INSTRUMEN DAN KELEMBAGAAN PERLINDUNGAN HAM DI INDONESIA Disusun Oleh : Hafidz Farosy Ilmi Nur (2018.77.01.1059) Yuza Abror () SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’HAD ALY AL-HIKAM MALANG PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Malang, Februari 2021 A. HAM di Indonesia HAM sebagai nilai universal telah dimuat dalam Konstitusi RI, baik dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 maupun dalam batang tubuh UUD 1945 dan dipertegas dalam amandemen UUD 1945. Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM sebagai bentuk tanggung jawab moral dan hukum Indonesia sebagai anggota PBB dalam penghormatan dan pelaksanaan Deklarasi Universal HAM/Universal Declaration on Human Rights (UDHR) tahun 1948 serta berbagai instrumen HAM lainnya mengenai HAM yang telah diterima Indonesia B. Instrumen HAM Instrumen HAM di Indonesia berarti alat, sehingga instrumen HAM merupakan suatu alat yang digunakan untuk melindungi hak asasi manusia. Alat ini berupa peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah sebagai bentuk partisipatif adanya Universal Declaration of Human Right (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) oleh PBB.1 Instrumen HAM perlu dibuat karena banyak jenis-jenis pelanggaran HAM yang marak terjadi. Oleh karena itu, negara-negara di dunia membuat peraturan tertulis untuk melindunginya baik secara internasional maupun secara nasional. Dengan demikian, terdapat 2 (dua) jenis instrumen HAM yakni: 1. Instrumen HAM Nasional, instrumen ini berlaku secara nasional saja, artinya instrumen tersebut dibuat oleh pemerintah di suatu negara dan hanya berlaku di negara di bawah hukum dimana instrumen tersebut ditetapkan. Oleh karena itu, instrumen HAM Nasional Indonesia hanya berlaku di negara Indonesia saja. 2. Instrumen HAM Internasional, karena bersifat internasional maka instrumen ini melindungi hak asasi manusia masyarakat internasional. 1 https://guruppkn.com/instrumen-ham-di-indonesia Instrumen ini dijadikan sebagai acuan pembentukan instrumen HAM Nasional bagi negara-negara yang turut serta mengesahkan instrumen tersebut. Terdapat 8 (delapan) diantara 9 (sembilan) instrumen pokok HAM internasional yang telah diratifikasi Indonesia, yaitu:2 1. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (UU no. 7/1984); 2. Convention on the Rights of the Child (Keppres no. 36/1990), termasuk Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the Involvement of Children in Armed Conflict (UU no. 9/2012) dan Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography (UU no. 10 tahun 2012); 3. Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman, or Degrading Treatment or Punishment (UU no. 5/1998); 4. International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination, 1965 (UU no. 29/1999); 5. International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (UU no. 11/2005); 6. International Covenant on Civil and Political Rights (UU no. 12/2005); 7. Convention on the Rights of Persons With Disabilities (UU no.19/2011); 8. International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families (UU no. 6/2012) Indonesia juga telah memiliki National Human Rights Institution (NHRI) yang independen dan sejalan dengan Paris Principles yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI (Komnas HAM RI) yang dibentuk pada tahun 1999 berdasarkan UU no.39 Tahun 1999 tentang HAM. Komnas HAM RI secara berkala menjalani review The Global Alliance Of National Human Rights Institutions (GANHRI) dan telah mendapat akreditasi A dari sejak tahun 2000 sampai saat ini. Sebagaimana dimandatkan dalam Deklarasi dan Program Aksi HAM Wina 1993/Vienna Declaration and Program of Action on Human Rights (VDPA), 2 https://kemlu.go.id/portal/id/read/40/halaman_list_lainnya/indonesia-dan-hak-asasi-manusia Pemerintah Indonesia telah mengesahkan dan mengimplementasikan