Uploaded by User90923

sampah organik

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Sampah
Sampah sebagai limbah dapat didefinisikan sebagai suatu benda yang
tidak digunakan atau tidak dikehendaki dan harus dibuang, yang dihasilkan dari
kegiatan manusia. Dengan demikian, sampah dapat berasal dari kegiatan industri,
pertambangan, pertanian, peternakan, perikanan, transportasi, rumah tangga,
perdagangan, dan kegiatan manusia lainnya (Mohammad, 2007). Sedangkan
definisi lain dikemukakan oleh Hadiwijoto (1983) dalam Amurwaraharja (2006),
sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan baik telah diambil
bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak bermanfaat, dari
segi ekonomi sudah tidak ada harganya serta dari segi lingkungan dapat
menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian alam.
Pengertian sampah di atas yaitu dapat diartikan sebagai limbah pada sisa
aktivitas manusia, tidak terpakai yang dapat bersifat membahayakan kesehatan
lingkungan dan harus dibuang atau dikelola dari lingkungan. Di lain pihak
terdapat pengertian bahwa sampah merupakan potensi sumber daya yang dapat
dimanfaatkan sehingga mempunyai nilai tambah sebagai produk daur ulang
maupun produk baru (Sudrajat, 2006).
16
Universitas Sumatera Utara
17
Penggolongan Sampah
Penggolongan sampah sangat penting sekali diketahui, selain untuk
mengetahui macam-macam sampah dan sifatnya juga sebagai dasar penanganan
dan pemanfaatannya (Amurwaraharja, 2006).
1.
Sampah Bersadarkan Sifat
Murtadho
dan
Gumbira
(1988)
dalam
Amurwaraharja
(2006),
membedakan sampah atas sampah organik dan sampah anorganik. Sampah
organik meliputi limbah padat semi basah berupa bahan-bahan organik yang
umumnya berasal dari limbah hasil pertanian. Sampah ini memiliki sifat mudah
terurai oleh mikroorganisme dan mudah membusuk karena memiliki rantai karbon
relatif pendek. Sedangkan sampah anorganik berupa sampah padat yang cukup
kering dan sulit terurai oleh mikroorganisme karena memiliki rantai karbon yang
panjang dan kompleks seperti kaca, besi, plastik, dan lain-lain.
Jika diurai lebih rinci, sampah dapat dibagi sebagai berikut :
1. Human Erecta
Yaitu sampah yang dihasilkan dari buangan yang dikeluarkan oleh
tubuh manusia sebagai hasil pencernaan misalnya, tinja (faces) dan
air seni (urine).
2. Sewage
Yaitu sampah yang berasal dari limbah buangan rumah tangga
maupun pabrik seperti limbah dapur dan bekas cucian yang pada
umumnya langsung dialirkan ke dalam got tanpa proses penyaringan.
Universitas Sumatera Utara
18
3. Refuse
Sampah jenis ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu garbage
(sampah lapuk) dan rubbish (sampah tidak lapuk dan sampah tidak
mudah lapuk). Sampah lapuk ialah sampah sisa-sisa pengolahan
rumah tangga atau hasil sampingan kegiatan pasar bahan makanan,
seperti sayur-mayur. Sementara itu sampah tidak lapuk merupakan
jenis sampah yang tidak dapat lapuk sama sekali seperti mika, kaca,
plastik. Sampah tidak mudah lapuk merupakan sampah yang sangat
sulit terurai, tetapi bisa hancur secara alami dalam jangka waktu
lama. Sampah jenis ini ada yang dapat terbakar (kertas dan kayu)
dan tidak terbakar (kaleng dan kawat).
Sampah lapuk (Garbage)
Contoh : sayuran dan makanan sisa
Sampah
(Refuse)
Sampah tidak lapuk dan tidak mudah lapuk (Rubbish)
Sampah tidak lapuk
Contoh : plastik, kaca, mika
Sampah yang bisa terbakar
Contoh : kertas, kayu
Sampah tidak
mudah lapuk
Sampah yang tidak bisa terbakar
Contoh : kaleng, kawat
Gambar 1. Bagan Pembagian Sampah (Tim Penulis PS, 2008)
Universitas Sumatera Utara
19
4. Industrial waste
Pada umumnya dihasilkan dalam jumlah skala pasar dan merupakan
bahan-bahan buangan dari sisa-sisa proses industri (Tim Penulis PS,
2008)
2.
Sampah Berdasarkan Komposisi
Pada satu jenis kegiatan manusia mungkin akan menghasilkan jenis
sampah yang sama, sehingga komponen-komponen penyusunnya juga akan sama.
Misalnya sampah yang hanya terdiri dari kertas, logam atau daun-daun saja dan
apabila memungkinkan sampah-sampah tersebut tercampur dengan bahan-bahan
lain, maka sebagian besar komponennya dapat dibedakan menjadi dua macam :
-
Sampah yang seragam adalah hasil dari kegiatan industri dan pada
umumnya komposisi sampahnya seragam. Sampah dari kantor dan
pusat pendidikan sering hanya terdiri dari kertas, karton, dan kertas
karbon termasuk dalam golongan sampah yang seragam.
-
Sampah yang tidak seragam atau campuran, misalnya sampah yang
berasal dari pasar atau sampah dari tempat-tempat umum (Yamin,
1992).
Dampak Sampah Terhadap Lingkungan
Pembuangan
sampah
yang
tidak
memenuhi
persyaratan
dapat
menimbulkan dampak negatif pada lingkungan. Dampak yang ditimbulkan
sampah antara lain :
Universitas Sumatera Utara
20
1. Pencemaran lingkungan
Sampah dari berbagai sumber dapat mencemari lingkungan, baik
lingkungan darat, udara maupun perairan. Pencemaran darat yang dapat
ditimbulkan oleh sampah misalnya ditinjau dari segi kesehatan sebagai tempat
bersarang dan menyebarnya bibit penyakit, sedangkan ditinjau dari segi
keindahan, tentu saja menurunnya estetika (tidak sedap dipandang mata).
