Uploaded by User92154

Meidi Yahnti Tresna Nagari 03411740000051 Reservoir Interpret FinalProject

advertisement
Final Project
Pengolahan Data Well Log dan Acoustic Impedance Inversion
Oleh :
Meidi Yahnti Tresna Nagari
03411740000051
Departemen Teknik Geofisika
Fakultas Teknik Sipil, Perencanaan, dan Kebumian.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Metode seismic adalah salah satu metode geofisika yang digunakan dalam eksplorasi
hidrokarbon. Metode ini memanfaatkan penjalaran gelombang seismik yang melewati material
bumi. Sumber gelombang seismic bisa berasal dari ledakan dinamit atau ketukan sumber palu.
Dari sumber tersebut mengakibatkan terjadinya getaran pada titik ledak, yang menyebabkan
energy bergerak ke sekelilingnya berupa gelombang mekanik. Gelombang mekanik tersebut
akan ditangkap oleh geophone dan diproses sehingga menghasilkan seismogram yang terdiri
dari waktu tempuh dan kuat energy. Setelah dilakukan akuisisi data seismic, dilakukan
pengolahan data. Dengan adanya penampang seismic ini, maka dapat dilakukan interpretasi
untuk mendapatkan bentuk peta bawah permukaan dan mengetahui kemungkinan suatu
wilayah merupakan prospek kandungan hidrokarbon dan dilanjutkan dengan proses
pengeboran.
Setelah proses pengeboran, maka dilakukan proses well logging. Tujuan daarai well
loging adalah untuk mendapatkan informasi litologi, pengukuran porositas, pengukuran
resistivitas, dan kejenuhan hidrokarbon yang pada akhirnya digunakan untuk menentukan zona
dan memperkirakan kuantitas minyak dan gas bumi dalam suatu reservoir. Hasil pengukuran
ditampilkan dalam kurva log vertical yang sebanding dengan kedalamannya dengan
menggunakan skala tertentu sesuai keperluan pemakainya.
Proses eksplorasi seismic dilakukan untuk beberapa lintasan, sedangkan proses
pengeboran dilakukan pada beberapa titik yang diperkirakan memiliki prospek kandungan
hidrokarbon. Sehingga dengan melakukan well seismic tie dapat dilakukan interpretasi untuk
mengetahui bentuk peta struktur bawah permukaan yang lebih luas, akurat, dan maksimal.
1.2 Manfaat
Pengolahan data dilakukan guna mendapatkan posisi mengenai keberadaan
hidrokarbon yang lebih akurat.
1.3 Tujuan
Pengolahan data ini dilakukan untuk mendapatkan depth structure map sehingga
didapatkan posisi mengenai keberadaan hidrokarbon yang lebih akurat.
2
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Geologi Lapangan F3
Lapangan F3 dalah sebuah blok di sektor Belanda di Laut Utara. Pada Lapangan ini
telah dilakukan akusisi 3D seismik untuk eksplorasi minyak dan gas yang terbentuk pada
zaman antara Jurassic sampai Cretaceous. Pada kedalaman di atas 1200 ms terdapat reflektor
yang terbentuk pada zaman Miosen, Pliosen, dan Pleistosen. Sigmoidal-bedding pada skala
besar dengan mudah terlihat yang terdiri dari deposit sistem fluviodeltaic berskala besar yang
menguras sebagian besar dari wilayah Laut Baltik
Gambar 1 Lokasi Lapangan F3 Southern North Sea Netherlands
Delta terdiri dari pasir dan serpih, dengaan porositas 20-30%. Di daerah tersebut
terdapat beberapa carbonate-cemented streaks. Fitur yang paling mencolok adalah sigmoidalbedding pada skala besar, downlap, toplap, onlap, dan struktur pemotongan.
