : 1. 2. 3. Proteksi lama setelah vaksinasi satu kali. Merangsang pembentukan sistem imun secara luas termasuk respon sel T dan respons mukosa IgA. Menyebarluaskan imunitas herd (menimbulkan imunitas pada orang yang tidak divaksinasi). Kerugian vaksin hidup : 1. 2. 3. 4. 5. Dapat menimbulkan penyakit pada orang imunkompromais yang tak terdiagnosis. Dapat berubah menjadi virulen. Tak dapat dilakukan imunisasi pada bayi yang masih mempunyai antibodi ibu. Untuk mempertahankan potensi perlu penyimpanan dan transportasi pada suhu 4oC atau yang sangat rendah (contoh : vaksin polio oral harus disimpan pada suhu – 20° C). Lebih reaktogenik. Keuntungan vaksin inaktif : 1. 2. 3. 4. Aman karena tak ada risiko jadi virulen. Mudah di produksi dan disimpan. Dapat digunakan pada bayi tanpa interferensi dengan antibodi yang berasal dari ibu. Toleransi lebih baik Kerugian vaksin inaktif : 1. 2. 3. Memerlukan penggunaan berulang untuk mempertahankan proteksi. Rangsangan imunitas seluler dan mukosa kurang. Pada keadaan tertentu dapat menimbulkan penyakit karena imbalans respons imun. Indikasi Indikasi penggunaan vaksin pada orang dewasa didasarkan kepada riwayat paparan, risiko penularan, usia lanjut, imunokompromais, pekerjaan, gaya hidup dan rencana bepergian. Riwayat paparan : Tetanus toksoid., Rabies Risiko penularan : Influenza, Hepatitis A, Tifoid, MMR. Usia lanjut : Pneumokok, Influenza. Risiko pekerjaan : Hepatitis B, Rabies. Imunokompromais : Pneumokok, Influenza, Hepatitis B. Hemophilus influenza tipe B. Rencana bepergian : Yellow fever, Japanese B encephalitis, Tifoid, Hepatitis A. Jemaah haji : Meningokok ACYW 135., Influenza Indikasi imunisasi pada daftar ini dibuat lebih luas karena pada imunisasi dewasa belum ada program yang dibiayai oleh pemerintah. Karena itu penggunaan indikasi ini perlu mempertimbangkan keadaan individu yang akan diimunisasi. Untuk calon haji imunisasi meningokok merupakan suatu keharusan, begitu juga imunisasi Yellow fever untuk bepergian ke Afrika Selatan. Imunisasi pada usia lanjut perlu mendapat perhatian karena data-data tentang manfaat imunisasi influenza dan pnemokok pada usia lanjut menunjukkan bahwa imunisasi ini bermanfaat dan cost effective. Selain itu imunisasi pada Heptitis B perlu mendapat perhatian karena tingginya risiko penularan Hepatitis B di kalangan petugas kesehatan. Manfaat Manfaat vaksin yang digunakan pada orang dewasa di Indonesia datanya amat terbatas. Data di negara maju menunjukkan bahwa efektivitas vaksin Hepatitis B dalam mencegah penyakit 80% sampai 95%. Efektivitas ini menurun pada kelompok lanjut usia. Vaksin influenza dapat menurunkan insidens influenza 70% sampai 90%. Sedangkan efektivitas vaksin pnemokok 60% sampai 64%. Pada kelompok usia di atas 65 tahun efektivitas vaksin ini 44% sampai 61%. Vaksin campak akan menimbulkan imunitas yang bertahan lama pada sekitar 95% orang yang divaksin. Jika vaksinasi diulang maka imunitas akan timbul pada 90% nonresponder. Vaksin gondongan akan menurunkan insidens penyakit 75% sampai 95% dan begitu pula rubella efektivitasnya hampir menyamai campak. Vaksin tetanus jika digunakan secara benar dapat mencegah tetanus 100% dan vaksin difteri 85%. Cakupan imunisasi dewasa Meski manfaat imunisasi dewasa nyata namun cakupan imunisasi dewasa di negara maju sekalipun masih rendah. Cakupan Hepatitis B berkisar antara 1% sampai 60% (rata-rata 10%). Antibodi terhadap tetanus yang adekuat hanya ditemukan pada 40% orang dewasa. Rendahnya cakupan ini disebabkan oleh kepedulian petugas kesehatan yang belum optimal, kurangnya pemahaman mengenai manfaat, pedoman yang beraneka ragam dan rumit, layanan yang belum merata dan kurangnya dukungan pembiayaan. Namun demikian dengan pemahaman yang baik mengenai manfaat imunisasi dewasa ini, negara berkembang misalnya Kuba mampu menyelenggarakan imunisasi dewasa yang cakupannya cukup tinggi. PAPDI perlu mendorong agar kegiatan imunisasi dewasa yang dimulai oleh profesi dan masyarakat dapat menjadi program pemerintah. Jadwal imunisasi dewasa Penjelasan Penjelasan rekomendasi jadwal imunisasi dewasa 1. Tetanus dan Diphteria (Td): Seluruh orang dewasa harus mendapat vaksinasi lengkap 3 dosis seri primer dari difteri dan toksoid tetanus, dengan 2 dosis diberikan paling tidak dengan jarak 4 minggu dan dosis ketiga diberikan 6 hingga 12 bulan setelah dosis kedua. Jika orang dewasa belum pernah mendapat imunisasi tetanus dan difteri maka diberikan seri primer diikuti dosis penguat setiap 10 tahun. Macam vaksin : Toksoid Efektivitas : 90 % Rute Suntikan i.m 2. Measles, Mumps, Rubella: (MMR) Orang dewasa yang lahir sebelum 1957 dianggap telah mendapat imunitas secara alamiah. Orang dewasa yang lahir pada tahun 1957 atau sesudahnya