Uploaded by User88235

Ni’matul Huda - HUBUNGAN PUSAT & DAERAH MUNAS SAMARINDA

advertisement
DINAMIKA HUBUNGAN PUSAT & DAERAH
DAN GAGASAN PENGUATAN
Oleh:
Ni’matul Huda
Dipresentasikan Dalam Acara MUNAS APHTN-HAN, Dengan Tema “Penguatan Sistem Perundang-undangan & Hubungan
Pusat Dan Daerah Di Indonesia”, Samarinda, 3-4 Pebruari 2021.
BAGIR MANAN
Dasar-dasar hubungan antara Pusat dan Daerah dalam kerangka desentralisasi, ada 4 macam:
(a)
Dasar-dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara. UUD 1945 menghendaki
kerakyatan
dilaksanakan
pada
pemerintahan
tingkat
daerah,
berarti
UUD
1945
menghendaki keikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan tingkat daerah,
keikutsertaan rakyat pada pemerintahan tingkat daerah hanya dimungkinkan oleh
desentralisasi.
(b)
Dasar pemeliharaan dan pengembangan prinsip-prinsip pemerintahan asli. Pada tingkat
Daerah, susunan pemerintahan asli yang ingin dipertahankan adalah yang sesuai dengan
dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara.
Lanjutan
(C)Dasar kebhinekaan. “Bhineka Tunggal Ika”, melambangkan keragaman
Indonesia, otonomi atau desentralisasi merupakan salah satu cara untuk
mengendorkan “spanning” yang timbul dari keragaman.
(d) Dasar negara hukum. Dalam perkembangannya, paham negara hukum tidak
dapat dipisahkan dari paham kerakyatan. Sebab pada akhirnya, hukum
yang mengatur dan membatasi kekuasaan negara atau pemerintah diartikan
sebagai hukum yang dibuat atas dasar kekuasaan atau kedaulatan rakyat.
PASAL 18 UUD NRI TAHUN 1945
(1)Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah
propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten dan
kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
(2)Pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3)Pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
(4)Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah
propinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
Lanjutan
(5)Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan
yang
oleh
undang-undang
ditentukan
sebagai
urusan
Pemerintah.
(6)Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7)Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam
undang-undang.
PASAL 18A
(1)Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
propinsi, kabupaten, kota, atau antara propinsi dan kabupaten dan kota,
diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan
keragaman daerah.
(2)Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah
diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
PASAL 18B
(1)Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
(2)Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang diatur dengan undang-undang.
DESA TIDAK ADA DI UUD 1945?

Desa tidak dibahas dalam amandemen UUD 1945 sebagai entitas tersendiri dari republik ini,
tetapi dibahas dalam konteks bagian dari pemerintahan daerah, sebagaimana terlihat dalam
UU No. 22 Tahun 1999 jo UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah.

Pembahasan di MPR ketika amandemen UUD 1945 justru berkaitan dengan pengakuan dan
penghormatan terhadap daerah yang berstatus otonomi khusus dan daerah istimewa, serta
pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat hukum adat, yang kemudian
dituangkan dalam Pasal 18B UUD NRI Tahun 1945.

Jika membaca konsideran (mengingat) UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, UU Desa dibuat
mengacu pada Pasal 18 ayat (7) UUD 1945. Desa menjadi bagian dari Pemerintahan Daerah.
HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT & DAERAH

Hubungan pemerintah pusat dan daerah meliputi hubungan kewenangan, keuangan, hubungan
pengawasan, serta cara menyusun dan menyelenggarakan organisasi pemerintahan daerah.

Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah baik yang menyangkut hubungan kewenangan
maupun hubungan keuangan dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara adil, selaras dan
memperhatikan kekhususan dan keberagaman daerah serta harus diatur dengan Undang-Undang.

