8. Berbagai Proses dalam Perusahaan – The Processes of a

advertisement
8. Berbagai Proses dalam Perusahaan – The Processes of a Company
Kalau dalam Bab 10 dipaparkan pembahasan mengenai understanding processthinking (memahami pola berpikir proses), dalam bab ini disajikan pembahasan
mengenai proses apa saja yang digunakan perusahaan untuk menciptakan nilai bagi
stakeholders. Aneka ragam proses yang ada disusun berdasarkan kategori-kategori
sebagai berikut.
8.1. Kategori-kategori proses
Proses-proses penciptaan nilai perusahaan dapat dikelompokkan dalam empat
kategori: yang pertama adalah management processes (proses-proses manajemen);
yang kedua business processes (proses-proses bisnis) atau core processes (prosesproses inti); yang ketiga support processes (proses-proses penunjang); yang
keempat processes of innovating (proses-proses berinovasi). Pada setiap kategori
terdapat deretan sub-kategori sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut:
1. proses-proses manajemen
o proses-proses orientasi normatif
o proses-proses pengembangan strategi
o proses-proses manajemen operatif
2. proses-proses bisnis atau proses-proses inti
o proses-proses customer

customer acquisition

customer retention

brand management
o proses-proses supply-chain management
3. proses-proses penunjang / support processes
o proses-proses keuangan dan akunting
o proses-proses sumber daya manusia
o proses-proses komunikasi dan teknologi informasi
o proses-proses lain sesuai dengan kebutuhan setiap perusahaan
4. proses-proses berinovasi / processes of innovating
1
Keempat kategori dan deretan sub-kategori itu membentuk arsitektur proses
perusahaan. Sebuah contoh akan menjelaskan tiga dari kategori-kategori tersebut:
pertama proses manajemen, kedua proses bisnis, dan ketiga proses penunjang.

Merencanakan, mengkoordinasi dan menentukan efektivitas setiap
kunjungan salesman ke calon pembeli, ini merupakan proses manajemen.

Melakukan kunjungan itu sendiri, mengadakan pembicaraan, menjelaskan
features and benefits produk, serta menganalisis dan menilai kunjungan, ini
merupakan proses bisnis.

Menyediakan fasilitas seperti kendaraan, PDA atau HP, informasi mengenai
calon pembeli, ini merupakan proses penunjang.
Adapun untuk kategori keempat, yakni proses berinovasi, tidak begitu saja dapat
diberikan contoh karena biasanya meliputi sub-subkategori, misalnya untuk
customer acquisition terjadi inovasi atau perubahan pada produknya sehingga ada
atribut baru pada produknya. Atau, penggunaan activity based costing pada proses
akunting. Bagaimana dengan pengunaan iPad untuk proses stock checking? Jadi,
pada setiap proses dapat terjadi perubahan inovatif sehingga menjadi lebih efektif
atau lebih efiesien.
8.1.1. Proses manajemen
Manajemen meliputi aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dan dengan
demikian merupakan suatu proses. Dapat dikatakan bahwa proses manajemen ini
merangkum seluruh tugas dasar manajemen seperti dijelaskan pada Bab 2 halaman
..

Designing: mendesain perannya untuk mencapai output – dalam bentuk value
proposition – bagi customer eksternal ataupun internal sebagai bagian dari
value-chain dalam arti proses bisnis ataupun proses penunjang;

Controlling: mengendalikan atau mengarahkan dengan melakukan
pengukuran terus-menerus, misalnya apakah output yang dihasilkan sudah
sesuai dengan permintaan dan kebutuhan customer bila diukur menurut
kualitas, harga dan waktu; dan

