PengoPerasian instalasi Pengolahan lumPur tinja (iPlt): manfaat

advertisement
Pengoperasian Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT):
Manfaat Ekonomi atau Dampak Lingkungan?
The Operation of The Treatment Plant Sludge : Economic benefit or
Environmental Impact?
Fitrijani Anggraini1 dan Reni Nuraeni2
Pusat Litbang Permukiman, Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum
Email: [email protected]
2
Pusat Litbang Permukiman, Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum
Email: [email protected]
1
Tanggal diterima: 21 April 2015 ; Tanggal disetujui: 27 Juni 2015
ABSTRACT
The water pollution has become an integral part with the impact of global climate change issue. Triple too (little, dirty,
much) is a phrase to describe the importance of the issue to be handled that have impact to environment such as physic,
chemical, biologic and social economy. The provision of infrastructure sanitation aimed reducing the impact of the disposal
of household waste into the cause of the biggest sources of water river pollution. The efforts become to prevention against
disease which is transmitted through the medium of water. However, sanitation infrastructure investment costs are still
facing obstacles. Because the lack of operational and maintenance costs as well as a lack of the public awareness importance
of IPLT, most IPLT that has been built, the operation is not in accordance with the available capacity. This study aimed to
describe the economic benefits and environmental impacts of the operation of IPLT in eight cities study. The primary data
research in 2013 used a reference for the analysis of the economic benefits and environmental impact IPLT operation.
The data is awoke IPLT capacity and used, pollution load entering (inlet) and pollution load exit (outlet). The number of
households and the population served by the local system (onsite) and actual IPLT processing efficiency also collected for
analysis and calculation of reference The study concluded that the City waste treatment plant capacity studies idle reached
75%. Operation IPLT provides economic benefits amounting to Rp. 112,000/m3/month or 7.2 times the cost of operation
and maintenance needs of the average Rp. 17,000/m3/month. Increasing of the IPLT operation benefit is a potential rise
the environmental impact as an equivalent with Rp. 43,800/m3/month. If the quality of processed IPLT improved so much
smaller than the specified effluent quality standards, the environmental impacts turn into environmental benefits.
Keywords: settlements, faucal sludge treatment installation, economic benefits, environmental impact, unit of pollution
ABSTRAK
Pencemaran air sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan isu dampak perubahan iklim global. Triple too
(too little, too dirty, too much) adalah ungkapan untuk menggambarkan betapa pentingnya isu tersebut untuk ditangani,
yang berdampak pada lingkungan fisik, kimia, biologi, sosial ekonomi. Penyediaan infrastruktur sanitasi ditujukan untuk
mengurangi dampak pembuangan limbah rumah tangga yang menjadi sumber terbesar penyebab pencemaran air sungai.
Upaya tersebut sekaligus menjadi upaya pencegahan terhadap timbulnya penyakit yang ditularkan melalui media air.
Namun, investasi infrastruktur sanitasi masih menghadapi kendala biaya. Karena minimnya biaya operasional dan
perawatan serta kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pentingnya IPLT, sebagian besar IPLT yang telah dibangun,
pengoperasiannya belum sesuai kapasitas yang tersedia. Kajian ini ditujukan untuk mengetahui gambaran manfaat
ekonomi dan dampak lingkungan pengoperasian IPLT di 8 (delapan) kota studi. Data primer hasil penelitian tahun 2013
digunakan acuan untuk melakukan analisis manfaat ekonomi dan dampak lingkungan pengoperasian IPLT. Data tersebut
adalah kapasitas IPLT terbangun dan IPLT terpakai, beban pencemaran inlet dan beban pencemaran outlet. Jumlah kepala
keluarga dan penduduk yang dilayani sistem setempat (onsite) dan efisiensi pengolahan IPLT aktual juga dikumpulkan
untuk acuan analisis dan perhitungan. Kajian ini menyimpulkan bahwa kapasitas IPLT kota studi yang menganggur
(idle) mencapai 75%. Pengoperasian IPLT memberikan manfaat ekonomi sebesar Rp. 112.000,-/m3/bulan atau 7,2 kali
dari kebutuhan biaya operasi dan pemeliharaan rata rata Rp. 17.000,-/m3/bulan. Peningkatan manfaat pengoperasian
IPLT berpotensi menimbulkan dampak lingkungan yang besarnya setara dengan Rp. 43.800,-/m3/bulan. Apabila kualitas
olahan IPLT ditingkatkan sehingga lebih kecil dari standar kualitas efluen yang ditetapkan, maka dampak lingkungan
berubah menjadi manfaat lingkungan.
Kata Kunci: permukiman, IPLT, manfaat ekonomi, dampak lingkungan, unit pencemaran
81
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.7 No.2, Juli 2015, hal 78-139
PENDAHULUAN
Badan-badan air seperti danau, sungai, waduk
yang berfungsi sebagai sumber air untuk keperluan
air bersih, pertanian dan perikanan semakin sulit
menyediakan air yang aman sesuai standar kualitas
yang diinginkan. Beban cemaran air limbah yang
masuk ke badan air penerima semakin besar
sehingga mutu air semakin jauh dari standar
kualitas yang diharapkan (Pujiastuti, 2013).
Oleh karena itu, berbagai upaya pengendalian
pencemaran diperlukan untuk melestarikan
kualitas
sumber-sumber
air.