Meskipun tidak ada satu ukuran tertentu mengenai hubungan yang adil dan selaras, prinsip ini
menunjukkan bahwa daerah berhak memperoleh secara wajar segala sumber daya untuk
mewujudkan pemerintahan daerah yang mandiri dan kesejahteraan rakyat daerah yang
bersangkutan.
KETEGANGAN HUBUNGAN PUSAT & DAERAH
1)
Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan Menteri Koordinator Kemaritiman - Rizal Ramli, perihal
pemberhentian proyek reklamasi;
2)
Gubernur DKI Anies Baswedan dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman – Luhut Binsar Panjaitan,
perihal reklamasi pulau di Teluk Jakarta;
3)
Gubernur Maluku Murad Ismail dengan Menteri Kelautan dan Perikanan – Susi Pudjiastuti, perihal kebijakan
moratorium yang tidak memberikan keuntungan yang lebih baik bagi Provinsi Maluku (nelayan Arafuru).
4)
Ketegangan antara Gubernur DKI Jakarta dengan sejumlah menteri, antara lain: a) Menteri Jhonny G. Plate; b)
Menko Hartarto dan Menko Luhut Binsar Pandjaitan, terkait penanganan Covid 19.
5)
Gubernur dan DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara bersitegang dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman
dan Investasi – Luhut Binsar Panjaitan.
BENTURAN KEPENTINGAN PUSAT & DAERAH DALAM UUCK

Pengaturan model hubungan Pusat dan Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang cenderung sentralistik sebagaimana ditentukan dalam UU CK, berpotensi menimbulkan
konflik atau sengketa antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Perubahan kewenangan dan pembagian urusan berimplikasi pada perubahan pembagian
keuangan daerah. Perubahan keuangan akan mengikuti peralihan kewenangan dan
penambahan urusan.

Desentralisasi merupakan cara sebuah rezim atau negara untuk menghadirkan suatu sistem
yang lebih mencerminkan nilai-nilai demokratis, karena sebagian kewenangan telah
diserahkan kepada pemerintah lokal (daerah) untuk terlibat aktif dalam merespon hal-hal
yang berkaitan erat dengan kehidupan rakyat di daerah.
INTERGOVERNMENTAL FISCAL RELATIONS

Pada umumnya, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah terrefleksi dalam intergovernmental
fiscal relations. Pelimpahan tugas kepada pemerintah daerah dalam otonomi harus disertai dengan
pelimpahan keuangan (money follows functions).

Pendelegasian pengeluaran (expenditure assignment) sebagai konsekuensi diberikannya kewenangan
yang luas serta tanggungjawab pelayanan publik tentunya harus diikuti dengan adanya
pendelegasian pendapatan (revenue assignment).

Tanpa pelimpahan ini, otonomi daerah menjadi tidak bermakna. Seiring dengan perkembangan
waktu, masalah hubungan keuangan dan pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan
daerah terus mengalami evolusi. Hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah tersebut pada
akhirnya sangat tergantung pada tingkatan atau derajat desentralisasi (degree of decentralization)
yang tercermin dalam pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah.
ALEXIS DE TOCQEVILLE & ROBERT REINOW
Alexis de Tocqeville menyatakan “…pemerintahan merdeka tanpa semangat membangun
institusi pemerintahan tingkat daerah sama artinya dengan tidak mempunyai semangat
kedaulatan rakyat, karena di sana tidak ada semangat kebebasan.”
Robert Rienow menyatakan, bahwa ada dua alasan pokok dari kebijakan membentuk
pemerintahan daerah: pertama, membangun kebiasaan agar rakyat memutuskan sendiri
berbagai kepentingannya yang barkaitan langsung dengan mereka; kedua, memberikan
kesempatan kepada masing-masing komunitas yang mempunyai tuntutan yang bermacammacam untuk membuat aturan-aturan dan programnya sendiri.
HARMONISASI ANTARA DESENTRALISASI POLITIK,
ADMINISTRASI, DAN FISKAL

Desentralisasi memang tidak mempunyai suatu definisi yang tunggal. Apapun definisi
desentralisasi yang dipilih, harus terjadi harmonisasi yang baik antara desentralisasi politik,
administrasi, dan fiskal.

