BAB II KERANGKA KERJA LOGIS 2.1 Umum 2.1.1.Kondisi Geografis Kota Bekasi secara geografis terletak pada posisi antara 106048’28’’ – 107027’29’’ Bujur Timur dan 6010’6’’ – 6030’6’’ Lintang Selatan. Kota Bekasi merupakan daerah dengan iklim panas, suhu berkisar antara 280-320C dan kelembaban antara 80%-90%. Kota Bekasi yang letaknya tidak jauh dari laut secara tidak langsung dipengaruhi angin Muson Barat pada Bulan Nopember sampai Bulan April dan Angin Muson Timur pada Bulan Mei sampai Bulan Oktober. Wilayah Kota Bekasi pada umumnya tergolong pada iklim kering dengan tingkat kelembaban yang rendah. Kondisi cuaca sehari-hari Kota Bekasi relatif panas, namun hal tersebut lebih dipengaruhi oleh tata guna lahan yang terus mengalami perubahan terutama untuk sektor industry dan perumahan. Curah hujan yang terjadi di Kota Bekasi relatif tidak stabil. Data curah hujan Kota Bekasi diperoleh dari data hujan yang tercatat dari statsiun hujan di wilayah perairan Jatiluhur, dan masuk ke dalam Daerah Aliran Sungai Citarum. Struktur geologi wilayah Kota Bekasi didominasi oleh pleistocene volcanik facies namun terdapat dua kecamatan yang memiliki karakteristik struktur lainnya yaitu: • Bekasi Utara : Struktur Aluvium • Bekasi Timur : Struktur Miocene Sedimentary Facies 2.1.2. Kondisi Topografi Kota Bekasi terletak pada ketinggian 19 meter dari permukaan laut (m dpl), yang memiliki kondisi topografi yang relatif datar oleh karena itu daerah Kota Bekasi termasuk dalam satuan dataran rendah yang memiliki potensi banjir cukup tinggi (SLHD Kota Bekasi dari BPS Kota Bekasi, 2010). Morfologi regional Kota Bekasi relatif datar dengan kemiringan antara 0 – 2 %, dengan bentuk miring ke utara, dan menempati daerah yang paling luas di bagian tengah dan utara sampai ke pantai. Struktur lahan di Kota Bekasi mayoritas terdiri dari daerah datar yang berawa. Peta Topografi Kota Bekasi selain di dominasi oleh daerah berawa juga memiliki beberapa aliran sungai yang bersifat dendritik, berkelok – kelok. Dilihat dari sifat alirannya dapat terus ditelusuri jalur sungai utamanya. Aliran tersebut terpecah menjadi beberapa cabang teranyam. Draft Memorandum Program Kota Bekasi 2.1.3. Administratif Kota Bekasi mulai terbentuk sejak tahun 1997. Pada awalnya tahun 2001 sampai 2004 Kota Bekasi terbagi dalam 10 Kecamatan dan 52 kelurahan, akan tetapi pada tahun tahun 2005 sesuai dengan Perda Kota Bekasi Nomor 04 Tahun 2004 tentang pemekaran Wilayah Administrasi Kecamatan dan kelurahan, Kota Bekasi terbagi menjadi 12 kecamatan dengan 56 kelurahan dengan luas secara keseluruhan sekitar 21.049.000 Km2. Kecamatan yang memiliki wilayah terluas di Kota Bekasi yaitu Kecamatan Mustika Jaya atau sekitar 11,75% dari luas keseluruhan Kota Bekasi. Sedangkan kecamatan yang memiliki luas wilayah terendah adalah kecamatan Bekasi Timur dengan luas wilayah 1.349 Ha (1.349.000 km2) atau sekitar 6,41% dari luas keseluruhan Kota Bekasi. Secara Administratif, Kota Bekasi berbatasan dengan beberapa wilayah administratif lainnya yaitu : Sebelah Utara berbatasan l angsung dengan Kabupaten Bekasi Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok Sebelah Barat dengan Provinsi DKI Jakarta Sebelah Timur dengan Kabupaten Bekasi Ilustrasi mengenai pembagian wilayah dapat dilihat pada gambar peta administrasi di bawah ini Gambar II.3 Peta Administrasi Kota Bekasi