Gambar 2 Area studi Lapangan F3
3
Pada skala besar, cekungan sedimen di Southern North Sea dapat dilihat sebagai sebuah
cekungan yang didominasi oleh rifting dari zaman Mesozoik dengan fase post-rift sag
Kenozoikum. Rifting sudah dimulai pada zaman Trias, dan memuncak dalam zaman Jurassic
dan zaman Kapur Awal dengan berbagai fase tektonik ekstensional Kimmerian yang berkaitan
dengan ketenangan tektonik dan penurunan dari cekungan, dengan pengecualian beberapa
pergerakan kompresial tektonik selama era Kapur Akhir dan Tersier. Selama fase post-rift,
sebagian besar cekungan mengakumulasi lapisan tebal sedimen dalam bagian yang sangat
besar. Dalam cekungan sedimen ini batuan sumber hidrokarbon yang paling menonjol adalah
Westphalian coalbads
untuk gas, dan serpih Lower Jurassic Posidonia untuk minyak.
Dorongan terakhir tektonik regional yang signifikan terjadi selama MidMiosen, sehingga
membentuk ketidak selarasan Mid-Miosen. Permukaan ini sekarang terkubur di kedalaman
yang berkisar dari sekitar 1000 – 1500 m. Batuan sedimen yang terkait dengan gas dangkal
yang dibahas dalam paper ini termasuk dalam urutan sedimen klastik setelah Mid-Meosen.
Keberadaan source rock utama untuk minyak, Posidonia shale, terdapat pada era
Mesozoic. Pesidonia shale kemudian terakumulasi kedalam unit reservoar utama Vieland
Sandstone dimana ini menjadi sebuah channel yang terletak pada kurun waktu Early
Cretaceous. Keberadaan source rock utama untuk gas, Westphalian coals, terdapat pada era
Paleozoic. Westphalian coals kemudian juga terakumulasi ke dalam unit reservoar utama
Vieland Sandstone dan nampak sebagai shallow hydrocarbon. Petroleum system daerah
penelitian secara jelas dapat dilihat pada gambar.2.3 Panah-panah (merah dan hijau)
menunjukkan asal source rock yang berasosiasi dengan reservoar minyak/gas.
Gambar 4 Sistem hidrokarbon bawah permukaan Northsea
4
2.2 Tahapan Metode Seismik
Metode seismik refleksi terbagu dalam tiga kegiatan, yaitu akuisisi data seismik,
pengolahan data seismik, dan interpretasi data seismik.
A. Akuisisi Data Seismik
Akuisisi data seismic merupakan pengambilan data di lapangan untuk
mendapatkan gambaran bawah permukaan. Akusisi data seismik memerlukan
parameter lapangan yang cocok dari suatu daerah penelitian
B. Pengolahan Data Seismik
Tujuan dari pengolahan data seismik adalah menghasilkan penampang
seismic dengan signal to noise ratio
yang baik tanpa mengubah bentuk
kenampakan refleksi, sehingga dapat dihasilkan sebuah penampang yang dapat
menggambarkan keadaan dan bentuk dari perlapisan di bawah permukaan bumi
seperti keadaan sebenarnya.
C. Interpretasi Data Seismik
Interpretasi data seismic menjelaskan arti geologis pada suatu data seismik.
Interpretasi dilakukan dengan caara mengaitkan data seismik (lateral) dengan data
lain seperti data sumur (vertikal), sehingga kondisi bawah permukaan dapat
dijelaskan dengan baik.
2.3 Data Sumur (Log)
Log adalah suatu grafik kedalaman dari suatu data yang menunjukkan parameter yang
diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur. Log tersebut akan membantu dalam
membaca informasi penampang seismic. Ada berbagai macam log yang mempunyai fungsinya
masing-masing. Sebuah sumur tidak selalu mempunyai data log secara keseluruhan.
Terdapatnya data log pada suatu sumur dapat dilihat berdasarkan nilai ekonomis yang
bergantung pada keperluan data pada suatu sumur.
2.4 Well Seismic Tie
Well Seismic Tie adalah proses pengikatan data sumur (well) terhadap data seismik.
