LAPORAN PRAKTIK PRAKTIK KEPERAWATAN 4 (PK 4) KEPERAWATAN MATERNITAS MAHASISWA PROGRAM STUDISARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAPORAN PENDAHULUAN GONORRHEA Disusun oleh : Muhammad Arfian Nur Rizky Matnur Heldalina NIM. P07220218016 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN TAHUN 2021 BAB I LAPORAN PENDAHULUAN Nama Perceptee NIM Tanggal Praktik : Muhammad Arfian Nur Rizky M.H. : P07220218016 : 8- 12 Januari 2021 A. Judul Kasus Laporan Pendahuluan : Gonorrhea B. Pengertian Gonorrhea merupakan salah satu infeksi menular seksual, dimana penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular. Sebutan lain penyakit ini adalah kencing nanah dan biasaya penyakit ini menyerang selaput lendir, mucous, mata, anus dan beberapa organ tubuh lainnya (CDC, 2013). Gonore adalah penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Bakteri tersebut menginfeksi membran mukus dari saluran reproduksi, termasuk serviks, uterus, serta tuba falopi pada wanita, dan uretra pada wanita dan pria. Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui kontak atau aktivitas seksual yang melibatkan mukosa (vaginal, oral, dan anal). C. Etiologi Gonore disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Bakteri ini adalah bakteri Gram negatif berbentuk diplokokus (berpasangan) dan merupakan patogen yang eksklusif pada manusia. Gonokokus, seperti semua spesies Neisseria lainnya, merupakan oksidase positif. Mereka dibedakan dari Neisseriae lain oleh kemampuan mereka untuk tumbuh pada media selektif dan untuk memanfaatkan glukosa tetapi tidak maltosa, sukrosa, atau laktosa. Gambar 1. Bakteri Neisseria gonorrhoeae D. Tanda & Gejala Gejala yang paling umum dan paling pertama dikenali adalah rasa panas atau terbakar ketika buang air kecil. Setelah itu, gonore pada priaakandiikuti oleh gejala lainnya berupa : a. Frekuensi buang air kecil yang cukup sering. b. Keluarnya nanah dari penis (tetes ancairan) berwarna putih, kuning, krem atau kehijau-hijauan). c. Bengkak dan kemerahan pada bukaan penis. d. Bengkak atau nyeri pada testis. e. Sakit tenggorokan yang datang terus-menerus. Gejala gonore pada wanita tidak terbentuk dengan jelas, seperti infeksi jamur vagina pada umumnya. Itu sebabnya, beberapa wanita salah menebak penyakit infeksi yang diidapnya. Beberapa gejala yang muncul pada wanita: a. Keluar cairan dari vagina (berair, menyerupai krim, sedikit kehijauan). b. Ketika buang air kecil, adanya sensasi nyeri dan rasa panas. c. Frekuensi buang air kecil yang cukup sering. d. Munculnya bercak darah atau perdarahan saat tidak sedang menstruasi. e. Rasa nyeri ketika melakukan hubungan seksual. f. Rasa nyeri juga dirasakan pada perut bagian bawah atau nyeri panggul. g. Bengkak pada vulva. h. Rasa terbakarataupanas di tenggorokan (ketikasudahmelakukan oral seks). i. Demam. E. Patofisiologi Bakteri Neisseria gonorrheae merupakan bakteri diplokokus gram negatif yang bersifat intraseluler yang mempengaruhi epitel kuboid atau kolumner pada hostnya. Virulensi dan patogenitas bakteri ini tergantung pada banyak hal, misalnya protein opacity-associated yang dapat meningkatkan perlekatan antara gonokokus (bentuk koloni pada kultur media) dan juga meningkatkan perlekatannya dengan fagosit (Afriana N, 2012). Awalnya gonokokus melekat pada sel mukosa hostnya kemudian melakukan penetrasi seluruhnya diantara sel dalam ruang sub epitel. Karakteristik respon host oleh invasi gonokokus adalah dengan adanya neutrofil, diikuti dengan pengelupasan epitel, pembentukan mikroabses submukosa dan discharge purulen. Apabila tidak