No. ID dan Nama Peserta dr. Yugo Berri Putra Rio No. ID dan Nama Peserta RSUD Dr. M. Zein Painan Syok Hipovolemik dengan Ileus Obstruktif Total ec. Hernia Topik Umbilikalis Irreponible Inkarserata Tanggal Kasus 16 Mei 2016 Nama Pasien Ny. Y Nomor RM : Tanggal Presentasi 6 Juni 2016 Pendamping dr.Dona Haminarti Objektif Presentasi Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil Seorang perempuan berusia 65 tahun, datang ke Bangsal Interne RSUD dr. M. Zein Painan pada tanggal 16 Mei 2016 pukul 10.30 WIB dengan Deskripsi keluhan utama penurunan kesadaran, disertai muntah dan tidak dapat buang air besar sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Mengidentifikasi penyebab, mekanisme kejadian, gejala, diagnosis, Tujuan tatalaksana, dan komplikasi dari Ileus Obstruktif. Bahan Bahasan : Tinjauan Riset Kasus Audit Pustaka Cara Membahas : Diskusi Presentasi dan Email Pos Diskusi Data pasien Nama : Tn. A No. Reg Data Utama untuk bahan diskusi: Diagnosis/Gambaran Klinis : - OS mengalami penurunan kesadaran ± 4 jam sebelum masuk Rumah Sakit. - OS mengalami muntah tidak dapat buang air besar sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Muntah yang dialami oleh pasien berwarna hijau kehitaman. - Sejak ± 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit OS mengeluhnyeri perut yang hilang timbul dan tidak dapat buang air besar, pada perut dirasa kembung dan semakin membesar, lalu diikuti mual dan muntah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sebelum keluhan ini muncul pada pusat OS semakin lama semakin tampak sesuatu yang menonjol dan tidak dapat dikembalikan. - Gangguan pola defekasi sebelumnya seperti BAB berlendir campur darah atau BAB seperti kotoran kambing disangkal. 1 - Berat badan menurun dalam beberapa bulan terakhir disangkal. - Buang air kecil lancar. 1. Riwayat Pengobatan Pasien belum pernah berobat sebelumnya 2. Riwayat Kesehatan/Penyakit Pasien belum pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. 3. Riwayat keluarga 4. Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien. 5. Riwayat pekerjaan Pasien seorang wiraswasta 6. Riwayat lingkungan sosial dan lingkungan: Tinggal di rumah permanen sederhana, pekarangan cukup luas, sumber air minum Air Galon isi ulang dan PDAM, buang air besar di WC dalam rumah, sampah dibuang di tempat pengumpulan sampah . Kesan : higiene dan sanitasi cukup baik. Lain-lain: Status Generalisata Keadaan umum : sakit berat Kesadaran : somnolen. GCS E3 M4V2: 9 Tekanan Darah : 90 / 60 mmhg Frekuensi denyut nadi : 135 x /menit Frekuensi nafas : 32 x/ menit Suhu : 36,8oC Berat badan : tidak diketahui. Status gizi : kesan: obese Status lokalis untuk dugaan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding: Kepala : bibir sianosis (-), tanda-tanda trauma (-) Kulit : tidak ditemukan kelainan. : Pupil isokhor Ø 3mm/3mm. RC +/+ normal. Mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : tidak ditemukan kelainan. THT : tidak ditemukan pembesaran KGB, nyeri tekan (-), Leher Simetris pernapasan kiri=kanan. Thoraks : cor : bunyi jantung murni, bising jantung (-) Pulmo : simetris, sonor, vesikuler normal, rongkhi - / - , 2 wheezing - /Tampak massa pada umbilical dengan ukuran ± 10 cm x 8 cm x 7 Abdomen cm. Rabaan lunak, tidak terfiksir, tidak hangat, tidak nyeri, dan tidak dapat dikembalikan. Tympani pada seluruh regio abdomen. Distensi (+), H/L tidak teraba, NT (+), NL (-), BU (+) meningkat, Metalic sound (+), Darm Countur (-), Darm Steifung (-). Ekstrimitas : Akral dingin, perfusi baik. Refleks fisiologi +/+, refleks patologis -/- RT 555 555 555 555 : Anus tenang, Sfingter menjepit, Mukosa licin, Prostat tidak teraba, Ampula menjepit. Pemeriksaan Penunjang: Laboratorium Darah Hemoglobin : 10,4 mg/dl Leukosit : 10.200 /mm3 Hematokrit : 32 % Trombosit : 343.000 /mm3 GDR : 112 Rotngent Foto Polos Abdomen AP/Lateral dan LLD Tidak dilakukan dari IGD Hasil Pembelajaran : 1. Diagnosis Syok Hipovolemik dengan Ileus Obstruktif Total ec. Hernia Umbilikalis Irreponible Inkarserata 2. Penatalaksanaan Syok Hipovolemik dengan Ileus Obstruktif Total ec. Hernia Umbilikalis Irreponible Inkarserata dan kegawatdaruratannya. a. Intervensi Farmakologis. b. Intervensi Penunjang. Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio Subjektif: Seorang perempuan berusia 65 tahun, datang ke Bangsal Interne RSUD dr. M. Zein Painan pada tanggal 16 Mei 2016 pukul 10.30 WIB dengan keluhan utama penurunan kesadaran, 3 disertai muntah dan tidak dapat buang air besar sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit. OS mengalami penurunan kesadaran ± 4 jam sebelum masuk Rumah Sakit.OS mengalami muntah tidak dapat buang air besar sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Muntah yang dialami oleh pasien berwarna hijau kehitaman.Sejak ± 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit OS mengeluhnyeri perut yang hilang timbul dan tidak dapat buang air besar, pada perut dirasa kembung dan semakin membesar, lalu diikuti mual dan muntah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sebelum keluhan ini muncul pada pusat OS semakin lama semakin tampak sesuatu yang menonjol dan tidak dapat dikembalikan.Gangguan pola defekasi sebelumnya seperti BAB berlendir campur darah atau BAB seperti kotoran kambing disangkal. Berat badan menurun dalam beberapa bulan terakhir disangkal.Buang air kecil lancar. Objektif: Dari hasil pemeriksaan fisik diperoleh, TD = 90 / 60 mmHg, N = 135 kali/menit, P = 35 kali/menit, S = 36,8 °C. Kepala : tanda-tanda trauma (-) Mata : Pupil isokhor Ø 3mm/3mm. RC +/+ normal. Thoraks : Simetris pernapasan kiri=kanan. : cor : bunyi jantung murni, bising jantung (-) Pulmo : simetris, sonor, vesikuler normal, rongkhi - / - , wheezing - /Abdomen : Tampak massa pada umbilical dengan ukuran ± 10 cm x 8 cm x 7 cm. Rabaan lunak, tidak terfiksir, tidak hangat, tidak nyeri, dan tidak dapat dikembalikan. Tympani pada seluruh regio abdomen. Distensi (+), H/L tidak teraba, NT (+), NL (-), BU (+) meningkat, Metalic sound (+), Darm Countur (-), Darm Steifung Ekstremitas RT (-). : Akral dingin, perfusi baik. 555 555 555 555 : Anus tenang, Sfingter menjepit, Mukosa licin, Prostat tidak teraba, Ampula menjepit. Pemeriksaan penunjang, berupa pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil leukositosis dengan jumlah leukosit 10.200 /mm3. Namun pemeriksaan rontgent foto polos abdomen AP/Lateral dan rontgent LLD tidak dilakukan oleh IGD. Assessment: 4 Seorang perempuan berusia 65 tahun, datang ke Bangsal Interne RSUD dr. M. Zein Painan pada tanggal 16 Mei 2016 pukul 10.30 WIB dengan keluhan utama penurunan kesadaran, disertai muntah dan tidak dapat buang air besar sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit. OS mengalami penurunan kesadaran ± 4 jam sebelum masuk Rumah Sakit.OS mengalami muntah tidak dapat buang air besar sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Muntah yang dialami oleh pasien berwarna hijau kehitaman.Sejak ± 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit OS mengeluh nyeri perut yang hilang timbul dan tidak dapat buang air besar, pada perut dirasa kembung dan semakin membesar, lalu diikuti mual dan muntah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sebelum keluhan ini muncul pada pusat OS semakin lama semakin tampak sesuatu yang menonjol dan tidak dapat dikembalikan.Gangguan pola defekasi sebelumnya seperti BAB berlendir campur darah atau BAB seperti kotoran kambing disangkal. Berat badan menurun dalam beberapa bulan terakhir disangkal.Buang air kecil lancar. Pada pemeriksaan fisik, hal yang penting ditemukan antara lain terdapat massa pada abdomen dengan ukuran ± 10 cm x 8 cm x 7 cm dengan konsistensi kenyal, tidak nyeri tekan, tidak terfiksirm dan tidak bisa dikembalikan ke dalam abdomen. kondisi distensi pada abdomen, penurunan bunyi bising usus pada pasien, nyeri saat ditekan. Keadaan-keadaanyang dialami ini mengarahkan kita pada diagnosis bahwa terjadinya permasalahan pada sistem sirkulasi dan system pencernaan di abdomen. Secara definisi, Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan dokter.Terdapat 2 jenis ileus, yaitu ileus paralitik (adinamik) dan ileus obstruktif (mekanik).Pada ileus paralitik terjadi hambatan peristaltik usus karena toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Sedangkan pada ileus obstruktif terdapat rintangan fisik yang menghalangi proses pengeluaran isi usus. Penyebab ileus obstruksi secara umum dapat dibagi menjadi tiga mekanisme, yaitu blokade intralumen,intramural atau lesi instrinsik dari dinding usus, kompresi lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari usus. Lesi intraluminal seperti fekalit, batu empedu, lesi intramural misalnya malignansi atau inflamasi, lesi ektralumisal misalnya adhesi, hernia, volulus atau intususepsi. 