Penyehatan
lingkungan permukiman melalui penyediaan dan
pengoperasian infrastruktur air minum dan sanitasi
yang baik termasuk upaya strategis karena sangat
berdampak pada perekonomian nasional. Kerugian
ekonomi akibat lingkungan permukiman yang buruk
atau akibat kualitas air baku yang tidak memenuhi
syarat sehingga menimbulkan kerugian lingkungan
fisik, kimiawi, biologi, sosial dan ekonomi. Hal
tersebut sesuai yang dikemukakan Pamekas (2013),
dengan hanya mempertimbangkan tiga aspek, yaitu
kesehatan rumah tangga, waktu produktif yang
hilang, serta biaya yang dikeluarkan pemerintah,
maka kerugian ekonomi yang berhubungan dengan
persoalan kesehatan di Yogyakarta diperhitungkan
mencapai Rp. 48,95 milyar/tahun atau sekitar
Rp. 98.359,-/kapita/tahun pada tahun 2000.
Persentase keluhan penyakit diare dan penyakit
melalui air lainnya, tercatat sekitar 6,65%
penduduk. Bila kontribusi sewerage berhubungan
dengan keluhan tersebut, maka kontribusi terhadap
kerugian ekonomi diperhitungkan sebesar 6,65% x
Rp. 98.359,-/kapita/tahun = Rp. 6.540,87/kapita/
tahun. Pembangunan dan pengoperasian Instalasi
Pengolahan Air (IPAL) yang menjamin terpenuhinya
standar kualitas hasil olahan (effluent) seperti
yang dievaluasi oleh Lestari (2011), merupakan
salah satu upaya pengendalian pencemaran yang
dibutuhkan.
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)
termasuk kategori sarana dan prasarana air
limbah terdesentralisasi (decentralized system).
IPLT melayani tangki septik yang dibangun di
pekarangan pemiliknya. Tujuannya adalah sebagai
sarana pemeliharaan tangki septik agar berfungsi
maksimal yaitu menurunkan beban cemaran
sebesar 30% sampai dengan 60% dari beban
cemaran yang masuk. Tangki septik dengan IPLT
digunakan oleh sebagian besar penduduk Indonesia
untuk mengolah air limbah rumah tangga.
Penggunaan tangki septik sebagai sistem setempat
(onsite system) dikarenakan layanan sistem terpusat
(centralized system) di Indonesia masih sangat
rendah yaitu kurang dari 2% penduduk perkotaan.
82
Oleh karena itu, peran dan kontribusi IPLT pada
upaya pengendalian pencemaran air, tidak dapat
diragukan lagi.
Tangki septik dan IPLT berkontribusi cukup
penting dalam mengurangi beban cemaran,
meningkatkan daya tampung lingkungan atau
kemampuan lingkungan mengolah limbah secara
alami. Peningkatan daya tampung lingkungan
tersebut berdampak positif terhadap pengurangan
timbulnya penyakit yang ditularkan melalui media
air. Manfaat tidak langsungnya adalah meningkatnya
kesehatan masyarakat karena kasus sakit yang
diderita masyarakat berkurang. Berkurangnya
kasus sakit, mengurangi pengeluaran untuk berobat
ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya.
Berkurangnya pengeluaran masyarakat tersebut
dapat meningkatkan daya beli masyarakat sehingga
kemampuan membayar retribusi sarana air limbah
dapat meningkat pula.
Karena minimnya biaya operasional dan
kurangnya pemahaman masyarakat terhadap
pentingnya IPLT, sebagian besar IPLT yang telah
dibangun, pengoperasiannya belum sesuai dengan
kapasitas yang tersedia. Di sisi lain, volume limbah
tinja yang harus diolah menjadi salah satu faktor
penyebab terjadinya pencemaran sumber-sumber
air. IPLT yang tidak dioperasikan secara memadai
menjadi faktor penyebab menurunnya kualitas
olahan sehingga beban cemaran yang masuk ke
badan air penerima juga meningkat. Meningkatnya
cemaran berakibat semakin sulit memperoleh
air baku yang aman bagi penyediaan air bersih
masyarakat. Kelangkaan air baku yang aman
berakibat semakin besarnya resiko timbulnya
penyakit diare.
Persoalannya adalah bagaimana mengetahui
manfaat IPLT secara ekonomi? Selain itu, bagaimana
mengetahui dampak IPLT terhadap lingkungan
perairan apabila IPLT tidak dioperasikan sesuai
dengan kapasitas terbangun?
Permasalahan IPLT yang kompleks tersebut
menjadi latar belakang pelaksanaan penelitian
terhadap kinerja IPLT, baik secara fisik dan non fisik.
unsur non fisik berhubungan dengan manajemen
IPLT, pengetahuan masyarakat mengenai hak
dan kewajiban membayar retribusi pelayanan
air limbah serta bisnis penyedotan lumpur tinja.
Menurut Prayudi (2014), ditinjau dari aspek tarif
pengurasan tangki septik penerimaan retribusi Rp.
136.300 per m3 belum dapat menutup biaya operasi
IPLT Talang Bakung, Kota Jambi, Provinsi Jambi,
sehingga pengelolaan IPLT mengalami kerugian
ekonomi lingkungan sebesar 0,5% dari bunga bank
yang berlaku yaitu 18%.
