Uploaded by deathscythe.ui

perkembangan dan tantangan perusahaan start up nasional

advertisement
Majalah
EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Vol. IX, No. 16/II/Puslit/Agustus/2017
Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis
PERKEMBANGAN DAN TANTANGAN
PERUSAHAAN START-UP NASIONAL
Sahat Aditua Fandhitya Silalahi*)
Abstrak
Keberadaan perusahaan start-up di Indonesia mencatat perkembangan positif.
Perkembangan ini didukung dengan kualitas infrastruktur teknologi informasi dan tingkat
penetrasi internet yang semakin tinggi. Selain perkembangan positif, terdapat dua tantangan
yang dihadapi oleh perusahaan start-up nasional yang berupa keberadaan “missing
middle” dan ancaman ekspansi perusahaan asing. Untuk menghadapi kedua tantangan
tersebut, Pemerintah perlu memperkuat sinergi keberadaan pemodal ventura dengan
perusahaan start-up nasional, salah satunya dengan mewajibkan pemodal ventura untuk
melakukan pembinaan. Dalam rangka membatasi kepemilikan asing, Pemerintah perlu
meninjau kembali ketentuan investasi minimum dalam Perpres No. 44 Tahun 2016 tentang
Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan
di Bidang Penanaman Modal. Salah satu revisi yang diusulkan adalah menaikkan atau
meniadakan level investasi maksimum yang membatasi kepemilikan asing.
Pendahuluan
Perkembangan perusahaan start-up
di Indonesia didukung oleh pertumbuhan
jumlah pengguna internet yang pada tahun
2015 mencapai 132,7 juta pengguna. Secara
agregat, pertumbuhan pengguna internet
di Kawasan Asia Tenggara ikut memacu
perkembangan perusahaan start-up di
kawasan ini. Namun perkembangan ini
tentu diiringi oleh berbagai permasalahan,
di antaranya adalah modal dan intensitas
persaingan yang bersumber dari ekspansi
perusahaan asing.
Perkembangan perusahaan start-up
di Indonesia menunjukkan kecenderungan
yang terus meningkat. Perusahaan startup yang menggerakkan bisnisnya dengan
bermodalkan
infrastruktur
teknologi
informasi yang mumpuni, telah memberikan
banyak
kemudahan
bagi
masyarakat
untuk memperoleh kebutuhan sehari-hari.
Bahkan beberapa perusahaan start-up
secara meyakinkan sudah berhasil merubah
lanskap bisnis konvensional menjadi
berbasis internet.
*) Peneliti Madya Manajemen Industri pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
E-mail: [email protected]
Info Singkat
© 2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.puslit.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
- 13 -
Berangkat dari realitas tersebut,
maka tulisan ini akan mengkaji mengenai
perkembangan perusahaan start-up di
Indonesia, tantangan baik dari dalam maupun
luar negeri, dan saran kebijakan dalam
rangka mendukung perkembangan sekaligus
melindungi perusahaan start-up nasional.
Perkembangan positif dan pangsa
pasar konsumen di Indonesia yang besar
telah menarik minat investasi baik dari
dalam maupun luar negeri. Salah satu bentuk
penyertaan modal yang menjadi pilihan
dari investor adalah modal ventura, di mana
investor menjadi pemilik saham perusahaan.
Dari kacamata bisnis, penyertaan modal
ventura menunjukkan tingkat kepercayaan
yang tinggi dari investor terhadap prospek
perusahaan start-up nasional di masa yang
akan datang.
Pada
periode
Tahun
2012-2017,
Indonesia menduduki posisi kedua di Asia
Tenggara dalam hal nilai investasi modal
ventura yang masuk ke perusahaan start-up.
Nilai investasi pada periode tersebut mencapai
3,477 juta USD, berada di bawah Singapura
dengan nilai investasi sebesar 7,305 juta USD.
Lima besar negara di Kawasan Asia Tenggara
dengan nilai investasi modal ventura start-up
tertinggi dapat dilihat pada Gambar 2.
Perkembangan Perusahaan Start-up
di Indonesia
Belum ada definisi baku mengenai
perusahaan rintisan atau yang biasa disebut
dengan start-up. Namun, konsensus umum
menyatakan bahwa perusahaan start-up
adalah Usaha Kecil Menengah (UKM) yang
bergerak pada bidang teknologi informasi
dengan penekanan bisnis menggunakan
platform e-commerce. Karena berbasis
teknologi informasi, maka perusahaan
start-up sangat erat berhubungan dengan
bidang industri kreatif seperti musik, desain,
fashion, dan software development.
Kawasan Asia Pasifik sendiri memiliki
pangsa pasar terbesar untuk penjualan
melalui jalur e-commerce. Tercatat pada
tahun 2016 nilai penjualan di Kawasan
Asia Pasifik mencapai 1,152 miliar USD
atau 56.2% dari total penjualan di dunia.
