Uploaded by User87845

Cintaku Bersemi di Warung Soto

advertisement
Cintaku Bersemi di Warung Soto
“Ria!. Ria!!..” suara itu kudengar dengan samar – samar.
Suara lelaki. Kutengok kanan, kiri dan belakangku. Tak ku lihat batang hidung seseorang
disini. Hanya ada bayanganku, aku, serta gaun putih indah yang ku kenakan saat ini. Di
kursi putih tepi danau ku lihat keagungan Tuhan Sang Pencipta. Aku masih gelisah, siapakah
yang memanggilku. Dengan suara lantang, namun samar – samar. Aku menyandarkan
tubuh serta seluruh beban dalam pikiranku di kursi itu. Sungguh, aku sangat terkejut melihat
ada orang menyodorkan bunga di depan mataku dari belakang tubuhku. Saat akan kutengok
kebelakang…
Byuuurrrrr…. Dan kini omelan kakakkulah yang ku dengar. Dengan pakaian serta tempat
tidur yang basah kuyup.
“Adek, bangun! Sore-sore begini masih tidur saja. Bangun! Mandi sana terus aku ajak ke
warung seberang jalan sana, ya, cari cemilan.” omel kakakku lalu pergi.
Mataku terbelalak. Aku teringat pada beberapa hari yang lalu. Hari itu aku pulang berbelanja
bersama saudaraku di Supermarket. Ketika aku lewat depan warung ada seorang lelaki
mengenakan seragam SMA bersiul ke arahku dan berkata, “Cewek.” Dan hal itu tidak hanya
sekali melainkan berkali-kali. Ketika pulang sekolah, bersepeda, atau bahkan hanya sekedar
ingin mencuci mata.
“Dek, sudah bangun apa belum sih? Ayo! Nanti keburu tutup warungnya,” suara kakakku
yang tengah berdiri di hadapanku.
“Iya-iya kak. Ngumpulin energi dulu.”
“Alesan aja. Ayo cepetan masuk kamar mandi,” kata kakakku sambil menarikku dari tempat
tidur
“Iya-iya. Ah, bawel. Eh, kak, disana kan jual soto, emang ada cemilan?”
“Mungkin aja. Ayo lah, cepetan, keburu tutup lo dek!”
“Hmmm… Iya – iya…”
Setelah selesai mandi, aku menemani kakakku pergi ke warung untuk membeli beberapa
camilan. Hatiku berdebar dag, dig, dug, der. Dan dugaanku benar, dia ada disana. Namun aku
heran, ketika aku dan kakakku datang dia menjadi gugup, salah tingkah, dan akhirnya pergi
ke luar warung. Ibu warung yang sibuk dengan pelanggannya meminta bantuan kepada
seseorang untuk melayaniku.
“Setya! Sini, bantu ibu. Kok malah keluar.” kata ibu warung.
“Iya, bu.” sahut seorang lelaki yang bernama Setya.
Tak ku sangka. Ternyata, nama lelaki yang selalu membuatku illfeel itu bernama Setya. Ia
melangkah mendekatiku dan berkata.
“Mau beli apa mbak?” katanya dengan pelan.
Ia tak berani memandangku, memandang kakakku saja tak berani. Kakakku pun membeli
segala camilan yang ia inginkan. Dengan gugup Setya pun mengambil satu persatu apa yang
di inginkan kakakku. Kakakku pun menawarkanku, camilan apa yang ku inginkan.
“Kamu mau beli apa dek?”
“Gak saja mbak. Belanjaan mbak saja suda sebanyak saku celana!” sahutku.
“He.. Kan untuk persediaan 1 minggu, adekku sayang.” Kata kakakku sambil mengacak –
acak rambutku.
Setelah membayar, kakakku dan aku pun pergi. Hatiku sedikit lega. Dia tidak memalukanku
di depan kakakku. Ketika kita telah sampai tengah jalan, Setya memanggil kami. Hatiku
berdebar untuk kedua kalinya. Kakakku menyuruhku untuk kembali. Ternyata kakakku
meninggalkan beberapa lembar kembalian. Kali ini Setya berani menatapku, bahkan hingga
pangkal mataku. Aku pun seakan terhipnotis oleh tatapan tajamnya, serta senyum manisnya.