empat Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM), yaitu: 1. untuk periode 1998-2003; 2. untuk periode 2004-2009; 3. untuk periode 2011-2014; dan 4. untuk periode 2015-2019 (sedang berjalan). Dalam perkembangannnya, penyusunan dan implementasi RANHAM RI tidak hanya melibatkan Pemerintah Pusat namun melibatkan juga Pemerintah Daerah. Pemri juga memiliki Sekretariat Bersama RANHAM untuk memonitor dan mengevaluasi implementasi Aksi HAM RI.3 Bersdasarkan paparan diatas, dapat kita ketahui bahwa indonesia telah meratifikasi 8 instrumen pokok HAM internasional dari total 24 Instrumen HAM termasuk tentang perburuhan4 serta 52 peraturan perundang-undangan nasional lainnya yang berkait dengan perlindungan dan penegakan HAM. Indonesia juga negara yang paling dahulu meratifikasi Geneva Conventions 1949.5 Dengan demikian, Indonesia dapat dikatakan negara yang paling maju dalam regulasi hak asasi manusia dibandingkan beberapa negara lain, khususnya di kawasan Asia Tenggara seperti Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam serta negara-negara semi otoriter seperti Malaysia dan Singapura dan negara monarki absolut seperti Brunei Darussalam. Selain meratifikasi instrumen internasional HAM utama diatas, instrumen nasional HAM terus dilakukan baik dalam bentuk ratifikasi maupun pembuatan hukum nasional yang pro-HAM. Sebagai gambaran, berikut instrumen nasional yang melindungi hak asasi manusia warga negara. 3 https://kemlu.go.id/portal/id/read/40/halaman_list_lainnya/indonesia-dan-hak-asasi-manusia Adan Buyung Nasution, A. Patra M.Zen, INSTRUMEN Internasional pokok hak asasi manusia, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia 2006, hal. 30 5 Konvensi-Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 bagi perlindungan korban perang. Instrumen ini merupakan bagaian dari Hukum Humaniter Internasional utama dan telah diterima secara universal. Konvensi-konvensi ini mengandung kelemahan dalam beberapa aspek seperti perilaku pertempuran dan perlindungan orang sipil akibat pertempuran. Kelemahan-kelemahan ini dikoreksi dengan diadopsinya dua protokol pada 1977 yaitu Protokol Tambahan I untuk Konvensi-konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 tentang Perlindungan Korban Konflik Bersenjata Internasional dan Protokol Tambahan II untuk Konvensi-konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 tentang Perlindungan Korban Konflik Bersenjata Non-internasional. Indonesia sendiri meratifikasi Konvensi Jenewa I-IV 1949 pada 30 September 1958. Sementara untuk Protokol Tambahan I dan II Indonesia belum meratifikasi. 4 Tema Hak Dasar Warga Hak-hak warga negara - Instrument Nasional HAM6 Undang-Undang UUDN RI 1945 (Amandemen kedua) HAM Tap MMP-RI No. XVIII/MPR/1998 UU No. 39/1999 UU No. 12/2006 Hak untuk tidak disiksa UU No. 23/2004 Hak-hak Buruh UU No. 20/1999 - UU No. 19/1999 Keppres No.83/1998 - UU No. 21/1999 Hak Berekspresi dan UU No. 9/1999 Menyampaikan pendapat UU No. 26/1999 Hak Anak UU No. 1/2000 6 UU No. 4/1979 UU No. 3/1997 Tentang (Bab X-A mulai Pasal 28 A sampai dengan 28 J) Hak Asasi Manusia Hak Asasi Manusia Kewarganegaraan Republik Indonesia Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Konvensi ILO Mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja Konvensi Ilo Mengenai Penghapusan Kerja Paksa Pengesahan Konvensi No. 87 Tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisas Konvensi Ilo Mengenai Diskriminasi Dalam Pekerjaan Dan Jabatan Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum Pencabutan UU No. II/PNPS/Tahun 1963 Tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi Pengesahan Konvensi ILO nomor 182 Mengenai Penghapusan BentukBentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak Kesejahteraan Anak Pengadilan Anak Syamsuddin Radjab, Historisitas Hak Asasi Manusia di Indoensia dan Kelembagaan Ham, (Bahan kuliah POLITIK HUKUM pada Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila) Non