Uploaded by User91334

Biografi Kapitan Pattimura

advertisement
Biografi Kapitan Pattimura. Beliau merupakan
salah satu pahlawan nasional Indonesia yang
berasal dari Maluku yang dikenal sangat gigih
melawan penjajah Belanda. Pattimura(atau
Thomas Matulessy) (lahir di Haria, pulau Saparua,
Maluku, 8 Juni 1783 – meninggal di Ambon,
Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun),
juga dikenal dengan nama Kapitan Pattimura
adalah pahlawan Maluku dan merupakan Pahlawan
nasional Indonesia.
Menurut buku biografi Pattimura versi pemerintah
yang pertama kali terbit, M Sapija menulis,
"Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan
bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram).
Ayahnya yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy.
Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yang
terletak dalam sebuah teluk di Seram. Namanya kini diabadikan untuk Universitas Pattimura dan
Bandar Udara Pattimura di Ambon.
Mengenai profil Pattimura, Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Pattimura memiliki
nama asli Thomas Matulessy ada juga yang mengatakan nama aslinya adalah Ahmad Lussy. Hal
ini sampai sekarang menjadi polemik dikalangan masyarakat.
Perdebatan Mengenai Asal Usul Pattimura
Ayah Pattimura bernama Frans Matulessy dan ibunya bernama Fransina Tilahoi, Pattimura lahir
pada tanggal 8 Juni 1783, di wilayah bernama Haria di daerah Saparua, Maluku Tengah menurut
versi pemerintah Indonesia. M. Sapija yang menulis buku mengenai Sejarah Perjuangan
Pattimura (1954), mengatakan bahwa Pattimura lahir di daerah bernama Hualoy, Seram Selatan,
ia menulis :
"...Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina
(Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura
Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahualu. Sahualu bukan nama orang tetapi
nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan - M. Sapija (1954).
Kemudian sejarawan Prof. Mansyur Suryanegara punya pendapat lain dalam bukunya yang
berjudul Api Sejarah (2009) mengatakan bahwa nama asli Pattimura adalah Ahmad Lussy atau
dalam bahasa Maluku disebut sebagai Mat Lussy yang lahir di Hualoy, Seram Selatan. Pattimura
menurut Mansyur adalah seorang bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang ketika itu
diperintah oleh Sultan Abdurrahman yang dikenal pula dengan nama Sultan Kasimillah. Dalam
bahasa Maluku disebut
Dari sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, gelar Kapitan adalah pemberian Belanda.
Padahal menurut Sejarawan Prof. Mansyur Suryanegara, leluhur bangsa ini, dari sudut sejarah
dan antropologi, adalah homo religiosa (makhluk agamis). Keyakinan mereka terhadap sesuatu
kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio
modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang
mereka takuti.
Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, kesaktian-kesaktian khusus yang dimiliki
seseorang. Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci. Bila ia
melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia adalah pemimpin
yang dianggap memiliki kharisma.
Sifat-sifat itu melekat dan berproses turun-temurun. Walaupun kemudian mereka sudah memeluk
agama, namun secara genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari sinilah
sebenarnya sebutan "kapitan" yang melekat pada diri Pattimura itu bermula menurut Prof. Mansyur
Suryanegara.
Mengenai Silsilah Pattimura, Pada tahun 1960an pemerintah Indonesia mengirim tim ke maluku, tim ini
terdiri dari Kapten Siahainenia bersama dengan Kapten TNI Ma’wa mereka dari dari Kodam
XV/Pattimura pergi ke Saparua dalam misi menggali sejarah Pattimura. tim ini menyurati Subuh Patty
Ayau seorang (Raja) Negeri Latu, desa yang bertetangga dengan Desa Hualoy.
Mereka memintanya untuk membawa data atau informasi mengenai Kapitan Pattimura, setelah didapat
banyak petunjuk dari warga Saparua. Kemudian lima orang diutus sebagai perwakilan Raja Latu yang
membawa data dan informasi mengenai sejarah Kapitan Pattimura kepada dua perwira TNI.
Tanggal 20 Mei 1960 Kapten Infantri F.L. Siahainenia dan Wattimena menandatangani sebuah daftar
silsilah dari Itawaka tentang Thomas Matulessy oyang berjudul Turun Temurun Kapitan Matulessy.
Silsilah ini baru ditandatangani oleh wakil pemerintah negeri Itawaka bernama A. Syaranamual, pada 26
Mei 1967 yang pada akhirnya disahkan di Jakarta dan ditandatangani oleh Frans Hitipeuw atas nama
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Ditjenbud, Depdikbud. Daftar silsilah inilah yang menjadi
rujukan mengenai sejarah Kapitan Pattimura menurut versi pemerintah.