Waktu terasa sangat lambat, namun cepat. Kakakku memanggilku, dan sekaligus
mengakhiri tatapanku bersamanya.
“Ini kembaliannya. Dua ribu lima ratus.” nyess…
Hatiku yang tadinya membara, kini terasa dingin bagaikan tersiram air es seember.
Suaranya lembut banget.
“Iya, makasih” jawabku lembut.
Aku pun tersenyum padanya, mengambil uangnya, lalu berlari menghampiri kakakku. Aneh,
baru kali ini aku tersenyum pada orang yang baru saja aku kenal. Sumpah, ini terasa seperti di
mimpi, aku terasa terhipnotis.
Semalaman ini aku tak bisa belajar. Senyumannya, suara lembutnya, tatapannya, parasnya
selalu bertebangan di pikiranku. Aku pun tertawa sendiri di dalam kandangku. Ya Allah,
apakah dia juga memikirkanku seperti aku memikirkannya? Ah, sudahlah! Aku ini kenapa
sih? Jangan – jangan, aku jatuh cinta pada pandangan pertama kepadanya. Ya Allah, apakah
ini yang dinamakan cinta?
Beberapa minggu kemudian…
“Ria!” suara yang terdengar familier di telingaku, dan aku menoleh ke asal suara itu.
“Hey!” balasku dengan senyuman.
Ternyata suara itu berasal dari mulut sahabat sekaligus tetanggaku, April. Kali ini dia datang
ke rumahku bersama seorang temannya yang belum pernah aku kenal sebelumnya.
Seperti biasa, membawa teman baru dan pastiya akan mengenalkannya padaku. Setelah itu
akupun bertanya basa – basi dengan kenalan baruku itu. Aku terkejut ketika tahu bahwa
ternyata ia adalah saudara Setya, orang yang bisa membuatku tersenyum pada pandangan
pertama. Setelah itu aku bertanya banyak tentang Setya kepadanya, sekolahnya, keluarganya,
kepribadiannya intinya hal – hal yang lumayan penting untuk ku mengerti agar aku dapat
berkenalan padanya.
Setelah pulang sekolah, akupun menghilangkan penat dengan bermain bersama April. Ketika
baru saja asyik – asyiknya bermain, terlihat lelaki berseregam SMA di seberang rumahku.
Dan, yang tak pernah terlintas dalam pikiranku sejak detik itu adalah April memanggilnya
dengan suara lantang hingga dia menengok ke arah kita berdua. Disusul lagi dengan teriakkan
April meminta nomor handphone-nya. Kukira dia akan masuk dan mengabaikan kita,
ternyata dia memberi jawaban walaupun hanya sekedar anggukan.
Tak lama, dia pun keluar dengan membawa kertas mungil di tangannya. Ia berlari menuju
kebun singkong yang membatasi rumahku dengan warungnya yang terdapat di depan
rumahku.
“Hei. Aku taruh disini ya?” kata nya sambil melempar kertas itu di rerumputan lalu pergi.
Cowok Ganteng
085848xxxxxx
Setelah itu pun aku dan April berusaha mencari kertas itu. Dan akhirnya aku
mendapatkannya. Kubuka kertas itu…
Heh?. PD banget itu cowok. Tapi gak papalah, lumayan. Hehehe…
Setelah lelah mencari kertas tersebut, aku merebahkan tubuhku di kasur kesayanganku. Aku
melihat handphoneku yang tegeletak lemas hampir koma karena belum ku sentuh sedari
tadi pagi. Aku pun mencoba untuk memulai komunikasi pertama bersama Setya.
Untuk : Setya
Hai… Ini aku temennya April, yang tadi minta no hp kamu… Kenalin nama ku Ria..
(Ria)
Untuk : Ria
Hai… Aku Setya, seneng bisa kenal sama kamu. J
(Setya)
Kami pun saling balas – membalas pesan singkat ini sampai waktuku harus mandi.