Desentralisasi politik pada intinya memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk
menjalankan suatu kebijakan.

Desentralisasi administrasi atau desentralisasi manajerial memberikan petunjuk bagaimana
implementasi dari pengalihan kewenangan fungsi tersebut.

Desentralisasi fiskal menyediakan pembiayaan untuk pengalihan kewenangan tersebut.
GUBERNUR SELAKU WAKIL PEMERINTAH PUSAT

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, gubernur selaku wakil pemerintah pusat
adalah pejabat negara yang menyelenggarakan pemerintahan umum dan sektoral di
daerah/wilayahnya.

Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, gubernur selaku wakil pemerintah pusat
mengatur sumberdaya pemerintahan yang berada dalam tanggungjawabnya, mengkoordinir
kepala instansi vertikal yang berada di wilayahnya, serta membina dan mengawasi
pemerintahan daerah otonom yang berada dalam lingkup jabatannya.

Sebagai kepala satuan wilayah pemerintahan, gubernur memperoleh dukungan berupa
personil maupun alokasi dana dan sarana prasarana anggaran berkaitan dengan tugas dan
fungsinya dalam penyelenggaraan pemerintahan.
DUALISME KEDUDUKAN GUBERNUR

Seorang gubernur sebagai kepala daerah yang diipilih langsung oleh rakyat memiliki
kedudukan yang strategis di daerah karena memiliki legitimasi politik dan hukum kuat.

Kedudukan yang dualistis tersebut di satu sisi memberi kesan betapa kuatnya kedudukan
gubernur di daerah, tetapi di sisi lain juga bisa dilematis apabila muncul aspirasi dan tuntutan
masyarakat yang mungkin bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat, sebagaimana
yang dihadapi masyarakat Provinsi Sulawesi Tenggara beberapa saat yang lalu dan daerah
lainnya.

Mengelola negara sekompleks Indonesia butuh fleksibilitas, saling kompromi, dan saling
pengertian tingkat tinggi. Penanganannya sudah serius, tetapi tarikan politik dan asal beda
kebijakan, rasanya hanya akan membuat masalah makin berlarut-larut.
INTERGOVERNMENTAL NETWORKS

Menjadi penting untuk menempatkan pola hubungan antar lapis pemerintahan yang berbasis
pada intergovernmental networks sebagai salah satu jalan untuk dapat keluar dari
keterbatasan-keterbatasan pengelolaan hubungan yang berbasis pada paksaan, hirarkis dan
legal-formal.

Pola ini menjadi salah satu alternatif dalam pengelolaan hubungan antar lapis pemerintahan
karena dengan pola network ini, posisi antar aktor yang saling berhubungan itu bersifat
sederajat, tanpa ada hirarki yang ketat seperti yang diatur dalam kerangka regulasi legalformal, dengan penuh kesukarelaan tanpa ada paksaan, serta adanya kesadaran bersama
bahwa sesungguhnya mereka saling memiliki keterkaitan dan ketergantungan antar lapis
pemerintahan.
PERDA MENGHAMBAT LAJU INVESTASI DI DAERAH

Setidaknya terdapat 3143 Peraturan Daerah (Perda) baik perda
provinsi maupun perda Kabupaten/Kota yang telah dibatalkan
Presiden melalui Kementrian Dalam Negeri pada tahun 2016
silam, pada tanggal 25 Oktober 2017

Menteri
Tjahyo
Kumolo
menyatakan
bahwa
perda
dibatalkan karena menghambat laju investasi di daerah.
tersebut
REKOMENDASI MENTERI KEUANGAN