Macam pencemaran udara yang ditimbulkannya misalnya mengeluarkan
bau yang tidak sedap, debu gas-gas beracun. Pembakaran sampah dapat
meningkatkan karbonmonoksida (CO), karbondioksida (CO2) nitrogen-monoksida
(NO), gas belerang, amoniak dan asap di udara. Asap di udara, asap yang
ditimbulkan dari bahan plastik ada yang bersifat karsinogen, artinya dapat
menimbulkan kanker, berhati-hatilah dalam membakar sampah.
2. Penyebab penyakit
Tempat-tempat penumpukan sampah merupakan lingkungan yang baik
bagi hewan penyebar penyakit misalnya : lalat, nyamuk, tikus, dan bakteri
patogen (penyebab penyakit). Adanya hewan-hewan penyebar penyakit tersebut
mudah tersebar dan menjalar ke lingkungan sekitar. Penyakit-penyakit itu
misalnya kolera, disentri, tipus, diare, dan malaria.
3. Penyumbatan saluran air dan banjir
Sampah jalanan dan rumah tangga sering bertaburan dan jika turun hujan
akan terbawa ke got/sungai, akibatnya sungai tersumbat dan timbul banjir.
Selanjutnya banjir dapat menyebarkan penyakit, banyak got di musim hujan
Universitas Sumatera Utara
21
menjadi mampet karena penduduk membuang sampah disembarang tempat.
Kebiasaan membuang sampah di sungai dihilangkan.
4. Dampak sosial terhadap masyarakat
1. Kerukunan
Permasalahan sampah dapat berkaitan dengan nilai kerukunan, atau
sebaliknya justru dapat menambah kerukunan. Orang yang sering membuang
sampah di sekitar tempat tinggalnya dan mencemari ligkungan dapat
menimbulkan ketidaksenangan tetangganya. Hal yang demikian ini dapat
menimbulkan keretakan hubungan antara tetangga. Kondisi yang demikian perlu
diubah agar terjadi hal yang sebaliknya, yakni dapat semakin meningkatkan
kerukunan.
2. Kesanggupan
Setiap warga hendaknya memiliki kesanggupan untuk menempatkan
sampah pada tempatnya, memisahkan sampah yang terurai dan yang tidak teruai,
menjaga kebersihan lingkungannya, dan tidak membuang sampah yang tergolong
bahan beracun dan berbahaya (B3) ke sembarangan tempat. Pekerjaan tersebut
bukanlah pekerjaan yang sulit dilakukan, juga bukan merupakan pekerjaan yang
mustahil untuk dilakukan. Maka yang dipentingkan adalah kesadaran dan
kesanggupan.
5. Dampak sampah terhadap keadaan sosial ekonomi
-
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan
yang kurang menyenangkan bagi masyarakat ; bau yang tidak sedap
Universitas Sumatera Utara
22
dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimanamana.
-
Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.
-
Pengelolaan sampah tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat
kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya
pembiayaan-pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang
sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak mau kerja,
rendahnya produktivitas) (Anonim, 2007).
Reksohadiprodjo
dan
Brodjonegoro
(2000)
menyatakan
bahwa
pembuangan sampah padat oleh penduduk menimbulkan masalah pengumpulan
sampah, pengangkatannya, dan pembuangannya ke tempat pembuangan sampah
terakhir. Usaha tersebut dijalankan untuk mencegah terjadinya pencemaran tanah
permukaan. Sedangkan pencemaran tanah permukaan menimbulkan penurunan
nilai tanah dan bangunan di daerah tersebut, karena orang menjadi enggan untuk
tinggal di tempat yang selalu berbau atau berasap setiap hari.
Karakteristik dan Komposisi Sampah
Karakteristik dan komposisi sampah merupakan hal yang terpenting untuk
dipelajari sebelum memilih teknologi pengolahan sampah, oleh karena itu perlu
sekali untuk mengetahui karakteristik serta komposisi sampah. Definisi
karakteristik sampah adalah sifat-sifat sampah yang meliputi sifat fisis, kimiawi
dan biologisnya. Apabila ditinjau secara fisis, adalah sukar untuk merinci sifatsifat sampah, terutama sampah yang berbentuk padatan selalu tidak homogen.
Lain pula halnya dengan sampah yang berbentuk cairan lebih mudah diadakan
Universitas Sumatera Utara
23
identifikasi sifat-sifat fisisnya. Demikian pula apabila dilakukan peninjauan secara
biologis. Sedemikian jauh masih sedikit literatur yang mendukung mengenai sifatsifat fisis dan biologis sampah, baik padatan maupun cairan.
Yamin (1992), menyatakan bahwa kebanyakan sampah adalah heterogen
dan terdiri dari berbagai macam bahan, misalnya logam, gelas, kertas atau karton,
karet, daun dan sebagainya. Perbedaan komposisi komponen-komponen
penyusunnya ini memberikan karakteristik sampah di suatu daerah. Meskipun
demikian hal yang paling menyolok secara umum yaitu komponen yang paling
banyak terdapat dalam sampah adalah sisa-sisa tumbuhan. Di beberapa kota
jumlah sisa tumbuh-tumbuhan di dalam sampah hampir mencapai 80%, kemudian
disusul oleh plastik dan sisa-sisa kain dan kertas. Hal ini mungkin disebabkan
sampah paling banyak berasal dari pasar, seperti sisa-sisa sayuran, buah, daun
pembungkus, plastik, kertas dan karton yang paling banyak sekali digunakan.
Komponen-komponen lain seperti logam, kaca, karet, jumlahnya boleh dikatakan
sangat sedikit.
Tabel 1. Komposisi dan karakteristik sampah rata-rata
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Total
Komponen
Organik
Kertas
Kaca
Plastik
Logam
Kayu
Kain
Karet
Baterai
Lain-lain
%
73.98
10.18
1.75
7.86
2.04
0.98
1.57
0.55
0.29
0.86
100
Kadar Air (%)
47.08
4.97
2.28
0.32
0.63
0.02
55.3
Nilai Kalor (Kkal/kg)
674.57
235.55
555.46
38.28
42.64
7.46
1553.96
Sumber : Studi Komposisi dan Karakteristik BPPT, 1994.