Developing: membangun organisasi yang sosio-teknis dan berorientasikan
tujuan, yakni para anggota organisasi atau tim yang harus melakukan
eksekusi semua subproses.
Dengan kata lain, pekerjaan manajemen perusahaan – tanpa memandang siapa yang
melakukannya – dilakukan dalam berbagai macam proses manajemen. Di dalamnya
kita dapat membedakan tiga sub-kategori generik utama (central generic subcategories) untuk proses manajemen.
2
8.1.1.1. Sub-kategori proses orientasi normatif
Yang dimaksud dengan istilah normatif adalah legitimasi etis atas aktivitas bisnis
perusahaan atau dengan kata lain menentukan norma-norma etis untuk semua
aktivitas perusahaan. Oleh sebab itu, ada tekanan khusus pada kesiap-tanggapan
perusahaan terhadap dasar-dasar etis masyarakat dan tanggung jawab etis
perusahaan – etika bisnis – serta pengakuan perusahaan akan nilai-nilai dan normanorma dasar. Jadi, ini dapat diartikan bahwa dalam proses orientasi normatif, dasar
normatif aktivitas bisnis benar-benar harus diperhatikan dan dijelaskan. Termasuk
di antaranya, sebagai contoh, memikirkan bagaimana nenyusun cara berhubungan
dengan berbagai stakeholder (pemangku-kepentingan) apabila terjadi konflik
kepentingan, seperti yang dialami oleh J&J atau P&G (lihat Bab 4 dan 5). Ketika J&J
mengalami kasus Tylenol, terjadilah konflik kepentingan antara keamanan
konsumen di satu pihak dan di lain pihak kerugian besar bagi J&J – yang
menyangkut kepentingan bonus karyawan dan pimpinan maupun dividen
pemegang saham.
8.1.1.2. Sub-kategori proses pengembangan strategi
Yang dimaksud dengan strategi adalah mengamankan keberhasilan kompetitif
jangka panjang perusahaan. Jadi, ada tekanan khusus pada kesiap-tanggapan, yaitu
bagaimana perusahaan menangkap dan bereaksi terhadap sinyal-sinyal pasar dan
terhadap tren di setiap environmental sphere yang mempengaruhi kompetisi. Atau
dengan kata lain, bagaimana perusahaan secara proaktif menawarkan suatu value
proposition yang unggul. Keunggulan serta keberhasilan menciptakan value
proposition semacam ini ditentukan oleh kehebatan core competency perusahaan.
Proses pengembangan strategi meliputi semua aktivitas yang mengarah pada
perancangan suatu workable strategy (strategi yang dapat dijalankan dengan baik)
serta menuju sukses pelaksanaan strategi tersebut. Proses ini antara lain mengelola
perubahan dengan cermat dan memfasilitasi pelaksanaan perubahan yang
diinginkan terhadap operasi sehari-hari perusahaan di masa depan. Oleh sebab itu,
proses pengembangan strategi meliputi pengembangan model-model bisnis baru,
arsitektur proses baru, dan struktur proses baru. Dalam contoh Lexus kita melihat
bagaimana kesiap-tanggapan Toyota serta pengerahan core competency-nya untuk
memproduksi Lexus dengan menggunakan robotisasi.
8.1.1.3. Sub-kategori proses manajemen operatif
Yang dimaksud dengan istilah operatif adalah pengambilan keputusan segera dalam
bisnis sehari-hari dengan tekanan pada tingkat efisiensi dalam penggunaan sumber
daya yang terbatas. Dengan melakukan pengukuran terus-menerus berdasarkan
‘indikator utama keberhasilan’ (key performance indicators), proses manajemen
3
operatif mengatur pengelolaan – dalam arti continuous steering – atas setiap proses
bisnis dan proses penunjang. Untuk sub-kategori ini ada tiga proses manajemen
sebagai berikut:
o Proses memimpin orang membantu manajer dalam menciptakan suasana
kerja yang kondusif dan mengembangkan kerjasama yang konstruktif serta
memupuk sikap goal-oriented (berorientasikan target) dalam diri
karyawan. Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan
mengikutsertakan karyawan dalam menentukan target, dalam informasi,
dalam pengaturan struktur tempat kerja dan pembagian alokasi tugas,
dalam pelatihan (training), dalam memberi tanggapan (feedback) yang
konstruktif, dan lain-lain.
o Proses kendali keuangan (financial controlling) berguna untuk:

menginterpretasi, mengevaluasi, dan mempresentasikan
implikasi-implikasi keuangan terkait dengan keputusankeputusan manajemen dan transaksi-transaksi bisnis, dengan
laporan khusus untuk berbagai pembaca (audience). Dalam hal
ini departemen pengendalian memainkan peranan penting;

melalukan cost-management (manajemen biaya) dengan
melakukan evaluasi biaya-biaya proses berdasarkan sistem
activity-based costing.

mengendalikan dan melapor, termasuk membuat evaluasi
kinerja dan presentasi hasil-hasil finansial, ke departemen
intern maupun kepada stakeholder ekstern.