Rekomendasi Menteri Keuangan kepada Menteri Dalam Negeri berkaitan
dengan adanya sejumlah Perda yang dipandang bermasalah, adalah:
1.
Tumpang tindih dengan pajak pusat;
2.
Pungutan retribusi yang tidak sesuai dengan prinsip retribusi;
3.
Menimbulkan duplikasi dengan pungutan daerah;
4.
Menghambat arus lalu lintas barang;
5.
Berakibat meningkatnya beban subsidi pemerintah.
HASIL PENELITIAN

Produk hukum daerah yang dibatalkan oleh Pemerintah (Menteri Dalam Negeri) sejak 10 Mei 2002 sampai 9 Oktober 2006,
ditemukan ada 554 dengan rincian: a. Perda pajak daerah sebanyak 64 buah; b. Perda retribusi daerah sebanyak 461 buah; c.
Perda lain selain yang mengatur pungutan daerah 14 buah, dan d. Keputusan Kepala Daerah sebanyak 15 buah.
Temuan penelitian:
1.
Beberapa daerah Perda copypaste dari daerah lain.
2.
Menteri Dalam Negeri copypaste dasar argumentasi pembatalan Perda
3.
Batu uji peraturan yang digunakan produk Orba, waktu pembatalan daluwarsa.
4.
Daerah membentuk Perda untuk meningkatkan PAD
5.
Keragaman pemahaman ‘elit politik’ dan aparatur di daerah terhadap otonomi daerah
LAPORAN KOMNAS PEREMPUAN & SETARA INSTITUTE

Laporan Komnas Perempuan sejak awal otonomi daerah digulirkan hingga Agustus 2016,
terdapat 421 Perda yang diduga mengandung muatan diskriminatif dan bertentangan dengan
hak-hak konstitusional warga negara yang dijamin dalam UUD 1945.

Penelitian dari SETARA Institute, Perda yang disinyalir bertentangan dengan prinsip
kemajemukan, sebagaimana asas pembentukan perundang-undangan tercatat ada 71 Perda
(Perda intoleran, karena muatannya yang mempromosikan dan/atau menjadi justifikasi
praktik intoleran).

Perda-perda tsb berpotensi mengandung persoalan konstitusional, karena muatannya
diskriminatif, tidak memenuhi asas pengayoman dankebhinekaan, tidak sesuai dengan
peraturan di atasnya.
PERDA DISKRIMINATIF