diobati, infiltrasi makrofag dan limfosit akan digantikan oleh neutrofil. Beberapa strain menyebabkan infeksi asimptomatik (Afriana N, 2012). Gonokokus yang menyerang membran selaput lendir dari saluran genitourinaria, mata, rektum, dan tenggorokan menghasilkan eksudat akut yang mengarah ke infeksi jaringan lalu hal ini diikuti dengan inflamasi kronis dan fibrosis. Pada pria, biasanya terjadi peradangan uretra, eksudat berwarna kuning dan kental, disertai rasa nyeri saat membuang air kecil. Infeksi uretra pada pria dapat menjadi infeksi yang asimptomatik. Sedangkan pada wanita, infeksi primer terjadi di indoserviks dan menyebar ke uretra dan vagina, serta meningkatkan sekresi cairan mikropurulen. Hal ini dapat berkembang ke tuba uterine, dan menyebabkan salpingitis, fibrosis dan obliterasi tuba (Afriana N, 2012). Bakterimia pada infeksi gonorrhea mengarah pada infeksi kulit (terutama pembentukan papula dan pustula yang hemorrages) yang terdapat pada tangan, lengan, kaki, dan tenosynovitis dan arthritis bernanah yang biasanya terjadi pada lutut, pergelangan kaki dan tangan. Endokarditis yang disebabkan oleh gonokokus kadang dapat menginfeksi lapisan meningeal otak yang dapat menyebabkan meningitis dan dapat menginfeksi mata khususnya konjungtiva mata (Afriana N, 2012). Bakteri gonokokus yang menyebabkan infeksi lokal sering peka terhadap serum tetapi bakteri ini relatif resisten terhadap obat anti mikroba. Akan tetapi terjadi hal sebaliknya ketika gonokokus menginfeksi sampai ke dalam aliran darah dan menyebabkan infeksi yang menyebar biasanya resisten terhadap serum tetapi peka terhadap penisilin dan obat antimikroba lainnya serta berasal dari auksotipe yang memerlukan arginin, hipoxantin, dan urasil untuk pertumbuhannya (Afriana N, 2012). Kontak seksual (anus, orogenital, genital) Invasi bakteri Neisseria Gonorhea Infeksi mukosa rektum (saluran anus) Urethra, kanalis endoserviks Faring Gonorhoe Hipertermia (D.0130) Penyebaran gonorhoe secara sistemik melalui darah Merangsang hipotalamus meningkatkan suhu tubuh Bakteremia Resiko infeksi (D.0142) Peradangan Nyeri akut (D.0077) Infeksi pada ibu hamil melahirkan Infeksi genetalia Infeksi uretra Depresi saraf perifer Iritasi ureteral Pola seksual tidak efektif (D.0071) Ansietas (D.0080) Nyeri akut (D.0077) Disuria Gangguan eliminasi urin (D.0040) Peningkatan frekuensi/doro ngan kontraksi uretral F. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan tambahan atau pemeriksaan penunjang direkomendasikan untuk pasien suspek mengalami infeksi gonorrhea dimana pasien tersebut memiliki tanda dan gejala, ataupun pasien yang asimptomatik (Kemenkes RI, 2011). Pemeriksaan yang tersedia untuk mendiagnosis gonorrhea antara lain: a. Pemeriksaan mikroskopik Bertujuan untuk mengidentifikasi diplokokus gram negatif yang memiliki sensitivitas >90% untuk pasien laki-laki yang simptomatis dan 50-75% untuk pasien laki-laki asimptomatik dan spesifisitas >90 pada pasien laki-laki yang mengalami gejala yang simptomatik dan asimptomatik (Bontovics dan Allen, 2013). Gambaran mikroskopis sediaan hapusan serviks memperlihatkan bahwa bakteri diplokokus gonorrhea terdapat dalam bentuk diplokokus polimorphonuklear (PMN) (Adam M, 2012). Keuntungan primer diagnosis dengan mikroskopis pada penderita gonorrhea adalah hasil yang lebih cepat diketahui. Tapi untuk meningktakan sensitivitas, mdiagnosisnya dapat dilakukan dengan mengkombinasi pemeriksaan mikroskopis dengan pemeriksaan kultur dan NAAT, akan tetapi jika pada pemeriksaan mikroskopis sudah ditemukan Neisseria gonorrhoeae maka kultur