Di lain pihak, tidak semua jenis sampah yang apabila dibuang ke alam
akan mudah hancur. Diperlukan waktu berbulan-bulan atau bahkan puluhan tahun
Universitas Sumatera Utara
24
agar dapat terurai. Akibatnya jika volume sampah yang dihasilkan warga banyak
dan lama hancur, maka akan dibutuhkan lahan yang luas untuk lokasi Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) sampah (Some, 2007).
Tabel 2. Umur degradibilitas beberapa komponen sampah
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Jenis Sampah
Kertas
Kardus
Kulit jeruk
Busa sabun (Deterjen)
Sepatu kulit
Kain nilon
Plastik
Aluminium
Streofom
Umur Degradibilitas
2,5 bulan
5 bulan
6 bulan
20-25 tahun
20-40 tahun
30-40 tahun
50-80 tahun
90-100 tahun
Tidak dapat terurai
Sumber : Some, 2007.
Sampah Organik mampu terurai secara alami di alam dengan bantuan
mikroba. Selain sampah organik, beberapa bahan anorganik dapat juga terurai
secara alami walaupun dalam kurun waktu yang cukup lama. Proses ini
disebabkan oleh tingkat penguraian atau degradibilitas tiap bahan berbeda.
Berikut urutan tingkat kemudahan sampah dalam penguraiannya (Tim Penulis PS,
2008).
Tabel 3. Tingkat degradibilitas komponen bahan sampah
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Komponen Sampah
Selulosa dari kertas karbon
Hemiselulosa
Karbohidrat
Selulosa dari kertas bungkus
Bambu
Lemak
Protein
Ranting
Lagnin
Plastik
Degradibilitas (%)
90
70
70
50
50
50
50
5
0
0
Sumber : Sudrajat, 2006.
Universitas Sumatera Utara
25
Pengolahan Sampah
Pengolahan sampah adalah perlakuan terhadap sampah yang bertujuan
untuk memperkecil atau menghasilkan masalah-masalah yang berkaitan dengan
lingkungan (Azwar, 1990). Sedangkan Hutagalung (2007) menyatakan bahwa
tujuan suatu sistem pemanfaatan sampah ialah dengan mengkonversi sampah
tersebut menjadi bahan yang berguna secara efisien dan ekonomis. Untuk
melakukan pemilihan alur konversi sampah diperlukan adanya informasi tentang
karakteristik sampah, karakter teknologi konversi yang ada, karakter pasar dari
produk pengolahan, implikasi lingkungan dan sistem serta persyaratan lingkungan
(Hutagalung, 2007) sedangkan Bebassari (2008) dalam BPPT (2006) menyatakan
bahwa teknologi harus dilihat utuh sebagian dari sistem jika ingin mengolah
sampah, oleh karena itu dalam memilih berbagai teknologi konversi sampah kita
harus menyesuaikan dengan kondisi setempat, komposisi serta karakteristik
sampahnya.
Pembakaran (Inceneration)
Pengelolaan
sampah
dengan
sistem
pembakaran
adalah
dengan
pembuangan sampah di TPA, kemudian dibakar. Pembakaran sampah tidak
dilakukan di tempat terbuka, tetapi di tempat tertutup dengan mesin dan peralatan
yang khusus dirancang untuk pembakaran sampah. Sistem ini memang lebih
praktis, tetapi memerlukan biaya besar untuk pembangunan, operasional, dan
pemeliharaan mesin dan peralatan lain. Sistem ini tidak mengganggu lingkungan,
seperti sumber penyakit dan bau, tetapi dapat mengakibatkan meningkatnya
pencemaran udara berupa buangan asap (emisi) dari mesin pembakar (Manik,
2003).
Universitas Sumatera Utara
26
Penumpukan (Dumping)
Sistem dumping ialah pembuangan sampah dengan penumpukan di atas
tanah terbuka. Dengan cara ini, TPA memerlukan tanah yang luas dan sampah
ditumpuk begitu saja, tanpa adanya perlakuan. Sistem dumping memang dapat
menekan biaya, tetapi sudah jarang dilakukan karena manyarakat sekitarnya
sangat terganggu. Cara ini berpengaruh buruk terhadap lingkungan, berupa
sumber penyakit, tempat binatang bersarang, sampah berserakan terbawa aliran
permukaan atau masuk ke perairan umum, dan menimbulkan bau (Manik, 2003).
Penimbunan Berlapis (Sanitary Landfill)
Pengelolaan sampah dengan cara sanitary landfill adalah pembuangan
sampah di TPA yang diikuti dengan penimbunan sampah dengan tanah. Sampah
ditimbun secara berlapis sehingga tidak ada sampah yang tampak di permukaan
tanah. Sistem sanitary landfill memberikan dampak positif, antara lain sampah
tidak berserakan, tidak menimbulkan bau, tidak menjadi sumber penyakit, serta
meninggikan tempat rendah (TPA) sehingga dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan lain (Manik, 2003).
Pengomposan (Composting)
Kompos adalah hasil dekomposisi parsial/tidak lengkap, dipercepat secara
artifisial dari campuran bahan-bahan organik oleh populasi berbagai macam
mikroba dalam konsisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik (Crawford
2003).
Pengelolaan sampah dengan cara pengomposan merupakan pemanfaatan
sampah organik manjadi bahan kompos. Untuk tujuan pengomposan, sampah
Universitas Sumatera Utara
27
harus dipilah-pilah sehingga sampah organik dan anorganik terpisah. Masingmasing sampah anorganik seperti beling atau kaca, kaleng, potongan besi, dan
sebagainya, dikumpulkan dan dijual ke pedagang pengumpul, dan selanjutnya
didaur ulang (Manik, 2003).
Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) dan stabilitas
bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan terkendali atau
terkontrol dengan hasil akhir berupa humus atau kompos. Proses ini melibatkan
sejumlah mikroorganisme tanah termasuk bakteri, jamur, protozoa, actynomicetes,
nematoda, cacing tanah dan serangga (Simamora dan Salundik, 2006).
