GENTA MULIA, Volume VIII No. 1, Januari 2017 ISSN: 2301-6671 NASH-NASH IDEOLOGIS DALAM NOVEL WAJAH SEBUAH VAGINA KARYA NANING PRANOTO: PERKENALAN MARXISME SASTRA Juanda Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Samawa (Unsa) Sumbawa. Jln. Raya by Pass Sering Sumbawa Besar, NTB, Email: [email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ideologi-ideologi yang terdapat dalam novel Wajah Sebuah Vagina karya NP. Studi ini merupakan penelitian kualitatif. Adapun subjek penelitian adalah para tokoh novel, sedangkan objek penelitian adalah ideologi-ideologi dan hubungan ideologi-ideologi dengan kelas sosial. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, mencatat, dan dokumentasi. Teknik analisis data adalah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Sementara teknik uji keabsahan data menggunakan teknik tringgulasi sumber dan member checking. Hasil penelitian adalah: (1) ideologi dibagia tiga jenis: (a) kapitalisme, (b) sosialisme, dan (c) agama. (2) hubungan antara kelas sosial dan ideologi, meliputi: (a) kelas sosial dalam ekonomi, (b) kelas sosial dalam sosio-kultural, (c) kelas sosial dalam bahasa, (d) kelas sosial dalam pendidikan, (e) kelas sosial dalam agama, dan (f) kelas sosial dalam politik. Kata-kata kunci: ideologi, novel, dan kelas sosial. PENDAHULUAN Para novelis ialah manusia yang ingin melanjutkan sejarah masyarakatnya, perkembangan pada kenyataan (Berger dan Luckmann, 1990: 54). Dalam proses berkarya, pimpinan seorang pengarang bukan hidup dalam ruang Commissie voor de Volkslectuur atau yang yang hampa, ia pasti hidup dalam ruang dan dikenal berusaha waktu yang menyajikan seputar kehidupan menyelenggarakan bacaan-bacaan di badan ini sosial, budaya, politik, dan ekonomi di dan menerima karangan untuk diterbitkan lingkungannya. Dengan kata lain, novelis, (Dojosantoso, 1986: 74). Dengan berkarya, cerpenis, penyair, dan sastrawan secara umum novelis, cerpenis, penyair atau sastrawan berkomunikasi dalam konteks situasi tertentu. secara tidak langsung telah merekam jejak- Konteks terdiri dari bayangan mengenai dunia jejak perkembangan masyarakatnya. nyata atau dunia mungkin ada atau pola G. dengan A. J. Balai diketahui mengacu latar sosialnya. ingin dalam kehidupan sehari-hari, terutama sekali Hazeu, Pustaka Karya sastra bukan hanya sebagai media relaksasi (Prakoso, 2009: 5), melainkan kejadian dalam dunia (Luxemburg, dkk, 1984: 91). juga bisa menjadi media yang mencerminkan realitas yang terjadi di lingkungan pengarang, penyampai pesan yang dianut oleh masyarakat. Sebab, karya dan bahasa lahir NASH MARXISME SASTRA Marx (Luxemburg, 1984: 24) mengemukakan bahwa susunan masyarakat dalam bidang ekonomi, yang dinamakan 64 GENTA MULIA, Volume VIII No. 1, Januari 2017 ISSN: 2301-6671 infrastruktur (bangunan bawah) menentukan sumber karya, meskipun bahasa yang kehidupan sosial, politik, intelektual, dan digunakan dengan bahasa biasa kultural bangunan atas atau suprastruktur. (ordinary language), melainkan menggunakan Marx menyakini bahwa ekonomi sangat bahasa ironi, parodi, dan metafor. Itulah memengaruhi struktur lainnya, seperti yang keistimewaan karya bisa mengubah kenyataan sudah disebutkan di atas. Determinisme yang ekonomi dipandang sebagai sesuatu yang sastrawi. sangat mendasar untuk menentukan kesadaran informasi kepada pembaca sangat penting, manusia. terjadi eksploitasi bahasa yang dilakukan bukan sesungguhnya Peran menjadi bahasa dalam kenyataan memberi Ada juga Marxis yang beranggapan pengarang. Terkait dengan ideologi, Marx bahwa sastra, kebudayaan, dan agama pada (Ryan, 1999: 53) berpendapat bahwa ideologi setiap dan adalah aturan gagasan atas aturan kelas (the superstruktur yang berkaitan secara dialektikal ruling ideas of the ruling class) merupakan serta sengaja