Draft Memorandum Program Kota Bekasi 2.2 Sub Sektor Air Limbah Saat ini sistem pengelolaan air limbah tinja (black water) di Kota Bekasi masih dilakukan secara on site (setempat) yaitu: kakus, Cubluk, Pengelolaan black water ( limbah tinja ) dilakukan oleh masyarakat, perusahaan swasta jasa penyedotan tinja dan UPTD Pengolahan Limbah Tinja, Penanganan limbah domestik yang berupa lumpur tinja (black water) yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Bekasi adalah dengan menyediakan sistem pengelolaan On-site dan Off-site. Penaganan On-Site berupa pengadaan septik tank, cubluk dan MCK sedangkan pengelolaan Off-Site berupa pengadaan IPLT di Sumur Batu seluas 1 Ha dengan kapasitas pengolahan 115m3/hari Sampai saat ini efisiensi pengolahan IPLT Sumur Batu sudah mencapai 50-70% dengan jumlah operator 12 orang. Sedangkan lumpur tinja diangkut dan diolah di IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja). Lokasi IPLT Kota Bekasi adalah di Sumur Batu seluas 1 Ha dengan kapasitas pengolahan 115 m³/hari, dilengkapi Truk Tinja 11 buah dari Pemda dan milik swasta 22 buah. IPLT yang ada saat ini tidak dapat beroperasi secara optimal dikarenakan belum adanya renovasi / perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Bekasi, dan juga semakin tidak memadainya daya tampung IPLT tersebut sehingga diperlukan adanya penambahan kapasitas penampungan. Pembuangan air limbah rumah tangga (grey water) saat ini langsung di buang ke saluran drainase dan kolam penampungan yang ada atau langsung dibuang ke sungai, hal ini dikerenakan belum adanya IPAL komunal dan saluran khusus limbah grey water yang dapat menampung air buangan limbah tersebut. Isu dan Masalah Pengelolaan Air Limbah Permasalahan yang timbul dalam penanganan air limbah rumah tangga dapat bersifat teknis maupunnon teknis. Masalah teknis berkaitan dengan kualitas air limbah dan struktur bangunan tangki septik, sedangkan masalah non teknis adalah masalah operasional yang muncul kemudian ketika pelaksanaan di lapangan . Adapun permasalahan-permasalahan yang timbul dibagi dalam 4 masalah yaitu : A. Masalah layanan pengelolaan air limbah Tingkat pelayanan air limbah Kota Bekasi pada saat ini masih rendah (…… %). Masih banyaknya masyarakat Kota Bekasi yang menggunakan tangki septik untuk mengolah air limbah rumah tangga, namun sebagian besar fasilitas tangki septiknya masih belum memenuhi standar teknis yang ditetapkan. Di daerah yang padat penduduk jarak antar rumah berdekatan dan jalan/gang masuk sangat sempit, sehingga tidak memungkinkan truk tinja untuk menyedot lumpur tinja warga. Jarangnya permintaan masyarakat atas jasa layanan pengurasan limbah tinja dan kerusakan IPLT menyebabkan pemanfaatan Draft Memorandum Program Kota Bekasi Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) tidak berjalan optimal. Masih banyak masyarakat yang membuang grey water langsung ke saluran drainase tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu. B. Masalah ketersediaan dana Keterbatasan alokasi dana Pemerintah Kota Bekasi mengakibatkan sistem pengolahan air limbah rumah tangga secara lengkap dan tuntas menggunakan off-site system (sistem terpusat) masih mengalami hambatan, sehingga pilihan yang diambil saat ini adalah menggunakan sanitasi berbasis komunal seperti Sanimas. Rendahnya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan Sanimas (dalam operasi dan pemeliharaan) sehingga pemerintah kota masih harus mendanai biaya O&M. Kurang tertariknya sektor swasta untuk melakukan investasi di bidang air limbah permukiman karena rendahnya tingkat pemulihan biaya investasi. Belum optimalnya penggalian potensi pendanaan dari sektor swasta dan masyarakat melalui community development. C. Masalah kelembagaan dan peraturan perundang-undangan Kebijakan penerapan hukum dan perangkat peraturan perundangan yang diperlukan dalam pengelolaan sistem air limbah rumah tangga belum kuat dan memadai. Belum optimalnya koordinasi antar instansi terkait dalam penetapan kebijakan di bidang air limbah. Belum ada Perda yang mengatur tentang pengolahan air limbah rumah tangga termasuk ijin pembuangan air limbah domestik. Belum diterapkannya aturan terhadap pelanggaran pembuangan air limbah industri rumah tangga oleh Pemda. Peraturan IMB belum diterapkan secara baik oleh masyarakat ataupun pengelola permukiman, khususnya mengenai pengolahan air limbah. Belum ada kebijakan pengembangan per-UU-an tentang PLP (Penyehatan Lingkungan Permukiman) yang bersifat operasional. Belum kuatnya kelembagaan dengan penyesuaian struktur dan kewenangan kelembagaan pengelolaan air limbah rumah tangga maupun air limbah industri rumah tangga. Belum terpisahnya fungsi regulator dan operator dalam pengelolaan baik air limbah rumah tangga maupun air limbah industri rumah tangga. Masih rendahnya kapasitas sumber daya manusia yang terkait dalam pengelolaan air limbah rumah tangga dan air limbah industri rumah tangga. D. Masalah peran serta masyarakat Masalah peran serta masyarakat meliputi antara lain : Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya pengelolaan air limbah rumah tangga / permukiman dan perilaku hidup bersih dan sehat. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan air limbah permukiman, khususnya dalam pembiayaan investasi, operasi dan pemeliharaan air limbah. Draft Memorandum Program Kota Bekasi Kurang memadainya sosialisasi mengenai pentingnya pengelolaan air limbah rumah tinggal/ permukiman. Kemitraan pemerintah dan swasta belum berkembang. Sasaran dan Target Sasaran dan target yang hendak dicapai pada tahun 2014: Bebas BABS pada akhir tahun 2014. Target pelayanan air limbah Kota Bekasi … %. 2.3 Sub Sektor Persampahan Jumlah timbulan di Kota Bekasi terus meningkat dari tahun ke tahun,berdasarkan data yang di peroleh dari Dinas Kebersihan tahun 2008 dari total timbulan sampah yang terlihat sebagian besar merupakan sampah yang berasal dari limbah domestik atau rumah tangga yaitu sebesar 54,51 % pada tahun 2008, sisanya merupakan sampah dari pasar (14,42%), kegiatan komersial dan jalan (24,62%) serta kegiatan industri dan rumah sakit (7,45%). Berdasarkan data yang diperoleh dari JWMC tahun 2006 sekitar 72,45 % sampah yang ada di Kota Bekasi adalah sampah makanan sisanya adalah plastic (9%), kertas (8%) dan lainnya (5%). Hal ini memperlihatkan bahwa jumlah sampah organic sangat besar di Kota Bekasi. Dan sumber sampah tersebut sebagian besar berasal dari pemukiman dan area perdagangan. Pengelolaan sampah saat ini a. Tingkat dan area pelayanan sampah Jumlah timbulan sampah domestik +/- 7000 M3/hari Jumlah sampah terangkut adalah +/- 1400 M3/hari Area pelayanan baru mencapai 46,7% dari total wilayah kota b. Draft Memorandum Program Kota Bekasi