5 Ileus obstruksi pada usus halus dapat disebabkan oleh : 1. Adhesi Adhesi umumnya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis lokal atau umum, atau pascaoperasi. Adhesi dapat berupa perlengketan dalam bentuk tunggal maupun multipel, dan dapat setempat maupun luas. Sering juga ditemukan adhesi yang bentuknya pita. Pada operasi, perlengketan dilepaskan, dan pita dipotong agar pasase usus pulih kembali. Ileus akibat adhesi umumnya tiak disertai strangulasi. 2. Hernia inkarserata Hernia disebut hernia inkarserata bila isinya terjepit cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut, sehingga terjadi gangguan pasase atau gangguan vaskularisasi. Hernia merupakan penyebab kedua terbanyak setelah adhesi dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. 3. Askariasis Obstruksi usus oleh cacing askaris paling sering ditemukan pada anak karena higiene kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang. Obstruksi umunya disebabkan oleh gumpalan padat yang terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing. 6 Diagnosis obstruksi cacing didukung oleh riwayat pemberian obat cacing atau pencahar, demam, serangan kolik, muntah, dan cacing keluar dari mulut atau anus. 4. Invaginasi Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada dewasa muda. Invaginasi adalah masukya bagian usus proksimal (intussuseptum) kedalam bagian yang lebih distal dari usus (intussupien). Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk dan naik ke kolon asenden serta mungkin keluar dari rektum. Invaginasi dapat mengakibatkan obstruksi ataupun nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan kompikasi perforasi dan peritonitis. 5. Volvulus Volvulus merupakan proses memutarnya usus sehingga menyebabkan obstruksi usus dan gangguan vaskularisasi. Volvulus jarang terjadi di usus halus. Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum. 6. Kelainan congenital Dapat berupa stenosis atau atresia. Kelaianan bawaan ni akan menyebabkan obstruksi setelah bayi mulai menyusui. 7. Radang kronik Morbus Chron dapat menyebabkan obstruksi karena udem, hipertrofi, dan fibrosis yang biasanya terjadi pada penyakit kronik ini. 8. Tumor Lebih dari separuh tumor jinak ditemukan di ileum, sisanya di duodenum dan yeyenum. Tumor jinak usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika menimbulkan invaginasi (penyebab tidak langsung) atau karena tumornya sendiri (penyebab langsung). Separuh kasus tumor ganas terdapat di ileum. Keluhannya samar, seperti 7 penurunan berat badan dan sakit perut. Sama halnya dengan tumor jinak usus halus, tumor ganas juga jarang menyebabkan obstruksi. 9. Batu empedu yang masuk ke ileus Inflamasi yang berat dari kantung empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada ileum terminal atau katup ileosekal yang menyebabkan obstruksi. Ileus obstruksi pada ususbesar disebabkan: 60% oleh malignansi, 20% oleh divertikulosis dan 5% oleh volvulus sigmoid. 1. Karsinoma kolon Obstruksi kolon yang akut dan mendadak kadang-kadang disebabkan oleh karsinoma. Sekitar 70-75% kasinoma kolon dan rektum terletak pada rektum dan sigmoid. Karsinoma colon merupakan penyebab angka kematian yang tertinggi dari pada bentuk kanker yang lain. Faktor predisposisi yang dikenal adalah poliposis multiple, biasanya terdapat tanda-tanda yang mendahului antara lain penyimpangan buang kotoran, keluarnya darah perektal dan colon akan mengalami distensi hebat dalam waktu yang cepat. 2. Volvulus Volvulus terajadi akibar memutarnya usus (biasanya pada sekum ata sigmoid) pada mesokolonnya sehingga menyebabkan obstruksi lumen dan gangguan sirkulasi vena maupun arteri. Volvulus sigmoid ditemukan jauh lebih banyak daripada volvulus sekum, yaitu sekitar 90%. Kelainan ini terutama ditemukan pada orang yang lebih tua, orang dengan riwayat kronik konstipasi. Volvulus sigmoid sering mengalami strangulasi bila tidak dilakukan dekompresi. Volvulus sekum terjadi karena kelainan bawaan kolon kanan yang tidak terletak retroperitoneal, jadi terdapat mesenterium yang panjang dan sekum yang yang mobile karena tidak terfiksasi. Kelainan ini biasanya menyerang pada usia 60 tahunan. Volvulus sigmoid terjadi karena mesenterium yang panjang dengan basis yang sempit. 