Di tanggal 28 Mei 1967, F.D. Manuhutu mengatasnamakan Ketua Saniri Negeri Haria, ia
menandatangani sebuah daftar silsilah Thomas Matulessy berjudul Silsilah Pattimura, Silsilah ini berbeda
di nama ayah Thomas Matulessy. Versi Itawaka menyebut nama ayah Thomas dengan Frans Matulessy,
sedangkan versi Haria menyebut nama ayah Thomas dengan Frans Pattimura.
Daftar silsilah Thomas versi Haria ini juga ditandatangani Frans Hitipeuw atas nama Pemerintah pada 5
Oktober 1987. Jadi pada hari yang sama, Frans Hitipeuw atas nama Pemerintah mengesahkan dua daftar
silsilah Thomas Matulessy. Kemudian pada bulan September 1976, ada versi lain mengenai daftar silsilah
Thomas Matulessy yang diberi judul Silsilah Pattimura versi Ulath. Versi ini disusun oleh I.O. Nanulaita.
Kemudian pada tanggal 5-7 Nopember 1993, diadakan sebuah forum ilmiah seminar tentang sejarah
perjuangan Pahlawam Nasional Pattimura di Kodam XV Pattimura yang dihadiri oleh para ahli sejarah,
analis, dan pemerhati sejarah. Pertemuan ini diselenggarakan oleh Kanwil Depdikbud Provinsi Maluku di
Ambon. Namun hingga berakhirnya Seminar, belum bisa dipastikan siapa tokoh Kapitan Pattimura yang
sesungguhnya (Suara Maluku edisi 8 November 1993).
Perjuangan dan Perlawanan Pattimura Terhadap Belanda
Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarier dalam militer sebagai mantan sersan
Militer Inggris. Kata "Maluku" berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik yang berarti Tanah RajaRaja. mengingat pada masa itu banyaknya kerajaan
Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan kemudian
Belanda menetrapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan penduduk
serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat London I antara lain dalam pasal 11
memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan koprs
Ambon dengan Gubenur.
Dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir
di Maluku maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih
untuk memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam
pratiknya pemindahn dinas militer ini dipaksakan Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817
mendapat tantangan keras dari rakyat.
Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama
dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Kapitan Pattimura
Maka pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda tahun 1817
Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima
perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria (kabaressi). Sebagai panglima perang,
Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya.
Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan
pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun
benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para Raja
Patih maupun rakyat biasa.
Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate
dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu
dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri
Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.
Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di laut
dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara lain Melchior
Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha.
Pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda
Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah Hitu di
Pulau Ambon dan Seram Selatan.
Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi
hangus oleh Belanda. Pattimura bersama para tokoh pejuang lain yang bersamanya akhirnya
dapat ditangkap.
Pattimura ditangkap oleh pemerintah Kolonial Belanda di sebuah Rumah di daerah Siri Sori.
Pattimura kemudian diadili di Pengadilan Kolonial Belanda dengan tuduhan melawan
pemerintah Belanda.
Pattimura kemudian dijatuhi hukuman gantung, sebelum eksekusinya di tiang gantungan,
Belanda ternyata terus membujuk Pattimura agar dapat bekerja sama dengan pemerintah kolonial
Belanda, namun Pattimura menolaknya.
Patung Pattimura
Pattimura kemudian mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember
1817 di depan Benteng Victoria di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Kapitan
Pattimura dikukuhkan sebagai “Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan” oleh pemerintah Republik
Indonesia.
Perdebatan Mengenai Nama Asli dari Kapitan Pattimura.
Banyak yang mengatakan bahwa Pattimura sebenarnya bernama Ahmad Lussy yang beragama
Islam, tetapi banyak juga yang meyakini bahwa Pattimura lebih dikenal dengan Thomas
Mattulessy yang identik Kristen. Inilah yang menjadikan perdebatan sampai sekarang ini.
Untuk meluruskan hal tersebut memang perlu dilakukan penelusuran sejarah tentang asal usul
Pattimura dengan data-data pendukung berupa penelitian yang berasal dari sumber-sumber yang
sifatnya otentik serta faktual.
Sosok disamping merupakan lukisan dari wajah Kapitan Pattimura ketika ia ditangkap oleh
Belanda pada tahun 1817. Lukisan tersebut dibuat oleh Verheul yang merupakan seorang
perwira dan penulis asal Belanda.
Lukisan tersebut ditemukan di KITLV di Leiden, Belanda. Untuk mengetahui lebih jelasnya,
pembaca dapat membaca buku yang berjudul 'Ini Dia Aslinya Kapitan Pattimura' yang ditulis
oleh Luthfi Pattimura dan Kisman Latumakulita sebagai sumber referensi pembaca sekalian.