dikonstruksi merupakan akibat sebuah dari struktur atau perjuangan kelas pada membenarkan susunan ekonomi dan sosial zamannya (Endraswara, 2008: 81). Dengan yang mungkin terlihat tidak adil karena itu kata lain, superstruktur, seperti sastra dan dicirikan kebudayaan sangat tendesius disebabkan oleh ketidakadilan. zaman merupakan ideologi sikap subjektif pengarang. Sikap subjektif ini cara untuk dengan melegitimasi ketidaksetaraan dan dan Pada masa feodal, ideologi terdiri dari dibenarkan dalam ajaran Marxisme, terutama keyakinan bahwa Lenin dan Stalin. Sastra harus menjadi saluran merupakan perintah penyampai informasi, media perjuangan, dan perkataan rakyat biasa. Tambahan pula, aturan media politis kelas-kelas yang tertindas. yang dibuat aturan bangsawan tertinggi bangsawan daripada dijadikan cara Karya sastra selalu memiliki bentuk dan pandang terhadap realitas. Malah ada yang struktur, tetapi ia juga berada dalam ruang dan beranggapan bahwa kaum bangsawan ialah waktu, sejarah dan masyarakat (Ryan, 1999: wakil pencipta yang diutus kepada umat 52). Bukan sesuatu yang tak mungkin karya manusia, sehingga apa pun yang dikatakan, sastra dilahirkan dari fenomena-fenomena diperbuatnya harus diikuti sebagai perintah yang penah dialami pengarang atau fakta- dan wujud pengabdian manusia kepada fakta pencipta. kemanusiaan yang terjadi di lingkungannya, sehingga ada juga yang Pada masa modern, ideologi berupa menuduh karya sastra bersifat tendensius, keyakinan yang menekankan kebebasan berpihak pada seorang, suku, agama, ras, dan individual sebagai makhluk dan pribadi, antargolongan (SARA). mereka berjuang untuk meraih kesuksesan Kelas sosial merupakan salah satu fakta dalam bidang ekonomi. Keyakinan ini terjadi kemanusiaan yang pernah ditemukan atau dalam liberalisme klasik seperti yang sudah dialami pengarang. Fakta ini pun menjadi dijelaskan di atas. Pada perkembangan 65 GENTA MULIA, Volume VIII No. 1, Januari 2017 ISSN: 2301-6671 selanjutnya, ideologi itu bukan hanya terjadi ideologi dalam novel WSV karya NP. Pertama, dalam melainkan ekonomi. Bagi Marx, ekonomi merupakan terkontaminasi pula dalam ilmu pengetahuan institusi sosial yang memengaruhi institusi- secara umum (Ritzer, 2008: 78). Ideologi juga institusi lainnya, seperti politik, pendidikan, terkontamisasi dalam pendidikan, politik, agama, sosio-kultural, bahasa, seni, dan ekonomi, hukum, agama, dan kebudayaan sebagainya. Ekonomi menjadi faktor penentu serta sastra. Mungkin benar anggapan bahwa dalam perubahan-perubahan sosial, ketika ideologi hidup di mana-mana. Seperti agama, ekonomi sudah dikuasai, maka institusi- sastra juga bekerja dengan perasaan dan institusi tersebut akan mudah ditaklukkan. pengalaman, Dalam bidang ekonomi, bahkan sastra tidak dapat praktisnya, Marx lebih banyak dilepaskan dari material praktis, hubungan menggunakan pendekatan dari bawah ke atas sosial dan ideologis (Eagleton, 1983: 21-24). (bottom up) menuju sebuah revolusi sosial dan sasaran utama revolusi itu adalah menguasai alat-alat vital produksi. Marx (Simon, 2004: METODE PENELITIAN Data dalam penelitian ini adalah teks novel WSV karya mengungkapkan NP ideologi 4), dengan Communist Manifesto, negara yang dianggap hanya digambarkan sebagai alat dominasi dan hubungan kelas—sebagai sebuah badan yang mengatur antara ideologi dengan kelas sosial. Subjek masalah-masalah penelitian kepada kaum borjuis. meliputi para tokoh novel, umum yang berpihak sedangkan objeknya ideologi-ideologi, dan Bangsa Barat maju disebabkan oleh tiga hubungan ideologi-ideologi dengan kelas hal, yaitu: individualisme, materialisme, dan sosial. Novel WSV karya NP diterbitkan oleh intelektualisme (Sarwadi, 2004: 64). Marx Galang dan Press pada April 2004 dan didistribusikan oleh Solusi Distribusi Buku. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, dokumentasi, dan Engels tidak memungkiri negara memainkan peran yang sangat dominan dalam melahirkan kelas-kelas sosial, yaitu kelas borjuis dan kelas proletar. pencatatan, sementara teknik analisis data Bagi Marx (Luxemburg, dkk., 1984: mengacu pada model analisis interakif Milles 25), sastra sama dengan fenomena-fenomena & Humberman, yaitu: pengumpulan data, kebudayaan lainnya, yang mencerminkan reduksi data, penyajian data, dan penarikan hubungan ekonomi. Sebuah sastra hanya simpulan. Adapun untuk menguji keabsahan dimengerti dan dipahami kalau disintesiskan data digunakan trianggulasi sumber dan dengan hubungan-hubungan tersebut. Sastra member checking. dilihatnya sebagai bangunan atas yang memiliki korelasi dengan realitas, misalnya PEMBAHASAN Penelitian ini membahas ideologi dan novel WSV karya NP, maka karya tersebut dapat dianggap menyampaikan pesan sosial hubungan ideologi dengan kelas sosial dengan 66 GENTA MULIA, Volume VIII No. 1, Januari 2017 (satire) yang sesuai ISSN: 2301-6671 dengan konteks zamannya. alam, dan sebagainya yang terdapat di dalam masyarakat (Ratna, 2007: 33). Adat-istiadat Lenin (Fokkema dan Ibsch, 1998: 116) mengatakan bahwa dapat membedakan antara dirinya dengan orang membangkitkan kesadaran pembaca untuk lain, kelompoknya dengan kelompok lain, bertindak revolusioner, karena sastra sendiri sukunya dengan suku lain, dan bangsanya memberikan motivasi dan dorongan supaya dengan bangsa lain. Ini menjadi pembeda pembaca memberontak terhadap realitas yang khas antara bangsa Mira dengan Totti. Mira tidak manusiawi. Bahkan, Lenin berpendapat sendiri sama sekali tidak pernah makan ulat bahwa sastra dapat memengaruhi saraf dan bakar, sedangkan lidah Totti sudah terbiasa membuat darah pembaca mendidih karena apa dengan makanan tersebut, malah sudah yang itu menjadi konsumsi sehari-hari. Oleh karena berhubungan dengan realitas yang sedang itu, Totti makan ulat seperti dia mengunyah terjadi. Lebih lanjut Lenin menjelaskan fungsi nasi dan makan ikan, sedangkan Mira sastra: (1) sastra harus memunyai fungsi berusaha sosial; (2) sastra harus mengabdi kepada menghargai hidangan Totti. terdapat karya dalam teks sastra merupakan identitas sosial seseorang, yang sastra menutupi rasa jijiknya untuk kepetingan rakyat; dan (3) sastra harus liner Marx telah meletakkan dasar-dasar dengan kegiatan partai komunis. Tiga fungsi kajian budaya, yang memengaruhi Marxis sastra ini yang mendasari teori sastra Marxis, Italia, seperti Gramsci dan Marxis Barat, meskipun sastra Marxis Uni Soviet memiliki seperti Lukâcs, terutama para tokoh teori kekhasan tersendiri. Kaum revolusioner harus sosial kritis, misalnya, Adorno, Horkheimer, memanfaatkan media perjuangan kelas ini, Marcuse, dan Habermas. Dalam Teori Sosial karena tidak mungkin hanya partai yang Kritis (2008) dikatakan bahwa budaya terikat memobilisasi pada ideologi yang sedang berkuasa, yang massa untuk melakukan revolusi. sedang mengendalikan hajat hidup orang Dalam novel WSV karya NP terdapat banyak dan ideologi inilah yang biasanya isu-isu seputar ekonomi yang dieksploitasi membedakan status sosial seorang, misalnya, oleh bangsa tertentu, sedangkan pribumi tidak kaum borjuis itu elitis, individualis, hedonis, mendapat apa-apa. Ekonomi selalu menjadi pragmatis sampai kapitalis, sedangkan kaum persoalan proletar identik dengan budaya populer dan dalam masyarakat, bahkan cenderung ekonomi itu merupakan sesuatu sosialis. yang paling utama bagi kehidupan (Thoha, Para Marxis, termasuk Marx sendiri, 2004: 5). Hal ini sejalan dengan pendapat mengakui bahwa budaya itu melindungi status Marx mengenai struktur bawah dan struktur quo kapitalis. Marx (Agger, 2008: 250) atas. memahami ideologi sebagai sistem