UBI JALAR DAN PERAN PEMERINTAH SEBAGAI SUBTITUSI NASI Ubi jalar adalah salah satu komoditas pangan di Indonesia yang termasuk dalam kategori umbi-umbian. Ubi jalar memiliki banyak variasi yang terdiri dari ubi jalar kuning, ubi jalar putih, dan ubi jalar ungu. Namun, konsumsi ubi jalar masih terlihat sangat awam bagi masyarakat Indonesia yang mengutamakan nasi sebagai makanan pokok sehari-hari. Hal ini sangat jelas terjadi dengan adanya slogan khas masyarakat Indonesia yang berbunyi “Belum makan, jika belum makan nasi”. Ubi jalar identik sebagai makanan dari pedesaan yang jarang menjadi primadona layaknya nasi ataupun sumber karbohidrat lain seperti oatmeal. Pada masyarakat perkotaan, ubi jalar dianggap sebagai makanan yang kurang menarik. Data dari Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian Indonesia pada tahun 2019 menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat terhadap ubi jalar masih sangat rendah yaitu hanya 3,5 kg/kapita/tahun. Perbandingan jelas terlihat dari data konsumsi beras yang mencapai hingga 94,9 kg/kapita/tahun. Rendahnya konsumsi ubi jalar ini disebabkan karena kurang minatnya masyarakat untuk beralih ke sumber makanan pokok selain nasi. Pola fikir yang tertanam sejak lama pada masyarakat Indonesia bahwa nasi merupakan makanan pokok yang harus selalu ada dan wajib dikonsumsi membuat ubi jalar semakin dilupakan. Padahal kandungan yang terdapat dalam ubi jalar memberikan manfaat yang positif bagi kesehatan tubuh. Penelitian membuktikan bahwa ubi jalar ungu mengandung antosianin yang tinggi sedangkan pada ubi jalar kuning mengandung beta karoten yang juga tinggi. Antosianin dan beta karoten berfungsi sebagai antioksidan yang berperan sebagai pencegah terjadinya penuaan, kanker, mencegah penyakit degeratif, dan mencegah gangguan pada hati. Nasi bukanlah satu-satunya sumber energi dan karbohidrat. Ubi jalar dapat digunakan sebagai subtitusi nasi karena merupakan salah satu sumber karbohidrat kompleks. Jenis karbohidrat ini memberikan efek kenyang yang bertahan lama dibandingkan dengan nasi. Selain itu, kandungan indeks glikemik pada ubi jalar lebih rendah dibandingkan dengan indeks glikemik pada nasi. Serat yang tinggi pada ubi jalar juga berperan secara intensif pada proses pencernaan sehingga pengeluaran feses menjadi lebih lancar. Konsumsi ubi jalar mampu setara dengan nasi apabila terdapat dorongan dari pemerintah akan pentingnya konsumsi bahan makanan pokok selain nasi. Jika dilihat dari kacamatan ekonomi, ubi jalar jauh lebih murah dibandingkan dengan harga beras maupun sember makanan pokok lain seperti kentang dan jagung. Perbandingan ini dapat dijadikan parameter oleh masyarakat agar lebih bijak dalam memilih bahan makanan. Selain murah, ubi jalar juga mudah didapatkan di pasar-pasar tradisional. Cita rasa yang khas dari setiap jenis ubi jalar juga dapat menjadi opsi bagi masyarakat dalam mengonsumsi ubi jalar Pemerintah menjadi garda terdepan dalam upaya mengajak masyarakat Indonesia untuk kembali menaruh minat terhadap konsumsi ubi jalar. Daya tarik ubi jalar dapat dikembangkan melalui berbagai program yang secara langsung melibatkan masyarakat. Kreativitas sangat diperlukan dalam upaya pemerataan konsumsi ubi jalar. Kreativitas yang menarik tentunya dapat memberi dampak yang positif terhadap konsumsi ubi jalar secara menyeluruh baik bagi masyarakat perkotaan maupun masyarakat pedesaan. Inovasi terbaru sangat diperlukan agar masyarakat terdorong untuk beralih pada ubi jalar. Saat ini, ubi jalar tidak selalu dikonsumsi dalam olahan yang direbus saja. Banyaknya olahan-olahan yang menggunakan bahan dasar ubi jalar dapat dijadikan opsi terbaru untuk dapat mengonsumsi ubi jalar dengan cara yang berbeda. Bahkan, ubi jalar juga diolah menjadi tepung. Saat ini, banyaknya platform media online yang hadir juga menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan daya jual beli terhadap ubi jalar sehingga ubi jalar dapat dinikmati kapanpun dan dimanapun. Program kreativitas yang dapat meningkatkan konsumsi ubi jalar dapat melalui pelatihan maupun sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat yang berfokus pada masyarakat sebagai produsen dan masyarakat sebagai konsumen. Masyarakat sebagai produsen harus memiliki inovasi yang unggul pada produk ubi jalar yang dapat dijadikan sebagai daya tarik bagi para konsumen. Kreativitas yang tumbuh tentunya hadir dalam pola pikir masyarakat. Namun, pemerintah juga berperan penting dalam keberhasilan program tersebut. Pemberdayaan masyarakat menjadi prioritas yang harus dicanangkan dan dikuatkan agar masyarakat umum mengetahui manfaat dari ubi jalar sebagai pengganti nasi.