perlu mendapat 1 dosis vaksin MMR. Beberapa kelompok orang dewasa yang berisiko terpapar mungkin memerlukan 2 dosis yang diberikan tidak kurang dari jarak 4 minggu. Misalnya mereka yang kerja di fasilitas kesehatan dan yang sering melakukan perjalanan. Macam Vaksin : vaksin hidup Efektivitas : 90-95% Rute suntikan : s.c 3. Influenza Vaksinasi influenza dilakukan setiap tahun bagi orang dewasa dengan usia ³ 50 tahun; penghuni rumah jompo dan penghuni fasilitas-fasilitas lain dalam waktu lama (misalnya biara, asrama dsb); orang muda dengan penyakit jantung, paru kronis, penyakit metabolisme (termasuk diabetes), disfungsi ginjal, hemoglobinopati atau immunosupresi, HIV juga untuk anggota rumah tangga, perawat dan petugas-petugas kesehatan di atas. Vaksin ini juga dianjurkan untuk calon jemaah haji karena risiko paparan yang cukup tinggi. Di Amerika Serikat dan Australia imunisasi influenza telah dijadikan program sehingga semua orang yang berumur 65 tahun atau lebih mendapat layanan imunisasi infuenza melalui program pemerintah. Macam vaksin : Vaksin split dan subunit Efektivitas : 88 – 89%. Rute Suntikan : i.m. Catatan : vaksin ini dianjurkan untuk usia ³ 50 tahun untuk individualsedangkan untuk program, usia ³ 65 tahun. 4. Pneumokok Vaksin polisakarida pneumokok diberikan , pada orang dewasa usia >65 tahun dan mereka yang berusia < 65 tahun dengan penyakit kardiovaskular kronis, penyakit paru kronis, diabetes melitus, alkoholik chirrosis, kebocoran cairan serebospinal, asplenia anatomik/fungsional, infeksi HIV, leukemia, penyakit limfoma Hodgkins, mieloma berganda, malignansi umum, gagal ginjal kronis, gejala nefrotik, atau mendapat kemoterapiimunosupresif. Vaksinasi ulang secara rutin pada individu imunokompeten yang sebelumnya mendapat Vaksinasi Pneumo 23 valensi tidak dianjurkan; tetapi, revaksinasi dianjurkan jika vaksinasi sebelumnya sudah > 5 tahun dan juga:' 1. Umur <65 th ketika divaksinasi terdahulu dan sekarang > 65 th 2. Merupakan individu berisiko tinggi terjadinya infeksi pneumokok yang serius (sesuai deskripsi Advisory Comittee on Immunization Practice ,ACIP) 3. Individu yang mempunyai tingkat antibodi yang cepat sekali turun Macam vaksin : polisakarida Efektivitas : 90 % Rute Suntikan : i.m. atau s.c. 5. Hepatitis A Vaksin Hepatitis A diberikan dua dosis dengan jarak 6 hingga 12 bulan pada individu berisiko terjadinya infeksi virus Hepatitis A, seperti penyaji makanan (food handlers) dan mereka yang menginginkan imunitas, populasi yang berisiko tinggi mis: individu yang sering melakukan perjalanan atau bekerja di suatu negara yang mempunyai prevalensi tinggi Hepatitis A, homoseksual, pengguna narkoba, penderita penyakit hati, individu yang bekerja dengan hewan primata terinfeksi Hepatitis A atau peneliti virus Hepatitis A, Macam vaksin : antigen virus inaktif Efektivitas : 94-100% Rute :i.m 6. Hepatitis B Dewasa yang berisiko terinfeksi Hepatitis B: Individu yang terpapar darah atau produk darah dalam kerjanya, klien dan staff dari institusi pendidikan manusia cacat, pasien hemodialisis, penerima konsentrat faktor VIII atau IX, rumah tangga atau kontak seksual dengan individu yang teridentifikasi positif HBsAg-nya, individu yang berencana pergi atau tinggal di suatu tempat dimana infeksi Hepatitis B sering dijumpai, pengguna obat injeksi, homoseksual/biseksual aktif, individu heteroseksual aktif dengan pasangan berganti-ganti atau baru terkena PMS, fasilitas penampungan korban narkoba, individu etnis kepulauan pasifik atau imigran/pengungsi baru dimana endemisitas daerah asal sangat tinggi/lumayan. Berikan 3-dosis dengan jadual 0, 1 dan 6 bulan. Bila setelah imunisasi terdapat respons yang baik maka tidak perlu dilakukan pemberian imuniasasi penguat (booster). Macam vaksin : Antigen virus inaktif Efektivitas : 75-90% Rute suntikan : i.m 7. Meningokok Vaksin meningokok polisakarida tetravalen (A/C/Y/W-135) wajib diberikan pada calon haji. Vaksin ini juga dianjurkan untuk individu defisiensi komponen, pasien asplenia anatomik dan fungsional, dan pelancong ke negara di mana terdapat epidemi penyakit meningokok (misaln“Meningitis belt” di subSahara Afrika). Pertimbangkan vaksinasi ulang setelah 3 tahun. Macam vaksin : Polisakarida inaktif Efektivitas : 90% Rute suntikan : s.c. 8. Varisela Vaksin varisela diberikan pada pada individu yang akan kontak dekat dengan pasien yang berisiko tinggi terjadinya komplikasi (misalnya petugas kesehatan dan keluarga yang kontak dengan individu imunokompromais). Pertimbangkan vaksinasi bagi mereka yang berisiko tinggi terpapar virus varisela, seperti mereka yang pekerjaannya berisiko (misalnya guru yang mengajar anak-anak, petugas kesehatan, dan residen serta staf di lingkungan institusi), mahasiswa, penghuni serta staf institusi penyadaran (rehabilitasi) anggota militer, wanita usia subur yang belum hamil, dan mereka yang sering melakukan perjalanan kerja/ wisata. Vaksinasi terdiri dari 2 dosis yang diberikan dengan jarak 4 – 8 minggu. Macam vaksin : virus hidup dilemahkan Efektivitas : 86 % Rute suntikan : s.c. Selain vaksin di atas juga digunakan vaksin berikut pada orang dewasa. 