Diskriminasi UU No. 23/2002 UU No. 40/2008 Inpres No. 26/1998 Keppres No. 6/2000 - Hak Kesetaraan UU No. 7/1984 Inpres No. 9/2000 Hak atas Keadilan dan UU No. 26/2000 Persamaan didepan hukum Hak atas Jaminan Sosial UU No. 40/2004 Perlindungan/Pemajuan HAM - - - Perlindungan Anak Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis Penghentian Istilah Pribumi dan Non Pribumi Pencabutan Instruksi Presiden No. 14 Tahun 1967 Tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional Pengadilan Hak Asasi Manusia Sistem Jaminan Sosial Nasional Keppres No. 50/1993 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Keppres No. 181/1998 Jo. Komnas Anti Kekerasan Perpres No.65 tahun 2005 Terhadap Perempuan TAP MPR No. Pemantapan Persatuan V/MPR/2000 dan Kesatuan Nasional, agar diadakan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) UU No 13/2006 Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban UU No. 8/1999 Perlindungan Konsumen UU No. 8/2011 tentang Mahkamah Konstitusi Perubahan UU No. 24/2003 UU No. 18/2011 tentang Komisi Yudisial Perubahan UU No. 22/2004 - UU N0. 37/2008 Ombudsman RI Kepres No. 44/2000 Komisi Ombudsman Nasional Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) PP. No. 2/2002 Tata Cara Perlindungan Saksi dan Korban PP. No. 3/2002 Tata Cara Pemberian Kompesasi, Restitusi, dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Keppres No. 129/1998 Jo. Rencana Aksi Nasional Keppres No. 61/2003 - HAM Indonesia (RANHAM) I (19982003) Keppres No. 40/2004 RANHAM II (20042009) Perpres No. 23/2011 RANHAM III (20112014) Hak Lansia UU No. 13/1998 Kesejahteraan Lanjut Usia Hak atas Informasi/Hak UU No. 14/2008 Keterbukaan Informasi untuk Tahu Publik UU No. 40/1999 Pers UU No. 32/2002 Penyiaran Hak Turut serta dalam UU No. 2/1999 Partai Politik pemerintahan/Hak Berkumpul dan berserikat Hak untuk tidak UU No. 21/2007 Pemberantasan Tindak diperbudak/Hak atas Pidana Perdagangan kebebasan Pribadi Orang - Keppres No. 77/2003 Ratifikasi7 Instrumen HAM Utama Instrumen Internasional Ratifikasi UU Nasional Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik UU No. 12 tahun 2005 tentang (International Covenant on Civil and Pengesahan ICCPR (International Political Rights/ICCPR) disahkan pada Convenant on Civil and Political 16 Desember 1966 Rights) disahkan pada tanggal 28 Oktober 2005. Kovenan Hak Ekonomi, Hak Sosial, dan UU No. 11 tahun 2005 tentang 7 ratifikasi/ra·ti·fi·ka·si/ n pengesahan suatu dokumen negara oleh parlemen, khususnya pengesahan undang-undang, perjanjian antarnegara, dan persetujuan hukum internasional. (https://kbbi.web.id/) Hak Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights/ICESCR) disahkan pada 16 Desember 1966. Konvensi Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial (International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination/ICERD) disahkan pada 21 Desember 1965. Konvensi Melarang Penyiksaan dan Perlakuan atau Perlakuan yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment/CAT) disahkan pada 10 Desember 1984. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women/CEDAW) disahkan pada 18 Desember 1979. Konvensi Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families/ICRMW) disahkan pada 18 Desember 1990. Pengesahan ICESCR (International Convenant on Economic, Social and Cultural Rights) disahkan pada tanggal 28 Oktober 2005. UU No. 9 tahun 1999 tentang Penghapusan segala bentuk Diskriminasi Rasial (Convention on the Elimination of all forms of Racial Discrimination) disahkan pada Tanggal 25 Mei 1999. UU No. 5 tahun 1998 tentang Konvensi menentang penyiksaan lain yang kejam kejam, , tidak manusiawi manusiawi, , dan merendahkan martabat manusia (Convention Against Torture and other Cruel, Inhuman or Degradi Degrading ng Treatment or Punishment) disahkan pada Tanggal 28 September 1998. UU No. 7 tahun 1984 tentang