mendapatkan modal dan mengoptimalkan manajemen aktiva
(asset) dan kewajiban (liability) dengan mempertimbangkan
risiko dan arus kas (cashflow), termasuk keputusan-keputusan
mengenai belanja modal (capital expenditures).
o Proses manajemen mutu meliputi perumusan harapan-harapan dari semua
pihak (supplier dan customer intern maupun ekstern, misalnya dengan
menggunakan perjanjian pengiriman) dan pemenuhan tepat-waktu atas
harapan-harapan tersebut pada setiap proses manajemen, proses bisnis,
dan proses penunjang.
Dalam setiap proses manajemen, idealnya (dan memang merupakan kekhasannya)
terdapat suatu urutan empat subproses sebagai berikut:
1. Reviewing: antara lain memikirkan (contemplating) serta menciptakan ideide dan menumbuhkan ‘perasaan memiliki tujuan’ (sense of purpose).
2. Programming: yaitu melakukan identifikasi target-target konkret dan
kesepakatan yang mengikat mengenai target.
4
3. Execution: antara lain mewujudkan target-target dalam aktivitas sehari-hari
dan dalam kegiatan rutin perusahaan.
4. Controlling atau feedback adalah menutup lingkaran pengendalian dengan
satu putaran (loop) berupa tanggapan yang terlembaga (institutionalized
feedback).
Selanjutnya, dalam semua subproses itu sikap dasar dan perilaku para eksekutif
memainkan peranan penting.
8.1.2. Core Processes
Core processes (proses-proses bisnis) meliputi pelaksanaan praktis aktivitasaktivitas inti perusahaan yang berkaitan dengan pasar, yaitu semua aktivitas yang
secara langsung ditujukan untuk menciptakan nilai bagi customer, baik intermediate
customer maupun end customer. Kita dapat membedakan dua sub-kategori proses
penting yang terkait erat satu sama lain dalam menjalankan proses bisnis
perusahaan sehari-hari:
8.1.2.1. Proses customer meliputi tiga subproses:
1. customer acquisition (mendapatkan customer),
2. customer retention (mempertahankan customer), dan
3. brand-management (manajemen merek).
Proses 'customer acquisition' dan 'customer retention' di dunia usaha Indonesia
masih dipandang sama dengan sales. Padahal, ada perbedaan besar antara
'acquisition' dan 'retention', apabila kita melihatnya dengan pola SIPOC.
Dalam hal customer acquisition (output) ada dua sasaran yang dapat digarap (input),
seperti: rebut pelanggan dari pesaing (take competitors’ customers), dan ciptakan
pengguna baru (convert non-users). Untuk customer retention hanya ada sasaran:
mempertahankan customer yang sudah ada. Namun, penggunaan customer
acquisition and retention ada kendalanya juga. Berikut adalah beberapa di
antaranya.
 Perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak/belum menggunakannya.
 Dalam sistem akunting pun konsep ini tidak digunakan.
 Dapat dengan mudah digunakan untuk produk seperti mobil – BMW dan
Lexus sudah menggunakannya – tetapi sulit untuk produk konsumsi yang
customer-nya anonim, atau masyarakat luas;
Dalam customer processes masih ada proses brand management (mengelola merek)
yang posisi manajernya serba salah sebab pada umumnya pangkatnya manajer
5
yunior atau maksimum manajer. Akan tetapi, tanggung jawabnya luas sekali karena
menanggung keberhasilan suatu merek. Agar berhasil ia perlu mengintegrasikan
begitu banyak output dari banyak proses lain – core processes maupun support
processes – yang nota bene ada yang process owner-nya mempunyai pangkat lebih
tinggi. Oleh sebab itu, lebih wajar kalau ia disebut process integrator (integrator
proses) dengan pangkat minimum manajer dan dapat menjadi manajer senior.
Proses integrasi ini dikenal juga dengan nama IMC (Integrated Marketing
Communications), yang output-nya adalah Value Proposition yang ditawarkan
kepada customer (end-user).” Dari uraian mengenai ‘customer acquisition and
retention’ di atas sudah jelas bahwa agar brand manager dapat berhasil
melaksanakan customer acquisition dan customer retention, ia harus menggunakan
cara yang berbeda-beda untuk mengintegrasikan komunikasi kepada masingmasing customer itu.
Semua proses ini ujungnya mengarah pada keputusan customer untuk membeli
brand tertentu. Dengan kata lain, subproses ini meliputi, misalnya, tugas penelitian
pasar (market research), aktivitas promosi, pengembangan hubungan komunikasi
dengan calon customer (customer acquisition) serta pengembangan dan
peningkatan hubungan dengan customer yang sudah menjadi pelanggan, dalam arti
menjaga loyalitas dan mempertahankan pelanggan (customer retention, customer
relationship management). Semuanya berkaitan dengan brand tertentu tadi.
8.1.2.2. Proses supply-chain management