mistifikasi Kedua, budaya. Kebudayaan itu yang membingungkan, mendistorsi realitas, mengacu pada adat-istiadat, bahasa, makanan, dan mempropagandakan kepalsuan. Berbicara 67 GENTA MULIA, Volume VIII No. 1, Januari 2017 ISSN: 2301-6671 budaya selalu dihubungkan dengan kelas yang seluruh segi kehidupan pun ikut dikuasainya, dominan dalam suatu masyarakat, karena termasuk bahasa. Dari bahasa, manusia bisa merekalah menunjukkan kelasnya, status sosialnya, atau yang memproduksi budaya menurut kepercayaan dan dalil-dalil ekonomi, tingkat yang tentu saja menguntungkan. Penciptakan memengaruhi cara pandang orang terhadap budaya layaknya sebuah komoditas disebut orang lain. Kalau lawan bicaranya buruk, industri budaya oleh teoretisi kritis. maka itu ada hubungannya dengan kelas Yang lebih canggih lagi, budaya pendidikannya. Bahasa itu sosial yang bersangkutan. kapitalis itu bukan hanya menyajikan tentang Dari tinjauan Marx sendiri, kapitalisme adat-istiadat, bahasa atau makanan, melainkan sebagai sebuah sistem ekonomi yang sedang semua itu sudah diciptakan dan divisualisasi menjelma menjadi sistem yang dominan, sedemikian rupa supaya kaum proletar tertarik memeras dengan sajian tersebut. Seperti dalam novel mengeksploitasi alam atau Sumber Daya WSV karya NP, bagaimana seorang Totti Alam (SDA) merupakan indikator bahwa memandang makan Pizza, burger, dansa, sistem clubbing, bar, sebagai sesuatu yang maju dan kemanusiaan. Atas dasar itulah, sosialisme tentu saja modern. Apa yang diperbuat Barat lahir sebagai bentuk perlawanan. dinilainya sebagai sebuah kemajuan tenaga ini Jones tidak kelas pekerja menghargai (Ibrahim, 2007: dan nilai-nilai 213-214) (modernity), sedangkan adat-istiadat Zulu mengungkan bahwa kelas sosial memengaruhi dilihatnya bahasa dalam bertindak tutur seseorang. sebagai kemunduran dan ketinggalan zaman (let behind). Pada masa kini, budaya kapitalis mulai merasuki seluruh sendi kehidupan umat manusia, terutama kaum proletar. Bagaimana kapitalis mampu menciptakan budaya yang dapat menghipnotis para kaum proletar agar tidak menyadari kondisi sosialnya dan menilai kondisi tersebut merupakan sesuatu yang baik, adil dan niscaya. Selain itu, ada yang lebih update (terkini), yaitu kapitalis secara sengaja menciptakan budaya atau memvisualisasi kehidupan manusia dan realitas menjadi Perhatikan petikan berikut ini: “Hubungan kelas sosial dan bahasa sudah pernah diteliti oleh Labov (1966) terhadap variasi bahasa di kawasan New York City, menentukan kelas sosial dengan menggunakan kriteria pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Penelitian Shuy, dkk (1968) di Detroit menggunakan kriteria pendidikan, pekerjaan, dan tempat tinggal. Penelitian Trudgill di Inggris dengan menggunakan tingkat pendapatan, pendidikan, kawan tempat tinggal, kawasan sekitar dan jenis pekerjaan orang tuanya.” sebuah hiburan, seperti film, sinetron, komedi, dan sebagainya. Ketiga bahasa. Bahasa dipandang oleh Marx adalah struktur atas. Asumsi dasarnya, jika kelas borjuis yang berkuasa, maka Penelitian yang dilakukan oleh Labov (1966), Shuy, dkk (1968), dan Trudgill merupakan penelitian sosiolinguistik yang hanya terbatas pada bahasa dan masyarakat 68 GENTA MULIA, Volume VIII No. 1, Januari 2017 ISSN: 2301-6671 saja, sedangkan penelitian ini bukan hanya meneliti kelas sosial (penggunaannya), dalam Bangsa Portugis-lah pertama kali yang bahasa menyelenggarakan pendidikan di Nusantara di juga bawah pimpinan Franciscus Xaverius, lebih melainkan menghubungkannya dengan ideologi. baik daripada VOC. Namun, penguasaan Dalam novel WSV karya NP, kelas Portugis atas Nusantara tidak dapat bertahan sosial dalam bahasa jelas terlihat pada sosok lama karena segera direbut oleh VOC. Kedua Mira dan Totti, bagaimana Mira berbahasa bangsa Eropa ini pun