9. Demam Tifoid Dianjurkan penggunaannya pada pekerja jasa boga, wisatawan yang berkunjung ke daerah endemis. Pemberian vaksin Thypim vi perlu diulang setiap 3 tahun. Macam vaksin : antigen vi inaktif Efektivitas : 50-80 % Rute suntikan : i.m. 10. Yellow fever Vaksin ini diwajibkan oleh WHO bagi wisatawan yang akan berkunjung ke Afrika Selatan. Ulangan vaksinasi setiap 10 tahun. Macam vaksin : virus hidup dilemahkan Efektivitas : tinggi Rute suntikan : s.c. 11.Japanese encephalitis Untuk wisatawan yang akan bepergian ke daerah endemis (Asia) dan tinggal lebih daripada 30 hari atau akan tinggal lama di sana, terutama jika mereka melakukan aktivitas di pedesaan. Macam vaksin : virus inaktif Efektivitas : 91 % Rute suntikan s.c 12. Rabies Bukan merupakan imunisasi rutin,dianjurkan pada individu yang berisiko tingggi tertular ( dokter hewan dan petugas yang bekerja dengan hewan , pekerja laboratorium ) wisatawan berkunjung kedaerah endemis yang berisiko kontak dengan hewan dan individu yang tergigit binatang tersangka rabies. Macam vaksin : Virus yang dilemahkan Juga tersedia serum (Rabies Immune Globulin). Efektivitas : vaksin 100 % Rute penyuntikan : IM , SC. Vaksin kombinasi Untuk meningkatkan cakupan dan mengurangi biaya dapat digunakan vaksin kombinasi. Vaksin kombinasi mempunyai imunogenisitas yang sama dengan vaksin tunggal. Sejumlah vaksin kombinasi telah dibuktikan bermanfaat dan aman diantaranya : difteri, tetanus, MMR (Measle, mumps dan rubella). Penggantian merek vaksin Dianjurkan untuk menggunakan vaksin yang sama pada ulangan imunisasi. Vaksin yang diproduksi oleh perusahaan farmasi yang berbeda dalam komponen dan respons imunnya. Namun terdapat vaksin yang dapat digunakan merek yang lain sesuai dengan lisensi pengunaannya yaitu: difteri dan tetanus toksoid, vaksin polio hidup dan inaktif, Hepatitis A, Hepatitis B dan rabies. Penggunaan simultan Pada umumnya vaksin dapat digunakan secara simultan. Namun pemberian vaksin polio oral tak boleh bersamaan dengan kolera dan yellow fever. Begitu pula vaksin kolera dan yellow fever diberikan dengan jarak 3 minggu. Pemberian vaksin dan imunoglobulin Pemberian imunoglobulin bersamaan dengan vaksin inaktif atau toksoid tidak mempengaruhi respons imun. Namun pemberian imunoglobulin bersamaan (dalam waktu 14 hari) dengan vaksin virus hidup tertentu seperti campak, gondongan dan varisela harus disertai pemeriksaan serokonversi untuk meyakini bahwa respons imun terhadap vaksin tersebut tetap baik. Pemberian vaksin pada penggunaan obat kemoterapi dan steroid Setelah pemberian obat kemoterapi pemberian vaksin virus hidup ditunda 3 bulan atau sampai status imun pulih kembali. Sedangkan penderita yang menggunakan obat steroid sistemik dosis tinggi (lebih 2 mg/kg BB) selama 2 minggu atau lebih baru diberikan vaksin virus hidup setelah sebulan menghentikan steroid. Cara penyuntikan Intramuskular (im): diberikan pada orang dewasa di daerah deltoid menggunakan jarum A 22-25. Subkutan (s.c) : diberikan pada daerah anterolateral paha atau lengan dengan jarum A22-25 yang panjangnya 5/8 atau ¾ inci. Intradermal (i.d) : diberikan pada bagian volar lengan. Karena jumlah antigen yang disuntikkan sedikit tehnik penyuntikan harus benar dan setelah penyuntikan terbentuk benjolan. Kontraindikasi absolut: anafilaksis terhadap komponen yang terdapat dalam vaksin. o o Untuk vaksin pertusis ensefalopati yang timbul dalam 7 hari setelah penyuntikan yang tak dapat ditetapkan sebabnya dianggap sebagai kontraindikasi absolut. Pemberian vaksin dT untuk melengkapi seri imunisasi perlu dipertimbangkan kecuali memang terjadi anafilaksis nyata terhadap DTP. Kontraindikasi sementara: perempuan yang mendapat vaksinansi MMR harus menghindari kehamilan dalam waktu sedikitnya 3 bulan dan sedangkan untuk vaksin varisela 1 bulan. Imunisasi virus hidup yang secara tidak sengaja diberikan pada perempuan hamil tidak menjadi alasan untuk terminasi kehamilan karena tidak ada data mengenai hubungan imunisasi vaksin hidup dengan kelainan janin. Ibu yang sedang menyusui diperbolehkan mendapat vaksin hidup. Efek samping 1. Lokal Reaksi lokal berupa bengkak, nyeri pada tempat suntikan. Reaksi akan hilang dalam 48 jam dan biasanya sering terjadi pada suntikan intradermal.Pada umumnya pemberian vaksin dapat dilanjutkan. 