berfungsi untuk melihat apakah adanya resistensi pada pengobatan infeksi tersebut (Bontovics dan Allen, 2013). Pemeriksaan mikroskopis tidak disarankan untuk untuk mendeteksi infeksi faring karena memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang rendah (Bontovics dan Allen, 2013). b. Kultur Kultur bakteri untuk Neisseria gonorrhoeae memiliki spesifisitas diatas 99%, dan merupakan metode diagnosis terbaik. Sedangkan sensitivitas untuk mendeteksi gonorrhea berkisar 50-92%. Sensitivitas kultur bakteri tergantung dari pengumpulan, transport, penyimpanan, dan prosedur isolasi untuk mengptimalkan hasil kultur bakteri. Kultur bakteri ini dapat dilakukan pada beberapa anatomi tubuh yang mengalami infeksi antara lain uretra, serviks, faring, rectal, konjungtiva, joint fluid dan darah akan tetapi kultur tidak disarankan menggunakan spesimen yang berasal dari urine (Bontovics dan Allen, 2013). c. NAAT (Nucleic Acid Amplification Testing) Awal diperkenalkan pada tahun 1990 dan merupakan diagnosis yang sangat sederhana dengan sensitivitas lebih baik dibandingkan dengan kultur bakteri Neisseria gonorrhoeae. Sample yang digunakan biasanya diambil dari urin, serviks, dan uretra. Pemeriksaan menggunakan urine biasanya memang lebih tidak invasive tapi jika dilakukan pada wanita maka sensitivitasnya lebih rendah dibandingkan penggunaan sample dari serviks (Bontovics dan Allen, 2013). Kekurangan dari pemeriksaan ini adalah tidak dapat mengetahui hasil yang memadai untuk melihat apakan adanya resistesi bakteri terhadap antimicrobial, dan juga pemeriksaan ini tidak disarankan untuk dilakukan pada sample yang diambil dari faring dan rectal (Bontovics dan Allen, 2013). d. PCR PCR merupakan suatu amplifikas DNA enzimatik yang sangat sensitif dan spesifik terhadap suatu organism tertentu berdasarkan target gen primer yang dimiliki. Fungsi PCR ini adalah untuk mendeteksi DNA organisme tertentu walaupun dengan spesimen dalam jumlah yang terbatas dengan spesimen yang di ambil dari mana saja yang diduga mengalami gangguan (Afriana N, 2012) G. Penatalaksanaan Medis Penatalaksana gonore menurut Kemenkes RI (2011) dilakukan secara kombinasi yaitu terhadap kuman gonokokus (N.gonorrhoeae) dan non-gonokokus (Chlamydia trachomatis) yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 H. Proses Keperawatan (Sesuai Teori) 1. Pengkajian a. Anamnesis 1. Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik. 2. Keluhan utama Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ketempat pelayanan kesehatan adalah nyeri. 3. Riwayat penyakit dahulu Sering diderita oleh klien yang pernah mengalami penyakit herpes simplex atau memiliki penyakit seperti ini. 4. Riwayat penyakit keluarga Ada anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus ini. b. Pola fungsi kesehatan Adapun yang harus dikaji antara lain: 1. Aktivitas/Istirahat Tanda : Kurang tidur/gangguan tidur; gangguan hubungan seksual, emosional dan menstruasi pada wanita; sering berganti-ganti pasangan; hubungan seksual yang tidak aman; malaise 2. Sirkulasi Tanda : Kulit hangat, demam; peningkatan TD/nadi akibat demam, nyeri, ansietas; kemerahan di sekitar vulva; sakit kepala. 