dengan pegangan.6 Sejak tahun 3.000 SM, manusia telah mengenal alat untuk membersihkan gigi yang merupakan cikal bakal sikat gigi.7 Sikat gigi akhirnya dipatenkan pada tahun 1857.6,7 Pada tahun 1938, bulu sikat dibuat dari nilon dengan berbagai bentuk.7 Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pemakaian sikat gigi secara rutin bisa menyebabkan kontaminasi silang dengan mikroorganisme yang berada dalam rongga mulut, seperti Streptococcus mutans, Sthapylococcus aureus, Streptooccus pyogenes dan Candida albicans. Kontaminasi sikat gigi pertama kali dipaparkan pada abad ke 20 dan mungkin menyebabkan infeksi berulang pada rongga mulut. Glass (1992) mengobservasi bahwa luka pada jaringan mulut menjadi lebih parah dengan digunakannya sikat gigi yang telah terkontaminasi dibandingkan dengan sikat gigi steril.5 Penelitian lain menyimpulkan bahwa sikat gigi pada individu yang sehat dan sakit mengandung sejumlah besar mikroorganisme opurtunis dan patogen yang dapat menyebabkan masalah pernapasan, gastrointestinal, kardiovaskular, dan ginjal.5 Svanberg menemukan bahwa sikat gigi dapat terkontaminasi oleh Streptococcus mutans 24 jam setelah digunakan . Banyak penelitian lain yang memperlihatkan bahwa setelah menyikat gigi, sikat gigi terkontaminasi dengan bakteri yang didominasi oleh Streptococcus mutans. Streptococcus mutans merupakan bakteri yang berperan dalam pembentukan plak dan karies.2,3 Selain itu, sikat gigi juga dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme dari lingkungan.8 Kondisi lembab seperti di kamar mandi dapat memfasilitasi 2 pertumbuhan bakteri dan kontaminasi silang terutama ditemui melalui aerosol dari toilet, flush, jari-jari yang terkontaminasi dan komensal kulit.9 Penelitian oleh Karibasappa Sthapylococcus (2011) aureus, telah mengisolasi Streptooccus Streptococcus pyogenes, Candida mutans, albicans, Lactobacillus, Klebsiella pada sikat gigi yang telah dipakai selama sebulan dan tiga bulan kemudian diletakkan tidak berdekatan dengan toilet. Sedangkan sikat gigi dengan lama pemakaian yang sama tetapi diletakkan berdekatan dengan toilet diisolasi Escherichia Coli.10 American Dental Association (ADA) merekomendasikan beberapa hal untuk menghindari dan mengurangi kontaminasi bakteri pada sikat gigi, salah satunya dengan cara membilas sikat gigi pada air mengalir.11 Studi lain mengatakan bahwa untuk mengurangi kontaminasi bakteri pada sikat gigi, diperlukan antiseptik atau disinfektan.8,9,12 Merendam sikat gigi pada alkohol merupakan prosedur pertama yang direkomendasikan sebagai metode disinfeksi sikat gigi pada tahun 1920.13 Metode lainnya adalah penggunaan sinar ultraviolet. Tetrasodium EDTA dan sanitasi UV telah dilaporkan sebagai metode yang efektif untuk disinfeksi sikat gigi. Tetapi kedua cara ini relatif mahal dan tidak umum digunakan di rumah. Demi meningkatkan kesehatan gigi, maka diperlukan suatu bahan disinfektan untuk sikat gigi yang efektif, murah, non-toksik dan dapat dengan mudah digunakan.5 Selain itu, sejumlah studi juga memberikan alternatif lain, yaitu dengan merendam sikat gigi dengan larutan desinfektan atau larutan mikrobial seperti 3 klorheksidin2,13,14 atau menyemprot sikat gigi dengan larutan desinfektan.15 Namun menurut ADA (American Dental Assoiation), merendam sikat gigi dengan larutan disinfektan atau obat kumur tidak perlu dan bahkan bisa memicu kontaminasi sikat gigi bila larutan yang sama digunakan berulang kali.11 Klorheksidin adalah larutan desinfektan khemis yang bersifat bakteriostatik dan bakterisidal terhadap mikroba gram positif maupun gram negatif. Klorheksidin merupakan derivat bis-biquanite dan merupakan basa yang kuat.16 Selain memiliki aktivitas antibakterial yang tinggi, klorheksidin juga menghambat virus dan aktif melawan jamur. Klorheksidin dapat mendenaturasikan protein dan asam nukleat yang berakibat rusaknya sel bakteri tanpa dapat diperbaiki kembali.1 Klorheksidin merupakan bahan yang efektif, bekerja cepat, dan toksisitasnya rendah. Klorheksidin dengan konsentrasi 0,2% dianggap sebagai standar larutan kumur yang paling efektif.16 Klorheksidin tidak memiliki efek samping sistemik karena tidak diabsobsi ke sirkulasi darah. Tetapi terdapat efek samping lokal dari pemakaian klorheksidin, yaitu pewarnaan pada gigi, dorsum lidah,3 dan bahan restorasi, mati rasa, desquamasi mukosa, dan pembesaran parotid pada penggunaan klorheksidin dengan konsentrasi 0,2%.1 Seiring dengan tumbuhnya kesadaran akan dampak buruk produk-produk kimiawi, maka tumbuh pula kesadaran akan pentingnya produk-produk alami termasuk dalam kesehatan (pengobatan), karena produk alam ini dianggap lebih aman, murah dan memiliki efek samping yang lebih sedikit. Salah satu 4 tumbuhan yang dikenal sebagai tanaman obat yaitu