3. Divertikel Divertikel kolon paling sering ditemui di sigmoid. Divertikel kolon adalah divertikel palsu karena terdiri atas mukosa yang menonjol melalui lapisan otot seperti hernia kecil. Komplikasi dapat berupa perforaasi, abses terbuka, fistel, 8 obstruksi parsial, dan perdarahan. 4. Intususepsi/invaginasi Merupakan suatu keadaan masuknya suatu segmen proksimal usus ke segmen bagian distal yang akhirnya terjadi obstruksi usus strangulasi. Invaginasi diduga oleh karena perubahan dinding usus khususnya ileum yang disebabkan oleh hiperplasia jaringan lymphoid submukosa ileum terminal akibat peradangan, dengan abdominal kolik. Intususepsi sering terjadi pada anak anak. Namun, sekitar 5-15% dari kasus intususepsi di belahan bumi bagian Barat terjadi di orang dewasa, yang mana dua per tiga kasusnya disebabkan oleh tumor atau polip di usus halus. 5. Penyakit Hirschsprung Penyakit Hirschprung atau yang disebut juga megacolon dapat digambarkan sebagai suatu usus besar yang dilatasi, membesar dan hipertrofi yang berjalan kronik. Penyakit ini dapat kongenital ataupun didapat dan biasanya berhubungan dengan ileus obstruksi. Penyebab kongenital dari penyakit ini diakibatkan dari kegagalan migrasi dari neural crest ke kolon bagian distal. Sedangkan megakolon yang didapat merupakan hasil dari adanya infeksi ataupun konstipasi kronis. Infeksi Trypanosoma cruzi menyerang sel ganglion dan menyebabkan megakolon. Obstruksi usus halus Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit, baik di dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi maupun oleh muntah. Keadaan umum akan memburuk dalam waktu yang relatif singkat. Gejala yang timbul biasanya : kolik pada daerah umbilikus atau di epigastrium, mual, muntah pada obstruksi letak tinggi, dan konstipasi (pada pasien dengan obstruksi total). Pasien dengan obstruksi simpel/parsial biasanya menderita diare pada awal obstruksi. Konstipasi dengan tidak dapat flatus dirasakan oleh pasien pada fase lanjut..Gerakan peristaltik yang high pitched dan meningkat yang bersamaan dengan adanya kolik merupakan tanda yang khas. a. Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat kolik.Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruksi usus halus, setiap 15 sampai 20 menit pada ileus obstruksi usus besar. Nyeri dari ileus obstruksi 9 usus halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen. b. Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu. Pada ileus obstruksi usus halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih, hijau atau kuning. Muntah fekulen dapat terjadi pada obstruksi usus halus yang lama yang terjadi karena bakteri yang tumbuh banyak dan merupakan tanda patognomonik dari ileus obstruksi usus halus bagian distal komplit. Pada obstruksi strangulasi, gejalanya biasanya takikardi, demam, asidosis, leukosistosi, dinding perut yang lemas. Apabila telah terjadi infark, dinding perut akan lemas dan pada auskultasi didapatkan peristaltik yang minimal. Obstruksi kolon Gejalanya biasanya lebih ringan dan terjadi lebih perlahan dibandingkan obstruksi pada usus halus. Gejala awalnya adalah peubahan kebiasaan buang air besar, terutama berupa obstipasi dan kembung, yang kadang disertai kolik pada perut bagian bawah (suprapubik). Akhirnya,penderita mengeluh konstipasi menyebabkan adanya distensi abdomen. Muntah mungkin terjadi namun tidak sering.muntah timbul lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk sebagai hasil pertumbuuhan bakteri berlebihan karena adanya renggang waktu yang lama. Penyebab Small-intestinal Large Intestinal obstruction obstruction paing Adhesi dan hernia Kanker sering Gejala Kolik abdomen dan Kolik abdomen dan muntah dengan muntah yang jarang interval yang reguler Pemeriksaan fisik Distensi abdomen Distensi mild-moderate Foto polos abdomen moderate Dilatasi lumen usus Dilatasi halus dengan abdomen kolon air dengan atau tanpa fluid level ; udara distensi usus halus dan kotoran yang dan air fluid level 10 sedikit pada distal Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit, salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboratorium harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang seharusnya dilakukan segera. Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari: 1. Anamnesis Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruktif usus halus, kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar, kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama. Gejala lain yang mengikuti antara lain: a. Mual dan muntah, berhubungan dengan adanya obstruksi di bagian proksimal b. Nyeri perut yang intermitan meningkat saat hiperperistaltik c. Perut kembung d. Diare, pada temuan awal e. Konstipasi, temuan akhir berupa afflatus dan adefekasi f. Demam dan takikardi, terjadi terlambat dan mungkin terkait dengan adanya strangulasi g. Riwayat operasi panggul, terapi radiasi sebelumnya atau keduanya h. Riwayat keganasan, terutama carcinoma colon dan carcinoma ovarium 2. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus) maupun “darm steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada saat penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga pada ileus obstruksi yang berat.Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik. 11 Gambar Darm countur Tanda meteorismus, dibedakan berdasarkan letak ; 1). Ileus letak tinggi: di duodenum dengan kembung di ventrikulus 2). Ileus letak tengah: kembung di umbilicus, jejunum dan ileum proksimal 3). Ileus letak rendah: di colon dengan kembung terasa di seluruh region perut b. Palpasi Distensi perut dan tidak nyeri tekan (kecuali pada saat hiperperistaltik) tak ada defance muscular kecuali pada peritonitis. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance muscular’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal. c. Perkusi Timpani pada seluruh region abdomen terutama di subdiafragma d. Auskultasi Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’)/borborygmi (suara seperti air dalam botol yang di kocok/ seperti suara ombak.Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah.Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruktif strangulata. Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani biasanya cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi perforasi akibat obstruksi dan pada pasien yang sudah tua. Mukosa 12 rectum dapat ditemukan licin dan apabila penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum maka akan teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi, serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan peritonitis.Juga menilai ada tidaknya feses di dalam kubah rektum.Pada ileus obstruktif usus feses tidak teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus . Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik dengan ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi parsial atau komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi. Hal penting yang harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi abdomen (curiga akan adanya adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen atau sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita menentukan etiologi terjadinya obstruksi. Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan.Feses juga harus diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi. Untuk dapat mendiagnosis ileus dapat dilakukan dengan melakukan penilaian berdasarkan foto polos untuk pasien dengan ileus obstruksi setidaknya 2 tampilan yaitu posisi terlentang atau datar dan tegak. Foto polos merupakan diagnosis yang lebih akurat pada kasus ileus obstruksi sederhana, namun tingkat kegagalan diagnostik sebanyak 30% telah dilaporkan. Pada foto abdomen dapat membedakan temuan obstruksi sedehana atau strangulasi, dan beberapa telah menggunakanya utnuk membedakan antara obstruksi lengkap atau parsial atau bukan suatu ileus obstruksi. Studi Lappas et al menemukan 2 temuan lebih prediktif dari ileus obstruktif letak tinggi dan ileus obstruktif komplit antara lain: (1) adanya deferensial air-fluid level di usus halus, (2) dilatasi usus lebih dari 25 mm. Studi ini menemukan bahwa ketika 2 temuan yang hadir, obstruksi kemungkinan besar letak tinggi atau ileus obstruksi totalis. Ketika temuan kedua ini tidak ada maka ileus obstruksi letak rendah (parisial) atau tidak ada obstruksi. Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus (diameter >3cm), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan kurangnya gambaran udara di kolon.Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi 13 adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan radiologi yang dilakukan pada pasien ditemukan keluhan mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 9 disertai dengan muntah dan tidak mau buang air besar serta perut yang semakin mengembung diikuti dengan kondisi tampak massa pada bagian umbilikalis pasien dengan ukuran ± 10 cm x 8 cm x 7 cm. Hal ini menandakan bahwa terjadi penurunan kesadaran serta hambatan pada saluran pencernaan bersifat total karena pasien sudah mengalami muntah dan tidak mau buang air besar. Pada pemeriksaan fisik ditemukan penurunan tekanan darah serta peningkatan nadi pasien di mana hal ini menunjukkan pasien mengalami syok sehingga menyebabkan paseen mengalami penurunan kesadaran. Pada abdomen ditemukan massa pada bagian umbilikalis pasien dengan ukuran ± 10 cm x 8 cm x 7 cm, tidak terfiksir, perabaan kenyal, tidak nyeri, dan tidak dapat dikembalikan ke dalam abdomen, distensi abdomen, peningkatan bunyi bising usus disertai dengan metallic sound, tympani pada seluruh lapangan abdomen, serta nyeri tekan pada abdomen. Hal ini menjadi dasar bahwa permasalahan yang dialami oleh pasien adalah permasalahan pada saluran cerna. Pada pemeriksaan radiologi tidak dilakukan oleh pihak IGD karena harus mengatasi keadaan akut dan membahayakan nyawa yang dialami oleh pasien. Berdasarkan uraian dia atas menunjukkan bahwa kondisi yang dialami oleh pasien adalah hambatan pada saluran pencernaan letak tinggi yang bersifat total sehingga terjadi gangguan penyerapan cairan serta makanan pada pasien. Kondisi yang berkelanjutan ini menyebabkan pasien mengalami dehidrasi sehingga mengalami syok hipovolemik sehingga dapat ditegakkan diagnosis kerja pada pasien ini dengan Syok Hipovolemik dengan Ileus Obstruktif Total ec. Hernia Umbilikalis Irreponible Inkarserata. Plan Diagnosis: Syok Hipovolemik dengan Ileus Obstruktif Total ec. Hernia Umbilikalis Irreponible Inkarserata. Pengobatan : Di IGD pasien diberikan: - O2 3-5 liter - Observasi keadaan umum dan vital sign - IVFD RL guyur 2 kolf /makro - Inj.Ceftriaxon 2 x 1 gr (iv), test alergi - Ranitidin inj. 2 x 1 amp (iv) 14 - Cek labor darah lengkap (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, GDR) Pasien kemudian dikirim oleh IGD ke bangsal interne RSUD M.Zein Painan, dan ditegakkan diagnosis kerja dengan Syok Hipovolemik dengan Ileus Obstruktif. Ketika di bangsal dilakukan pemeriksaan kembal kepada pasien dan didapatkan hasil berdasarkan pemeriksaan di atas. Kemudian pasien segera dikonsulkan kepada dokter spesialis bedah di ruangan, kemudian dengan advice: - O2 5 liter - Observasi keadaan umum dan vital sign - IVFD RL guyur 2 liter/menit/makro - Pasang NGT terbuka untuk dekompresi - Pasang Kateter untuk balance cairan dan dekompresi - Inj.Ceftriaxon 2 x 1 gr (iv), test alergi - Ranitidin inj. 2 x 1 amp (iv) - Drip Ketorolac 1 amp. - Rujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk segera dilakukan laparatomi cyto diiringi dengan perbaikan kondisi syok pasien dalam perjalanan. Operasi tidak dapat dilakukan di RSUD M. Zein Painan dengan alas an Spesialis Anestesi tidak ada di tempat. Ketika di ruangan dan dilakukan penangganan berdasarkan Advice di atas, GCS pasien menjadi naik dengan E4 M5 V3 dengan GCS 12. Peningkatan tekanan darah pasien menjadi 100/70 mmhg, nadi 92x/menit, nafas 25x/menit, dan suhu tubuh 36,8 ºC. Mengenai penatalaksnaan pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi intestinal. Dekompresi Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi 15 parsial dapat diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi parsial. Sedangkan pasien dengan obstruksi total wajib dilakukan laparatomi untuk dilakukan mengatasi masalah sumbatan pada saluran pencernaan. Terapi