2. Sistemik Reaksi sistemik dapat berupa demam, rasa lemah, nyeri otot dan nyeri kepala. Reaksi ini akan menghilang dalam 48 jam. Reaksi alergi (melalui IgE) dapat terjadi namun jarang. Reaksi ini berupa urtikaria, angioudema, anafilaksis setelah suntikan. Juga dapat terjadi reaksi imun kompleks meski jarang.Cara mengatasi reaksi sistemik sesuai dengan cara pengatasan reaksi alergi pada umumnya. Vaksin tertentu dapat menimbulkan kejadian ikutan meski jarang : * Polio oral dapat menimbulkan poliomielitis paralitik. * MMR dapat menimbulkan trombositopenia. Kejadian ikutan pasca imunisasi perlu dilaporkan ke Panitia Kejadian Ikutan Pasca Imuniasi. Perkembangan Imunisasi dewasa di Indonesia tahun 2003 – 2008 Perhatian Khusus. 1. 1. Vaksin HPV Kanker leher rahim merupakan kanker nomor 2 yang paling sering menyerang wanita di seluruh dunia. Lebih dari 95 % dari kanker leher rahim disebabkan oleh virus yang dikenal dengan Human Papiloma Virusgenital warts). Vaksin diberikan 3 dosis dalam 6 bulan. (HPV). HPV merupakan sejenis virus yang menyerang manusia. Terdapat lebih dari 120 tipe HPV dan 2 tipe diantaranya yaitu tipe 16 dan 18, tipe tersebut merupakan tipe terbanyak yang menyebabkan kanker leher rahim. Infeksi HPV paling sering terjadi pada kalangan dewasa muda (18-28 tahun). Gejala awal kondisi pra-kanker umumnya ditandai dengan ditentukannya selsel abnormal bawah leher rahim yang dapat ditemukan melalui papsmear. HPV dapat menginfeksi semua orang karena HPV dapat menyebar melalui hubungan seksual. Wanita yang mulai berhubungan seksual pada usia di bawah 20 tahun serta sering berganti pasangan seksual berisiko tinggi untuk terkena HPV. Saat ini kanker leher rahim dapat dicegah dengan pemberian vaksin HPV yang dapat membantu memberikan perlindungan terhadap beberapa tipe HPV yang dapat menyebabkan masalah dan komplikasi kanker leher rahim dan penyakit kutil kelamin ( 1. 2. Vaksinasi pada tenaga kesehatan Terdapat beberapa vaksin yang direkomendasikan untuk tenaga kesehatan, yaitu: Vaksinasi influenza Vaksin ini direkomendasikan kepada setiap tenaga kesehatan yang berhubungan dengan pasien dengan tujuan mengurangi angka kesakitan dan mencegah penularan kepada pasien. Vaksin Hepatitis A Tidak semua tenaga kesehatan direkomendasikan untuk mendapatkan vaksin ini kecuali pada mereka yang bekerja di laboratorium dengan virus hepatitis A. Pegawai yang bertugas menangani makanan pasien (koki, pelayan, pengantar makanan, bagian dapur, dll) dipertimbangkan untuk divaksinasi. Vaksin Hepatitis B Vaksin ini direkomendasikan untuk tenaga kesehatan yang berhubungan/terpapar terhadap darah atau cairan tubuh pasien (dokter, pegawai laboratorium, perawat, dll). Vaksin Varisela Vaksin ini direkomendasikan kepada setiap orang dewasa yang tidak memiliki bukti imunitas terhadap vaksin ini. Bukti imunitas adalah: 1) bukti tertulis pernah mendapatkan vaksin ini sebanyak 2 dosis; 2) riwayat terkena varisela yang dikonfirmasi oleh dokter; 3) riwayat varisela zoster yang diverifikasi oleh dokter 4) bukti laboratorium akan adanya imunitas atau pernah terkena. Vaksin MMR Vaksin ini juga direkomendasikan kepada setiap tenaga kesehatan kecuali memiliki bukti imunitas. Bukti imunitas diantaranya: 1) lahir sebelum tahun 1957; 2) pernah mendapatkan 1 dosis MMR terdokumentasi; 3) riwayat terkena campak, gondongan yang diverifikasi oleh dokter; 4) bukti laboratorium. Berhubungan dengan faktor biaya, maka diantara berbagai vaksin tersebut yang diutamakan adalah vaksin Hepatitis B. Namun jika ada kemudahan, petugas kesehatan diharapkan juga dapat menjalani imunisasi dengan vaksin yang lain. 1. 3. Vaksinasi pada usia lanjut Imunisasi yang dianjurkan pada usia lanjut adalah imunisasi influenza dan pnumokok. Imunisasi influenza dianjurkan pada kelompok umur di atas 50 tahun. Imuniasi influenza telah menjadi program di berbagai negara dan pada umumnya imunisasi ini diberikan sebagai program pada kelompok umur di atas 65 tahun. Imunisasi influenza diberikan setiap tahun. Namun, disadari bahwa pemberian imuniasi pada usia di atas 65 tahun sebenarnya terlambat karena banyak orang dengan usia yang lebih muda sebenarnya akan mendapat manfaat perlindungan vaksin ini. Karena itu untuk imunisasi yang dibiayai sendiri oleh masyarakat imunisasi influenza dianjurkan dimulai. Sejak umur 50 tahun. Sedangkan bagi pasien yang berpenyakit kronik pemberian vaksin ini dianjurkan meski usia di bawah 50 tahun (lihat indikasi imunisasi influenza) Selain influenza juga direkomendasikan imunisasi penumokok. Vaksin ini cukup diberikan 5 tahun sekali. 1. 