menjadikan wilayah Inggris dengan dialek Jawa, bunyi lafalnya timur (sekarang Kawasan Indonesia Timur), (pronounciation) yang tidak tepat, yang seperti di Maluku dan Batavia (Kawasan menimbulkan efek (makna) yang multitafsir Indonesia Barat) sebagai sentral pendidikan. atau ambigu. Sebaliknya, karena Totti sering Kedua bergaul dengan orang Inggris selama sekolah menguasai, baik dalam pendidikan maupun tingkat SLTA yang dikelolah oleh seorang bahasa dan agama. Bangsa Portugis berusaha pendeta Inggris, terlihat bahasanya lebih menyebarkan sempurna baik secara struktur (structure) sedangkan Belanda sendiri membumikan maupun tata bahasanya (grammar). Namun, agama Kristen. di balik kelas sosial dalam bahasa tersebut, ternyata pembentukan sama-sama ajaran agama ingin Katolik, Di Nusantara, sekolah pertama yang didirikan adalah Europese Lagere School berlangsung disebabkan oleh ideologi tadi, (ELS) tahun 1817 di Batavia. Anak-anak yaitu dengan menguasai bahasa Inggris, yang bersekolah di sini, yaitu hanya untuk anak- bersangkutan status anak Belanda dan anak-anak para priayi Inggris dengan harapan bisa diajak kerja sama, yang merupakan bahasa kaum kapitalis, yang tentu kelak kemudian bisa mendukung segala saja dengan kekayaan yang mereka miliki kebijakan dapat memengaruhi pola pikir manusia “lain” kolonial. sosialnya. lebih Misalnya, sosial ini itu akan kelas bangsa tinggi bahasa supaya menguasai bahasa Inggris. yang Tanam dibuat Paksa oleh pemerintah (1830-1870) yang Keempat, pendidikan. Bangsa Barat digagas oleh van de Bosch adalah sebagai yang pertama kali datang ke Nusantara adalah upaya menutupi kerugian Perang Diponegoro orang Portugis, disusul oleh Spanyol dan (1825-1830) dan perang melawan Belgia Belanda, lalu satu bangsa Asia, yaitu Jepang. (1830-1839). Van Hoevel, salah seorang Orang Portugis adalah para pelaut yang gagah Belanda justru tidak mendukung Tanam berani mereka Paksa, malah dia mendukung kaum pribumi bawah agar merdeka dari tanah tumpah darahnya. pimpinan d’Albuquerque—seorang bangsa Van Deventer menulis Een Eereschuld (Utang Portugis akhirnya tiba di daerah impiannya, Kehormatan) yang dimuat di majalah de Gids kawasan (1899), Douwes Dekker (Multatuli) dengan menantang menaklukkan Malaka ombak, (1511) rempah-rempah, (Ratna, 2008: 43). di yaitu Maluku karyanya Max Havelaar (1860). Akibat dari 69 GENTA MULIA, Volume VIII No. 1, Januari 2017 ISSN: 2301-6671 karya-karya tersebut lahirlah istilah politik (Hardiknas). etis (1901), dengan salah satu pokoknya pendidikan Amerika adalah Horace Mann, seorang Bapak Pendidikan pendidikan. Pada 1910-1930, pendidikan dan pengajaran mulai berkembang Umum secara signifikan. berdirinya Mari Amerika. bandingkan yang digagas Dialah Sekolah dengan yang Keguruan oleh merintis (Normal Sekolah dibedakan menjad dua macam, School), yang pada awalnya mendidik para yaitu: (1) Sekolah Angka Satu (Eerste calon guru Sekolah Dasar dengan masa studi School), masa studinya selama 5 tahun, tetapi selama dua tahun, kemudian dijadikan empat dikhususkan untuk anak-anak Belanda; (2) tahun. Setelah Perang Dunia II (1945), banyak Sekolah Angka Dua (Tweede School), masa sekolah keguruan yang dilebur menjadi studinya selama 3 tahun, dikhususkan untuk perguruan tinggi umum, kemudian menjadi anak-anak pribumi. Tahun 1914 dikotomi fakultas keguruan (O’neil, 2008: 697-698). dalam dunia pendidikan, ada sekolah anak Kelima, agama. Terbitnya buku Marx Belanda dan anak Pribumi dihapus dan Weber yang berjudul The Protestant Ethic digantikan oleh HIS (Hollannds-Inlandsche and The Spirit of Capitalisme (1904), menjadi School) salah satu referensi berharga dalam bidang atau setingkat Sekolah Dasar sekarang. Tahun 1914, didirikan MULO sosiologi (Meer memperhatikan semangat kapitalisme dan Uitgebreid