Operatif Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan terapi operatif. Pendekatan non – operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi intestinal komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak akan menimbulkan masalah yang didukung oleh tidak adanya tandatanda demam, takikardia, nyeri tekan atau leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non operatif ini dilakukan dengan berbagai resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah terjadinya injury akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel. Penelitian retrospektif melaporkan bahwa penundaan operasi 12 – 24 jam masih dalam batas aman namun meningkatkan resiko terjadinya strangulasi. Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat diterapi dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati-hati dalam pelepasan adhesi tersebut untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa dan untuk menghindari enterotomi yang tidak perlu. Hernia inkarserata dapat dilakukan secara manual dari segmen hernia dan dilakukan penutupan defek. Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah menyebar, terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik; walaupun hanya sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat berhasil diterapi dengan non-operatif. Pada kasus ini, by pass sederhana dapat memberikan hasil yang lebih baik daripada by pass yang panjang dengan operasi yang rumit yang mungkin membutuhkan reseksi usus. Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitas dari segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih meragukan, segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan pada kondisi hangat, salin moistened spongeselama 15-20 menit dan kemudian dilakukan penilaian kembali. Bila warna normalnya telah kembali dan didapatkan adanya peristaltik, berarti segmen usus tersebut aman untuk dikembalikan. Kedepannya dapat digunakan Doppler atau kontras intraoperatif untuk menilai viabilitas usus. 16 Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus. 1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan. 2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya. 3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut. 4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon, invaginasi strangulata dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis. Komplikasi dari ileus obstruksi dapat berupa nekrosis usus, perforasi usus yang dapat menyebabkan peritonitis, syok septik, dan kematian. Usus yang strangulasi mungkin mengalami perforasi yang mengakibatkan materi dalam usus keluar ke peritoneum dan mengakibatkan peritonitis. Meskipun tidak mengalami perforasi, bakteri dapat melintasi usus yang permeabel dan masuk ke sirkulasi darah yang mengakibatkan syok septik. Prognosis tergantung dari etiologinya. Angka mortalitas perioperatif pada pasien dengan ileus obstruksi non strangulata kurang dari 5% dan pada yang telah mengalami strangulata mencapai 25%. Pendidikan Pendidikan ditujukan untuk penanganan, komplikasi, edukasi terhadap penyakit ini. - Penanganan dapat dilakukan dengan memberikan tindakan pertolongan pertama dan pertolongan lanjut kepada pasien berdasarkan uraian di atas. - Pemahaman mengenai komplikasi yang akan terjadi kepada pasien juga akan membantu dokter dalam memahami bahaya dini dan lanjut yang muncul pada saat sedang melakukan penanganan kepada pasien di ruangan IGD, di ruangan operasi, serta tempat rawatan nantinya. 17 - Mengetahui kondisi penanganan dan komplikasi tersebut dapat membantu dokter untuk memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga dalam memberikan penjelasan mengenai bahaya yang terjadi secara dini dan lanjut kepada pasien, apabila penanganan yang diberikan kepada pasien dilakukan dengan tidak benar. - Pemahaman ini akan membantu dokter untuk memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga dalam pelaksanaan pada rawat jalan dalam penyembuhan kondisi pasien. Konsultasi Konsultasi dilakukan dengan spesialis bedah untuk penatalaksanaan selanjutnya. Rujukan Pasien dirujuk untuk dilakukan penanganan segera serta pemeriksaan radiologis yang lebih bagus seperti Barium enema, CT-Scan, dan MRI serta penanganan lebih lanjut. 18