Data sumur yang diperlukan untuk well seismic tie adalah sonic (DT), density (RHOB), dan
checkshot. Sebelum diproses, data well tersebut harus dikoreksi terlebih dahulu untuk
menghilangkan efek washout zone, cashing shoe, dan artifak-artifak lainya.. Data seismic
umumnya berada dalam domain waktu (TWT) sedangkan data well berada dalam domain
5
kedalaman (depth). Sehingga, sebelum dilakukan pengikatan, langkah awal yang harus
dilakukan adalah konversi data well ke domain waktu. Untuk konversi ini, diperlukan data
sonic log dan checkshot.
2.5 Seismogram Sintetik
Seismogram sintetik merupakan hasil konvolusi antara deret koefisien refleksi dengan
suatu wavelet. Proses mendapatkan rekaman seismik ini merupakan sebuah proses pemodelan
kedepan (forward modeling). Koefisien refleksi diperoleh dari perkalian antara kecepatan
gelombang seismik dengan densitas batuannya. Sedangkan wavelet diperoleh dengan
melakukan pengekstrakan pada data seismik dengan atau tanpa menggunakan data sumur dan
juga dengan wavelet buatan. Seismogram sintetik sangat penting karena merupakan sarana
untuk mengidentifikasi horison seismik yang sesuai dengan geologi bawah permukaan yang
diketahui dalam suatu sumur hidrokarbon
Seismogram sintetik merupakan hasil konvolusi antara deret koefisien refleksi dengan
suatu wavelet. Proses mendapatkan rekaman seismik ini merupakan sebuah proses pemodelan
kedepan (forward modeling). Koefisien refleksi diperoleh dari perkalian antara kecepatan
gelombang seismik dengan densitas batuannya. Sedangkan wavelet diperoleh dengan
melakukan pengekstrakan pada data seismik dengan atau tanpa menggunakan data sumur dan
juga dengan wavelet buatan. Seismogram sintetik sangat penting karena merupakan sarana
untuk mengidentifikasi horison seismik yang sesuai dengan geologi bawah permukaan yang
diketahui dalam suatu sumur hidrokarbon
Gambar 5 Sintetik seismogram yang didapat dengan mengkonvolusikan koefisien refleksi
dengan wavelet
6
2.6 Ekstraksi Wavelet
Jenis dan tahapan dalam pembuatan (ekstraksi) wavelet adalah sebagai berikut :
A. Ekstraksi Wavelet Secara Teoritis
Wavelet ini dibuat sebagai wavelet awal untuk menghasilkan seismogram
sintetik. Seismogram sintetik ini kemudian diikatkan dengan data seismic dengan
bantuan checkshot. Apabila ternyata checkshot sumur itu tidak ada, maka korelasi
dilakukan dengan cara memilih event-event target pada sintetik dan menggesernya
pada posisi event-event data seismik (shifting). Korelasi antara data seismogram
sintetik dan data seismik ini akan mempengaruhi hasil pembuatan wavelet tahap
selanjutnya. Korelasi yang dihasilkan dengan cara ini biasanya kurang bagus karena
wavelet yang digunakan bukan wavelet dari data seismik.
B. Ekstraksi Wavelet Secara Statistik dari Data Seismik
Jenis ekstraksi wavelet selanjutnya adalah ekstraksi wavelet dari data seismik
secara statistik. Ekstraksi dengan cara ini hanya menggunakan data seismik dengan
masukan posisi serta window waktu target yang akan diekstrak. Untuk memperoleh
korelasi yang lebih baik, maka dilakukan shifting pada event-event utama. Jika
perlu dilakukan stretch dan squeeze pada data sintetik. Namun karena stretch dan
squeeze sekaligus akan merubah data log, maka yang direkomendasikan hanya
shifting. Biasanya, korelasi yang didapatkan dengan cara statistik dari data seismik
akan lebih besar bila dibandingkan dengan wavelet teoritis.