Tabel 4. Kondisi optimal untuk mempercepat proses pengomposan
Kondisi
Rasio C/N
Kelembaban
Konsentrasi oksigen tersedia
Ukuran Partikel
Bulk Density
pH
Suhu
Kondisi yang bisa diterima
20 : 1 s/d 40 : 1
40 - 65%
> 5%
1 inchi
1000 lbs/cu yd
5.5 - 9.0
43 – 660C
Ideal
25-35 : 1
45 - 62% berat
> 10%
Bervariasi
1000 lbs/cu yd
6.5 - 8.0
54 - 600C
Sumber : Ryak, 1992 dalam Crawford, 2003.
Tidak semua jenis sampah bisa dijadikan bahan dalam pembuatan kompos.
Jenis yang dipakai adalah sampah organik yang mudah sekali membusuk (Tim
Penulis PS, 2008). Jenis sampah organik yang bisa diolah menjadi kompos adalah
sebagai berikut : sampah sayur baru, sisa sayur basi, sisa nasi, sisa ikan, ayam,
kulit telur dan sampah buah tetapi tidak termasuk kulit buah yang keras (Anonim,
2009).
Bermacam-macam proses pematangan kompos harus terlaksana sehingga
mikroorganisme yang aktif dalam proses biologi pengomposan akan berkembang
pada kondisi lingkungan yang optimal. Beberapa kondisi yang perlu diperhatikan
Universitas Sumatera Utara
28
adalah nisbah hara dan kandungan air bahan dasar kompos, dapat diperbaiki
melalui pencampuran berbagai jenis limbah. Beberapa karakteristik bahan organik
yaitu :
Tabel 5. Jenis limbah organik yang cocok untuk bahan kompos
Jenis Limbah
Struktur
Abu bakaran
Tinja
Kotoran ternak segar
Limbah pekarangan
Limbah sayuran
Rumput
Kulit kayu
Limbah kulit kopi
Limbah dapur
Daun
Kulit buah
Kertas
Kayu
Kotoran sapi
Serbuk gergaji
Jerami
Tembakau
Buruk
Buruk
Buruk
Baik
Buruk
Buruk
Baik
Buruk-sedang
Buruk
Sedang
Buruk
Baik
Baik
Sedang
Baik
Baik
Sedang
Sumber : Sutanto, R., 2002.
Kelembaban
Terlalu kering
Terlalu basah
Baik-sedang
Baik-sedang
Terlalu basah
Terlalu basah
Terlalu kering
Baik
Terlalu basah
Terlalu kering
Terlalu kering
Terlalu kering
Terlalu kering
Sedang
Terlalu kering
Terlalu kering
Terlalu kering
Kemungkinan
Percampuran (%)
TA
Maks. 30
Maks. 30
Maks. 100
TA
Maks. 50
TA
TA
Maks. 50
Maks. 80
Maks. 30
Maks. 60
TA
TA
TA
Maks. 50
Maks. 50
TA = Belum ada kesepakatan
Kualifikasi pengomposan antara lain dapat dikelompokkan atas dasar :
1. Ketersediaan oksigen
-
Pengomposan aerob, apabila dalam prosesnya menggunakan
oksigen.
-
Pengomposan anaerob, apabila dalam prosesnya tidak memerlukan
adanya oksigen.
Universitas Sumatera Utara
29
2. Kondisi suhu
-
Suhu mesofilik, apabila berlangsung pada suhu normal, biasanya
terjadi proses anaerob.
-
Suhu termofilik, apabila berlangsung di atas 400C, biasanya terjadi
pada proses aerob.
3. Teknologi yang digunakan
-
Pengomposan tradisional (alamiah) seperti dengan cara windrow.
-
Pengomposan
mengkondisikan
yang
dipercepat
dengan
rekayasa
(high
rate),
lingkungan
bersasaran
proses
yang
mengoptimalkan kerja mikroorganisme, seperti pengaturan pH,
supply udara, kelembaban, suhu dan pencampuran bahan.
Pengomposan aerobik lebih banyak dilakukan karena tidak menimbulkan
bau, waktu pengomposan lebih cepat, temperatur proses pembuatannya tinggi
sehingga dapat membunuh bakteri patogen dan telur cacing, sehingga kompos
yang dihasilkan lebih higienis (Damanhuri dan Padmi, 2007).
Adapun perbedaan antara keduanya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 6. Perbandingan pengomposan aerob dan anaerob
No Karakteristik
1
Reaksi
pembentukannya
2
3
4
5
6
7
Produk akhir
Reduksi volume
Waktu proses
Tujuan utama
Tujuan sampingan
Estetika
Aerob
Eksotermis, butuh
energi luar, dihasilkan
panas
Humus, CO2, H2O
Lebih dari 50%
20-30 hari
Reduksi volume
Produksi kompos
Tidak menimbulkan bau
Anaerob
Endotermis, tidak butuh
energi luar, dihasilkan biogas
sebagai sumber energi
Lumpur, CO2, CH4
Lebih dari 50%
20-40 hari
Produksi energi
Stabilisasi buangan
Menimbulkan bau
Sumber : Damanhuri dan Padmi, 2007.
Universitas Sumatera Utara
30
Imbangan C/N bahan baku kompos merupakan faktor terpenting dalam
laju pengomposan. Proses pengomposan akan berjalan baik jika imbangan C/N
bahan organik yang dikomposkan sekitar 25 – 35. Setiap bahan organik memiliki
imbangan C/N yang berbeda. Imbangan C/N limbah ternak umumnya lebih
rendah dibandingkan dengan C/N tanaman. Karena itu penggunaannya sebagai
bahan baku kompos harus dicampur dengan bahan organik yang memiliki
imbangan C/N tinggi dapat menghasilkan imbangan C/N yang optimal (Simamora
dan Salundik, 2006). Perbedaan imbangan C/N berbagai jenis bahan dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
Tabel 7. Imbangan C/N dari berbagai sumber bahan organik
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Jenis Bahan Organik
Urine Ternak
Kotoran Ayam
Kotoran Sapi
Kotoran Babi
Kotoran Manusia
Darah
Tepung Tulang
Urine Manusia
Enceng Gondok
Jerami Gandum
Jerami Padi
Ampas Tebu
Jerami Jagung
Sesbania sp.