Pengoperasian Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT): Manfaat Ekonomi atau Dampak Lingkungan?
Fitrijani Anggraini dan Reni Nuraeni
Oleh karena itu, tulisan ini ditujukan untuk
mengetahui gambaran tentang kondisi IPLT,
manfaat ekonomi pengoperasian IPLT dan potensi
timbulnya dampak lingkungan apabila efisiensi,
kapasitas operasional, kualitas olahan belum sesuai
dengan yang direncanakan.
KAJIAN PUSTAKA
Minat penelitian terhadap masalah pencemaran
tidak pernah surut karena pencemaran bersifat
universal atau telah menjadi perhatian dunia.
Penelitian di bidang infrastruktur sanitasi,
umumnya berhubungan dengan pengembangan
teknologi. Darwati (2007) melakukan penelitian
tentang pengaruh pemisahan urin dan kotoran
tinja terhadap kinerja. Penelitian ini menyimpulkan
bahwa 3 (tiga) model sistem terdesentralisasi
yang diteliti termasuk kategori berbiaya rendah
bila dibandingkan dengan model sejenis yang
diterapkan di beberapa negara Asia. Hastuti et
al., (2011) melakukan penelitian tentang aplikasi
bioreaktor membran untuk mengolah efluen
limbah dari tangki septik. Model sistem tersebut
juga dinilai termasuk kategori berbiaya rendah
karena menggunakan bahan lokal untuk media
penyaringan secara anaerobik. Bahan lokal
dimaksud adalah sabut kelapa, potongan pipa pralon
yang tidak terpakai. Penelitian IPLT sistem kolam di
Sukawinatan Palembang dilakukan oleh Oktarina
(2013) menyimpulkan bahwa debit limbah tinja
yang masuk IPLT hanya 2,8% dari volume bangkitan
limbah tinja. Penelitian-penelitian tersebut
memberi gambaran tentang aplikasi teknologi yang
murah dan ramah lingkungan. Di sisi lain, penelitian
tersebut juga memberi gambaran bahwa upaya
pengembangan teknologi dan peningkatan kinerja
pengolahan belum seimbang dengan proporsi
bangkitan lumpur tinja yang diolah.
Hasil penelitian terkait dengan biaya dan
manfaat ekonomi dibahas oleh Tziakis et al., (2009).
Pada penelitian tersebut selain penerapan metode
analisis biaya dan manfaat penyediaan infrastruktur
air minum dan sanitasi dibahas pula beberapa
temuan yang penting. Ruang lingkup pembahasan
meliputi skala global maupun regional, peluang
atau potensi manfaat dan biaya pada masing masing
unit sistem infrastruktur. Besaran nilai manfaat
maupun biaya disajikan dalam $/bulan atau $/unit
volume bangunan atau $/ton bahan konstruksi
yang digunakan. Valuasi manfaat pengolahan
dan penggunaan kembali limbah hasil olahan
juga dibahas untuk memberi gambaran tentang
kemauan masyarakat membayar tarif retribusi
pengolahan. Valuasi manfaat tersebut dikaji dengan
menggunakan contingent valuation methodology
yang diintegrasikan dengan metode analisis biaya
dan manfaat. Pamekas, (2013), menilai keuntungan
atau manfaat ekonomi dari sisi pengguna teknologi,
aspek kesehatan keluarga, waktu produktif dan
subsidi pemerintah daerah serta tarif retribusi.
Keuntungan atau manfaat ekonomi diperoleh dari
kesehatan keluarga yang terjaga, waktu produktif
yang tidak hilang serta berkurangnya subsidi
pemerintah daerah untuk sektor kesehatan. Dari
sudut pandang tarif retribusi, manfaat ekonomi
terindikasi dari meningkatnya rasio antara manfaat
pengguna infrastruktur dengan beban tarif retribusi
yang harus dibayar.
Penelitian
tentang
dampak
lingkungan
dilakukan oleh Pijuan et al., (2010) dan Casermeiro
et al., (2010). Kedua penelitian tersebut membahas
dampak lingkungan untuk pemanfaatan lumpur
tinja yang telah diolah untuk pertanian. Karakteristik
dan sifat-sifat tanah serta kemampuan menerima
hasil olahan menjadi objek penelitian tersebut.
Evaluasi dilakukan dengan metode pembobotan
dan pengembangan skala nilai. Perhitungan nilai
manfaat pada kedua penelitian terindikasi dari
perubahan indeks keberlanjutan pertanian.
Pada penelitian ini, tidak membahas kelayakan
pengembangan dan penerapan teknologi yang dikaji
dengan metode analisis biaya dan manfaat tetapi
lebih difokuskan pada evaluasi pengoperasian
IPLT yang ditinjau dari aspek manfaat ekonomi
maupun potensi timbulnya dampak lingkungan.
Penelitian ini didasarkan pada konsep pemikiran
bahwa manfaat adalah besarnya nilai potensi
bangkitan beban pencemaran yang dapat dicegah
dan atau dikurangi bebannya oleh IPLT. Sebaliknya,
dampak lingkungan adalah potensi bangkitan yang
belum dapat diolah sehingga memasuki lingkungan
penerimanya. Analisis manfaat maupun dampak
lingkungan tersebut menggunakan konsep satuan
pengukur yang sama yaitu mengunakan nilai rupiah.
