Final Project Pengolahan Data Well Log dan Acoustic Impedance Inversion Oleh : Meidi Yahnti Tresna Nagari 03411740000051 Departemen Teknik Geofisika Fakultas Teknik Sipil, Perencanaan, dan Kebumian. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode seismic adalah salah satu metode geofisika yang digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon. Metode ini memanfaatkan penjalaran gelombang seismik yang melewati material bumi. Sumber gelombang seismic bisa berasal dari ledakan dinamit atau ketukan sumber palu. Dari sumber tersebut mengakibatkan terjadinya getaran pada titik ledak, yang menyebabkan energy bergerak ke sekelilingnya berupa gelombang mekanik. Gelombang mekanik tersebut akan ditangkap oleh geophone dan diproses sehingga menghasilkan seismogram yang terdiri dari waktu tempuh dan kuat energy. Setelah dilakukan akuisisi data seismic, dilakukan pengolahan data. Dengan adanya penampang seismic ini, maka dapat dilakukan interpretasi untuk mendapatkan bentuk peta bawah permukaan dan mengetahui kemungkinan suatu wilayah merupakan prospek kandungan hidrokarbon dan dilanjutkan dengan proses pengeboran. Setelah proses pengeboran, maka dilakukan proses well logging. Tujuan daarai well loging adalah untuk mendapatkan informasi litologi, pengukuran porositas, pengukuran resistivitas, dan kejenuhan hidrokarbon yang pada akhirnya digunakan untuk menentukan zona dan memperkirakan kuantitas minyak dan gas bumi dalam suatu reservoir. Hasil pengukuran ditampilkan dalam kurva log vertical yang sebanding dengan kedalamannya dengan menggunakan skala tertentu sesuai keperluan pemakainya. Proses eksplorasi seismic dilakukan untuk beberapa lintasan, sedangkan proses pengeboran dilakukan pada beberapa titik yang diperkirakan memiliki prospek kandungan hidrokarbon. Sehingga dengan melakukan well seismic tie dapat dilakukan interpretasi untuk mengetahui bentuk peta struktur bawah permukaan yang lebih luas, akurat, dan maksimal. 1.2 Manfaat Pengolahan data dilakukan guna mendapatkan posisi mengenai keberadaan hidrokarbon yang lebih akurat. 1.3 Tujuan Pengolahan data ini dilakukan untuk mendapatkan depth structure map sehingga didapatkan posisi mengenai keberadaan hidrokarbon yang lebih akurat. 2 BAB II DASAR TEORI 2.1 Geologi Lapangan F3 Lapangan F3 dalah sebuah blok di sektor Belanda di Laut Utara. Pada Lapangan ini telah dilakukan akusisi 3D seismik untuk eksplorasi minyak dan gas yang terbentuk pada zaman antara Jurassic sampai Cretaceous. Pada kedalaman di atas 1200 ms terdapat reflektor yang terbentuk pada zaman Miosen, Pliosen, dan Pleistosen. Sigmoidal-bedding pada skala besar dengan mudah terlihat yang terdiri dari deposit sistem fluviodeltaic berskala besar yang menguras sebagian besar dari wilayah Laut Baltik Gambar 1 Lokasi Lapangan F3 Southern North Sea Netherlands Delta terdiri dari pasir dan serpih, dengaan porositas 20-30%. Di daerah tersebut terdapat beberapa carbonate-cemented streaks. Fitur yang paling mencolok adalah sigmoidalbedding pada skala besar, downlap, toplap, onlap, dan struktur pemotongan. Gambar 2 Area studi Lapangan F3 3 Pada skala besar, cekungan sedimen di Southern North Sea dapat dilihat sebagai sebuah cekungan yang didominasi oleh rifting dari zaman Mesozoik dengan fase post-rift sag Kenozoikum. Rifting sudah dimulai pada zaman Trias, dan memuncak dalam zaman Jurassic dan zaman Kapur Awal dengan berbagai fase tektonik ekstensional Kimmerian yang berkaitan dengan ketenangan tektonik dan penurunan dari cekungan, dengan pengecualian beberapa pergerakan kompresial tektonik selama era Kapur Akhir dan Tersier. Selama fase post-rift, sebagian besar cekungan mengakumulasi lapisan tebal sedimen dalam bagian yang sangat besar. Dalam cekungan sedimen ini batuan sumber hidrokarbon yang paling menonjol adalah Westphalian coalbads untuk gas, dan serpih Lower Jurassic Posidonia untuk minyak. Dorongan terakhir