Penelitian Komnas Perempuan 1999-2009 terdapat 154 Perda diskriminatif yang tersebar di berbagai
daerah: Jawa Barat (35 kebijakan), Sumatera Barat (26 kebijakan), Kalimantan Selatan (5
kebijakan), Sulawesi Selatan (16 kebijakan), NTB (13 kebijakan), dan Jawa Timur (11 kebijakan),
dengan kategori:
1.
Kriminalisasi terhadap perempuan (38);
2.
Kontrol terhadap tubuh perempuan (21);
3.
Pembatasan kebebasan beragama bagi komunitas Ahmadiyah (9);
4.
Pengaturan ibadah/kehidupan keagamaan (82);
5.
Pengaturan buruhmigran (4).
PENYEBAB UTAMA MUNCULNYA KEBIJAKAN YANG DISKRIMINATIF
Menurut
Komnas
Perempuan
penyebab
utama
munculnya
kebijakan
yang
diskriminatif:
1.
Kevakuman mekanisme nasional, baik preventif maupun represif (kelalaian
Kemendagri untuk melakukan executive review);
2.
Kelumpuhan Kemenkumham yang mempunyai kewenangan
harmonisasi
peraturan perundang-undangan;
3.
Kelumpuhan Kementrian pemberdayaan Perempuan dalam hal pengarusutamaan
gender.
OBESITAS REGULASI
Hingga November 2019, telah lahir 10.180 regulasi: 131 undang-undang, 526
peraturan pemerintah, 839 peraturan presiden, dan 8. 684 peraturan Menteri.
Dari data tersebut diketahui bahwa obesitas regulasi terjadi justru di ranah
eksekutif (di bawah Presiden).
UPAYA HARMONISASI PRODUK HUKUM PUSAT DAN DAERAH
1.
Pengaturan substansi hukum di Daerah harus dapat memperkuat sendi-sendi negara
berdasarkan konstitusi dan negara hukum, sendi kerakyatan (demokrasi), dan sendi
kesejahteraan sosial, dan berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundangundangan yang baik;
2.
Kondisi-kondisi kekhususan atau keistimewaan daerah, keberadaan dan penerapan hukum
agama dan hukum adat, serta kearifan lokal yang akan lebih memperkaya sistem hukum
nasional, harus mendapat tempat yang wajar dalam pengembangan hukum di daerah.
3.
Dari segi isinya, sudah seharusnya kedudukan peraturan yang mengatur materi dalam ruang
lingkup wilayah berlaku yang lebih sempit dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah
dibanding dengan peraturan dengan ruang lingkup wilayah pemberlakuan yang lebih luas.
Lanjutan
4. Pengembangan dan pemberdayaan kelembagaan hukum, termasuk badan legislatif
Daerah,
mutlak
dilakukan
sesuai
dengan
tugas
dan
fungsi
yang
menjadi
tanggungjawabnya sepanjang yang menyangkut pngaturan bidang pemerintahan yang
menjadi urusan rumah tangga Daerah, dengan memperhatikan prinsip-prinsip
manajemen pada umumnya guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas, serta
profesionalisme. Untuk bidang legislasi koordinasi antara legislatif dan eksekutif sangat
penting untuk ditingkatkan;
5. Pemberdayaan legislasi daerah tidak akan efektif jika tidak disertai dengan upaya
pengembangan budaya hukum atau peningkatan kesadaran hukum masyarakat.
KERAGAMAN LEMBAGA PENGAWAS PRODUK HUKUM DAERAH
Saat ini hadir beberapa Lembaga yang ‘mengawasi’ produk hukum:
1.
MA melalui judicial review
2.
Pemerintah Provinsi dan Pusat (executive preview)
3.
Kemenkumkam Dirjen PP (harmonisasi)
4.
BPIP pengujian dengan Pancasila
5.
MUI..?
JIMLY ASSHIDDIQIE

Negara kita memerlukan satu kesatuan sistem pengawasan administratif (executive review)
yang terkoordinasikan di bawah satu kesatuan tanggungjawab kelembagaan.

Oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga negara yang tersendiri yang berfungsi sebagai
koordinator dan sekaligus menjadi pusat informasi hukum yang menyeluruh dan dapat
diandalkan dalam rangka pembaruan, penataan, dan pembinaan sistem hukum Indonesia
yang dapat mengabdi kepada upaya pencapaian tujuan bernegara berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945. Sekiranya dapat dipertimbangkan, baik sekali untuk membentuk suatu komisi yang
dapat diberi nama Komisi Hukum Indonesia (KHI).
Lanjutan
Komisi Hukum Indonesia ini diusulkan secara struktural berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden, tetapi
dalam menjalankan tugasnya secara fungsional bertanggungjawab kepada DPR.
Fungsi komisi ini diusulkan: (i) pusat koordinasi informasi hukum, (ii) pusat koordinasi perancangan hukum, dan (iii) pusat
koordinasi pemasyarakatan hukum.
Lingkup tugasnya tidak hanya berkenaan dengan peraturan perundang-undangan tingkat pusat atau tingkat nasional saja,
tetapi juga peraturan-peraturan tingkat daerah, serta bertindak pula sebagai pusat koordinasi informasi tentang putusanputusan pengadilan, dan keputusan-keputusan pejabat administrasi negara. Dapat ditambahkan, Komisi ini juga dapat
dimanfaatkan oleh Pemerintah untuk memantau proses perencanaan, pembentukan dan pelaksanaan produk hukum daerah,
serta bekerjasama dengan perguruan tinggi atau lembaga swadaya masyarakat setempat yang memiliki perhatian terhadap
penyelenggaraan otonomi daerah.
Download