3. Eliminasi Tanda : rabas purulent pada wanita; disuria (nyeri saat berkemih); rasa terbakar/melepuh 4. Makanan/Cairan Tanda : anoreksia, penurunan BB akibat ansietas 5. Nyeri/Kenyamanan Tanda : nyeri pada area vulva/genitalia; nyeri pada otot (mialgia); radang papula; gatal 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Herpes simpleks berdasarkan SDKI (2017), diantaranya : 1) Nyeri akut (D.0077) b.d agen pencedera fisiologis (inflamasi, infeksi gonorrhea) 2) Gangguan Integritas/kulit (D.0129) b.d neuropati perifer (gonorrhea) 3) Hipertermia (D.0130) b.d proses penyakit (infeksi gonorrhea) 4) Gangguan eleminasi urine (D.0040) b.d iritasi kandung kemih 5) Gangguan citra tubuh (D.0083) b/d perubahan struktur/bentuk tubuh 6) Pola seksual tidak efektif(D.0071) b.d ketakutan terinfeksi penyakit menular seksual, hambatan hubungan dengan pasangan 7) Ansietas (D.0080) b.d krisis situasional, kurang terpapar informasi 8) Defisit pengetahuan (D.0111) b.d kurang terpapar informasi 9) Risiko infeksi (D.0142) d.d penyakit kronis (gonorrhea) 3. Rencana Tindakan Keperawatan Rencana tindakan keperawatan yang terdiri dari tujuan dan kriteria hasil sesuai SLKI (2019) dan intervensi keperawatan sesuai SIKI (2018), diantaranya : No. 1. Diagnosa Keperawatan Nyeri akut (D.0077) b.d agen pencedera fisiologis (inflamasi, infeksi gonorrhea) Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 x 8 jam, maka status tingkat nyeri pasien menurun. (L.08066) Manajemen nyeri (I.08238) dikolaborasikan dengan pemberian analgetik (I.08243) Kriteria hasil : 1.1 Identifikasi lokasi, Karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 1.2 identifikasi skala nyeri 1.3 Identifikasi factor memperberat dan memperingan nyeri 1.4 Identifikasi riwayat alergi obat 1.5 Monitor efektifitas analgetik 1. Frekuensi nadi pasien membaik (60-100 x/menit) 2. Pola nafas pasien membaik (16-20 x/menit) 3. Keluhan nyeri pasien menurun (skala 0) Observasi Terapeutik 1.6 Fasilitasi istirahat dan tidur Edukasi 1.7 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri 1.8 Jelaskan strategi meredakan nyeri 1.9 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat Kolaborasi 1.10 Kolaborasi pemberian farmakologis (analgetik) 2. Gangguan Integritas/kulit (D.0129) b.d neuropati perifer (gonorrhea) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatanselama 3 x 8 jam, maka status integritas kulit dan jaringan pasien meningkat. (L.14125) Kriteria hasil : 1. Kerusakan jaringan menurun 2. Nyeri menurun (skala 0) 3. Kemerahan menurun 4. Jeringan parut menurun Perawatan integritas Kulit (I.11353) Observasi 2.1 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit Terapeutik 2.2 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring 2.3 Lakukan pemijatan pada area menonjolan tulang, jika perlu 2.4 Gunakan produk berbahan pertolium atau minyak pada kulit kering 2.5 Gunakan produk berbahan ringan dan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitif 2.6 Hindarkan produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering Edukasi 2.7 Anjurkan menggunankan pelembab (mis. Lotion) 2.8 Anjurkan minum yang cukup 2.9 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi 2.10 Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur 2.11 Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem 2.12 Anjurkan mandi dengan sabun secukupnya Perawatan luka (I.14564) dikolaborasikan dengan Perawatan area insisi (I.14558) Observasi 2.13 Monitor karakteristik luka (mis. Drainasi, warna, ukuran, bau) 2.14 Periksa lokasi insisi adanya kemerahan, bengkak, dan tanda-tanda dehisensi 2.15 Monitor proses penyebuhan area insisi 2.16 Monitor tanda dan gejala infeksi 2.17 Monitor tanda-tanda infeksi Terapeutik 2.18 Lepaskan balutan dan plester secara perlahan 2.19 Cukur rambut disekitar daerah luka, jika perlu 2.20 Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan 2.21 Bersihkan jaringan nekrotik 2.22 Usap area insisi dari area yang bersih menuju area yang kurang bersih 