C. Ekstraksi Wavelet Secara Deterministik
Ekstraksi wavelet dengan cara ini akan memberikan wavelet yang akan lebih
mendekati wavelet sebenarnya dari data seismik. Ekstraksi ini dilakukan terhadap
data seismik sekaligus dengan kontrol data sumur, sehingga akan memberikan
wavelet dengan fasa yang tepat. Namun ekstraksi ini hanya akan memberikan hasil
yang maksimal jika data sumur sudah terikat dengan baik. Ekstraksi wavelet secara
statistik dan pengikatan yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil
ekstraksi wavelet secara deterministik dengan kualitas yang baik.
2.7 Metode Inversi Seismik
Pada metode inversi seismik penampang seismik dikonversi kedalam bentuk impedansi
akustik yang merepresentasikan sifat fisis batuan sehingga lebih mudah untuk diinterpretasi
menjadi parameter-parameter petrofisik misalnya untuk menentukan ketebalan, porositas dan
penyebarannya.
7
Berdasarkan algoritma, inversi amplitudo terbagi atas band limited, model based, dan
sparse spike. 3.1.1 Inversi Rekursif/ Bandlimited Inversi rekursif atau yang sering disebut
dengan bandlimited inversion merupakan inversi yang mengabaikan efek wavelet seismik dan
memperlakukan seolah-olah trace seismik merupakan kumpulan koefisien refleksi yang telah
di filter oleh wavelet berfasa nol
A. Inversi Model Based
Prinsip metode ini adalah membuat model geologi dan membandingkannya
dengan data rill seismik (Russel, 1999). Metode inversi berbasis model dapat
mengembalikan frekuensi rendah dan tinggi yang hilang dengan cara
mengkorelasikan data seismik dengan respon seismik dari model geologi.
B. Inversi Sparse Spike
Dalam metode sparse spike ini terdapat beberapa teknik dekonvolusi, karena
metode ini mengasumsikan beberapa model reflektifitas dan membuat estimasi
wavelet berdasarkan model asumsi tersebut
2.8 Inversi Impedansi Akustik
Impedansi Akustik merupakan kemampuan fisis batuan untuk dilewati oleh gelombang
akustik. Secara matematis impedansi akustik batuan adalah hasil perkalian antara kecepatan
dengan densitas suatu batuan, sebagai berikut :
IA = V x ρ
Dimana:
IA = Impedansi Akustik
V = Kecepatan gelombang seismic
ρ = densitas batuan
8
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Data
Alat yang digunakan dalam pengolahan data ini yaitu Software Hampson-Russell 10
untuk picking horizon, picking fault, Depth Structure Map, pengolahan data log seismic well
tie, dan inversi impedansi akustik.
3.1 Flowchart
START
GR, RHOB,
NPHI, P-Wave,
Koordinat, Tipe
Sumur,
Ketinggian Kelly
Bushing, dan
Ketinggian
Permukaan
Data LOG
Data Seismik
Koefisien
Refleksi
Ekstraksi
Wavelet
Sintetik
Seismogram
Seismik Well-Tie
Inversi
Impedansi
Akustik
Picking
Horizon
Picking
Patahan
Peta Time
Domain
Peta
Kedalaman
Interpretasi
Finish
9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisa Kualitatif Data Log
Dari data log yang ditampilkan diperkirakan zona prospek berada pada marker FS 8
dan FS 6 dengan nilai Gamma-ray rendah, sonic rendah, log porositas dan densitas rendah dan
terdapatnya cross-over yang berhimpit antara log porositas dan log densitas.