Serbuk Gergaji
Sisa Sayuran
Imbangan C/N
0,8
5,6
15,8
11,4
6-10
3
8
0,8
17,6
80-130
80-130
110-120
50-60
17,9
500
11-27
Sumber : Gaur A.C., 1983 dalam Simamora dan Salundik, 2006.
Dalam proses pengomposan zat hara yang dikandungnya akan tergantung
pada karakteristik bahan baku yang digunakan. Oleh karena sampah kota
karakteristiknya sangat heterogen dan fluktuatif maka kualitasnya akan mengikuti
karakteristik sampah yang digunakan sebagai bahan kompos setiap saat
(Damanhuri dan Padmi, 2007).
Universitas Sumatera Utara
31
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek
yaitu:
1. Aspek ekonomi :
-
Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah.
-
Mengurangi volume atau ukuran limbah.
-
Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya.
2. Aspek lingkungan :
-
Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah.
-
Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan.
3. Aspek bagi tanah atau tanaman :
-
Meningkatkan kesuburan tanah.
-
Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah.
-
Meningkatkan kapasitas serap air tanah (Wikipedia, 2007).
Kompos terutama digunakan untuk memperbaiki struktur tanah dan
meningkatkan bahan organik tanah. Namun, karena dalam penggunaannya kurang
praktis, kotor dan jumlahnya harus banyak maka umumnya petani lebih memilih
pupuk anorganik (kimia) yang lebih praktis. Tetapi karena terbentur dengan harga
yang tinggi, sekarang petani lebih memilih kompos untuk memupuk tanamannya
(Indriani, 2001).
Secara ringkas, berikut ini adalah beberapa perbedaan kompos (pupuk
organik) dibandingkan dengan pupuk anorganik (kimia) yaitu :
Universitas Sumatera Utara
32
Tabel 8. Perbedaan kompos (pupuk organik) dan pupuk anorganik
Kompos (Pupuk Organik)
Mengandung unsur hara makro dan
mikro yang lengkap, tetapi dalam
jumlah sedikit
Memperbaiki struktur
(menggemburkan) tanah dan
meningkatkan bahan organik
Harga relatif murah
Menambah daya serap air
Memperbaiki kehidupan
Dapat dibuat sendiri
Pupuk Anorganik (Kimia)
Hanya mengandung beberapa unsur hara
saja, tetapi dalam jumlah banyak
Tidak memperbaiki struktur tanah,
bahkan penggunaan jangka panjang
mengakibatkan tanah mengeras
Harga relatif mahal
Tidak
Tidak
Dibuat oleh pabrik
Sumber : Indriani, 2001.
Daur Ulang
Daur ulang adalah satu strategi pengolahan sampah padat yang terdiri atas
kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan
produk atau material bekas pakai (Wikipedia, 2007). Komponen sampah yang
mempunyai nilai tinggi untuk dimafaatkan kembali adalah sampah kertas, logam
dan gelas (BPPT, 2006).
Pusat Pengolahan Sampah (PPS) ITB melakukan pengolahan sampah
berdasarkan jenis sampahnya yaitu organik dan anorganik. Sampah anorganik
yang punya nilai ekonomi seperti plastik, botol air minum dan kemasan makanan,
dipisahkan tersendiri untuk dijual ke tempat pengumpulan dan kemudian diolah di
pabrik daur ulang, sedangkan sampah seperti kertas dan plastik yang tidak bernilai
ekonomi diolah menggunakan unit insinerasi dengan yang dibakar (Indreswari,
2008).
Beberapa pemanfaatan sampah kering yang dapat dihasilkan dari
pengolahan sampah untuk didaur ulang dan mempunyai nilai ekonomis antara
lain:
Universitas Sumatera Utara
33
1.
Sampah plastik
Sampah plastik sebagian besar dapat diolah baik menjadi :
a.
Produk baru ; alat rumah tangga seperti ember, bak, tali plastik.
b.
Digunakan kembali seperti pembungkus, pot tanaman, tempat
bumbu.
c.
2.
Sebagai bahan industri daur ulang seperti pellet, biji plastik.
Sampah kertas
Pada umumnya jenis kertas bekas serta produk daur ulang yang dapat
dihasilkan dari pengolahan sampah untuk daur ulang dan mempunyai
nilai ekonomis antara lain seperti tabel berikut :
Tabel 9. Produk recycling dari sumber sampah kertas
No
1
Jenis Kertas Bekas
Kertas komputer dan kertas tulis
2
Kantong kraft
3
Karton dan box
4
Koran, majalah dan buku
5
Kertas bekas campuran
6
Kertas pembungkus makanan
7
Kertas tissue
Sumber
Perkantoran,
percetakan dan
sekolah
Pabrik, pasar dan
pertokoan
Pabrik, pertokoan
dan pasar
Perkantoran, pasar
dan rumah tangga
Rumah tangga,
perkantoran dan
pertokoan
Pertokoan, rumah
tangga dan
perkantoran
Rumah tangga,
perkantoran, rumah
makan dan pertokoan
Produk Recycling
Kertas komputer,
kertas tulis dan art
paper
Kertas kraft dan art
paper
Karton dan art paper
Kertas koran dan art
paper
Kertas tissue, kertas
tulis kualitas rendah
dan art paper
Tidak dapat didaur
ulang
Kertas tissue (tetapi
sangat jarang yang
dapat didaur ulang
kembali)
Sumber : BPPT, 2006.
Universitas Sumatera Utara
34
3.
Logam
Logam yang dihasilkan dari sampah kota dapat dimanfaatkan antara
lain :
a.
Digunakan seperti kaleng susu.
b.
Dijadikan produk baru seperti tutup botol kecap dan mainan.
c.