tektonik regional yang signifikan terjadi selama MidMiosen, sehingga membentuk ketidak selarasan Mid-Miosen. Permukaan ini sekarang terkubur di kedalaman yang berkisar dari sekitar 1000 – 1500 m. Batuan sedimen yang terkait dengan gas dangkal yang dibahas dalam paper ini termasuk dalam urutan sedimen klastik setelah Mid-Meosen. Keberadaan source rock utama untuk minyak, Posidonia shale, terdapat pada era Mesozoic. Pesidonia shale kemudian terakumulasi kedalam unit reservoar utama Vieland Sandstone dimana ini menjadi sebuah channel yang terletak pada kurun waktu Early Cretaceous. Keberadaan source rock utama untuk gas, Westphalian coals, terdapat pada era Paleozoic. Westphalian coals kemudian juga terakumulasi ke dalam unit reservoar utama Vieland Sandstone dan nampak sebagai shallow hydrocarbon. Petroleum system daerah penelitian secara jelas dapat dilihat pada gambar.2.3 Panah-panah (merah dan hijau) menunjukkan asal source rock yang berasosiasi dengan reservoar minyak/gas. Gambar 4 Sistem hidrokarbon bawah permukaan Northsea 4 2.2 Tahapan Metode Seismik Metode seismik refleksi terbagu dalam tiga kegiatan, yaitu akuisisi data seismik, pengolahan data seismik, dan interpretasi data seismik. A. Akuisisi Data Seismik Akuisisi data seismic merupakan pengambilan data di lapangan untuk mendapatkan gambaran bawah permukaan. Akusisi data seismik memerlukan parameter lapangan yang cocok dari suatu daerah penelitian B. Pengolahan Data Seismik Tujuan dari pengolahan data seismik adalah menghasilkan penampang seismic dengan signal to noise ratio yang baik tanpa mengubah bentuk kenampakan refleksi, sehingga dapat dihasilkan sebuah penampang yang dapat menggambarkan keadaan dan bentuk dari perlapisan di bawah permukaan bumi seperti keadaan sebenarnya. C. Interpretasi Data Seismik Interpretasi data seismic menjelaskan arti geologis pada suatu data seismik. Interpretasi dilakukan dengan caara mengaitkan data seismik (lateral) dengan data lain seperti data sumur (vertikal), sehingga kondisi bawah permukaan dapat dijelaskan dengan baik. 2.3 Data Sumur (Log) Log adalah suatu grafik kedalaman dari suatu data yang menunjukkan parameter yang diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur. Log tersebut akan membantu dalam membaca informasi penampang seismic. Ada berbagai macam log yang mempunyai fungsinya masing-masing. Sebuah sumur tidak selalu mempunyai data log secara keseluruhan. Terdapatnya data log pada suatu sumur dapat dilihat berdasarkan nilai ekonomis yang bergantung pada keperluan data pada suatu sumur. 2.4 Well Seismic Tie Well Seismic Tie adalah proses pengikatan data sumur (well) terhadap data seismik. Data sumur yang diperlukan untuk well seismic tie adalah sonic (DT), density (RHOB), dan checkshot. Sebelum diproses, data well tersebut harus dikoreksi terlebih dahulu untuk menghilangkan efek washout zone, cashing shoe, dan artifak-artifak lainya.. Data seismic umumnya berada dalam domain waktu (TWT) sedangkan data well berada dalam domain 5 kedalaman (depth). Sehingga, sebelum dilakukan pengikatan, langkah awal yang harus dilakukan adalah konversi data well ke domain waktu. Untuk konversi ini, diperlukan data sonic log dan checkshot. 2.5 Seismogram Sintetik Seismogram sintetik merupakan hasil konvolusi antara deret koefisien refleksi dengan suatu wavelet. Proses mendapatkan rekaman seismik ini merupakan sebuah proses pemodelan kedepan (forward modeling). Koefisien refleksi diperoleh dari perkalian antara kecepatan gelombang seismik dengan densitas batuannya. Sedangkan wavelet diperoleh dengan melakukan pengekstrakan pada data seismik dengan atau tanpa menggunakan data sumur dan juga dengan wavelet buatan. Seismogram sintetik sangat penting karena merupakan sarana untuk mengidentifikasi horison seismik yang sesuai dengan geologi bawah permukaan yang diketahui dalam suatu sumur hidrokarbon Seismogram sintetik merupakan hasil