Penjualan melalui jalur e-commerce di
Indonesia juga mencatat kenaikan dari
Rp25,2 triliun pada tahun 2014 menjadi
Rp68,7 triliun pada tahun 2016. Nilai
penjualan
juga
diprediksi
meningkat
menjadi Rp106,3 triliun pada tahun 2017.
Dari segi jumlah perusahaan start-up baru,
juga menunjukkan tren peningkatan di
mana pada tahun 2015 jumlah ini mencapai
puncaknya dengan 553 perusahaan. Jumlah
perusahaan start-up baru dari tahun 2012
hingga 2016 dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber: Agne Yasa, Banjir Modal Start-Up Lokal,
Bisnis Indonesia, 21 Agustus 2017, Hlm. 1.
Gambar 2. Lima Besar Negara Di Kawasan
Asia Tenggara dengan Nilai Investasi Modal
Ventura Start-Up Tertinggi
Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf)
memperkirakan start-up dalam industri
kreatif secara individu akan mampu
menyumbang sebesar 12% dari Produk
Domestik Bruto (PDB) dengan penyerapan
sebesar 13 juta tenaga kerja baik yang terlibat
langsung maupun tidak langsung. Dengan
potensi kontribusi terhadap perekonomian
nasional, maka sudah selayaknya Pemerintah
merumuskan kebijakan untuk mendukung
pertumbuhan sekaligus melindungi industri
start-up nasional.
Sumber: Agne Yasa, Banjir Modal Start-Up Lokal,
Bisnis Indonesia, 21 Agustus 2017, Hlm. 1.
Tantangan Perusahaan Start-Up
Terlepas dari pertumbuhan yang
positif, terdapat tantangan yang dihadapi
Gambar 1. Jumlah Perusahaan Start-up Baru
Tahun 2012-2016
- 14 -
oleh perusahaan start-up nasional, baik
dari dalam maupun luar negeri. Tantangan
yang
dihadapi
perusahaan
start-up
tidak terlepas dari siklus perkembangan
bisnis yang harus dilalui oleh perusahaan
hingga mencapai tahap stabil dalam hal
memberikan keuntungan dan menghasilkan
aliran kas positif (aliran kas masuk lebih
besar dari aliran kas keluar untuk kebutuhan
investasi atau operasional, dengan kata
lain perusahaan sudah menghasilkan
keuntungan).
Tantangan dari dalam negeri terutama
bersumber dari kurangnya ketersediaan
modal yang dibutuhkan untuk mendanai
pengembangan perusahaan dalam rangka
mencapai level menengah-atas. Dalam tahap
pengembangan ini perusahaan membutuhkan
dana sebesar 5 – 20 juta USD yang sebagian
besar dibutuhkan untuk memperluas pasar
dan memperkuat infrastruktur teknologi.
Sebagian besar sumber permodalan dalam
bentuk modal ventura masih terbatas pada
pendanaan tahap awal di mana perusahaan
start-up baru mulai dibangun dengan segmen
pasar terbatas.
Dari sisi investor, pemberian modal
untuk tahap pengembangan memang
memiliki risiko ketidakpastian pengembalian.
Bila melihat contoh perusahaan e-commerce
berskala menengah dan besar dari Eropa
atau Amerika Serikat, maka tipe perusahaan
e-commerce pada level ini cenderung
memiliki tingkat pertumbuhan bisnis yang
sangat tinggi dengan arus kas negatif (aliran
dana keluar untuk keperluan investasi dan
operasional masih lebih besar dari aliran
dana masuk). Konsekuensinya adalah
investor harus terus memberikan suntikan
modal hingga perusahaan mencapai tingkat
penguasaan pasar yang memberikan arus
kas positif.
Ketiadaan modal pada tahap ini
menyebabkan fenomena yang disebut
missing middle di mana kesinambungan
pertumbuhan perusahaan start-up terhenti
pada saat hendak mencapai level menengah
atas. Perusahaan start-up yang terjebak
missing middle dalam waktu berisiko
kehilangan pasar dan pada gilirannya
akan menggerus keuntungan perusahaan
dan berakibat pada kebangkrutan. Proses
menuju kebangkrutan dapat dipercepat
dengan kehadiran kompetitor yang bergerak
dalam bidang usaha yang sama.
Isu missing middle sudah menjadi
perhatian bagi pengusaha serta pemodal di
kawasan Asia Pasifik. Pemerintah Tiongkok
menyadari fenomena ini sejak awal, sehingga
mereka mendorong perbankan untuk mendanai
perusahaan start-up potensial yang terjebak
pada missing middle. Beberapa perusahaan
Tiongkok yang sudah menerima bantuan antara
lain adalah Sale Stock dan Taralite dengan nilai
bantuan masing-masing sebesar 27 juta USD
dan 6,3 juta USD. Kedua perusahaan tersebut
akhirnya mampu melewati tahap menengah
dengan baik dan menjelma menjadi perusahaan
berbasis e-commerce dengan pangsa pasar
signifikan di Kawasan Asia.