2.23 Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu 2.24 Pasang balutan sesuai dengan jenis luka 2.25 Pertahankan teknik steril saat melakukan perawtan luka 2.26 Ganti balutan luka sesuai jadwal 2.27 Berikan diet dengan kalori 3035 kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5 gr/kgBB/hari Edukasi 2.28 Jelaskan tanda dan gejala infeksi 2.29 Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi protein dan kalori 2.30 Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri Kolaborasi 2.31 Kolaborasi prosedur debridement, jika perlu 2.32 Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu 3. Hipertermia (D.0130) b.d proses penyakit (infeksi gonorrhea) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 3 x 8 jam, maka status termoregulasi pasien membaik. (L.14134) Kriteria Hasil: 1. keluhan demam/menggigil menurun 2. Suhu tubuh membaik (36,5 – 37,5 ᵒC) 3. Suhu kulit membaik (36,5 – 37,5 ᵒC) 4. Frekuensi nafas membaik(16-20 x/menit) Manajemen termoregulasi (I.08238) dikolaborasikan dengan Pemberian obat oral (I.03128) Observasi 3.1 Identifikasi penyebab hipertermia (dehidrasi, infeksi) 3.2 Monitor suhu tubuh 3.3 Monitor kompikasi hipertermia 3.4 Observasi kemungkinan alergi, interaksi dan kontra-indikasi obat Terapeutik 3.5 Sediakan lingkungan yang sejuk 3.6 Longgarkan atau lepaskan pakaian 3.7 Berikan oksigen, jika perlu 3.8 pemberian antiperitik atau aspirin 3.9 Lakukan prinsip 6 benar 3.10 Berikan obat sebelum/ sesudah makan sesuai kebutuhan Edukasi 3.11 Anjuran tirah baring Kolaborasi 3.12 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu 3.13 Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu 3.14 Jelaskan jenis obat , alasan pemberian, tindakan yang diharapkan, dan efek samping sebelum pemberian 4. Gangguan eleminasi urine (D.0040) b.d iritasi kandung kemih Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 3 x 8 jam, maka status eleminasi urine pasien membaik. (L.04034) Dukungan Perawatan Diri : BAB/BAK (I.11349) dikolaborasikan Manajemen Eliminasi Urine (I.04152) Kriteria Hasil: Observasi 1. Sensasi berkemih meningkat 2. Desakan berkemih menurun 3. Distensi kendung kemih menurun 4. Volume residu urin menurun 5. Disuria menurun 6. Frekuensi BAK membaik 4.1 Identifikasi kebiasaan BAK/BAB sesuai usia 4.2 Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine monitor eliminasi urine (mis. Frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan warna) 4.3 Monitor integritas kulit pasien Terapeutik 4.4 Dukung penggunaan toilet/commode/pispot/urinal secara konsisten 4.5 Bersihkan alat bantu BAK/BAB setelah digunakan 4.6 Sediakan alat bantu (mis. Kateter, eksternal, urinal), jika perlu 4.7 Ambil sampel urine tengah (midstream) atau kultur Edukasi 4.8 Ajarkan tanda dan gejala injeksi saluran kemih 4.9 Anjurkan BAK/BAB secara rutin 4.10 Anjurkan ke kamar mandi/toilet, jika perlu Kolaborasi 4.11 Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra, jika perlu 5. Gangguan citra tubuh (D.0083) b/d perubahan struktur/bentuk tubuh Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 3 x 8 jam, maka status citra tubuh pasienmeningkat. (L.09067) Promosi citra tubuh (I.09305) dikolaborasikan dengan promosi koping (I.09312) Observasi Kriteria hasil : 1. 2. 3. 4. 5. 