Laager Onderwijs), agama. Di sini, setingkat dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Kalvinisme (Calvinism) Pertama, kemudian disusul AMS (Algemeene Protestan. Untuk Middelbaare dengan menjustifikasi tesis Weber mengenai peran Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau sederajat. agama Protenstan Kalvinisme, tahun 1900 Lalu setingkat dengan AMS, didirikan pula dilakukan survei publik oleh sosiolog Jerman HBS (Hoogere Burger School). Setingkat yang bernama Max Offenbacher (dalam dengan Perguruan Tinggi (PT) didirikan GHS Wrong (Ed), 2003: 200) tentang “Kondisi (Geneeskudige Hooge School) dan STOVIA Ekonomi Umat Katolik dan Protestan” di (School tot Opleiding van Inlandsche Arsten), Grand Duchy of Baden. Hasil penelitiannya setingkat fakultas kedokteran. Tahun 1920, menunjukkan didirikan Sekolah Tinggi Teknik (Technische Protestan di sana memiliki persentase aset Hooge School) di Bandung. Orang Indonesia modal yang sangat besar dan menduduki pertama yang berhasil meraih gelar doktor di jabatan birokrasi, seperti pimpinan, kualifikasi Universitas pendidikan, posisi akademis, dan pekerjaan- School), Laiden setingkat adalah Hoesein Djajadiningrat (1913) (Ratna, 2008). pekerjaan Pendidikan nasional dimulai dengan didirikannya Taman Siswa oleh Ki Hadjar Dewantara. Kelahiran 2 Mei 1889 sekaligus sebagai Hari Pendidikan Nasional bahwa yang agama Weber mendukung penganut menuntut Kristen dan agama keterampilan, bahkan orang Yahudi pun dikatakannya ikut berperan dalam profesi komersial dan liberal. Dalam agama Protestan Kalvisme, terdapat ajaran-ajaran yang mengarah pada 70 GENTA MULIA, Volume VIII No. 1, Januari 2017 ISSN: 2301-6671 kapitalisme, seperti bekerja keras, mandiri, dihabiskan untuk menghasilkan barang itu dan dan kompetitif. Kalau dibandingkan dengan ini yang menjadi acuan bagi nilai tukarnya. pendapat John Locke mengenai hak dasar Kembali pada persoalan agama Kristen manusia yang tidak dapat digugat itu, seperti Protestan Kalvinisme yang menurut Weber hak bebas, hak milik, dan hak bertahan hidup. memiliki Tiga kapitalisme, hak asasi manusia inilah yang hubungan dengan ajaran-ajaran kehadiran bekerja keras, memengaruhi dua tokoh peletak dasar-dasar mandiri dan kompetitif sangat mirip dengan kapitalisme, yaitu Adam Smith dan Ricardo. cara kerja kapitalisme, sedangkan Buddha Pendapat Smith ini jelas sepertinya berhubungan dengan gagasan Locke radikal mengajarkan manusia supayu bersih dari dosa, dari lingkaran abadi kematian dan mengenai hak asasi manusia tadi. Bagaimana kelahiran Smith memandang manusia sebagai individu (bersemedi) yang karena individu. Jadi, ada perbedaan fundamental kebebasan sendiri merupakan hak yang antara ajaran Protestan Kalvinisme dan ajaran melekat, Buddha harus diberi tidak dapat kebebasan diganggu gugat. kembali melalui kontemplasi dan penghancuran kehendak radikal. Pertama, Protestan Kebebasan dalam pengertian Smith adalah Kalvinisme bersifat keduniaan, sedangkan kebebasan terkendali, yaitu kebebasan itu Buddha tetap dikontrol melalui hukum yang berlaku. kepentingan sesudah hidup, yaitu akhirat. Namun, inti dari kutipan di atas, betapa Smith Kedua, ada indikasi bahwa ajaran Protestan memberikan untuk Kalivinisme berkompitisi dalam industri untuk mengejar kapitalisme, modal atau kapita (Prasetyo, 2004: 114). menyerah setiap individu radikal justru mengedepankan mendukung misalnya (kerja ikut semangat keras), lahirnya pantang mandiri dan Bandingkan dengan David Ricardo kompetitif (bersaing dalam dunia usaha), (Prasetyo, 2004: 115), nilai komoditi terdapat sedangkan ajaran Buddha radikal justru pada kerja manusia berikut bahan-bahan mengancurkan mentah Ricardo melenyapkan hal-hal yang bersifat materi. menemukan bahwa harga jual suatu komoditi, Bagaimana Marx memandang agama sebagai kira-kira akan setara dengan jumlah kerja sebuah ajaran dogmatik yang juga ikut yang digunakan untuk memproduksi. Jadi, menjustifikasi eksistensi kapitalisme (status Ricardo qou) dan ikut berperan melahirkan kelas dan alat-alat (Engels, 2006: kerja. 