Potret wajah Pattimura yang biasa dilihat pada pecahan Uang Seribu konon dibuat setelah
kemerdekaan. Sebenarnya tidak ada yang mengetahui wajah asli dari Pattimura sebab sangat
sedikit sekali dokumentasi mengenai hal tersebut.
Lukisan Pattimura yang biasa kita lihat mungkin hanya rekaan berdasarkan imajinasi oleh
pelukis sesuai dengan karakter atau tipe orang Maluku.
Pattimura pernah berkata :
...Saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah
beringin besar dan setiap beringin besar akan tumbang
tapi beringin lain akan menggantinya (demikian pula) saya
katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah
batu besar dan setiap batu besar akan terguling tapi batu
lain akan menggantinya.
Ucapan-ucapan puitis yang penuh tamsil itu diucapkan oleh
Pattimura, pahlawan dari Maluku yang juga merupakan
pahlawan nasional. Saat itu, 16 Desember 1817, tali
hukuman gantung telah terlilit di lehernya. Dari ucapanucapannya, tampak bahwa Pattimura seorang patriot yang
berjiwa besar. Dia tidak takut ancaman maut.
Wataknya teguh, memiliki kepribadian dan harga diri di
hadapan musuh. Kapitan Pattimura juga tampak optimis.
Namun keberanian dan patriotisme Pattimura itu terdistorsi oleh penulisan sejarah versi
pemerintah. M Sapija, sejarawan yang pertama kali menulis buku tentang Pattimura,
mengartikan ucapan di ujung maut itu dengan :
Pattimura-Pattimura tua boleh dihancurkan, tetapi kelak Pattimura-Pattimura
muda akan bangkit”
Namun menurut M Nour Tawainella, juga seorang sejarawan, penafsiran Sapija itu tidak pas
karena warna tata bahasa Indonesianya terlalu modern dan berbeda dengan konteks budaya
zaman itu. Di bagian lain, Sapija menafsirkan,
Selamat tinggal saudara-saudara”, atau “Selamat tinggal tuang-tuang”
Inipun disanggah Tawainella. Sebab, ucapan seperti itu bukanlah tipikal Pattimura yang patriotik
dan optimis. Puncak kontroversi tentang siapa Pattimura adalah penyebutan Ahmad Lussy
dengan nama Thomas Mattulessy, dari nama seorang Muslim menjadi seorang Kristen. Dan
Inilah yang menjadi perdebatan sejarah hingga sekarang ini. Bagaimana menurut pembaca
sendiri??
Catatan Sejarah Yang Memuat Mengenai Kepahlawanan Pattimura :



“Verhuel Herinneringen van een reis naar Oost Indien” (1835-1836),
J.B. Van Doren (1857), “Thomas Matulesia, Het Hoofd Der Opstandelingen Van Het
Eiland Honimoa”,
P.H. van der Kemp (1911), “Het herstel van het Nederlandsche gezag in de Molukken in
1817″,




M. Sapija (1954), Sejarah Perjuangan Pattimura”, Penerbit Djambatan,
Ben van Kaam (1977), “Ambon door de eeuwen”,
M. Nour Tawainella (2012), "Menggali sejarah dan kearifan lokal Maluku"
Mansyur Suryanegara (2009). "Api Sejarah"
Perjuangan
Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarier dalam militer sebagai mantan
sersan Militer Inggris.[3] Kata "Maluku" berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik yang
berarti Tanah Raja-Raja.[4] mengingat pada masa itu banyaknya kerajaan
Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan kemudian
Belanda menetapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan
penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat London I antara
lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan
dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut juga
dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para
serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki
dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya
pemindahan dinas militer ini dipaksakan [5] Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun
1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi,
dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit
mengangkat senjata di bawah pimpinan Kapitan Pattimura [4] Maka pada waktu pecah perang
melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat
mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima perang karena berpengalaman dan memiliki
sifat-sfat kesatria (kabaressi). Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi
perang bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih
dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan,
menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam
kepemimpinan diakui luas oleh para Raja Patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan
menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja
di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda
dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri Laksamana Buykes,
salah seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.
Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di laut
dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara lain Melchior
Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha. Pertempuran yang menghancurkan
pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda Duurstede, pertempuran di pantai
Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan.
Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi
hangus oleh Belanda. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri
pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon. Untuk jasa
dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai “PAHLAWAN PERJUANGAN
KEMERDEKAAN” oleh pemerintah Republik Indonesia. Pahlawan Nasional Indonesia.
Download