5.1 Identifikasi harapan citra tubuh Verbalisasi kecacatan berdasarkan tahap bagian tubuh menurun perkembangan Verbalisasi perasaan 5.2 Identifikasi perubahan citra negatif tentang perubahan tubuh yang mengakibatkan tubuh menurun isolasi sosial Verbalisasi kekhawatiran 5.3 Monitor frekuensi pernyataan pada penolakan/reaksi kritik terhadap diri sendiri orang lain Terapeutik Respon nonverbal pada perubahan tubuh 5.4 Diskusikan perubahan tubuh membaik dan fungsinya Hubungan sosial 5.5 Diskusikan perbedaan membaik penampian fisik terhadap harga diri 5.6 Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis 5.7 Diskusikan presepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh Edukasi 5.8 Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh 5.9 Anjurkan mengungkapkan gambaran diri tentang citra tubuh 5.10 Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain maupun kelompok 6. Pola seksual tidak efektif(D.0071) b.d Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 3 x 8 jam, Edukasi seksualitas (I.12447) dikolaborasikan dengan konseling ketakutan terinfeksi penyakit menular seksual, hambatan hubungan dengan pasangan maka status kontrol resiko pasien dan keluarga meningkat (L.14128) seksualitas (I.07214) Kriteria hasil : 6.1 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi 6.2 Identifikasi masalah sistem reproduksi, masalah seksualitas dan penyakit menular 6.3 Monitor stres, kecemasan, depresi dan penyebab disfungsi seksual 1. Kemampuan mencari informasi tentang faktor resiko meningkat 2. Kemampuan mengidentifikasi faktor risiko meningkat 3. Kemampuan melakukan stratefi kontrol resiko meningkat Observasi Terapeutik 6.4 6.5 6.6 Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan Berikan kesempatan untuk bertanya Edukasi 6.7 6.8 6.9 Jelaskan jenis obat , alasan pemberian, tindakan yang diharapkan, dan efek samping sebelum pemberian Edukasi anatomi dan fisiologi sistem reproduksi Jelaskan resiko tertular penyakit menular seksual Kolaborasi 6.10 Kolaborasi dengan spesialis seksologi, jika perlu 7. Ansietas (D.0080) b.d krisis situasional, kurang terpapar informasi Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 3 x 8 jam, maka status tingkat ansietas pasien dan keluarga menurun. (L.09093) Kriteria Hasil: 1. Frekuensi pernapasan Reduksi ansietas (I.09314) Observasi 7.1 Identifikasi saat tingkat ansieras berubah 7.2 Identifikasi kemamopuan mengambil keputusan 2. 3. 4. 5. 6. pasien membaik (16-20 x/menit) Frekuensi nadi pasien membaik (60-100 x/menit) Tekanan darah pasien membaikPola tidur pasien membaik (7-9 jam/hari) Pasien dan keluarga tidak merasa kebingungan Pasien dan keluarga tidak merasa khawatir Pasien dan keluarga tidak merasa gelisah dan tegang 7.3 Monitor tanda-tanda ansietas Terapeutik 7.4 Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan 7.5 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika perlu 7.6 Pahami situasi yang membuat ansietas 7.7 Dengarkan dengan penuh perhatian 7.8 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan 7.9 Diskusikan perencanaan realistis tntang peristiwa yang akan datang Edukasi 7.10 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang akan dialami 7.11 Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis 7.12 Amjurkan mngungkapkan perasaan dan pressepsi 7.13 Latih teknik relaksasi 8. Defisit pengetahuan (D.0111) b.d kurang terpapar informasi Tujuan : Setelah dilakukan Edukasi kesehatan (I.12383) intervensi selama 1 x 8 jam, Observasi maka status tingkat pengetahuan pasien dan 8.1 Identifikasi kesiapan dan keluarga membaik. (L.12111) kemampuan menerima informasi Kriteria hasil : 1. Pola tidur pasien membaik (7-9 jam/hari) 2. Pasien dan keluarga tidak merasa kebingungan 3. Pasien dan keluarga tidak merasa khawatir Terapeutik 8.2 Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan 8.3 Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan 8.4 