daun sirih (Piper betle Linn.).17 Meningkatnya keinginan masyarakat untuk menggunakan bahan alam atau “back to nature” ditanggapi dengan banyaknya produk- produk herbal berbahan aktif yang digunakan untuk perawatan kesehatan, kosmetik dan pencegahan penyakit. Piper betle Linn atau sirih merupakan salah satu tanaman yang diketahui berkhasiat sebagai antiseptik. Penggunaan secara tradisional biasanya dengan merebus daun sirih kemudian air rebusan digunakan untuk kumur atau membersihkan bagian tubuh lain, atau daun sirih dilumatkan kemudian ditempelkan pada luka. Diketahui kandungan daun sirih adalah minyak atsiri yang terdiri dari hidroksi kavikol, kavibetol, estargiol, eugenol, metileugenol, karvakrol, terpen, seskuiterpen, fenilpropan dan tanin. Ekstrak daun sirih telah dikembangkan dalam beberapa bentuk sediaan misal pasta gigi, sabun, obat kumur karena daya antiseptiknya. Sediaan perasan, infus, ekstrak air-alkohol, ekstrak heksan, ekstrak kloroform maupun ekstrak etanol dari daun sirih mempunyai aktivitas antibakteri terhadap gingivitis, plak dan karies.18 Daun sirih juga mempunyai daya anti bakteri. Kemampuan tersebut karena adanya berbagai zat yang terkandung di dalamnya. Daun sirih mengandung 4,2% minyak atsiri yang merupakan minyak yang mudah menguap yang akhirakhir ini menarik perhatian dunia, hal ini disebabkan minyak atsiri dari beberapa tanaman bersifat aktif biologis sebagai antibakteri dan antijamur. Beberapa hasil penelitian menemukan bahwa minyak atsiri dari daun sirih, 5 rimpang temu kunci, dan kunyit memiliki aktivitas sebagai antijamur dan antibakteri.19,20 Dari pembahasan di atas, penulis tertarik untuk mencari alternatif bahan dekontaminasi sikat gigi mengingat belum banyak literatur yang membahas dan mediskusikan mengenai dekontaminasi sikat gigi. Padahal dari pembahasan di atas telah diketahui bahwa sikat gigi yang terkontaminasi dapat menyebabkan berbagai masalah tidak hanya pada rongga mulut, tetapi juga pada tubuh secara keseluruhan. Diperlukan suatu bahan dekontaminasi untuk sikat gigi yang efektif, murah, non-toksik dan dapat dengan mudah digunakan untuk mengurangi kontaminasi sikat gigi. Klorheksidin adalah desinfektan yang paling sering digunakan, tetapi harganya mahal dan memiliki efek samping untuk pemakaian jangka waktu lama. Oleh karena itu, penulis tertarik memakai air rebusan daun sirih sebagai bahan alternatif untuk dekontaminasi sikat gigi. Selain karena kemampuan antibakteri dan antiseptiknya, daun sirih merupakan bahan alami yang non-toksik dan murah. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui apakah ada pengaruh dari perendaman sikat gigi dengan air rebusan daun sirih terhadap jumlah koloni Streptococcus mutans. Selain itu, peneliti ingin mengetahui apakah air rebusan daun sirih dapat dijadikan alternatif bahan dekontaminasi sikat gigi. 6 1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Adakah pengaruh perendaman sikat gigi terkontaminasi dengan air rebusan daun sirih terhadap jumlah koloni bakteri? 2. Bagaimana perbedaan jumlah koloni bakteri antara sikat gigi yang direndam dengan klorheksidin 0,2 % dan sikat gigi yang direndam dengan air rebusan daun sirih? 3. Apakah air rebusan daun sirih dapat dijadikan sebagai bahan alternatif dekontaminasi sikat gigi? 1.3 TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh perendaman sikat gigi terkontaminasi dengan air rebusan daun sirih terhadap jumlah koloni bakteri. 2. Mengetahui perbedaan jumlah koloni bakteri antara sikat gigi yang direndam dengan klorheksidin 0,2 % dan sikat gigi yang direndam dengan air rebusan daun sirih. 3. Mengetahui apakah air rebusan daun sirih dapat dijadikan sebagai bahan alternatif dekontaminasi sikat gigi. 7 1.4 HIPOTESIS PENELITIAN Hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Ada pengaruh perendaman sikat gigi terkontaminasi dengan air rebusan daun sirih terhadap jumlah koloni bakteri. 2. Hasil perendaman pada sikat gigi yang direndam dengan larutan klorheksidin 0,2% menunjukkan jumlah koloni bakteri yang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah koloni bakteri pada sikat gigi yang direndam dengan air rebusan daun sirih. 3. Air rebusan daun sirih dapat dijadikan sebagai bahan alternatif dekontaminasi sikat gigi. 1.5 MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Hasil penelitian dapat menjadi sumber informasi, wawasan, dan pengetahuan akan pentingnya perawatan sikat gigi guna meningkatkan upaya-upaya pencegahan penyakit, khususnya pada rongga mulut. 2. Hasil penelitian dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai metode dekontaminasi sikat gigi yang murah dan non-toksik. 3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dan referensi dalam upaya menjaga kesehatan gigi dan mulut. 8