Proses supply-chain management (manajemen rantai suplai) meliputi semua
aktivitas yang bertujuan supaya customer menerima pesanan yang mutunya sesuai
dengan apa yang telah disepakati bersama. Elemen dalam proses ini adalah
subproses pembelian bahan baku dan bahan pendukung (procurement atau
pengadaan), produksi, pergudangan, pengiriman, yang semuanya bertujuan
pemenuhan order pembeli (order fulfillment) dan diukur berdasarkan service level.
Pada service level ini hal yang penting tidak hanya produk dan mutu, tetapi faktor
‘tepat waktu’ (on time) menjadi kriteria ketiga yang diharapkan oleh customer. Subproses ini sering juga disebut 'logistics'.
Setiap core process yang sukses – baik customer processes maupun supply-chain
processes – mempunyai aspek-aspek kualitas (kualifikasi) sebagai berikut:
1. Seberapa jauh setiap proses atau suatu kelompok aktivitas yang terkait
dengan proses bisnis, seperti informasi, keputusan-keputusan, dan alur
barang (material flows), secara signifikan memberikan manfaat yang lebih
bagus bagi customer jika dibandingkan dengan pesaing.
2. Apakah seluruh mata rantai aktivitas-aktivitas terkait, informasi,
keputusan-keputusan, dan alur barang yang melintasi batas fungsi, batas
geografis, unit bisnis, dan batas-batas perusahaan sudah dimasukkan.
6
Catatan: Ini berarti bahwa semua hal hulu, yaitu yang dekat supplier, dan
hilir, yang dekat customer, telah diintegrasikan ke dalam proses bisnis.
3. Seberapa jauh setiap aktivitas dalam proses bisnis memberikan
penambahan nilai secara langsung kepada customer ekstern.
4. Seberapa jauh proses bisnis itu menyumbangkan bagian yang signifikan
pada hasil atau biaya perusahaan.
5. Bila telah dioptimalkan, seberapa jauh proses bisnis itu berdiri sendiri
secara independen dari proses bisnis yang lain.
6. Seberapa jauh proses bisnis itu memiliki output yang dapat diukur?
Berdasarkan aspek-aspek kualitas ini, proses bisnis sama dengan value-chain, yang
setiap mata rantainya merupakan satu aktivitas tersendiri. Semua aktivitas ini
sebetulnya sudah ada dan bukan merupakan hal baru. Bedanya, kalau dalam
struktur organisasi vertikal hubungan setiap aktivitas secara hierarkis terkait ke
level di atasnya dan bisa sampai level direksi, sedangkan dalam struktur
berdasarkan proses, aktivitas-aktivitas dikaitkan satu dengan yang lain dalam
sebuah proses horizontal sampai pada customer ekstern – seperti gambar rentetan
SIPOC pada halaman ..
Sebagai contoh sederhana: perusahaan di bidang telepon seluler (HP) untuk
mendapat customer baru harus menawarkan model HP yang memiliki features dan
benefits lebih bagus daripada pesaingnya. Supaya itu berhasil, ada tiga aktivitas yang
penting: pengembangan produk (product development), pemasaran (marketing), dan
penjualan (sales). Kalau dintegrasikan, tiga aktivitas ini merupakan proses bisnis
untuk mendapat customer baru (customer acquisition).
8.1.3. Proses penunjang
Proses penunjang (support process) menyediakan infrastruktur dan memberikan
jasa intern yang diperlukan oleh proses bisnis agar dapat menjalankan prosesnya
secara efektif dan efisien. Memahami pentingnya proses penunjang ini tidaklah sulit.
Bayangkan saja berapa pentingnya tenaga kerja kompeten yang diperlukan untuk
melakukan pengembangan produk, atau dana keuangan yang diperlukan untuk
iklan dan promosi oleh bagian marketing, atau data, informasi dan tren penjualan
pada suatu waktu di semua pengecer yang diperlukan oleh bagian sales. Tenaga
kompeten masuk dalam peranan proses-penunjang SDM, dana keuangan
merupakan peranan proses-penunjang keuangan, sedangkan data dan informasi
adalah bidang proses-penunjang teknologi informasi.
Dalam contoh ini setiap proses penunjang digunakan untuk satu aktivitas proses
bisnis, namun sudah jelas bahwa dalam kenyataannya setiap proses penunjang
diperlukan oleh semua aktivitas dalam proses bisnis. Bahkan kebutuhan ini berlaku
7
juga di antara proses penunjang sendiri. Proses-penunjang teknologi informasi juga
memerlukan tenaga kompeten dan memerlukan dana keuangan untuk membeli
perangkat keras dan perangkat lunak. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
proses penunjang menyediakan infrastruktur dan memberi layanan internal yang
diperlukan supaya proses bisnis dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Proses penunjang terdiri atas sejumlah proses. Setiap perusahaan mempunyai
proses penunjang yang berbeda-beda, sesuai dengan keperluannya dan bila perlu
dapat berubah. Berikut beberapa contoh proses penunjang.