4. Vaksin Herpes Zooster Di luar negeri telah tersedia vaksin Herpes Zoster. Vaksin ini masih dalam tahap registrasi di Indonesia sampai naskah buku ini dibuat. Vaksin ini bermanfaat untuk mencegah penularan Herpes Zoster. Untuk penderita usia lanjut vaksin ini juga bermanfaat untuk mengurangi nyeri pasca infeksi herpes Zoster. Karena itu imunisasi Herpes Zoster diutamakan untuk kelompok usia lanjut. Jadwal Imunisasi Dewasa menurut CDC Amerika tahun 2007 Keterangan: 1. 2. 3. Direkomendasikan untuk setiap orang yang memenuhi kriteria usia dan tidak terdapat bukti imunitas (tidak tercatat/terdokumentasi atau tidak pernah mendapatkan infeksi sebelumnya) Direkomendasikan jika faktor risiko lain ditemukan (yang berkaitan dengan risiko medis, pekerjaan, gaya hidup, atau indikasi lain) Beberapa perubahan yang terlihat dibandingkan rekomendasi oleh PAPDI tahun 2003 adalah: Perbedaan pembagian kelompok usia, di mana pada jadwal tahun 2008 hanya dikelompokkan menjadi 3 grup. Penambahan jadwal vaksin untuk Human Papilloma Virus (HPV). Manfaat imunisasi HPV nyata pada pasien yang belum pernah melakukan hubungan seksual dan dalam kelompok umur pada usia dibawah 26 tahun. Namun imunisasi HPV masih bermanfaat pada kelompok umur 27 sampai 55 tahun (meski manfaatnya tidak sebesar mereka yang belum melakukan hubungan seksual atau usia < 26 tahun) Penambahan jadwal vaksinasi Zoster yang diutamakan pada kelompok usia lanjut. Lampiran 2. Konsensus bersama PB. PAPDI dan Perhimpunan Kedokteran Wisata Indonesia (PKWI) mengenai imunisasi pada Orang yang Bepergian (travelers) Yellow fever 0,5 ml s.c. 10 hari sebelum berangkat Vaksin Virus hidup Hepatitis A 1 ml im. 2 kali pemberian dg jarak 6/12 bln, lengkap 2-4 minggu sblm berangkat Tidak diberikan untuk anak < 2 th dan dosis anak 0,5 ml im didaerah deltoid Tifoid Tiphym Vi 0,5 ml i.m. daerah deltoid 2 minggu sebelum berangkat Ulangan 3 tahun Meningokok 0,5 ml s.c. 1-2 minggu sebelum berangkat Ulangan 3 tahun Janapanese Ensepalitis 1 ml s.c. pada hari 0, 7 dan 30 hendaknya lengkap 10 hari sebelum berangkat Kepustakaan 1. 2. 3. 4. Bart KJ, Foulds J, Partriarca P. Global eradication of poliomyelitis: benefit-cost analysis. Bulletin of the World Health Organization, 1996;74:35-45 Gardner P, Schaffner W. Immunization of adults. In : Desforges JF, editor. Current concepts. N Engl J Med 1993;29:1252-8. Update on adult immunization: recommendations of the immunization Practices Advisory Committee (ACIP). MMWR Morb Mortal Wkly Rep 1991;40(RR12) Good M, Britton W, Frazer I, Cooper D. Challenges for vaccination (Symposium). XVII International Congress of Allergology and Clinical Immunology. Sydney Australia, 15-20 Oktober 2000 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. American College of Physicians Task Force on Adult Immunization, Infectious Diseases Society of America. Guide for adult immunization. 2nd ed. Philadelphia: American College of Physicians,1990 Williams WW, Hickson MA, Kane MA, Kendal AP, Spika JS, Hinman AR. Immunization policies and vaccine coverage among adults: the risk for missed opportunities. Ann Intern Med 1988;108:616-25 Barker W, Raubertas R, Menegus M, O’brien D, Freundlich C, Betts R. Case control study of influenza vaccine effectiveness in preventing pneumonia hospitalization among older oersons, Monroe Country, New York 1989-1992. In: Elsevier Publishers B.V. Options for the control of influenza II. C. Hannoun et al. eds. 1992:143-51 Schoenbaum Sc. Economic impact of influenza. Am J Med 1987;82:26-30 Prevention and control of influenza: recommendations of the immunization Practices Advisory Committee (ACIP). MMWR Morb Mortal Wkly Rep 1992;41(RR-9) Odelin MF, Pozetto B, Aymard M, Defayolle M, Jolly-million J. Role of influenza vaccination in the elderly during an epidemic of A/H1N1 virus in 1988-89: clinical and serological data. Gerontology 1993;39:109-16 Edelman R, Levine MM. Summary of an international workshop on typhoid fever. Rev Infect Dis 1986;8(3):329-49 Ryan CA, Hargrett-Bean NT, Blake PA. Salmonella typhi infections in the United States, 1975-1984; increasing role of foreign travel. Rev Infect Dis 1989;11(1):1-8 Acharya IL, Lowe CU. Thapa R et al. Prevention of typhoid fever in Nepal with the Vi capsular polysaccharide of Salmonella typhi. N Engl J Med 1987;317(18):1101-4 Johnson AG. High-Yield Immunology. A Wolters Kluwer Company. Philadelphia 1999;13:64-8 Singleton JA, Greby SM, Wooten KG, Walker FJ, Strikas R. Influenza, pneumococcal, and tetanus toxoid vaccination og adults-United States, 1993-1997. MMWR 2000;49(SS09);39-62 CDC. Implementation of the Medicare influenza vaccination benefit. MMWR 1994;43:771-3 CDC. National Adult Immunization Awareness Week. MMWR 1989;38:708-10 CDC. Adult Immunization: knowledge, attitudes, and practices. DeKalb and Fulton countries, Georgia, 1988. MMWR 1988;37:657-61 CDC. Vaccine-preventable