Gambar 6 Tampilan data log sumur F02-1
Gambar 7 Tampilan data log sumur F03-2
10
Gambar 8 Tampilan data log sumur F03-4
Gambar 9 Tampilan data log sumur F06-1
4.2. Feasibility Analysis
Dalam menentukan zona interest pada suatu reservoir perlu dilakukan feasibility
analysis atau analisa kelayakan yang dilakukan dengan crossplot antara log dari sumur. Yang
menjadi target dari penelitian ini adalah lapisan sand dan shale yang merupakan reservoar dari
hidrokarbon yang baik. Analisa crossplot ini dilakukan sebelum proses inversi diterapkan
untuk menentukan zona interest yang akan dijadikan sasaran dalam penelitian. Analisa
crossplot yang dilakukan yaitu antara log P-impedance dan log densitas yang ditunjukan oleh
gambar 10. Dari crossplot antara densitas dan p-impedance tersebut didapatkan titik yang
menunjukkan persebaran nilai dari densitas dan p-impedance. Crossplot ini dilakukan
bertujuan untuk mendapatkan determinasi kandungan shale pada suatu lapisan. Hal ini penting
karena dengan melihat kandungan shale akan didapatkan zona impermeabel hal ini dapat
dilakukan karena zona permeabel dan impermeabel identik dengan besarnya kandungan shale
11
atau sand pada sutu lapisan, sehingga dengan penggunaan color key vertical depth akan
didapatkan pada kedalaman berapa zona yang permeabel dan impermeabel terletak.
Gambar 10 crossplot density vs p-impedance
Pada hasil crossplot antara p-impedance dan densitas didapatkan hubungan antara keduanya
adalah berbanding lurus. Nilai densitas yang tinggi menunjukkan respon shale dan densitas
rendah menunjukkan respon sand, begitu juga pada log p-impedance yang menunjukkan nilai
yang tinggi untuk shale. Sehingga dilakukan pengelompokkan zona sebagai berikut:
Gambar 11 Determinasi shale dan sand
12
Gambar 12 Hasil cross-section antara log p-impedance dan log densitas
4.3. Well Seismic Tie
Well Seismic Tie adalah proses pengikatan data sumur (well) terhadap data seismik.
Data sumur yang diperlukan untuk well seismic tie adalah sonic (DT), density (RHOB), dan
checkshot. Sebelum diproses, data well tersebut harus dikoreksi terlebih dahulu untuk
menghilangkan efek washout zone, cashing shoe, dan artifak-artifak lainya.. Data seismic
umumnya berada dalam domain waktu (TWT) sedangkan data well berada dalam domain
kedalaman (depth). Sehingga, sebelum dilakukan pengikatan, langkah awal yang harus
dilakukan adalah konversi data well ke domain waktu. Untuk konversi ini, diperlukan data
sonic log dan checkshot. Cara yang dilakukan adalah dengan membuat statistical wavelet yang
dilakukan dengan cara input nilai range time window dari FS8 dan FS6, kemudian dengan input
nilai panjang wavelet yang didapat dari nilai rata-rata p-wave dibagi frekuensi dominan
amplitude.
Gambar 13 Hasil statistical wavelet
13
Pada penelitian ini dilakukan pengekstrakan fasa dari metode deterministic dengan Algoritma
Extended White hingga kita dapat mengatur batas time yang ingin kita ekstrak wavelet-nya,
lalu wavelet yang akan digunakan untuk mencocokkan data seismic dan sintetiknya Didapat
nilai correclation sebagai berikut:
Well
Current Correction
Time Shift
F02-1
0.688
0
F03-2
0.506
0
F03-4
0.668
0
F06-1
0.617
0
Gambar 14 Hasil log-correlation pada well F02-1
4.4. Time structure map dan depth structure map
Pembuatan time structure map dan depth structure map dilakukan dengan picking pada
data seismic, dan pada arbitrary line yang melewati well F02-1, well F03-2, well F03-4, well
F06-1. Analisa penampang seismik dilakukan untuk mengetahui nilai keakuratan yang
diperoleh dari konversi peta struktur dari domain waktu menjadi domain kedalaman. Berikut
adalah time structure map dari marker FS8 dan FS6:
14
Gambar 15 Time Structure Map FS6
Gambar 16 Time Structure Map FS8
Pada pengolahan data ini digunakan data check-shot untuk menghasilkan kurva time-depth
dan persamaan linear. Kurva time-depth yang diperoleh yaitu:
Gambar 17 Tampilan kurva time to depth structure map
Berdasarkan kurva time-depth yang dihasilkan diperoleh persamaan linear dari kurva tersebut
yaitu:
Y=(X-1716.44)/0.30763
Dimana x adalah data horizon peta struktur waktu. Persamaan linear yang telah dihasilkan dan
dikalkulasi dengan data horizon peta struktur kedalaman pada beberapa zona target penelitian.