Sumber daya manusia (human resources) meliputi perekrutan,
pengembangan, evaluasi, dan kompensasi yang wajar untuk para karyawan
perusahaan.

Keuangan mengatur arus kas (cashflow) supaya tersedia modal untuk
bekerja dan belanja modal (capital expenditure) perusahaan.

Akunting memberikan laporan keuangan dari hasil keputusan dan kerja
perusahaan

Teknologi informasi menyediakan data dan informasi mengenai aktivitas
departemen-departemen dan perusahaan secara keseluruhan dalam format
yang sesuai dengan yang dikehendaki para pengguna data dan pengguna
informasinya.
Proses-proses penunjang ini, seperti halnya proses bisnis, dirancang,
dikembangkan, dan dikendalikan oleh proses manajemen, masing-masing oleh
proses manajemen untuk sumber daya manusia (human resource management),
proses manajemen untuk keuangan (finance management), proses manajemen
untuk akunting (accounting management), dan proses manajemen untuk teknologi
informasi (information management).
8.1.4. Proses-proses berinovasi
Akhir-akhir ini mulai disadari betapa pentingnya berinovasi sehingga pemerintah
mengambil inisiatif menciptakan keadaan yang kondusif untuk berinovasi dengan
mendirikan KIN (Komite Inovasi Nasional). Inisiatif pemerintah ini disambut baik
oleh ketua PII (Persatuan Insinyur Indonesia) Muhammad Said Didu dengan
mengatakan bahwa "PII siap menjadi mitra kerja dan mendukung seluruh kegiatan
KIN yang baru dibentuk ...." (Bisnis Indonesia, 17 Juni 2010, halaman 12). Pada
umumnya orang di Indonesia belum begitu menyadari potensi luar biasa besar yang
terdapat dalam proses berinovasi. Potensi sangat besar itu misalnya dapat kita lihat
di bagian product development pada perusahaan Apple ketika penjualan produk
terbarunya i-Pad meledak, namun keberhasilan itu bukan disebabkan karena
pemasaran atau kampanye sales yang hebat, melainkan karena inovasi. Apple sangat
terkenal karena core competency-nya untuk berinovasi, sehingga ada pembeli yang
8
mengatakan: "Bila Apple membuat toilet, saya akan beli." Sukses Apple dengan
produk inovatifnya begitu hebat sehingga berdasarkan kapitalisasi pasar sekarang
Apple telah melampaui Microsoft.
Mungkin istilah 'inovasi', atau lebih tepatnya 'proses berinovasi’ (innovating), perlu
mendapat penjelasan yang lebih banyak supaya dapat dimengerti dan digulirkan
sebagai semacam 'budaya berinovasi' di kalangan perusahaan Indonesia. Apa arti
‘berinovasi’? Menurut New Oxford American Dictionary, innovation adalah “ process
of innovating,” sedangkan innovating berarti: “make changes in something
established, especially by introducing new methods, ideas, or products.” Jadi,
innovation berbeda dengan invention, yang berarti: “create or design (something that
has not existed)”. Dengan kata lain proses berinovasi terjadi pada proses-proses
yang sudah ada (something established), yaitu proses manajemen, proses bisnis, dan
proses penunjang, apabila proses-proses itu mengalami perubahan sehingga terjadi
penambahan nilai bagi salah satu stakeholder atau beberapa stakeholder. Sebagai
contoh, pada Sales Order Delivery Process, yang proses pengirimannya diubah dari
dua hari menjadi satu hari (halaman …), barang yang dikirim tidak berubah. Di sini
bagian pengiriman baranglah yang berinovasi, jadi pada level lapangan. Memang
benar, menurut Praveen Gupta, dalam bukunya Six Sigma Business Scorecard, proses
berinovasi lebih banyak terjadi pada level operasional – ”as they are doing the
executions” – daripada level manajer dan level di atasnya.
Hal serupa juga terjadi pada para wirausahawan seperti 'bakso tenis'. Di sini pun
yang berinovasi adalah wirausahawan kecil, bukan kelas menengah, apalagi kelas