Sebagai bahan tambahan bahan baku industri seperti industri
logam.
4.
Bahan lain
Bahan lain seperti gelas, karet mempunyai persentase yang cukup
kecil dalam komponen sampah kecuali pada kasus tertentu. Oleh
karena itu dalam skala kecil tidak ekonomis untuk diolah (Anonim,
2008).
Konsep Sistem
Suwarto (2006) menyatakan Suatu sistem didefinisikan sebagai himpunan
atau kombinasi dari bagian-bagian yang membentuk sebuah kesatuan yang
kompleks. Namun tidak semua kumpulan dan gugus bagian dapat disebut suatu
sistem kalau tidak memenuhi syarat adanya kesatuan (unity), hubungan
fungsional, dan tujuan yang berguna.
Definisi sistem sebagai suatu entitas merupakan serangkaian dari bagianbagian yang saling berkaitan dan membentuk suatu bagian yang kompleks tetapi
utuh (Tunas, 2007).
Universitas Sumatera Utara
35
Manetsch dan Park (1997) dalam Kholil (2005) secara definisi
mengartikan sistem sebagai suatu gugus dari elemen-elemen yang saling
berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai satu tujuan atau gugus tujuan.
Sedangkan Gerald (1981), Lucas (1987), Kumarotomo (1998) dan Eriyatno
(1999) dalam Kholil (2005) lebih menitikberatkan pada prosedur, yang pada
intinya sistem merupakan suatu jaringan yang terdiri dari prosedur-prosedur yang
saling berhubungan terorganisasi untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk
menyelesaikan suatu sasaran dan tujuan tertentu. Prosedur artinya suatu tata
aturan yang tepat dari tahapan-tahapan instruksi yang menerangkan apa (what)
yang harus dikerjakan, siapa (who) yang mengerjakan, kapan (when) suatu tugas
dikerjakan dan bagaimana (how).
Fandeli (2001) menyatakan bahwa dalam suatu sistem di alam terdapat
dinamika perkembangan. Dinamika perkembangan ini dapat terjadi secara alami
tetapi dapat pula terjadi karena pengaruh adanya kegiatan atau aktivitas manusia.
Ada 3 model perubahan sistem alternatif yaitu sebagai tercantum di bawah ini :
1. Model tidak ada perubahan (No Change). Pada pengamatan jangka
panjang hampir tidak dapat diketemukan tetapi dalam jangka pendek
dapat diketemukan model ini.
2. Model ada perubahan yang disebut “One for One Changeover”.
Model alternatif kedua ini perubahannya sangat sederhana. Model
bentuk pertama berubah menjadi bentuk kedua.
3. Model ada perubahan yang disebut “Parallel Changeover”. Suatu
sistem lingkungan yang berubah karena sesuatu sebab tetapi
Universitas Sumatera Utara
36
perubahannya tidak hanya menjadi satu sistem tetapi menjadi
beberapa sistem.
Ketiga bentuk alternatif perubahan tersebut dapat dilihat seperti skema
berikut ini :
No Change
=
One for One Changeover =
Sistem
A
Sistem
A
Sistem
A
Sistem Baru
B
Sistem
A’
Parallel Changeover
=
Sistem
A
Sistem Baru
B
Sistem Baru
B’
Gambar 2. Berbagai Alternatif Perubahan Sistem
Leod dalam Turban (1993) dalam Kholil (2005) membagi sistem ke dalam
subsistem-subsistem (komponen), batasan (boundary), lingkungan luar sistem
(environment), penghubung (interface), masukan (input), proses (process),
keluaran (output), sasaran (objective), dan tujuan (goal). Elemen dari suatu sistem
adalah unsur (entity) yang mempunyai tujuan atau realitas fisik, setiap elemen
mengandung suatu atribut yang dapat berupa nilai bilangan, formula intensitas,
ataupun suatu keberadaan fisik seperti, mesin, organisasi dan lainnya (Eriyatno,
2003).
Universitas Sumatera Utara
37
Tunas (2007) menyatakan bahwa karakteristik bagi sistem terdiri atas :
1.
Karakteristik purpose behavior : suatu sistem pasti memiliki alasan akan
keberadaannya atau mempunyai tujuan (output) tertentu oleh karena itu
tujuan atau outputnya harus diketahui dengan jelas.
2.
Karakteristik keseluruhan (Wholism) : suatu sistem yang terdiri dari berbagai
unsur dan fungsi, hanya dapat bekerja secara secara optimal bila mereka
secara keseluruhan dapat bekerja secara terpadu.
3.
Karakteristik openess : bahwa interaksi dengan lingkungan merupakan sifat
dasar dari semua sistem terbuka.
4.
Karakteristik transformation : efektivitas dan efisiensi suatu sistem diukur
dari sejauh mana proses dari sistem itu dapat mentrasformasikan inputnya
menjadi output yang diharapkan.
5.
Karakteristik interlatedness : keterkaitan antar unsur yang ada di dalam
sistem dan keterkaitannya dengan sistem lain harus diperhatikan dengan
seksama.
6.
Karakteristik control mechanism : maksud dari karakteristik ini bahwa agar
sistem dapat bertahan dan sesuai dengan kebutuhan penggunanya maka
sistem tersebut memerlukan sebuah feedback yang terus-menerus, guna
mengetahui sejauh mana penyimpangan terhadap output sistem yang
dikeluarkan.
Universitas Sumatera Utara
38
Pendekatan Sistem
Pendekatan adalah suatu cara untuk menangani suatu masalah. Pendekatan
sistem terhadap suatu masalah adalah untuk menangani masalah dengan
mempertimbangkan semua aspek yang terkait dengan masalah itu dan
mengkonsentrasikan perhatiannya kepada interaksi antara aspek-aspek yang
terkait dari permasalahan tersebut (Tunas, 2007).