15
Gambar 18 Depth Structure Map FS6
Gambar 19 Depth Structure Map FS8
Setelah didapatkan depth structure map, peril dilakukan analisis kuantitatif terhadap nilai
kedalaman yang diperoleh dari hasil konversi. Analisa kuantitatif ini dilakukan untuk
mengetahui keakuratan peta struktur kedalaman yang diperloleh terhadap informasi data sumur
dan seismic. Analisa yang dilakukan dengan mencari nilai selisih kedalaman dari setiap peta:
time structure map dan depth structure map. Berikut hasil nilai selisih yang diperoleh:
Model
FS8
FS6
Well
MD (m)
Horizon Pemodelan
Diff Error
(m)
(m)
F02-1
771.24
-770.48
0.24
F03-2
569.66
-569.10
0.56
F03-4
589.92
-589.35
0.57
F06-1
795.18
-794.41
0.77
F03-2
589.92
-589.12
0.8
F03-4
-568.86
-568.86
0.80
4.5. Analisa Pre Inversi
16
Sebelum melakukan proses inversi kita terlebih dahulu mebuat model intial yang
diperlukan sebagai input dalam proses inversi. Model initial (Gambar 20) dibuat dengan 2 (dua)
horizon dengan FS8 sebagai top dan FS6 sebagai base, 4 (empat) sumur kontrol, dan dengan
geometri yang sama dengan geometri input seismik awal. Analisis pre-inversi dilakukan untuk
menguji parameter-parameter yang akan diterapkan pada proses inversi. Dari model pre-inversi
didapatkan nilai correlation 0.968001 dan nilai error 0.0251985,
Gambar 20 Inisial Model Pre-inversi
4.6. Parameter Inversi
Pada dasarnya metode inversi seismik adalah meningkatkan resolusi litologi batuan
yang dilihat dari data seismik sehingga dapat diketahui penyebarannya. Pada metode ini, data
jejak seismik refleksi akan diubah menjadi impedansi akustik yang merupakan sifat fisis
batuan, sehingga akan lebih mudah untuk diinterpretasikan. Model awal ini dibuat dengan
menggunakan data sumur dan horizon. Horizon ini digunakan sebagai panduan dalam
ekstrapolasi data sumur tersebut pada volume seismik. Model inisial akan diterapkan untuk
semua metode inversi dimana dalam penelitian ini menggunakan metode inversi model based.
Metode inversi model based pada penelitian ini menggunakan metode constrained dengan
menentukan sejauh mana perubahan impedansivdari hasil inversi dibanding model inisialnya
ditentukan oleh batas atau constrainnya. Inversi model based dengan metode constrained
dilakukan dengan input parameter sebagai berikut:

Window

Constrained
: Horizon FS8 dan Horizon FS6
: Soft Constrain :0.8
Parameter ini memiliki nilai pembatas dari 0,0 sampai 1,0. Jika parameter yang dipilih adalah
0,0 maka model awal diabaikan atau inversi dilakukan pada data seismik saja. Sedangkan jika
dipilih 1,0 maka dataseismik diabaikan dan hasil inversi akan sama persis dengan model
17
dugaan awal yang telah dibuat sebelumnya. Dengan kata lain, jika nilai constrain semakin
mendekati satu maka akan semakin mirip model.

Prewhitening
: 1%

Average block size
: 4 ms

Iterasi
: 20
4.7. Interpretasi Hasil Inversi
Metode inversi model based pada penelitian ini menggunakan metode constrained
dengan menentukan sejauh mana perubahan impedansivdari hasil inversi dibanding model
inisialnya ditentukan oleh batas atau constrainnya.