kakap. Kalau kita perhatikan, hal seperti itu sudah banyak terjadi sehingga
berinovasi itu sebenarnya bukanlah hal yang rumit. Yang tidak ada atau kurang
adalah pengarahan 'strategi' untuk membuat suatu value proposition dalam bentuk
produk atau jasa yang exceed customer expectation (melampaui harapan customer)
seperti iPad.
Adanya semacam KIN (Komite Inovasi Nasional) di dalam perusahaan dapat
berguna untuk menciptakan 'budaya berinovasi' apabila tim yang dibentuk
merupakan semacam task-force – bukan lembaga tetap. Task-force itu harus di
bawah championship minimum seorang direktur dan beranggotakan manajer senior
atau manajer dari semua bagian, dengan tujuan menstimulasi proses-proses yang
ada di setiap bagian untuk berinovasi. Proses dan subproses yang berinovasi di
suatu bagian perusahaan akan mengakibatkan terjadinya perubahan yang lebih luas
daripada proses dan subproses itu sendiri. Bagian yang melakukan proses dan
subproses itu maupun outputnya – penciptaan nilai – juga akan berubah. Diagram
process map di bawah ini menggambarkan budaya inovasi (innovation culture),
dengan innovation – process of innovating – yang meliputi semua proses. Untuk
memahami pengertian 'inovasi' perlu diperhatikan bahwa inovasi itu dibentuk oleh
individu, seperti halnya budaya juga dibentuk oleh individu (lihat Individu-individu
membentuk budaya, Bab 9 halaman 5), dan tidak dapat dibentuk ‘bagian inovasi’ dalam
sebuah perusahaan. Juga perlu diperhatikan bahwa inovasi meliputi semua bagian
perusahaan dan tidak hanya bagian R&D (research and development) saja seperti yang
9
sering diperkirakan orang. Oleh sebab itu, tepatlah bila dikatakan bahwa tugas task-force
adalah menstimulasi timbulnya 'budaya berinovasi' – bukan membuatkan inovasi untuk
bagian lain.
Pada diagram ini kita dapat melihat bagaimana ketiga subproses dalam proses
manajemen (management processes) diintegrasikan secara vertikal dengan proses
serta subproses pada proses bisnis (business processes) dan juga dengan proses
serta subproses pada proses penunjang (support processes). Misalnya, bagian
Human Resources terdiri atas seorang direktur, beberapa manajer senior, manajer,
dan staf. Dirketur menentukan tujuan yang harus dicapai, misalnya untuk setiap
karyawan harus ada target yang jelas dan kualifikasi ditentukan berdasarkan
pencapaian 95% dari target. Berdasarkan itu para manajer senior mendesain valueproposition – remunerasi dan benefits – yang ditawarkan kepada karyawan.
Selanjutnya, para manajer membuat desain yang lebih terperinci untuk setiap
departemen – misalnya untuk melakukan rekrut, wawancara, training – sehingga
deskripsi peran menjadi jelas bagi orang yang melakukannya. Contoh ini
memperlihatkan bagaimana terjadi integrasi secara vertikal dengan output akhir
berupa target yang ditentukan oleh direktur, sedangkan para manajer di bawahnya
menentukan input dan prosesnya. Hal yang sama pun berlaku untuk semua proses
dan subproses yang lain. Perbedaan besar antara ‘struktur terintegrasi’ ini dan
‘struktur vertikal saja’ adalah bahwa semua peran – melalui proses bisnis –
diarahkan ke customer ekstern.
10
Agar dapat mendorong timbulnya ’budaya berinovasi’, task-force harus menyiapkan
situasi dan kondisi yang kondusif untuk berinovasi, antara lain menjamin adanya
empowerment policy yang memberikan wewenang kepada tingkat operasional di
perusahaan, sebab wewenang itu penting untuk keberhasilan terciptanya budaya
berinovasi. Selain itu, harus dipilih pemimpin dan anggota task-force yang
mempunyai jiwa dan kemampuan 'change-leadership' agar dapat menggerakkan
bagiannya untuk berinovasi. Praveen Gupta menganjurkan agar diberikan