Sedangkan Eriyatno (2003) menyatakan bahwa pedoman terhadap
pendekatan sistem yaitu merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai
dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan
sehingga dapat menghasilkan suatu operasi yang dianggap efektif. Untuk dapat
menyelesaikan permasalahan dengan pendekatan sistem, harus diawali dengan
cara berpikir sistemik. Berpikir sistemik adalah cara pandang terhadap terhadap
suatu kejadian dengan memikirkan seluruh interaksi antar unsur atau variabel
dalam batas lingkungan tertentu (Muhammadi, 2001 dalam Kholil, 2005).
Sehingga melalui berpikir kesisteman dan pendekatan sistem ini kita akan dapat
melihat permasalahan dengan perspektif yang lebih menyeluruh, yang mencakup
struktur, pola dan proses serta keterkaitan antara komponen-komponen atau
kejadian-kejadian yang ada padanya, jadi tidak hanya kepada kejadian yang
tunggal yang langsung dihadapi. Berdasarkan perpektif yang luas ini kita akan
dapat mengidentifikasi seluruh rangkaian sebab akibat yang ada dalam
permasalahan tersebut dan menentukan di mana sebaiknya kita harus memulai
tindakan pemecahannya (Tunas, 2007).
Di samping itu dapat dikatakan bahwa pemanfaatan daripada cara
pendekatan sistem berarti bahwa komponen-komponen dari pada sistem tersebut
Universitas Sumatera Utara
39
dialokasi
serta
diintegrasi
dengan
cara
demikian
rupa
hingga
dapat
mengoptimalisasi efektifitas menyeluruh dari pada sistem itu. Artinya: penerapan
cara pendekatan sistem membantu kita mencapai suatu efek sinergitis dimana
tindakan-tindakan berbagai bagian yang berbeda dari sistem tersebut jika
dipersatukan akan lebih besar dibandingkan denganjumlah-jumlah daripada
bagian yang beraneka ragam (Tampubolon dan Silaban, 2004).
Metodologi Pendekatan Sistem
Pada hakikatnya pendekatan sistem dapat dipakai untuk memecahkan
masalah : perancangan sistem baru, evaluasi sistem yang berjalan atau yang telah
ada dan perbaikan atau penyempurnaan sistem yang telah ada.
Gigch dalam Tunas (2007) menyebutkan langkah-langkah yang diperlukan
dalam merancang suatu sistem yang baru adalah :
1. Tahap pembuatan kebijakan atau pra perencanaan
a. Merumuskan problema yang dihadapi.
b. Memahami persepsi atau pandangan dari klien dan perencana, hal ini
mencakup asumsi, premis (fakta dan sistem nilai yang berlaku) dan
pendekatan yang digunakan.
c. Penentuan tujuan sistem.
d. Mencari dan menemukan alternatif-alternatif yang potensial.
2. Tahap evaluasi
a. Mengidentifikasi output, atribut, kriteria, skala pengukuran dan model
serta data yang diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
40
b. Evaluasi alternatif, dengan menggunakan model dan mengukur
output.
c. Proses pemilihan alternatif.
3. Tahap implementasi dari alternatif yang dipilih (Tunas, 2007).
Langkah satu dan dua umumnya dilakukan dalam satu kesatuan kerja yang
dikenal sebagai analisa sistem (Eriyatno, 2003).
Analisis Kebutuhan
Whitten, dkk (2004) dalam Maulidiana (2008) menyatakan bahwa jika kita
mengasumsikan sebuah sistem, maka akan terdapat para pelaku sistem atau
stakeholder. Dimensi stakeholder menunjukkan mereka yang mempunyai
kepentingan dengan sistem informasi yang sedang dievaluasi. Dalam analisis
kebutuhan, masing-masing stakeholder ini akan dianalisis sehingga didapat secara
rinci faktor-faktor apa saja yang dibutuhkan pengguna sistem.
Analisa kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem,
yang menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang pengambil
keputusan (decision maker) terhadap jalannya sistem. Analisa ini dapat meliputi
hasil suatu survei, pendapat seorang ahli, diskusi, observasi lapangan dan
sebagainya (Eriyatno, 2003).
Identifikasi Sistem
Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan
dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus
dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Tunas (2007) dalam
Maulidiana (2008) menyatakan bahwa pada dasarnya definisi sistem akan
Universitas Sumatera Utara
41
bergantung
pada
latar
belakang
cara
pandang
orang
yang
mencoba
mendefinisikannya. Menurut industri sistem dipandang sebagai proses pemasukan
(input) yang ditransformasikan menjadi keluaran tertentu (output).
Proses pada tahap ini, sistem dilihat seperti sebuah “Black Box”. Dalam
meninjau suatu perihal untuk menyusun diagram kotak hitam perlu diketahui
macam informasi yang dikategorikan menjadi tiga golongan yaitu 1) peubah
input, 2) peubah output, 3) parameter-parameter yang membatasi struktur sistem
(Eriyatno, 2003).
Model Diagram Kotak Hitam (Black Box Diagram)
Dalam rangka melakukan pemecahan masalah dengan menggunakan
pendekatan sistem diperlukan model-model sistem yang tepat. Semakin cocok
model yang dipilih semakin efektif pula langkah-langkah pemecahan yang
diambil dan pada akhirnya akan menghasilkan solusi yang sesuai dengan apa yang
diharapkan (Tunas, 2007).
Model Black Box merupakan model yang paling mudah untuk
mengidentifikasi dalam suatu sistem di alam. Caranya yaitu mencari ciri-ciri yang
universal dari semua penyusun sistem yang dipelajari. Adapun ciri-ciri sistem ini
adalah sebagai berikut :
1.
Keluaran merupakan ukuran performance dari suatu sistem sesuai
dengan tujuan yang dikehendaki. Keluaran akan merupakan masukan
dari sistem atau sub sistem lainnya. Keluaran dapat digolongkan
keluaran yang dikehendaki (desired output) yakni yang merupakan
respon dari tujuan sistem dan keluaran yang tidak dikehendaki
Universitas Sumatera Utara
42
(undesired output) yang merupakan hasil sampingan berupa dampak
negatif dari proses sistem pembangunan yang dilaksanakan.
2.