diseases: improving vaccination coverage in children, adolescents, and adults: a report on recommendations of the Task Force on Community Preventive Services. MMWR 1999;48(No.RR-8) Noe CA, Markson LJ. Pneumococcal vaccination: preceptions of primary care physicians. Prev Med 1998;27:767-72 Metersky ML, Mennone JZ, Fine JM. Factors inhibiting use of the pneumococcal polysaccharide vaccine: a survey of Connecticut physicians. Conn Med 1998;62:649-54 Nichol KL, MacDonald R, Hauge M. Factors associated with influenza and pneumococcal vaccination behavior among high-risk adults. J Gen Intern Med 1996;11:673-7 Centers for Disease Control and Prevention. Recommended Adult Immunization Schedule [online]. October 2007 [cited 2008 Sept 20]; Available from: URL:http://www.cdc.gov/vaccines/recs/schedules/adult-schedule.htm HPV. Prevention of Cervical Cancer : Chalenges and Perspectives of HPV Prophylactic Vaccines. Dalam : Joseph Monsonegoro. Emerging Issues on HPV Infections. From Science to Practice. pp. 184-205. Monsonigo J (ed). Editor Joseph Monsonego. Karger. 2006. France. Perhimpunan Spesialisasi Ilmu Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) berusaha untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat diantaranya dengan cara pencegahan penyakit melalui vaksinasi. Untuk itu PB PAPDI telah membentuk Satgas Imunisasi Dewasa. Satgas ini bertujuan meningkatkan upaya pencegahan melalui vaksinasi. Pada tahun 2007 di Indonesia telah tersedia vaksin HPV kuadrivalen dan pada tahun 2008 vaksin HPV bivalen. Vaksin HPV dapat mencegah kejadian kanker serviks, kondiloma akuminata serta penyakit lain yang disebabkan oleh infeksi HPV. Penelitian di berbagai negara telah menunjukkan bahwa vaksin HPV mempunyai efektivitas yang tinggi dalam mencegah infeksi HPV sehingga akan mempengaruhi kejadian kanker serviks, kondiloma akuminata serta penyakit lain akibat infeksi HPV. Baik kanker serviks maupun kondiloma akuminata merupakan penyakit yang kekerapannnya tinggi, pengobatannya sulit dan mahal sehingga merupakan masalah kesehatan masyarakat. Dengan tersedianya vaksin HPV di Indonesia maka PAPDI terpanggil untuk memanfaatkan vaksin ini untuk mencegah infeksi HPV. Dalam pemanfaatan tersebut perlu kejelasan mengenai indikasi, kontra indikasi serta efek samping vaksin ini. Untuk itu perlu disusun konsensus PAPDI mengenai vaksin HPV. VAKSINASI UNTUK JEMAAH HAJI DITULIS OLEH SUKAMTO KOESNOE, HESTI NOVIANTI, OKKI RAMADIAN RABU, 28 SEPTEMBER 2011 00:00 Arab Saudi adalah negara epidemis terjadinya penyakit meningokokus. Selain itu, jemaah haji yang datang ke Mekah sebagaian berasal dari negara-negara Sub-Sahara Afrika yang merupakan daerah Meningitis belt. Tahun 1987 dan 2000 terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) meningitis meningokokus yang menimpa para jemaah haji di Arab Saudi. Ada 99 kasus meningitis meningokokus yang menimpa jemaah haji Indonesia dan 40 diantaranya meninggal (tahun 1987).] Penyakit meningokokus merupakan penyebab kesakitan dan kematian di seluruh dunia. Perlindungan terhadap meningokokus diperlukan untuk menghindari terjadinya penularan antar jemaah haji di Mekah dan mencegah pembawa penyakit (karier) setelah kembali lagi ke negara asalnya. Jemaah haji Indonesia umumnya belum mempunyai kekebalan alamiah yang didapatkan secara pasif terhadap meningokokus, sehingga jemaah perlu memperoleh vaksinasi terhadap penyakit tersebut mengingat tingginya risiko penularan dari jemaah haji yang berasal dari negara lain. Kementerian Kesehatan Kerajaan Arab Saudi, sejak tahun 2002 telah mewajibkan negara-negara yang mengirimkan jemaah haji untuk memberikan vaksinasi meningokok tetravalen sebagai syarat pokok pemberian visa haji dan umroh, dalam upaya mencegah penularan meningitis meningokokus. CDC (Center of Disease Control and Prevention) juga merekomendasikan vaksin apa saja yang diperlukan saat di Arab Saudi, diantaranya vaksin meningokok tetravalen (A/C/Y/W-135), vaksin rutin (polio, measles, mumps, rubella, tetanus, diphteria, dan pertussis), vaksin influenza, serta vaksin-vaksin lain seperti hepatitis A, hepatitis B, typhoid. Pemberian vaksin meningokok cukup efektif mengurangi insiden meningitis meningokokus, terbukti pada tahun 1988 hanya ada 2 kasus dan tahun 1989-1991 tidak ada kasus. Namun, data tahun 1993 menunjukan ada 5 kasus dengan 2 kematian dan 4 karier diantara jemaah haji Indonesia yang kontak dengan penderita pada waktu di Arab Saudi. Selain vaksin meningokok, virus influenza juga dianjurkan pada jemaah haji. Vaksin ini bersifat “opsional”, mengingat umumnya jemaah haji Indonesia berusia lanjut dan beberapa diantaranya menderita penyakit kronis, serta perubahan suhu yang ekstrim di Mekah mengakibatkan