METODOLOGI
Data hasil penelitian tahun 2014 digunakan
acuan untuk melakukan analisis manfaat ekonomi
dan dampak lingkungan pengoperasian IPLT di 8
(delapan) kota studi kasus. Data tersebut adalah
kapasitas IPLT terbangun dan IPLT terpakai,
beban pencemaran masuk (inlet) dan beban
pencemaran keluar (outlet). Jumlah kepala keluarga
dan penduduk yang dilayani sistem setempat
(onsite) dan efisiensi pengolahan IPLT aktual juga
dikumpulkan untuk acuan analisis dan perhitungan.
Perhitungan dan analisis manfaat pengoperasian
IPLT menggunakan formula atau persamaan 1,
berikut ini:
M-Ekon = Q x Le x Eff x UP/(BL x 1000) ...…(1)
83
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.7 No.2, Juli 2015, hal 78-139
Dimana:
Kapasitas operasional IPLT diukur dari volume
harian rata-rata lumpur tinja yang dikirim oleh
truk tinja setiap hari. Beban pencemaran diperoleh
M-Ekon : Manfaat Ekonomi (Rp/hari)
Q
: Kapasitas Operasional IPLT (m3/hari)
Eff
: Efisiensi Pengolahan (%)
Le
: Beban Pencemaran (mg/liter)
Nilai eff : antara 0,00-1,00
UP
BL
: Unit Pencemaran (Kg). Nilai UP COD dan
TSS = 50 Kg, sedangkan minyak dan lemak
= 3 Kg (Permen LH no 7 tahun 2014).
: Biaya Lingkungan Rp/kg bahan cemaran.
Biaya lingkungan = Rp. 24.750,-/Kg
beban pencemaran (Permen LH no 7
tahun 2014)
dari hasil pemeriksaan kualitas limbah tinja yang
terdiri dari baku limbah dan hasil olahan (effluent)
IPLT. Efisiensi pengolahan dihitung dengan
membandingkan antara beban cemaran terukur
di outlet dibandingkan dengan beban cemaran
terukur di inlet, lihat persamaan 2.
Eff IPLT = (Lein-Leout)/Lein x 100% ……….. (2)
Dimana:
Objek manfaat yang dianalisis meliputi manfaat
untuk pengoperasian IPLT eksisting (actual), dan
Eff-IPLT : Efisieni IPLT (%)
Q
: Kapasitas Operasional IPLT (m3/hari)
Le out
: Beban Pencemaran keluar (mg/liter)
Le in
: Beban Pencemaran masuk (mg/liter)
pada kondisi pengoperasian IPLT secara penuh
sesuai dengan kapasitas yang telah dibangun.
Dampak lingkungan dapat dilihat dari dua sudut
pandang yang berbeda yaitu apakah berdasarkan
standar hasil olahan (effluent standard) atau standar
badan penerima hasil olahan (stream standard). Pada
penelitian ini tidak dilakukan observasi terhadap
badan penerima hasil olahan IPLT. Oleh karena itu,
analisis dampak lingkungan IPLT didasarkan pada
standar hasil olahan. Untuk memperkirakan potensi
dampak pengoperasian IPLT terhadap lingkungan
keairan digunakan pendekatan atau persamaan 3
berikut ini:
84
DaL = Q x (BMEff -Leout) x UP/(BL x 1000) ……(3)
Dimana:
Seperti halnya pada analisis manfaat ekonomi,
Dal
: Dampak Lingkungan (Rp/hari)
Le out
: Beban Pencemaran hasil olahan atau
outlet IPLT (mg/Liter)
Q
: Kapasitas Operasional IPLT (m3/hari)
BMEff : Standar Baku Mutu Hasil Olahan (mg/
Liter)
UP
BL
: Unit Pencemaran (Kg)
: Biaya Lingkungan Rp/kg bahan cemaran
objek analisis dampak lingkungan meliputi analisis
dampak pengoperasian IPLT eksisting (actual), dan
pada kondisi pengoperasian IPLT secara penuh
sesuai dengan kapasitas yang telah dibangun.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi IPLT di Kota Studi
Kapasitas IPLT delapan kota studi termasuk
kapasitas sedang dan kecil (< 100 m3/m3) yang
dibangun di kota sedang dan kecil. Dua kota yaitu
IPLT Mojokerto dan IPLT Banda Aceh menerapkan
sistem Anaerobic Baffle Reactor (ABR), sedangkan
enam kota lainnya menerapkan sistem tangki
Imhoff.
Sistem ABR dilengkapi dengan bak pengendap
pendahuluan di bagian hulu ABR, kemudian unit
bangunan Horizontal Gravel Filter (HGF) dibagian
hilir ABR dan unit terakhir adalah kolam maturasi.
Bak pengendap pendahuluan berfungsi mereduksi
partikel tersuspensi, ABR berfungsi mereduksi
cemaran dengan beban tinggi, HGF mereduksi beban
cemaran sedang dan akhirnya kolam maturasi
berfungsi membilas hasil olahan dari HGF sebelum
dialirkan ke badan penerima hasil olahan.