Ratifikasi CEDAW (Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Woman) disahkan pada Tanggal 24 Juli 1984. UU No. 6 Tahun 2012 tentang Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-Hak Pekerja Migran dan anggota keluarganya (International Convention on The Protection of The Right of All Migrant workers and Members of Their Families) disahkan pada tanggal 2 Mei 2012. Konvensi Hak Orang Penyandang Cacat UU No. 19 Tahun 2011 Tentang (Disabilitas) (Convention on the Rights Pengesahan Convention On The Rights of Persons with Disabilities/CRPD) Of Persons With Disabilities (Konvensi disahkan pada 13 Desember 2006. Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) disahkan pada Tanggal 10 November 2011. Konvensi Perlindungan Terhadap Seluruh Orang dari Penghilangan Paksa (International Convention for the Protection of All Persons from Enforced Disappearance/CPED) disahkan pada 20 Desember 2006. Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child/CRC) disahkan pada 20 Nopember 1989. Belum diratifikasi8 Keppres No. 36 tahun 1990 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child - CRC) disahkan pada tanggal 25 Agustus 1990. C. Lembaga Negara Penegak HAM 1. Komnas HAM Komnas HAM dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomo 50 Tahun 1993 dan diperkuat melalui UU No. 39 Tahun 1999 yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (7) yang menyatakan bahwa Komisi Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga yang mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.9 2. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan atau lebih dikenal dengan Komnas Perempuan didirikan Komisi nasional ini didirikan tanggal 15 Oktober 1998 berdasarkan Keppres No. 181 Tahun 1998 yang diperbaharui dengan Perpres No. 65 Tahun 2005. Komnas Perempuan bertujuan untuk mengembangkan kondisi yang kondusif untuk penghapusan segala bentuk 8 Pemerintah Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri RI, Marty Natalegawa telah menandatangani Konvensi tersebut pada tanggal 27 September 2010 dan menjadi negara yang ke-86 yang menandatangani Konvensi tersebut, tetapi hingga kini pemerintah maupun DPR belum mensahkan menjadi UU. Baca Pidato Menteri Luar Negeri RI Pada Rapat Kerja Ratifikasi Konvensi Internasional Untuk Perlindungan Semua Orang Dari Penghilangan Secara Paksa, pada tanggal 4 Desember 2013. (http://kemlu.go.id/Pages/SpeechTranscriptionDisplay.aspx?IDP=812&l=id) 9 Julius Ibrani (ed), Bantuan Hukum, Bukan Hak Yang Diberi, YLBHI, Jakarta, 2013, hlm.19-47 kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran hak-hak asasi perempuan, serta meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangannya.10 3. Komisi Perlindungan Anak Indonesia Komisi Perlindungan Anak Indonesia, disingkat KPAI, adalah lembaga independen Indonesia yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam rangka meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak. Undang-Undang tersebut disahkan oleh Sidang Paripurna DPR pada tanggal 22 September 2002 dan ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri, pada tanggal 20 Oktober 2002. Setahun kemudian sesuai ketentuan Pasal 75 dari undang-undang tersebut, Presiden menerbitkan Keppres No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia.11 4. Ombudsman Republik Indonesia Ombudsman Republik Indonesia12 atau Komisi Ombudsman Nasional adalah lembaga negara di Indonesia yang mempunyai fungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu13 yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.14 Lembaga ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yang disahkan dalam rapat paripurna DPR RI pada tanggal 9 September 2008. 10 Perpres No. 65 Tahun 2005 Pasal 2 UU No. 23 Tahun 2002, Pasal 74 12 Kunjungi laman resmi Ombudsman di, http://www.ombudsman.go.id/ 13 UU N0. 37 Tahun 2008, Pasal 6 14 UU No. 37 Tahun 2008, Pasal 1 ayat (1) 11