kekebalan tubuh jemaah haji dapat menurun. Virus influenza sangat mudah menular melalui dorplet, udara atau kontak langsung dengan penderita. Pada kondisi yang padat dan berdesak-desakan sangat memudahkan terjadi penularan virus tersebut. Vaksinasi yang Dianjurkan pada Jemaah Haji Indonesia A. Vaksin Meningokok Penyebab Meningokokus Penyakit meningokokus disebabkan oleh bakteri neisseria meningitidis. Karakteristik meningokokus adalah diplokokus gram negatif, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Bakteri ini dapat ditemukan pada nasofaring sekitar 5-10% populasi dewasa. Serogrup A, B, C, Y dan W-135 adalah yang paling sering menyebabkan penyakit pada manusia. Faktor Risiko Penularan Meningokokus Faktor risiko terjadinya penyakit meningokokus diantaranya: Orang dengan defisiensi komplemen pada sistem imun Orang dengan asplenia anatomik atau fungsional Orang yang sedang mengalami infeksi pernafasan Perokok aktif dan pasif Keramaian di ruang tertutup Kontak dekat dengan orang terinfeksi atau kontak langsung dengan sekret pernafasan, kerongkongan, dan saliva orang yang terinfeksi misalnya ciuman, minum dengan gelas/botol yang sama. Kekebalan Alamiah Terhadap Meningokokus Pada negara-negara epidemis meningokokus, sekitar 5% anak usia 2 sampai 12 tahun telah memiliki kekebalan alami secara pasif terhadap meningokokus serogrup A, B dan C. Pada usia 6-8 tahun imunitas terhadap serogrup C diperoleh lebih dari 90%. Sedangkan imunitas terhadap serogrup A diperoleh lebih awal yaitu usia 18 bulan pada lebih 90% anak-anak di Amerika Serikat. Data mengenai kekebalan terhadap meningokokus di Indonesia sampai saat ini belum ada. Oleh karena itu, pada jemaah haji Indonesia diperlukan perlindungan terhadap kuman tersebut. Rekomendasi Vaksin Meningokok pada Jemaah Haji Vaksin meningokokus yang dianjurkan CDC dan pemerintah Arab Saudi adalah vaksin meningokok tetravalen (A/C/Y/W-135). Vaksin ini mulai dapat diberikan pada anak lebih dari 2 tahun dan dewasa. Ada dua jenis vaksin meningokok tetravalen, yaitu meningocooccal conjugate vaccine (MCV4) dan meningocooccal polysaccharide vaccine (MPSV4). CDC merekomendasikan: vaksin konjugat untuk usia 2-55 tahun, sedangkan vaksin polisakarida dapat diberikan pada usia lebih dari 55 tahun dan juga bisa sebagai alternatif lain untuk usia 2-55 tahun. Ketentuan penggunaan vaksinasi meningokokus tetravalen yang diwajibkan bagi seluruh calon jemaah haji Indonesia, diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1394/MENKES/SK/XI/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia. Preparat vaksin polisakarida adalah yang diberikan pada calon jemaah haji Indonesia. Cara Pemberian Vaksin Meningokok pada Jemaah Haji Cara pemberian vaksin berupa dosis tunggal 0,5 ml disuntikan subkutan di daerah deltoid atau glutea. Vaksin ini efektif mencegah penyakit meningkokus sampai dengan 90%. Respons antibodi terhadap vaksin dapat diperoleh setelah 10-14 hari dan dapat bertahan selama 2-3 tahun. Vaksin diberikan pada jemaah haji minimal 10 hari sebelum berangkat ke Arab Saudi, dan bagi jemaah yang sudah divaksin sebelumnya (kurang dari tiga tahun) tidak perlu vaksinasi ulang. Jemaah yang melakukan vaksinasi kurang dari 10 hari harus diberi juga profilaksis Cyprofloxacin 500 mg dosis tunggal. Pencatatan Vaksin Meningokok pada Jemaah Haji Pemberian vaksinasi pada jemaah haji bersamaan dengan pemeriksaan kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pencatatan setelah pemberian vaksinasi dilakukan pada kartu International Certificate of Vaccination (ICV) yang berisi: nama calon jemaah haji nomor paspor tanggal imunisasi nama vaksin, nomor vaksin/batch number dan dosis Kemudian ICV tersebut ditanda tangani dokter yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau dokter yang ditunjuk oleh Kepala Embarkasi dan distempel “Port Health Authority”. Sedangkan Calon jemaah haji yang tidak ada bukti vaksinasi meningokok tetravalen, diwajibkan vaksinasi di pelabuhan Embarkasi dan diberi kartu ICV serta profilaksis Cyprofloxacin 500 mg dosis tunggal. B. Vaksin Infuenza Manfaat Vaksin Influenza Vaksin influenza sangat efektif mencegah infeksi virus influenza dan timbulnya komplikasi yang berat. Pada seorang dewasa sehat, vaksin ini dapat mencegah 70-90% penyakit spesifik influenza. Pada orang tua, vaksin mengurangi sampai 60% terjadinya penyakit yang berat dan 80% kematian. Rekomendasi Vaksin Influenza pada Jemaah Haji Vaksin influenza yang tersedia saat ini ada dua jenis, yaitu vaksin inaktif (Trivalent Inactivated vaccine/TIV) dan vaksin hidup yang dilemahkan (Live Attenuated Influenza virus/LAIV). Vaksin yang diberikan pada jemaah haji adalah vaksin inaktif. Vaksin inaktif yang tersedia berasal dari