konvolusi antara deret koefisien refleksi dengan suatu wavelet. Proses mendapatkan rekaman seismik ini merupakan sebuah proses pemodelan kedepan (forward modeling). Koefisien refleksi diperoleh dari perkalian antara kecepatan gelombang seismik dengan densitas batuannya. Sedangkan wavelet diperoleh dengan melakukan pengekstrakan pada data seismik dengan atau tanpa menggunakan data sumur dan juga dengan wavelet buatan. Seismogram sintetik sangat penting karena merupakan sarana untuk mengidentifikasi horison seismik yang sesuai dengan geologi bawah permukaan yang diketahui dalam suatu sumur hidrokarbon Gambar 5 Sintetik seismogram yang didapat dengan mengkonvolusikan koefisien refleksi dengan wavelet 6 2.6 Ekstraksi Wavelet Jenis dan tahapan dalam pembuatan (ekstraksi) wavelet adalah sebagai berikut : A. Ekstraksi Wavelet Secara Teoritis Wavelet ini dibuat sebagai wavelet awal untuk menghasilkan seismogram sintetik. Seismogram sintetik ini kemudian diikatkan dengan data seismic dengan bantuan checkshot. Apabila ternyata checkshot sumur itu tidak ada, maka korelasi dilakukan dengan cara memilih event-event target pada sintetik dan menggesernya pada posisi event-event data seismik (shifting). Korelasi antara data seismogram sintetik dan data seismik ini akan mempengaruhi hasil pembuatan wavelet tahap selanjutnya. Korelasi yang dihasilkan dengan cara ini biasanya kurang bagus karena wavelet yang digunakan bukan wavelet dari data seismik. B. Ekstraksi Wavelet Secara Statistik dari Data Seismik Jenis ekstraksi wavelet selanjutnya adalah ekstraksi wavelet dari data seismik secara statistik. Ekstraksi dengan cara ini hanya menggunakan data seismik dengan masukan posisi serta window waktu target yang akan diekstrak. Untuk memperoleh korelasi yang lebih baik, maka dilakukan shifting pada event-event utama. Jika perlu dilakukan stretch dan squeeze pada data sintetik. Namun karena stretch dan squeeze sekaligus akan merubah data log, maka yang direkomendasikan hanya shifting. Biasanya, korelasi yang didapatkan dengan cara statistik dari data seismik akan lebih besar bila dibandingkan dengan wavelet teoritis. C. Ekstraksi Wavelet Secara Deterministik Ekstraksi wavelet dengan cara ini akan memberikan wavelet yang akan lebih mendekati wavelet sebenarnya dari data seismik. Ekstraksi ini dilakukan terhadap data seismik sekaligus dengan kontrol data sumur, sehingga akan memberikan wavelet dengan fasa yang tepat. Namun ekstraksi ini hanya akan memberikan hasil yang maksimal jika data sumur sudah terikat dengan baik. Ekstraksi wavelet secara statistik dan pengikatan yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil ekstraksi wavelet secara deterministik dengan kualitas yang baik. 2.7 Metode Inversi Seismik Pada metode inversi seismik penampang seismik dikonversi kedalam bentuk impedansi akustik yang merepresentasikan sifat fisis batuan sehingga lebih mudah untuk diinterpretasi menjadi parameter-parameter petrofisik misalnya untuk menentukan ketebalan, porositas dan penyebarannya. 7 Berdasarkan algoritma, inversi amplitudo terbagi atas band limited, model based, dan sparse spike. 3.1.1 Inversi Rekursif/ Bandlimited Inversi rekursif atau yang sering disebut dengan bandlimited inversion merupakan inversi yang mengabaikan efek wavelet seismik dan memperlakukan seolah-olah trace seismik merupakan kumpulan koefisien refleksi yang telah di filter oleh wavelet berfasa nol A. Inversi Model Based Prinsip metode ini adalah membuat model geologi dan membandingkannya dengan data rill seismik (Russel, 1999). Metode inversi berbasis model dapat mengembalikan frekuensi rendah dan tinggi yang hilang dengan cara mengkorelasikan data seismik dengan respon seismik dari model geologi. B. Inversi Sparse Spike Dalam metode sparse spike ini terdapat beberapa teknik dekonvolusi, karena metode ini mengasumsikan beberapa model reflektifitas dan membuat estimasi wavelet