Tantangan dari luar bersumber dari
persaingan dengan perusahaan start-up
berskala internasional dan investor yang
berminat untuk melakukan akuisisi terhadap
perusahaan start-up potensial. Tiongkok,
misalnya, secara historis memiliki keunggulan
dalam hal produktifitas UKM. Kebijakan
Pemerintah Tiongkok yang mengharuskan
kerja sama antara perusahaan besar dan kecil
telah mampu mendorong UKM menjadi
perusahaan start-up yang berorientasi global
dengan akuisisi sebagai salah satu strategi
ekspansi.
Peluang perusahaan start-up asing
untuk berekspansi ke Indonesia baik melalui
ekspansi pasar maupun kepemilikan masih
sangat terbuka. Perusahaan internasional
sekelas Alibaba Group yang sudah menyuntik
modal senilai 1,1 miliar USD (sekitar Rp14,7
triliun) kepada start-up nasional, Tokopedia,
dapat menjadi indikasi kuat terhadap
minat investor asing untuk menguasai
pasar nasional. Hal ini harus diwaspadai
oleh Pemerintah dalam rangka melindungi
keberadaan perusahaan start-up nasional
dengan keberpihakan kepada UKM.
Penutup
Pemerintah
perlu
menegaskan
kewajiban pembinaan pemodal ventura
terhadap perusahaan start-up nasional.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
No. 18/PMK.010/2012 tentang Perusahaan
Modal Ventura harus terdapat norma
yang mewajibkan pemodal ventura untuk
melakukan pembinaan kepada perusahaan
start-up, antara lain dengan memanfaatkan
jaringan yang dimiliki. Dengan pembinaan
ini diharapkan peluang pertumbuhan
perusahaan start-up dapat semakin besar.
- 15 -
Pemerintah juga perlu meninjau
ulang ketentuan dalam Peraturan Presiden
(Perpres) No. 44 Tahun 2016 tentang Daftar
Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang
Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di
Bidang Penanaman Modal yang menyatakan
bahwa batas kepemilikan sebesar 49% oleh
asing berlaku hanya untuk nilai investasi di
bawah Rp100 miliar. Karakter persaingan
perusahaan start-up yang cenderung
ekspansif dengan arus kas negatif pada
rentang waktu yang panjang menjadikan
batas nilai Rp100 miliar menjadi terlampau
kecil dan tidak efektif untuk melindungi
kepemilikan nasional. DPR RI dalam hal
ini Komisi X yang terkait erat dengan
ekonomi kreatif, diharapkan mengawasi
implementasi
kebijakan
Pemerintah
agar dapat mendorong perkembangan
sekaligus melindungi kepemilikan terhadap
perusahaan start-up nasional.
Referensi
“Agne Yasa, Banjir Modal Start-Up Lokal”,
Bisnis Indonesia, 21 Agustus 2017, hlm. 1.
“Asia-Pacific is Home to Majority of World
Retail Ecommerce Market”, https://www.
emarketer.com/Article/Asia-Pacific-HomeMajority-of-World-Retail-EcommerceMarket/1013352, diakses 22 Agustus 2017.
Buletin Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia, Edisi 05, November 2016.
Donald Wihardja, “Merintis Jalan ke
Ekosistem Startup yang Matang”, Bisnis
Indonesia, 21 Agustus 2017, hlm. 1.
Mimi Zulaikha, “Bekraf Gandeng BPS Susun
Database Ekonomi Kreatif”, http://www.
bekraf.go.id/berita/page/10/bekrafgandeng-bps-susun-database-ekonomikreatif, diakses 23 Agustus 2017.
Muhammad Aminuddin, “Darmin: Peran
Sektor Digital Sangat Besar di Ekonomi
RI”, https://finance.detik.com/beritaekonomi-bisnis/3388412/darmin-peransektor-digital-sangat-besar-di-ekonomiri, diakses 21 Agustus 2017.
Peraturan Menteri Keuangan No. 18/
PMK.010/2012 tentang Perusahaan
Modal Ventura.
Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2016
tentang Daftar Bidang Usaha yang
Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka
dengan Persyaratan di Bidang Penanaman
Modal.
Sutan Mudo, “Apa Itu Bisnis Start-up dan
Bagaimana Perkembangannya?”,https://
id.techinasia.com/talk/apa-itubisnis-startup-dan-bagaimanaperkembangannya, diakses 22 Agustus
2017.
- 16 -
Download