Berikan kesempatan untuk 4. Pasien dan keluarga tidak merasa gelisah dan tegang bertanya Edukasi 8.5 Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan 9. Risiko infeksi (D.0142) d.d penyakit kronis (gonorrhea) Tujuan : Setelah dilakukan Pencegahan infeksi (I.14539) intervensi selama 3 x 8 jam, Observasi maka status tingkat pengetahuan pasien dan 9.1 Monitor tanda dan gejala keluarga membaik. (L.12111) infeksilokal dan sistemik Kriteria hasil : Terapeutik 1. Pola tidur pasien membaik 2. Pasien dan keluarga tidak merasa kebingungan 3. Pasien dan keluarga tidak merasa khawatir 4. Pasien dan keluarga tidak merasa gelisah dan tegang 9.2 Lakukan prinsip 6 benar (pasien, obat, dosis, waktu, rutem dokumentasi) 9.3 Batasi jumblah pengunjung 9.4 Berikan perawatan kulit 9.5 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien 9.6 Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi Edukasi 9.7 Jelaskan tanda dan gejala infeksi 9.8 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar 9.9 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka dan luka operasi 9.10 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan Kolaborasi 9.11 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu Perawatan persalinan resiko tinggi (I.07228) Observasi 9.12 Identifikasi kondisi umum pasien 9.13 Monitor tanda-tanda vital pada ibu dan janin 9.14 Monitor tanda persalinan 9.15 Identifikasi posisi janin dengan USG 9.16 Identifikasi pendarahan pascapersalinan Terapeutik 9.17 Dukung orang terdekat 9.18 Gunakan tindakan pencegahan universal 9.19 Fasilitasi rotasi manual kepala janin dan oksiput posterior ke posisi anterior, jika perlu 9.20 Lakukan resusitasi neonatal, jika perlu 9.21 Dokumentasikan prosedur Edukasi 9.22 Jelaskan prosedur tindakan yang dilakukan 9.23 Jelaskan karakteristik bayi baru lahir yang terkait dengan kelahiran beresiko tinggi Kolaborasi 9.24 Kolaborasi pemberian anestesi maternal, sesuai kebutuhan Manajemen imunisasi (I.14508) dikolaborasikan dengan pemberian obat intravena (I.02065) Observasi 9.25 Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi 9.26 Identifikasi status imunisasi setiap kunungan ke pelayanan 9.27 9.28 9.29 9.30 kesehatan Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi dan kontraindikasi obat Verivikasi obat sesuai indikasi Periksa tanggal kadaluarsa Monitor efek terapeutik Terapeutik 9.31 Berikan suntikan pada bayi di bagian paha anterolateral 9.32 Dokumentasikan informasi vaksinasi 9.33 Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat Edukasi 9.1 Jelaskan tujuan,manfaat, reaksi yang terjadi , jadwal dan efek samping 9.2 Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah (hepatitis B, BCG, difteri, tetanus, pertusis, H.Influenza, polio, campak, measles, rubela) 9.3 Informasikan imunisasi yang melindungi terhadap penyakit namun saat ini tidak diwajibkan pemerintah (herpes) Kolaborasi 9.1 Kolaborasi pemberian anestesi maternal, sesuai kebutuhan DAFTAR ISI PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku Pemeriksaan Fisik &Riwayat Kesehatan (p. 49). p. 49. Elizabeth J. Corwin. (2011). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Adityamedi Katsambas, Andreas. 2015. European Handbook of Dermatological Treatments. New York:Spinger Hadinegoro , dkk. 2010. Terapi Asiklovir Pada Anak Dengan Varisela Tanpa Penyulit . Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RS Dr Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 6, April 2010 Wasitaatmadja,S,M. 2010 Anatomi Kulit dan Faal Kulit. ed. 6 Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.