berdasarkan model asumsi tersebut 2.8 Inversi Impedansi Akustik Impedansi Akustik merupakan kemampuan fisis batuan untuk dilewati oleh gelombang akustik. Secara matematis impedansi akustik batuan adalah hasil perkalian antara kecepatan dengan densitas suatu batuan, sebagai berikut : IA = V x ρ Dimana: IA = Impedansi Akustik V = Kecepatan gelombang seismic ρ = densitas batuan 8 BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Data Alat yang digunakan dalam pengolahan data ini yaitu Software Hampson-Russell 10 untuk picking horizon, picking fault, Depth Structure Map, pengolahan data log seismic well tie, dan inversi impedansi akustik. 3.1 Flowchart START GR, RHOB, NPHI, P-Wave, Koordinat, Tipe Sumur, Ketinggian Kelly Bushing, dan Ketinggian Permukaan Data LOG Data Seismik Koefisien Refleksi Ekstraksi Wavelet Sintetik Seismogram Seismik Well-Tie Inversi Impedansi Akustik Picking Horizon Picking Patahan Peta Time Domain Peta Kedalaman Interpretasi Finish 9 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kualitatif Data Log Dari data log yang ditampilkan diperkirakan zona prospek berada pada marker FS 8 dan FS 6 dengan nilai Gamma-ray rendah, sonic rendah, log porositas dan densitas rendah dan terdapatnya cross-over yang berhimpit antara log porositas dan log densitas. Gambar 6 Tampilan data log sumur F02-1 Gambar 7 Tampilan data log sumur F03-2 10 Gambar 8 Tampilan data log sumur F03-4 Gambar 9 Tampilan data log sumur F06-1 4.2. Feasibility Analysis Dalam menentukan zona interest pada suatu reservoir perlu dilakukan feasibility analysis atau analisa kelayakan yang dilakukan dengan crossplot antara log dari sumur. Yang menjadi target dari penelitian ini adalah lapisan sand dan shale yang merupakan reservoar dari hidrokarbon yang baik. Analisa crossplot ini dilakukan sebelum proses inversi diterapkan untuk menentukan zona interest yang akan dijadikan sasaran dalam penelitian. Analisa crossplot yang dilakukan yaitu antara log P-impedance dan log densitas yang ditunjukan oleh gambar 10. Dari crossplot antara densitas dan p-impedance tersebut didapatkan titik yang menunjukkan persebaran nilai dari densitas dan p-impedance. Crossplot ini dilakukan bertujuan untuk mendapatkan determinasi kandungan shale pada suatu lapisan. Hal ini penting karena dengan melihat kandungan shale akan didapatkan zona impermeabel hal ini dapat dilakukan karena zona permeabel dan impermeabel identik dengan besarnya kandungan shale 11 atau sand pada sutu lapisan, sehingga dengan penggunaan color key vertical depth akan didapatkan pada kedalaman berapa zona yang permeabel dan impermeabel terletak. Gambar 10 crossplot density vs p-impedance Pada hasil crossplot antara p-impedance dan densitas didapatkan hubungan antara keduanya adalah berbanding lurus. Nilai densitas yang tinggi menunjukkan respon shale dan densitas rendah menunjukkan respon sand, begitu juga pada log p-impedance yang menunjukkan nilai yang tinggi untuk shale. Sehingga dilakukan pengelompokkan zona sebagai berikut: Gambar 11 Determinasi shale dan sand 12 Gambar 12 Hasil cross-section antara log p-impedance dan log densitas 4.3. Well Seismic Tie Well Seismic Tie adalah proses pengikatan data sumur (well) terhadap data seismik. Data sumur yang diperlukan untuk well seismic tie adalah sonic (DT), density (RHOB), dan checkshot. Sebelum diproses, data well tersebut harus dikoreksi terlebih dahulu untuk menghilangkan efek washout zone, cashing shoe, dan artifak-artifak lainya.. Data seismic umumnya berada dalam domain waktu (TWT) sedangkan data well berada dalam domain kedalaman (depth). Sehingga, sebelum dilakukan pengikatan, langkah awal yang harus dilakukan adalah konversi data well ke domain waktu. Untuk konversi ini, diperlukan data sonic log dan checkshot. Cara yang dilakukan adalah dengan membuat statistical wavelet yang dilakukan dengan cara input nilai range time window dari FS8 dan