derivat virus influenza A dan B dengan komposisi, yaitu virus A(H3N2), virus A(H1N1) dan virus B. Indikasi Vaksin Influenza pada Jemaah Haji Indikasi pemberian vaksin ini secara umum antara lain: Anak usia 6 bulan sampai 18 tahun orang dewasa ≥50 tahun Penderita penyakit kronik seperti penyakit jantung, paru kronis, diabetes, disfungsi ginjal, hemoglobinopati atau imunosupresi Ibu hamil trimester 2 atau 3 selama musim influenza orang-orang dengan risiko paparan yang tinggi misalnya jemaah haji, petugas kesehatan. Pada jemaah haji Indonesia, sebagian besar berusia lebih dari 50 tahun dan beberapa diantaranya mengidap penyakit kronik. Selain itu diperparah oleh kondisi tanah suci yang dipadati oleh para jemaah, sehingga penularan virus influenza antar jemaah sangat mudah. Cara Pemberian vaksin Influenza pada jemaah haji Cara pemberian vaksin berupa penyuntikan intramuskular di otot deltoid sebanyak 0,5 ml. Respons antibodi yang diperoleh dari vaksin influenza timbul setelah 2 minggu dan sistem kekebalan ini bertahan sampai 1 tahun. Oleh karena itu, vaksin diberikan minimal 2 minggu sebelum tiba di Arab Saudi. Bagaimana dengan Vaksinasi Jemaah Haji Wanita Hamil? Islam memperbolehkan seorang wanita hamil untuk menunaikan ibadah haji. Wanita hamil merupakan salah satu kelompok yang rentan terkena penyakit infeksi. Oleh karena itu diperlukan perlindungan terhadap wanita tersebut selama menunaikan ibadah haji. Pemberian vaksin pada wanita hamil selalu mempertimbangkan antara besarnya manfaat dan risiko. Rekomendasi A. Vaksin Meningokok Berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri Kesehatan Nomor 458 Tahun 2000 dan 1652.A/MENKES-KESOS/SKB/XI/2000 tentang Calon Haji Wanita, pada keadaan khusus seperti wanita hamil diperbolehkan untuk berhaji. Namun, dengan beberapa persyaratan, yaitu: usia kehamilan antara 14 sampai 26 minggu dan tidak termasuk kehamilan berisiko tinggi. Sudah mendapatkan suntikan vaksin meningokok. Sampai saat ini belum ada data yang menyatakan keamanan vaksin meningokok pada kehamilan. Pemberian vaksin meningokok pada ibu hamil didasarkan pada pertimbangan besarnya manfaat proteksi yang diperoleh, dibandingkan risiko yang didapat apabila tidak divaksin. Seperti yang telah kita ketahui bahwa kekebalan tubuh yang diperoleh dari vaksin meningokok adalah setelah 10-14 hari dari penyuntikan dan bertahan selama 2-3 tahun. Oleh karena itu, untuk mengurang risiko gangguan perkembangan janin akibat vaksin sebaiknya bagi wanita yang akan berencana menunaikan ibadah haji divaksinasi 2 tahun sebelum pemberangkatan haji. B. Vaksin Influenza Vaksin influenza jenis inaktif aman diberikan pada wanita hamil pada trimester 2 dan 3. Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji dan Umroh. Data jemaah Haji Indonesia per Provinsi tahun 2000-2006. [cited 2009 September 3] Available from: http://haji.depag.go.id/files/upload/prov.pdf Meningitis Meningococcal. Dalam: Pedoman Penanggulangan KLB Meningitis di Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan PPM&PLP. Jakarta: 1997. CDC. Health Requirements and Recommendations for Travel to Saudi Arabia during the Hajj: Information for U.S. Travelers. Available at http://wwwn.cdc.gov/travel/content/in-the-news/hajj.aspx. Last update: January 30, 2008. Lepow ML, Perkins BA, Hughes PA, poolman JT. Meningococcal Vaccines. Dalam: Plotkin SA, Orenstein WA, editor. Vaccines. Philadelphia: WB Saunders Company; 2004. hal.711-6. Biro Hukum&Organisasi Departemen Kesehatan RI. Upaya Penanggulangan Wabah Penyakit Meningokokus Bagi Jemaah Haji. [cited 2009 September 3] Available from: http://datapuskesmas.depkes.go.id/?art=7 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1394/MENKES/SK/XI/2002. Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia. SKB Menteri Agama dan Menteri Kesehatan Nomor 458 Tahun 2000 dan 1652.A/MENKES-KESOS/SKB/XI/2000. Calon Haji Wanita. [cited 2009 September 3] Available from: http://www.menkokesra.go.id/content/view/6219/39/ Guideline for Vaccinating Pregnant Women from Recommendations of the Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP). October 1998 ( Updated May 2007 ). [cited 2008 Pebruary 27] Available from: URL:http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/downloads/b_preg_guide.pdf . Konsensus Imunisasi Dewasa 2003. Dalam: Djauzi S, Koesnoe S, Putra BA, editor. Konsensus Imunisasi Dewasa. Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI: Jakarta;2008. hal. 8-16. 10. Kilbourne ED, Arden NH. Inactived Influenza Vaccines. Dalam: Plotkin SA, Orenstein WA, editor. Vaccines. Philadelphia: WB Saunders Company; 2004. hal. 537-8. 11. Sur DK, Wallis DH, O’Connell TX. Vaccinations in Pregnancy. Am Fam Physician 2003;68:E299-309. 9.