Sistem Imhoff dilengkapi tangki Imhoff pada
bagian inlet IPLT, kemudian kolam anaerobik,
kolam fakultatif dan kolam maturasi. Tangki
imhoff berfungsi mereduksi partikel tersuspensi
dan mereduksi beban pencemaran sebesar 3060%. Kolam anaerobik berfungsi mereduksi beban
cemaran berat, kolam fakultatif mereduksi beban
cemaran sedang dan kolam maturasi berfungsi
sebagai kolam sebelum hasil olahan dialirkan ke
badan air penerima. Kolam-kolam tersebut didesain
untuk mampu sampai 70%.
Pengoperasian Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT): Manfaat Ekonomi atau Dampak Lingkungan?
Fitrijani Anggraini dan Reni Nuraeni
Sebagaimana tampak pada Gambar 1, kapasitas
idle mencapai lebih dari 75% dari kapasitas IPLT
terbangun sehingga pemanfaatan IPLT di kota studi
belum menggembirakan.
120%
100%
Kapasitas (%)
80%
60%
40%
20%
0%
-20%
-40%
Idle
Terpakai
Terbangun
Tegal
8
9
17
Palu
19.5
4.5
24
Mojo
25.8
4.2
30
Banda
60
25
85
Tanger
-47
117
70
Klung
25.4
2
27.4
Bulel
21
6
27
Kprogo
12
8
20
Kota Studi
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Gambar 1. Kondisi IPLT di Kota Studi
Hal tersebut terindikasi dari volume pasokan
lumpur tinja yang masih lebih kecil daripada
kapasitas yang terbangun, kecuali IPLT Tangerang
yang melampaui kapasitas terbangun. Hal ini
mencerminkan pemanfaatan kekayaan (asset)
infrastruktur sanitasi yang rendah. IPLT Tangerang
dioperasikan tidak sesuai dengan kriteria
yang berlaku. Hal ini terindikasi dari kapasitas
operasional IPLT Tangerang yang besarnya 1,67
kali atau 67% melebihi kapasitas terbangun atau
melebihi beban rencana. Akibatnya, kemampuan
mereduksi beban cemaran berkurang sehingga
hasil olahan berpotensi menjadi lebih rendah dari
baku mutu yang ditetapkan.
Analisis Manfaat Ekonomi
Analisis manfaat ekonomi dinilai dari reduksi
beban cemaran pasca pengoperasian IPLT eksisting
dan pasca pengoperasian IPLT bila dioperasikan
secara penuh. Sebagaimana tertera pada Tabel 1,
bangkitan beban cemaran masing masing kota
studi sangat bervariasi dari nilai terkecil 42 mg/
Liter sampai nilai terbesar 14.000 mg/Liter. Dengan
efisiensi pengolahan rata rata sekitar 57% dan
beban pencemaran yang berbeda, maka semakin
besar beban pencemaran, semakin besar pula laju
pengurangan beban dalam g/harinya dan semakin
besar pula manfaat pengoperasian IPLT.
Tabel 1. Analisa Manfaat dan Kerugian Pengoperasian IPLT
Kota Studi
Tegal
Palu
Mojokerto
Banda Aceh
Tangerang
Klungkung
Buleleleng
Kulonprogo
Total
Kapasitas IPLT (m3/hari)
Terbangun
Terpakai
Beban
Cemaran
17.0
24.0
30.0
85.0
70.0
27.4
27.0
20.0
300.4
9.0
4.5
4.2
25.0
117.0
2.0
6.0
8.0
175.7
51.74
97.67
241.34
93.70
466.30
528.30
42.00
14000.00
15521.1
Efisiensi
0.581
0.738
0.518
0.886
1.653
0.534
1.022
0.149
0.568
Kerugian
%
Manfaat (Rp/Hari)
Terpakai
Terbangun
1353.57
1621.72
2622.93
10376.76
450902.22
2819.50
1287.89
83703.13
102497.61
452190.11
441%
2556.74
8649.16
18735.23
35280.99
114243.50
38627.16
3969.00
980000.00
1202061.78
Kenaikan
1.89
5.33
7.14
3.40
0.60
13.70
4.50
2.50
3.05
Sumber : Hasil Analisis, 2015
85
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.7 No.2, Juli 2015, hal 78-139
Apabila nilai efisiensi lebih besar dari satu
seperti yang terjadi pada IPLT Tangerang, maka
sebenarnya yang terjadi adalah efisiensi semu atau
laju beban cemaran negatif. Akibatnya, manfaat
pengoperasian IPLT berkurang. Pengurangan
manfaat tersebut dapat dikategorikan sebagai
dampak pengoperasian IPLT.
Total manfaat pengoperasian dari 6 (enam) unit
IPLT yang beroperasi normal dengan total kapasitas
52,7 m3/hari adalah sekitar Rp. 102.500,-/hari
(seratus dua ribu lima ratus rupiah) atau sekitar Rp
37,41 juta/tahun atau Rp. 10.380,-/m3/bulan.
Sementara itu, berdasarkan analisis biaya
operasional IPLT Kabupaten Mojokerto, Kota Tegal
dan Kabupaten Buleleng dapat diperhitungkan
biaya rata-rata operasional IPLT sekitar Rp.
16.930,-/m3. Hal itu berarti bahwa manfaat ekonomi
pengoperasian IPLT eksisting hanya sekitar 61%
kebutuhan.