penghargaan (award) atas innovation of the month. Dalam hal ini task-force dapat
menentukan siapa pemenangnya, disertai pengumuman jenis inovasinya, dan juga
melakukan pencatatan jumlah inovasi per bulan yang dikomunikasikan terusmenerus ke seluruh perusahaan.
8.2. Tugas manajemen dalam manajemen proses
Proses bisnis dan proses penunjang perlu dikelola secara aktif. Pengelolaan kedua
proses ini merupakan bagian dari proses manajemen. Sebagaimana telah dibahas
pada Bab 8.1.1, dalam proses manajemen ada tiga tugas: proses orientasi normatif,
proses pengembangan strategi, dan proses manejemen operatif. Dari ketiga tugas,
proses pengembangan strategi dan proses manajemen operatif memerlukan
penjelasan lebih lanjut – sehubungan dengan proses bisnis dan proses penunjang.
Bila ditinjau dari keputusan mendasar dalam perusahaan, misalnya mengenai
bagaimana menangani harapan dan permintaan dari berbagai macam stakeholder,
tugas pengembangan strategi dan manajemen operatif inilah yang menjamin atau
memfasilitasi keberhasilan usaha, sehingga tercipta manfaat yang lebih besar bagi
stakeholder customer, karyawan dan pemegang saham bila dibandingkan dengan
perusahaan lain. Tugas ini merupakan dasar sentral bagi keberhasilan strategis
jangka panjang perusahaan. Misalnya, setiap proses customer bila ingin berhasil
harus mempunyai value proposition yang lebih menarik daripada value proposition
pesaing. Penciptaan value proposition merupakan tugas ‘proses pengembangan
strategi’, sedangkan eksekusi strategi – penyampaian value proposition kepada
customer – termasuk tugas manajemen operatif. Hal yang sama juga berlaku untuk
proses penunjang.
8.2.1. Proses pengembangan strategi: mengembangkan proses
Salah satu subproses dalam proses pengembangan strategi adalah pengembangan
proses, yang di dalamnya terdapat beberapa tugas. Pengembangan proses itu
meliputi:
o pengaturan dasar sehubungan dengan struktur arsitektur proses;
o struktur proses pada setiap proses bisnis dan proses penunjang; dan
11
o perumusan ‘faktor-faktor utama keberhasilan’ (key success factors) supaya
kualitas proses dapat diukur.
Dalam hal proses pengembangan strategi, tugas-tugas yang ada dalam
pengembangan proses ini sebagian besar merupakan tanggung jawab satu atau
beberapa tim strategi.
Tugas mengembangkan proses tidak hanya terbatas pada perencanaan tata
struktural khusus yang canggih secara teknis (technocratic). Lebih dari itu, dalam
pengembangan proses harus ada proses pengembangan multidimensi yang sulit dan
menuntut keahlian. Oleh sebab itu, untuk mengembangkan proses diperlukan suatu
superior competency, yang sangat mempengaruhi struktur, kegiatan rutin seharihari, teknologi, budaya, dan keahlian para karyawan. Dengan demikian, perhatian
utamanya adalah mengembangkan kompetensi inti yang baru (new core
competencies) atau, dengan kata lain, mengembangkan kemampuan kolektif yang
secara strategis menentukan.
Contoh yang bagus adalah pengembangan mobil Lexus sebagaimana pernah
dibicarakan di depan. Ada dimensi mesin dan karoseri, ada dimensi pelayanan
purnajual, ada dimensi produksi, bahkan pada tahap permulaan ada dimensi
pemisahan total dari nama Toyota dan pemilihan nama Lexus. Faktor superior
competency terbukti dari keberhasilan Lexus dalam mengatasi multidimensi
tersebut. Bahwa Toyota dengan keberhasilan Lexus telah mengembangkan banyak
core competencies baru – seperti robotisasi – tidak perlu dipertanyakan.
8.2.2. Proses manajemen operatif: mengendalikan proses
Berbeda dengan pengembangan proses, tugas kendali proses masuk dalam proses
manajemen operatif. Kalau diperhatikan lebih saksama, terlihat bahwa kendali
proses meliputi tugas-tugas sebagai berikut:

Pertama, keperluan sehari-hari perusahaan, yang tidak dapat ditangani
secara struktural sehingga tidak diantisipasi oleh pengembangan proses,
harus ditangani satu per satu sesuai dengan keadaan – hampir menyerupai
penyempurnaan detail (fine-tuning).

Kedua, proses ini biasanya meliputi penyelesaian seluruh rangkaian
(portofolio) pekerjaan atau rangkaian proyek yang saling berebut sumber
daya yang terbatas. Oleh karena itu, perlu ada pemilihan (triage). Ini berarti
menentukan prioritas dan khususnya mengalokasikan sumber daya pada
setiap pekerjaan atau proyek. Selain itu, kendali proses (dalam arti
manajemen portofolio secara aktif) harus menentukan kriteria, yang akan
digunakan untuk mengambil keputusan mengenai pekerjaan dan proyekproyek yang dimasukkan dan selanjutnya diprioritaskan dalam portfolio
yang sedang dikerjakan. Kriteria ini akan mempermudah pengurutan tugastugas dan sumber daya di waktu yang akan datang dengan cara yang paling
12
baik. Menurut tradisi, tugas menyelesaikan pekerjaan dan mengalokasikan
sumber daya biasanya disebut ‘disposisi’.

Ketiga, menjamin kualitas suatu proses juga masuk dalam tanggung jawab
kendali proses. Tugasnya adalah berulang-ulang menentukan sasaransasaran konkret sesuai dengan faktor utama keberhasilan (key success
factors) yang spesifik; faktor utama keberhasilan ini digunakan untuk
mengukur kualitas proses. Dalam kendali proses juga termasuk memeriksa
apakah sasaran tercapai atau tidak, dan selanjutnya mengoptimalkan proses
dan meningkatkan kualitas proses dengan menerapkan tindakan-tindakan
yang sesuai. Dengan kata lain, kendali proses bertugas terus-menerus
mengoptimalkan proses tanpa harus senantiasa mengkaji ulang tatanan
dasarnya.
Ketiga tugas ini biasanya menjadi tanggung jawab sebuah tim proses di bawah
pimpinan seorang process owner, yang bertanggung jawab atas proses khusus yang
dikerjakan. Selain itu, tugas mengoptimalkan proses sering dilakukan oleh quality
circle atau tim CIP (continuous improvement process – proses peningkatan
berkesinambungan) yang idealnya bersifat lintas-fungsi.
8.3. Interaksi antara kekuatan pembentuk dan proses
Dari Bab 4, Bab 5 dan Bab 6 kita ketahui bahwa setiap perusahaan memiliki ciri
khas yang disebabkan oleh perbedaan stakeholder dan interaksinya sehingga setiap
perusahaan mempunyai kekuatan pembentuk (structuring forces) tertentu, yaitu
kekhasan dalam hal strategi, struktur, dan budayanya. Berkat kekuatan pembentuk
ini terciptalah suatu bentuk logis pada alur aktivitas sehari-hari perusahaan,
sehingga alur itu memiliki tatanan tertentu dan dengan ini aktivitas sehari-hari
sedikit banyak diarahkan secara efektif menuju pencapaian efek dan hasil-hasil
tertentu.
Dalam model manajemen ini, alur aktivitas sehari-hari perusahaan diwujudkan
dalam proses-proses perusahaan. Proses ini dibentuk, atau lebih tepatnya
distrukturkan, dan diarahkan oleh kekuatan pembentuk (structuring forces). Tetapi,
bagaimana kekuatan pembentuk itu diwujudkan? Bagaimana kita dapat memahami
interaksi antara kekuatan pembentuk dan proses, misalnya antara proses
pengembangan strategi (sebuah subproses pada proses manajemen) dan sebuah
strategi?
Pekerjaan menyusun strategi sebagai aktivitas terpenting dalam proses
pengembangan strategi (proses manajemen) tidak boleh dibiarkan terjadi secara
kebetulan. Sebaliknya, proses ini sebagian besar mengikuti pola-pola prosedur
tertentu yang dapat dirunut kembali ke strategi, struktur, dan budaya yang sudah
ada di perusahaan (yaitu kekuatan pembentuk) yang telah berkembang pada masa
lampau perusahaan dan sedikit banyak telah membuktikan kemanfaatannya.
Misalnya, penyusunan strategi untuk relauch atau new lauch model BMW 325i atau
13
model baru BMW 450ss tidak terjadi secara kebetulan, tetapi akan mengikuti
strategi, struktur, dan budaya yang sudah ada di perusahaan.
Hasil dari suatu proses pengembangan strategi adalah ‘strategi yang dikerjakan
ulang’ (reworked strategy) dan, idealnya, hasilnya adalah strategi yang dilaksanakan
dengan struktur yang sesuai dengan budaya yang khusus. Strategi kerja-ulang ini
sendiri selanjutnya akan menjadi suatu kekuatan-pembentuk yang menentukan,
yang di kemudian hari dapat digunakan untuk mengarahkan alur aktivitas
organisasi perusahaan sehingga mencapai target-target yang diakui sebagai target
yang tepat (proper) dan sah, target yang mungkin sudah ada atau yang sama sekali
baru. Selanjutnya, strategi ini akan mempengaruhi proses pengembangan strategi di
masa depan.
Figure 7-10 Circular (recursive) interaction of structuring forces and management
processes (Gambar 11. Interaksi antara structuring forces dan proses-proses
manajemen yang membentuk lingkaran berputar.)
Firm development
form and order

Structuring forces:
Strategy
Structures
Culture
Processes:
Management processes
Business processes
Support processes
Innovation processes
lead to the development of:
Dari perspektif ini kita dapat melihat suatu lingkaran interaksi antara kekuatan
pembentuk (structuring forces) dan proses bisnis, khususnya proses manajemen,
dalam perusahaan. Ini disebabkan karena kekuatan pembentuk selalu dapat
dipandang baik sebagai media (dalam arti ’sarana pembentuk’, structuring aids)
untuk menata aktivitas sehari-hari perusahaan maupun sebagai hasil dari aktivitas
sehari-hari perusahaan tersebut.
14
Download