83-84) yang meletakkan dasar-dasar nilai suatu barang kehendak individu, sosial? tergantung pada berapa lama dan kuantitas Menurut Marx, agama itu merupakan energi untuk memproduksi komoditi tersebut candu masyarakat. Perlu dipahami bahwa serta tenaga pekerja pun dibeli dengan uang. yang dimaksud dengan candu masyarakat itu Nah, inilah yang akan menentukan harga mengacu pada agama Kristen Protestan, yang komoditi di pasar. Dengan kata lain, nilai oleh Weber dinamakan Kalvinisme, yaitu suatu komoditi dinilai dari berapa tenaga yang ajaran agama yang mengindikasikan 71 GENTA MULIA, Volume VIII No. 1, Januari 2017 ISSN: 2301-6671 keberpihakan kepada kapitalisme. Penulis oleh sembilan jenderal yang menurutnya sudah menjelaskan mengenai hal tersebut. adalah kapitalis dan kamu kafir. Oleh karena itu, penulis menekankan bahwa PKI yang saat itu sudah memunyai agama cenderung bersikap pasif terhadap massa yang signifikan, khususnya di Propinsi realitas, bahkan lebih parah lagi agama justru Jawa Tengah, menyebarkan isu penculikan menjadi tameng atau pelindung kapitalis atau Dewan Jenderal (Sembilan Jenderal Angkatan pemodal. Darat) yang dituduh sebagai kaki tangan Keenam, politik. Kata sebagian orang, politik itu tidak menghargai moral, kapitalis oleh D.N. Aidit, yaitu: Jenderal A. H. Nasution (berhasil meloloskan diri dari perikemanusiaan, sebab berpolitik artinya penculikan dan yang tertangkap adalah Leitu menghilangkan kemanusiaan. Pierce T.), Letjen A.Yani, Mayjen S. Parman, Politik juga bisa menciptakan kekacauan Brigjen Suprapto, Mayjen M. T. Haryono sosial, konflik, dan sarat dengan kepentingan. (Albert Nailborhu ialah anak laki-lakinya Menurut Soekarno (1965), berpolitik berarti yang meningga), Polisi Saktiawan, Brigjen siap melakukan sesuatu yang berada di luar D.I. kebiasaan manusia pada umumnya, seperti sedangkan Hairul Saleh dan Kindro tidak melakukan pemberontakan atau revolusi. dijadikan target dengan pertimbangan untuk Menurut Aristoteles (dalam Ridwan, 2007: 1), mengefisiensikan manusia adalah zoon politicon, yaitu makhluk menguasi Telekom RRI, PT Kereta Api. sosial, yang dapat berkembang dan meraih Artinya, hanya tujuh jenderal yang dianggap kebahagiaan penting nilai-nilai jika ia hidup bersama masyarakat. dan dan Jenderal waktu, harus Supair, kemudian disingkirkan PKI karena Angkatan Darat merupakan institusi yang Indonesia pernah terjebak pertarungan politik yang melibatkan Partai Komunis Indonesia, Pandjaitan, Angkatan Darat kontra revolusioner progresif. Ini merupkan bukti historis di mana Republik Indonesia hampir menjerumuskan bangsa ini Indonesia. Pemberontakan PKI ini tidak lepas ke dalam perang saudara, seperti Amerika dari ketidakpuasaan mereka terhadap keadaan Serikat, para petani dan keinginan untuk berkuasa. Peristiwa penculikan ini dikenal dengan Ketika itu Presiden Ir. Soekarno divonis oleh sebutan Gerakan 30 Septermber 1965 atau salah seorang Tim Dokter Kepresidenan G/30 S/PKI. Di sini jelas ada pertarungan bahwa dia ada kemungkinan bisa sembuh, ideologi yang sedang berusaha merebutkan namun kemungkinan terburuk ada dua, yaitu kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan bisa lumpuh total dan meninggal. D.N. Aidit (status quo), yaitu Angkatan Darat dan PKI. Sudan, Irak, dan sebagainya. yang berdiskusi langsung dengan dokter Jadi apa yang diyakini oleh Marx dan tersebut merasa sudah waktunya PKI harus para Marxis lainnya, sastra dapat menjelaskan bergerak lebih awal, jangan sampai didahului suatu peristiwa (historisitas) yang pernah terjadi dengan berpegang teguh pada nilai72 GENTA MULIA, Volume VIII No. 1, Januari 2017 ISSN: 2301-6671 nilai sastrawi dan kepentingan orang banyak. Penerapan Sastra juga dapat menjadi pengontol dan Yogyakarta: Kreasi Wacana. pengawas kebijakan pemerintah dan Aplikasinya. atau Berger, P. L., & Luckmann, T. (1990). Tafsir penguasa (Wellek dan Warren, 1956: 100). Sosial atas Kenyataan: Risalah Bagi Marx, sastra dapat menjadi media tentang propaganda dan perjuangan. Boleh jadi, apa Jakarta: LP3ES. yang terdapat dalam novel WSV karya NP merupakan bentuk perlawanan Sosiologi Pengetahuan. Dojosantosa. (1986). Unsur Religius dalam seorang Sastra Jawa. pengarang terhadap keadilan yang seharusnya Semarang: Aneka Ilmu. diperoleh oleh Mira. Dia juga memiliki hak Endraswara, S. (2008). Metodologi Penelitian yang sama dengan warga negara lain. Penulis Sastra: Epistemologi, Model, Teori, perlu dan tekankan bahwa pengarang pun sepertinya menganut ideologi tertentu, dalam kasus ini, pengarang ambigu, dia boleh jadi Aplikasi. Yogyakarta: Medpress. Eagleton, T. (1983). Literary Theory: An seorang feminis, agamawan, antikapitalis, dan Introduction. pro sosialis-komunis. Untuk menentukan Blackwell Publisher Limited. ideologi pengarang, maka peneliti harus meneliti seluruh karyanya baru London: Brasil Engels, F. (2006). Tentang Kapital Marx. bisa Terjemahan oleh Oey Hay Djoen. mengategorikannya. Bandung: Ultimus dan Yayasan Sastra Marxis harus tunduk dan patuh Akatiga. terhadap khittah perjuangan partai politik Fokkema, D.W., & Kunne-Ibsch, E. (1998). tertentu, yang tentu saja membela hak-hak Teori Sastra Abad Kedua Puluh. kaum proletar yang cenderung dimarginalkan Terjemahan oleh J. Praptadiharja oleh kaum borjuis. Itulah sebenarnya fungsi dan nyata sastra karena karya sastra dapat Gramedia Pustaka Utama. melukiskan kenyataan yang sesungguhnya Ibrahim, A. Kepler S. (Ed). Silaban. (2007). Bahasa, dengan bahasa-bahasa metafor. Kelebihan Masyarakat, melukiskan kenyataan ini merupakan senjata Terjemahan oleh Sunoto, Gatut ampuh untuk memberi penyadaran kepada Susanto, Imam Suyitno, Suwarna, kaum Sudjalil, Eko Suroso, Siti Halidjah, proletar mengenai problematik kehidupannya. dan Jakarta: Kekuasaan. Darmanto, dan Nuria Reny H. yogyakarta: Pustaka Pelajar. Luxemburg, van Jan, dkk. (1984). Pengantar DAFTAR RUJUKAN Agger, B. (2008). Teori Sosial Kritis, Mazhab Frankfurt, Karl Marx, Cultural Ilmu Sastra. Terjemahan oleh Dick Hartoko. Jakarta: PT Gramedia. Studies, Teori Feminisme, Derrida, dan Postmodernisme: Kritik, 73 GENTA MULIA, Volume VIII No. 1, Januari 2017 ISSN: 2301-6671 O’neil, W. F. (2008). Ideologi-Ideologi Pendidikan. Terjemahan oleh Naomi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Prakoso, A. (2009). Belajar dari Anak-anak. Buletin Tsu Chi. No. 49. Ryan, M. (1999). Practical Massa- Sarwadi. (2004). Sejarah Sastra Indonesia Simon, R. (2004). Gagasan-Gagasan politik Gramsci. Press. Pelajar. Pranoto, N. (2004). Wajah Sebuah Vagina. Yogyakarta: Galang Press. oleh Muhammad Taufik. Jakarta: Kreasi Wacana. Ratna, N.K. (2007). Estetika Sastra dan Yogyakarta: Yogyakarta: Pustaka Wrong, D.(Ed). (2003). Max Weber: Sebuah Khazanah. Terjemahan oleh Ritzer, G. 2008. Teori Sosial Postmodern. Pustaka Pelajar. Asnawi. Yogyakarta: A. Ikon Teralitera. Thoha, M. (2004). Paradigma Baru Ilmu Pengetahuan Humaniora: Sosial Dialog dan Antarper- adaban Islam, Barat, dan Jawa. -----------.2008. Postkolonialisme Indonesia: Relevansi Introduction. A chusetts: Blackwell Publisher Inc. Revolusi Sosial. Yogyakarta: Insist Budaya. Theory: Modern. Yogyakarta: Gama Media. Prasetyo, E. (2004). Islam Kiri: Jalan Menuju Terjemahan Literary Sastra. Jakarta: Teraju. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 74