FS6, kemudian dengan input nilai panjang wavelet yang didapat dari nilai rata-rata p-wave dibagi frekuensi dominan amplitude. Gambar 13 Hasil statistical wavelet 13 Pada penelitian ini dilakukan pengekstrakan fasa dari metode deterministic dengan Algoritma Extended White hingga kita dapat mengatur batas time yang ingin kita ekstrak wavelet-nya, lalu wavelet yang akan digunakan untuk mencocokkan data seismic dan sintetiknya Didapat nilai correclation sebagai berikut: Well Current Correction Time Shift F02-1 0.688 0 F03-2 0.506 0 F03-4 0.668 0 F06-1 0.617 0 Gambar 14 Hasil log-correlation pada well F02-1 4.4. Time structure map dan depth structure map Pembuatan time structure map dan depth structure map dilakukan dengan picking pada data seismic, dan pada arbitrary line yang melewati well F02-1, well F03-2, well F03-4, well F06-1. Analisa penampang seismik dilakukan untuk mengetahui nilai keakuratan yang diperoleh dari konversi peta struktur dari domain waktu menjadi domain kedalaman. Berikut adalah time structure map dari marker FS8 dan FS6: 14 Gambar 15 Time Structure Map FS6 Gambar 16 Time Structure Map FS8 Pada pengolahan data ini digunakan data check-shot untuk menghasilkan kurva time-depth dan persamaan linear. Kurva time-depth yang diperoleh yaitu: Gambar 17 Tampilan kurva time to depth structure map Berdasarkan kurva time-depth yang dihasilkan diperoleh persamaan linear dari kurva tersebut yaitu: Y=(X-1716.44)/0.30763 Dimana x adalah data horizon peta struktur waktu. Persamaan linear yang telah dihasilkan dan dikalkulasi dengan data horizon peta struktur kedalaman pada beberapa zona target penelitian. 15 Gambar 18 Depth Structure Map FS6 Gambar 19 Depth Structure Map FS8 Setelah didapatkan depth structure map, peril dilakukan analisis kuantitatif terhadap nilai kedalaman yang diperoleh dari hasil konversi. Analisa kuantitatif ini dilakukan untuk mengetahui keakuratan peta struktur kedalaman yang diperloleh terhadap informasi data sumur dan seismic. Analisa yang dilakukan dengan mencari nilai selisih kedalaman dari setiap peta: time structure map dan depth structure map. Berikut hasil nilai selisih yang diperoleh: Model FS8 FS6 Well MD (m) Horizon Pemodelan Diff Error (m) (m) F02-1 771.24 -770.48 0.24 F03-2 569.66 -569.10 0.56 F03-4 589.92 -589.35 0.57 F06-1 795.18 -794.41 0.77 F03-2 589.92 -589.12 0.8 F03-4 -568.86 -568.86 0.80 4.5. Analisa Pre Inversi 16 Sebelum melakukan proses inversi kita terlebih dahulu mebuat model intial yang diperlukan sebagai input dalam proses inversi. Model initial (Gambar 20) dibuat dengan 2 (dua) horizon dengan FS8 sebagai top dan FS6 sebagai base, 4 (empat) sumur kontrol, dan dengan geometri yang sama dengan geometri input seismik awal. Analisis pre-inversi dilakukan untuk menguji parameter-parameter yang akan diterapkan pada proses inversi. Dari model pre-inversi didapatkan nilai correlation 0.968001 dan nilai error 0.0251985, Gambar 20 Inisial Model Pre-inversi 4.6. Parameter Inversi Pada dasarnya metode inversi seismik adalah meningkatkan resolusi litologi batuan yang dilihat dari data seismik sehingga dapat diketahui penyebarannya. Pada metode ini, data jejak seismik refleksi akan diubah menjadi impedansi akustik yang merupakan sifat fisis batuan, sehingga akan lebih mudah untuk diinterpretasikan. Model awal ini dibuat dengan menggunakan data sumur dan horizon. Horizon ini digunakan sebagai panduan dalam ekstrapolasi data sumur tersebut pada volume seismik. Model inisial akan diterapkan untuk semua metode inversi dimana dalam penelitian ini menggunakan metode inversi model based. Metode inversi model based pada penelitian ini menggunakan metode constrained dengan menentukan sejauh mana perubahan impedansivdari hasil inversi dibanding model inisialnya ditentukan oleh batas atau constrainnya. Inversi model based dengan metode constrained dilakukan dengan input parameter sebagai berikut: Window