Gambar 21 Display model inversi-AI dengan korelasi sumur F02-1
Gambar 22 Overlay AI hasil inversi dengan AI riil
18
Hasil dari inversi berupa sebaran absolute impedance dimana zona anomali berada pada nilai
impedance
rendah
(42x105
m/s*kg/m3
-44x105
m/s*kg/m3),
impedance
rendah
mengindikasikan zona target karena zona interest cenderung merupakan zona yang permeable
yaitu sand dan zona permeable ditunjukkan dengan nilai impedansi yang rendah. Impedansi
rendah (42x105 m/s*kg/m3 -44x105 m/s*kg/m3) ditunjukkan pada 26-249 ms.
19
BAB V
KESIMPULAN
1. Berdasarkan kesesuaian kedalaman top karbonatnya pada data log, dapat dikatakan
kalau hasil time to depth conversion belum dilakukan dengan baik, dan dapat kurang
mereprentasikan posisi zona interest dengan cukup akurat karena nilai error yang cukup
besaar antara horizon pemodelan dan measured depth well.
2. Telah dilakukan inversi impedansi akustik model based dengan metode constrained
dengan nilai correlation 0.968001 dan nilai error 0.0251985, dan zona dengan
impedance rendah mengindikasikan zona target karena zona interest cenderung
merupakan zona yang permeable yaitu sand dan zona permeable ditunjukkan dengan
nilai impedansi yang rendah. Impedansi rendah (42x105 m/s*kg/m3 -44x105
m/s*kg/m3) ditunjukkan pada 26-249 ms.
3. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, sebaiknya dilakukan teknik inversi yang
berbeda sehingga didapatkan nilai perbandingan dan dapat dipilih metode teknik inversi
yang tepat untuk pemodelan pada lapangan F3 seperti model, based, band limited, dan
linear programming sparse spike.
20
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
A.,
2011.
Ensiklopediaseismik
online.
www.
Ensiklopediseismik.blogspot.com
Rahman, Fahmi Aulia, Ayi Syaeful Bahri, and Juan Pandu GNR. "Analisis Peta
Struktur Domain Waktu dalam Studi Pengembangan Lapangan Kaprasida, Cekungan Sumatera
Tengah." Jurnal Teknik ITS 6.1 (2017): B161-B164.
Budiman, Arif. "Interpretasi Data Penampang Seismik 2D dan Data Sumur Pemboran
Area “X” Cekungan Jawa Timur." Jurnal Fisika Unand 2.1 (2013).
Hornby, Brian E., John M. Howie, and Donald W. Ince. "Anisotropy correction for
deviated-well sonic logs: Application to seismic well tie." Geophysics 68.2 (2003): 464-471.
Gunning, James, and Michael E. Glinsky. "Wavelet extractor: A Bayesian well-tie and
wavelet extraction program." Computers & Geosciences 32.5 (2006): 681-695.
Etris, E.L., Crabtree, N.J., dan Dewar, J., 2001. True Depth Conversion: more
than a pretty picture. CSEG.
Sanjaya, Deby Nur, Dwa Desa Warnana, and Bagus Jaya Santosa. "Analisis Sifat Fisis
Reservoar Menggunakan Metode Seismik Inversi Acoustic Impedance (AI) dan Multiatribut
(Studi Kasus Lapangan F3)." Jurnal Sains dan Seni ITS 3.2 (2014): B96-B100.
Simanjuntak, Adi Sutanto. "Karakterisasi Reservoar Hidrokarbon pada Lapangan
“Tab” dengan Menggunakan Pemodelan Inversi Impedansi Akustik." JGE (Jurnal Geofisika
Eksplorasi) 2.01 (2014): 2-13.
Kartika, Febrina. "Karakterisasi Reservoar" Febri-unila Field" Menggunakan Metode
Acoustic Impedance (AI) Inversion." JGE (Jurnal Geofisika Eksplorasi) 1.01 (2013): 48-56.
21
Download