Masukan merupakan variabel yang diperlukan agar sistem dapat
menjalankan fungsinya. Sebagaimana halnya keluaran, maka masukan
ada yang terkontrol dan ada yang tidak. Masukan lingkungan akan
mempengaruhi sistem tetapi dia hanya sedikit sekali dipengaruhi oleh
sistem. Masukan yang demikian merupakan masukan yang tidak
terkontrol atau uncontrolled input.
3.
Bidang batas (boundary), merupakan batas antara sisten satu dengan
sistem lainnya. Karena begitu rumitnya hubungan antar sistem,
seringkali sulit diketemukan bidang batasnya. Kajian lingkungan
sangat penting menentukan batas sistem ini. Bidang batas ini perlu
diketemukan, dan bila sukar paling tidak harus dapat diidentifikasi
dalam daerah tempat sistem tersebut bekerja.
4.
Kontrol atau manajemen yaitu suatu komponen dalam sistem yang
diusahakan pada kondisi operasional yang spesifik agar tujuan dapat
dipenuhi. Kontrol ini selain mendapat informasi umpan balik dari
keluaran ia akan dapat mengarah ke desired keluaran dari sistem
operasional.
5.
Dalam umpan balik (feedback) variabel suatu sistem dihubungkan
dalam suatu “loop” dan menyebabkan perubahan pada variabel yang
sama untuk waktu yang akan datang. Umpan balik dapat dirancang
Universitas Sumatera Utara
43
sedemikian rupa sehingga dia dapat mengoreksi kesalahan-kesalahan
yang ada (Fandeli, 2001).
Sebuah sistem, di mana struktur internnya (relasi-relasi antara elemenelemen sistem) sama sekali tidak diperhatikan, dinamakan model pendekatan
sistem black box (Winardi, 1980). Dalam meninjau suatu perihal untuk menyusun
kotak hitam perlu diketahui macam informasi yang dikategorikan menjadi tiga
golongan yaitu (1) peubah input, (2) peubah output dan (3) parameter-parameter
yang membatasi struktur sistem (Eriyatno, 2003).
Diagram
input-output
merepresentasikan
input
lingkungan,
input
terkendali dan tak terkendali, output dikehendaki dan tak dikehendaki, serta
manajemen pengendalian. Sedangkan parameter rancangan sistem dipresentasikan
sebagai kotak hitam (Black Box) pada tengah diagram, yang menunjukkan
terjadinya proses transformasi input menjadi output (Sadelie, 2003).
INPUT
LINGKUNGAN
Input tidak terkendali
Output dikehendaki
SISTEM
Output tidak dikehendaki
Input terkontrol
MANAJEMEN
Gambar 3. Diagram Kotak Hitam (Eriyatno, 2003)
Hasil dari kegiatan sistem yang berupa output ini dievaluasi tanpa kecuali
dalam sistem-sistem terbuka dan salah satu informasi seperti umpan balik
(feedback) dikembalikan lagi ke dalam sistem sehingga akan mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
44
kegiatan sistem selanjutnya (Tunas, 2007). Secara terperinci pengertian komponen
kotak hitam dapat diuraikan sebagai berikut :
Tabel 10. Uraian Komponen Sistem
No.
A
A.1
KOMPONEN
INPUT SISTEM
Input lingkungan
(Eksogenous)
A.2
Input yang endogen
(yang terkendali dan
tidak terkendali)
A.2.1
Input yang terkendali
A.2.2
Input yang tidak
terkendali
B
B.1
OUTPUT SISTEM
Output yang dikehendaki
B.2
Output yang tak
terkendali
C
PARAMETER
RANCANGAN
SISTEM
D
MANAJEMEN
PENGENDALI
Uraian
1. Mempengaruhi sistem, akan tetapi tidak dipengaruhi
sistem.
2. Tergantung pada jenis sistem yang ditelaah.
1. Merupakan peubah yang sangat perlu bagi sistem
untuk melaksanakan fungsinya yang dikehendaki
2. Sebagai peubah untuk mengubah kinerja sistem
dalam pengoperasiannya.
1. Dapat bervariasi selama pengoperasian sistem untuk
mencapai kinerja yang dikehendaki atau untuk
menghasilkan output yang dikehendaki.
2. Perannya sangat penting untuk mengubah kinerja
sistem selama pengoperasian.
3. Dapat meliputi aspek : manusia, bahan, energi,
modal dan informasi.
1. Tidak cukup penting perannya dalam mengubah
kinerja sistem.
2. Tidak diperlukan agar sistem dapat berfungsi.
3. Bukan merupakan input lingkungan (eksogenous)
karena disiapkan oleh perancang.
1. Merupakan respon dari sistem terhadap kebutuhan
yang telah ditetapkan (dalam analisis kebutuhan).
2. Merupakan peubah yang harus dihasilkan oleh
sistem untuk memuaskan kebutuhan yang telah
diidentifikasi.
1. Merupakan hasil sampingan yang tidak dapat
dihindarkan dari sistem yang berfungsi dalam
menghasilkan keluaran yang dikehendaki.
2. Selalu diidentifikasikan dalam tahap identifikasi
sistem, terutama semua pengaruh negatif yang
potensial dapat dihasilkan oleh sistem yang diuji.
3. Sering merupakan kebalikan dari keluaran yang
dikehendaki.
1. Digunakan untuk menetapkan struktur sistem.
2. Merupakan peubah keputusan penting bagi
kemampuan sistem menghasilkan keluaran yang
dikehendaki secara efisien dalam memenuhi
kepuasan bagi kebutuhan yang ditetapkan.
3. Dalam beberapa kasus kadang-kadang perlu merubah
peubah ini selama pengoperasian sistem untuk
membuat kemampuan sistem bekerja lebih baik
dalam keadaan lingkungan berubah-ubah.
4. Tiap sistem memiliki parameter rancangan khas
tersendiri untuk identifikasi.
Merupakan faktor pengendalian (kontrol) terhadap
pengoperasian sistem dalam menghasilkan keluaran
yang dikehendaki
Sumber : Eriyatno, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Download