Constrained : Horizon FS8 dan Horizon FS6 : Soft Constrain :0.8 Parameter ini memiliki nilai pembatas dari 0,0 sampai 1,0. Jika parameter yang dipilih adalah 0,0 maka model awal diabaikan atau inversi dilakukan pada data seismik saja. Sedangkan jika dipilih 1,0 maka dataseismik diabaikan dan hasil inversi akan sama persis dengan model 17 dugaan awal yang telah dibuat sebelumnya. Dengan kata lain, jika nilai constrain semakin mendekati satu maka akan semakin mirip model. Prewhitening : 1% Average block size : 4 ms Iterasi : 20 4.7. Interpretasi Hasil Inversi Metode inversi model based pada penelitian ini menggunakan metode constrained dengan menentukan sejauh mana perubahan impedansivdari hasil inversi dibanding model inisialnya ditentukan oleh batas atau constrainnya. Gambar 21 Display model inversi-AI dengan korelasi sumur F02-1 Gambar 22 Overlay AI hasil inversi dengan AI riil 18 Hasil dari inversi berupa sebaran absolute impedance dimana zona anomali berada pada nilai impedance rendah (42x105 m/s*kg/m3 -44x105 m/s*kg/m3), impedance rendah mengindikasikan zona target karena zona interest cenderung merupakan zona yang permeable yaitu sand dan zona permeable ditunjukkan dengan nilai impedansi yang rendah. Impedansi rendah (42x105 m/s*kg/m3 -44x105 m/s*kg/m3) ditunjukkan pada 26-249 ms. 19 BAB V KESIMPULAN 1. Berdasarkan kesesuaian kedalaman top karbonatnya pada data log, dapat dikatakan kalau hasil time to depth conversion belum dilakukan dengan baik, dan dapat kurang mereprentasikan posisi zona interest dengan cukup akurat karena nilai error yang cukup besaar antara horizon pemodelan dan measured depth well. 2. Telah dilakukan inversi impedansi akustik model based dengan metode constrained dengan nilai correlation 0.968001 dan nilai error 0.0251985, dan zona dengan impedance rendah mengindikasikan zona target karena zona interest cenderung merupakan zona yang permeable yaitu sand dan zona permeable ditunjukkan dengan nilai impedansi yang rendah. Impedansi rendah (42x105 m/s*kg/m3 -44x105 m/s*kg/m3) ditunjukkan pada 26-249 ms. 3. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, sebaiknya dilakukan teknik inversi yang berbeda sehingga didapatkan nilai perbandingan dan dapat dipilih metode teknik inversi yang tepat untuk pemodelan pada lapangan F3 seperti model, based, band limited, dan linear programming sparse spike. 20 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, A., 2011. Ensiklopediaseismik online. www. Ensiklopediseismik.blogspot.com Rahman, Fahmi Aulia, Ayi Syaeful Bahri, and Juan Pandu GNR. "Analisis Peta Struktur Domain Waktu dalam Studi Pengembangan Lapangan Kaprasida, Cekungan Sumatera Tengah." Jurnal Teknik ITS 6.1 (2017): B161-B164. Budiman, Arif. "Interpretasi Data Penampang Seismik 2D dan Data Sumur Pemboran Area “X” Cekungan Jawa Timur." Jurnal Fisika Unand 2.1 (2013). Hornby, Brian E., John M. Howie, and Donald W. Ince. "Anisotropy correction for deviated-well sonic logs: Application to seismic well tie." Geophysics 68.2 (2003): 464-471. Gunning, James, and Michael E. Glinsky. "Wavelet extractor: A Bayesian well-tie and wavelet extraction program." Computers & Geosciences 32.5 (2006): 681-695. Etris, E.L., Crabtree, N.J., dan Dewar, J., 2001. True Depth Conversion: more than a pretty picture. CSEG. Sanjaya, Deby Nur, Dwa Desa Warnana, and Bagus Jaya Santosa. "Analisis Sifat Fisis Reservoar Menggunakan Metode Seismik Inversi Acoustic Impedance (AI) dan Multiatribut (Studi Kasus Lapangan F3)." Jurnal Sains dan Seni ITS 3.2 (2014): B96-B100. Simanjuntak, Adi Sutanto. "Karakterisasi Reservoar Hidrokarbon pada Lapangan “Tab” dengan Menggunakan Pemodelan Inversi Impedansi Akustik." JGE (Jurnal Geofisika Eksplorasi) 2.01 (2014): 2-13. Kartika, Febrina. "Karakterisasi Reservoar" Febri-unila Field" Menggunakan Metode Acoustic Impedance (AI) Inversion." JGE (Jurnal Geofisika Eksplorasi) 1.01 (2013): 48-56. 21