Apabila seluruh kapasitas yang idle sebesar
203,4 m3/hari dioperasikan, maka manfaat
IPLT meningkat menjadi Rp. 114.280.000,-/
tahun. Sebaliknya, kerugian yang diakibatkan
pengoperasian IPLT yang melebihi kapasitas
diperhitungkan sebesar Rp. 165.050.000,-/tahun
atau 4,4 kali lipat dari IPLT yang dioperasikan sesuai
kapasitas. Hal tersebut dapat dimengerti karena
volume IPLT yang dioperasikan melebihi kapasitas
terbangun (70 m3/hari) dua kali lebih besar dari
IPLT yang dioperasikan sesuai kapasitas terbangun
(37,47 m3/hari).
Namun, apabila seluruh IPLT dioperasikan
sesuai kapasitas terbangun dan dengan efisiensi
pengolahan sebesar 70%, maka manfaat
pengoperasian IPLT menjadi Rp. 1.200.000,-/hari
atau Rp. 36.560.000,-/bulan atau Rp. 438.700.000,-/
tahun. Apabila diasumsikan seluruh kota studi
mengoperasikan IPLT sesuai kapasitas terbangun,
maka manfaat pengoperasian IPLT diperhitungkan
sebesar Rp. 35.560.000,-/bulan/300 m3/hari = Rp.
121.000,-/m3/bulan. Oleh karena itu, rasio manfaat
terhadap biaya operasi menjadi 121:16,93 atau
7,2:1.
Analisis Potensi Dampak Lingkungan
Analisis potensi dampak IPLT terhadap
lingkungan dilakukan terhadap IPLT eksisting dan
IPLT dengan kapasitas maksimal sesuai dengan
kapasitas terbangun. Sebagaimana tertera pada
tabel 2, terdapat 4 (empat) IPLT yang memenuhi
standar kualitas efluen dan 4 (empat) IPLT sisanya
masih melebihi standar yang ditetapkan sebesar
100 mg/hari. Penetapan nilai standar mutu efluen
tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa
lingkungan keairan penerima beban cemaran
tersebut dinilai masih mampu mengolahnya secara
alami. Kemampuan tersebut dikenal dengan istilah
daya tampung lingkungan.
Pembangunan dan pengoperasian IPLT, pada
dasarnya ditujukan untuk mengolah limbah tinja
sehingga tidak mencemari lingkungan atau tidak
melampaui daya tampung lingkungan tersebut.
Selain itu, produk samping (by product) IPLT yang
berbentuk lumpur kering organik, dapat dipakai
untuk pupuk tanaman. Timbulnya potensi dampak
terhadap lingkungan keairan dimungkinkan apabila
hasil olahan masih melampaui standar mutu efluen
yang ditetapkan.
Tabel 2. Analisa Manfaat dan Kerugian Pengoperasian IPLT
Kapasitas IPLT (m3/hari)
Dampak Lingkungan
Terbangun
Terpakai
Beban Cemaran
(mg/l)
Eksisting
Potensi
Tegal
Palu
Mojokerto
Banda Aceh
Tangerang
Klungkung
Bule
Kulonprogo
17.0
24.0
30.0
85.0
70.0
27.4
27.0
20.0
9.0
4.5
4.2
25.0
117.0
2.0
6.0
8.0
51.74
97.67
241.34
93.70
466.30
528.30
42.00
14000.00
3146.43
628.28
-522.93
2123.24
-392402.22
-1819.50
1712.11
-79703.13
5943.26
3350.84
-3735.23
7219.01
-234770.56
-24927.16
7704.50
-199257.81
Total
300.4
175.7
15521.1
-466837.72
-438473.15
7610.06
24217.60
Kota Studi
Catatan : Standar Kualitas Olahan = 100 mg/L
Sumber : Hasil Analisis, 2015
86
Pengoperasian Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT): Manfaat Ekonomi atau Dampak Lingkungan?
Fitrijani Anggraini dan Reni Nuraeni
IPLT kota studi yang masih melampaui ketetapan
standar efluen adalah IPLT Mojokerto, IPLT
Tangerang, IPLT Klungkung dan IPLT Kulonprogo.
Nilai dampak lingkungan potensial tersebut
diperhitungkan sebesar Rp. 466.800,-/hari atau
Rp. 14.010.000,-/bulan atau Rp. 168.060.000,-/
tahun. Apabila seluruh IPLT dioperasikan sesuai
dengan kapasitas terbangun, maka dampak
potensial tersebut menurun dari Rp. 168.060.000,-/
tahun atau Rp. 79.710,-/m3/bulan menjadi Rp.
157.850.000,-/bulan atau Rp. 43.000,-/m3/bulan.
Potensi dampak lingkungan tersebut hanya ditinjau
dari aspek fisik kimiawi saja yaitu dampak terhadap
peningkatan beban cemaran fisik dan kimiawi yang
terkandung di dalam air penerimanya. Dampak
potensial tersebut berdampak lanjutan terhadap
para pengguna air misalnya penggunaan untuk
sumber air minum, air irigasi, dan keperluan sosial
ekonomi lainnya. Oleh karena itu, masih banyak
potensi dampak tidak langsung lainnya yang belum
diperhitungkan. Atas dasar hal tersebut, maka
perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan efisiensi
pengolahan terhadap IPLT yang telah dibangun dan
dioperasikan.
Hubungan Manfaat dan Dampak Lingkungan
Potensial
Berdasarkan data kapasitas IPLT terbangun dan
IPLT terpakai serta manfaat pengoperasian IPLT
tersebut, maka dapat dirumuskan hubungan linier
antara manfaat dengan beban cemaran yang dapat
direduksi (Gambar 2).
Gambar 2. Hubungan antara Beban Pencemaran, Manfaat Ekonomi dan Dampak Lingkungan
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Pada grafik tersebut “Y” adalah manfaat IPLT
(Rpx1000/hari) dan “X” adalah beban cemaran
yang tereduksi (kg/hari). Dengan menggunakan
formula tersebut dapat diperkirakan manfaat IPLT
untuk setiap g/hari reduksi beban cemaran. Apabila
tidak ada peningkatan reduksi beban cemaran,
maka manfaat IPLT adalah sebesar Rp. 18.200,-/
hari. Apabila reduksi beban cemaran ditingkatkan
misalnya 10 g/hari, maka manfaat pengoperasian
IPLT menjadi Rp. 25.400,-/hari dan potensi dampak
lingkungan menurun sebesar Rp. 7.090,-/hari.
Manfaat tersebut dapat terwujud apabila dilakukan
peningkatan kinerja operasional di lapangan
misalnya penyedotan termasuk pengiriman
lumpur tinja ke IPLT dilakukan secara terjadwal,
memperjelas pembagian tugas dan tanggungjawab
pengelola IPLT, mempermudah akses ke Standar
Operasi dan Prosedur (SOP) dan pemeliharaan
unit-unit bangunan pengolahan secara lebih baik.
Upaya tersebut, tentunya menambah kebutuhan
biaya operasional. Namun, apabila dibandingkan
dengan manfaat terhadap pelestarian lingkungan,
penambahan kebutuhan biaya operasi dinilai layak
untuk dilaksanakan. Kelayakan tersebut terindikasi
dari besarnya rasio manfaat terhadap biaya
operasional.
Dampak lingkungan potensial berkorelasi
negatif dengan manfaat ekonomi pengoperasian
IPLT. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin
besar manfaat ekonomi, maka semakin kecil pula
potensi terjadinya dampak lingkungan akibat
pengoperasian IPLT (Gambar 3). Secara matematis,
hubungan manfaat dan dampak tersebut adalah:
DaL = -0,8551 x M-ekon + 15,693 (R2=0,4035)
Berdasarkan rumusan tersebut, apabila tidak
ada peningkatan manfaat ekonomi (M-ekon), maka
besaran dampaknya (DaL) adalah Rp. 15.693,-/hari.
Namun, ketika manfaat meningkat Rp. 20.000,-/
hari, maka dampak menurun sebesar Rp. 1.400,-/
hari atau manfaat bertambah Rp. 1.400,-/hari.
87
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.7 No.2, Juli 2015, hal 78-139
Gambar 3. Model Manfaat dan Dampak Pengoperasian IPLT
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Apabila dampak lingkungan tersebut dapat
dikurangi atau bahkan dihilangkan maka manfaat
ekonomi pengoperasian IPLT semakin besar dan
rasio manfaat dengan biaya operasional dapat
lebih ditingkatkan lagi.
IPLT kota studi yang memiliki manfaat
ekonomi tertinggi adalah IPLT Kulonprogo. IPLT
Tangerang memiliki manfaat tertinggi kedua
setelah IPLT Kulonprogo dan pemilik manfaat
ekonomi tertinggi ketiga adalah IPLT Klungkung.
Namun, potensi timbulnya dampak lingkungan
oleh ketiga IPLT tersebut juga cukup besar
meskipun peringkatnya berbeda dengan peringkat
penerima manfaat ekonomi. IPLT Tangerang
yang dioperasikan melebihi kapasitas terbangun
berpotensi menimbulkan dampak lingkungan
terbesar. IPLT Kulonprogo yang menerima beban
cemaran terbesar dari ke delapan IPLT kota studi
berpotensi menimbulkan dampak lingkungan
terbesar kedua setelah IPLT Tangerang. IPLT
Klungkung yang menerima beban cemaran
terbesar kedua setelah IPLT Kulonprogo
meskipun kapasitas yang dioperasikan terkecil
diantara ketiganya, berpotensi menimbulkan
dampak lingkungan terbesar ketiga.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan
bahwa faktor-faktor penentu peningkatan
manfaat ekonomi adalah beban cemaran
masuk, kapasitas operasional dan efisiensi
IPLT. Semakin besar ketiga faktor tersebut,
maka semakin besar potensi manfaat ekonomi
yang diperoleh dari pengoperasian IPLT. Faktor
standar mutu hasil olahan ditambah ketiga
faktor tersebut juga menjadi penentu timbulnya
dampak lingkungan potensial.
Semakin besar laju beban pencemaran
(kapasitas x beban cemaran) dan semakin kecil
efisiensi pengolahan dan semakin ketat standar
mutu hasil olahan (effluent), maka semakin
besar potensi timbulnya dampak lingkungan.
Apabila efisiensi pengolahan dapat ditingkatkan
Gambar 4. Kontribusi IPLT pada Pengendalian Dampak Lingkungan
Sumber : Hasil Analisis, 2015
88
Pengoperasian Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT): Manfaat Ekonomi atau Dampak Lingkungan?
Fitrijani Anggraini dan Reni Nuraeni
maka potensi dampak lingkungan menjadi semakin
kecil.
Hal tersebut sesuai dengan konsep yang
dikemukakan oleh Tsuzuki (2014) bahwa untuk
mencapai daya reduksi beban cemaran yang tinggi,
maka efisiensi pengolahan tidak boleh terlalu kecil
(not too little), tetapi laju beban cemaran yang
diolah tidak boleh terlalu besar (not too much).
Peningkatan efisiensi tersebut dapat dilakukan
misalnya dengan menambah komponen unit
bangunan pengolahan yang mempunyai daya
reduksi tinggi seperti jenis unit pengolahan yang
menerapkan proses anaerobik.
KESIMPULAN
Kapasitas IPLT kota studi yang menganggur
(idle capacity) mencapai 75% dari kapasitas
terbangun. Pada kondisi tersebut, manfaat ekonomi
pengoperasian IPLT diperhitungkan sebesar Rp.
10.380,-/m3/bulan. Manfaat ekonomi tersebut
hanya 61% dari kebutuhan biaya operasi dan
pemeliharaan IPLT eksisting sebesar Rp. 16.930,-/
m3/bulan. Pada kondisi ini, potensi dampak
lingkungan diperhitungkan setara dengan Rp.
71,700,-/m3/bulan atau 4,21 kali kebutuhan biaya
operasi dan pemeliharaan IPLT eksisting.
Apabila IPLT dioperasikan sesuai kapasitas
terbangun, maka manfaat ekonomi meningkat
menjadi Rp. 112.000,-/m3/bulan atau meningkat
menjadi 7,16 kali kebutuhan. Pada kondisi ini,
potensi dampak lingkungan dapat diturunkan
menjadi Rp. 43.790,-/m3/bulan atau sekitar 2,58
kali kebutuhan biaya operasi. Oleh karena itu,
apabila kapasitas olahan IPLT dapat diupayakan
lebih kecil dari pada standar kualitas efluen yang
ditetapkan, maka potensi terjadinya dampak
lingkungan dapat semakin kecil sehingga manfaat
bertambah.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Pusat Penelitian dan
Pengembangan
Permukiman,
Kementerian
Pekerjaan Umum yang memberikan dukungan
untuk melaksanakan penelitian “Pengkajian
Prasarana Sanitasi Permukiman” dari APBN TA
2014 dan kepada Prof.(R) DR. Ir R. Pamekas, M.Eng
yang telah memberi arahan dan bimbingan selama
penyusunan KTI ini. Penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Casermeiro M.A et al. 2010. A New Approach to
Impact Assessment of the Use of Sludge in
Agriculture. IAIA10 Conference Proceedings.
The Role of Impact Assessment in transitioning
to the green economy, 30th Annual Meeting
on the International Association for Impact
Assessment 6-11 April 2010, International
Conference Geneva– Switzerland.
Darwati, Sri. 2007. Tinjauan Penerapan Sanitasi
Berwawasan Lingkungan dengan Sistem
Pemisahan Tinja dan Urin, Jurnal Permukiman
2 (3): 249-260.
Oktarina, Dwi dan Helmi Haki. 2013. Perencanaan
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja Sistem
Kolam kota Palembang, Jurnal Teknik Sipil
dan Lingkungan 1 (1) :74-79.
Hastuti, Elis., Ida Medawati and R Pamekas.
2011. Application of Domestic Wastewater
Treatment Using Fixed Bed Biofilm and
Membran Bioreaktor for Water Use Urban
Housing Area. Journal of Applied Sciences in
Environmental Sanitation 6 (3) :367-376.
Tziakis, Ioannis et al. 2009. Valuing Benefits
from Wastewater Treatment and Reuse
Using Contingen Valuation Methodology.
Desalination 237 : 117-125.
Pijuan, Josep et al. 2010. Evaluating the Impact of
Sewage Sludge Application on Agricultural
Soils. XV Congreso Español Sobre Tecnologías
y Lógica Fuz : 369-374.
Pamekas, R. 2013. Pembangunan dan Pengelolaan
Infrastruktur
Kawasan
Permukiman.
Bandung : Penerbit Balai Pustaka.
Peni Pujiastuti, dan Bagus Ismail, Pranoto. 2013.
Kualitas dan Beban Pencemaran Perairan
Waduk Gajah Mungkur. Jurnal EKOSAINS
5(1): 59-75.
Lestari, Riya Puji. 2011. Pengujian Kualitas
Air Di Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) Mojosongo Kota Surakarta. Tugas Akhir
Program Diploma III Teknik Sipil Infrastruktur
Perkotaan. Surakarta : Universitas Sebelas
Maret.
Prayudi, Tibin Ruby. 2014. Potensi Pendapatan
Retribusi Pengolahan Lumpur Tinja di IPLT
Talang Bakung, Kota Jambi, Provinsi Jambi.
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum 6 (2):78-139.
Tsuzuki, Yoshiaki. 2014. Not Too Little, Not Too Much
and Shortcut: A Review on the Effectualness
of Per Capita Pollutant Discharge Indicators.
International Journal of Waste Resources 4(2):
3-6.
89
Download