Setelah lama saling mengenal, saling care, saling perhatian, saling share, aku measakan ada
suatu getaran dalam hatiku. Ada apa ini, Ya Allah? Apakah dia juga merasakan hal yag sama
sepertiku?
Pagi ini kebetulan hari minggu, aku mengajaknya jalan – jalan berkeliling desanya, karena
kebetulan rumah kami bertetangga desa yang tak begitu jauh jaraknya.
Aku mengajak adikku, dan dia mengajak saudaranya yang seumuran pula dengan adikku.
Aku dan Setya berjalan berdampingan di belakang adikku serta saudaranya.
Ketika adikku dan saudaranya berlari – larian menjauh dari kami, Setya pun memulai
percakapan di antara kita.
“Ria…” katanya ragu.
Aku pun hanya menoleh ke arahnya, pertanda aku mendengar panggilannya.
“Sebenarnya… Aku…”
“Kak Ria!” jeritan adikku disertai tangis.
Adikku terjatuh, dan akpun langsung berlari menuju adikku yang membutuhkan pertolongan
ku dan aku pun mengabaikan perkataan Setya.
“Kamu kenapa, dik? Mana yang sakit?”
Adikku tetap menangis dan menunjukkan bagian tubuhnya yang sakit terbentur tanah.
“Pulang saja , yuk! Sini, kakak gendong.” kataku sambil memberdirikan adikku.
“Gimana kalau aku antar. Biar aku yang menggendong adikmu.” tawar Setya.
“Duh, gak perlu. Nanti merepotkanmu. Lebih baik kamu pulang saja. Lagian kalau nanti
ketahuan papa mamaku bisa gawat.”
“Gimana kalau aku mengantarmu sampai gubuk tempat kita bertemu tadi. Itu kan tidak jauh
dari rumahmu. Lagi pula aku yakin, tempat itu tidak terlihat dari rumahmu.” tawarnya
kembali.
“Apa kamu yakin? Tidak merepotkan kamu?” jawab ku menanggapi tawarannya.
“Yakin. Ayo sini, kakak gendong.” katanya sambil bersiap menggendong adikku.
Tak lama kemudian, kami pun sampai di gubuk tersebut. Dan saat itulah kami berpisah.
Setelah sampai di rumah, aku pun melihat handphone ku yang berbunyi, pertanda ada sebuah
pesan singkat yang masuk. Rupanya pesan singkat itu berasal dari Setya.
Untuk : Ria
Ria. Sudah sampai rumah? Gimana adikmu?
(Setya)
Aku sangat senang membaca sms itu. Dia sangat perhatian.
Untuk : Setya
Sudah, say. Adikku baik – baik saja, tadi sudah aku obatin.
(Ria)
Untuk : Ria
Ria, maksudnya say itu apa?
(Setya)
Ya Allah, ccerobohnya diriku! Aku malu.
Untuk : Setya
Bukan apa – apa. Maaf ya.
(Ria)
Untuk : Ria
Hayo! Gak usah malu.
(Setya)
Apa lebih baik aku mengungkapkan sekarang? Entah apapun jawabannya, aku siap. Dari
pada aku menderita karena menahan gejolak di dadaku ini.
Untuk : Setya
Aku sayang sama kamu.
(Ria)
Untuk : Ria
Sebenernya, aku juga sayang sama kamu, Ria. Kamu mau jadi pacarku?
(Setya)
Ya Allah. Terimakasih, Engkau telah membuat aku bahagia. Semoga dengan hal ini aku tak
akan menyesal.
Untuk : Setya
Mau.
(Ria)
Untuk : Ria
Makasih, Ria. Kamu bagaikan matahari yang selalu menyinari hari – hari ku. Kamu
adalah penyemangatku. :-*
(Setya)
Dan, inilah akhirnya. Awalnya hanya perkenalan yang tak disengaja, berubah menjadi
pertemanan yang sangat akrab, dan berubah menjadi CINTA. Inilah kisah cintaku yang
bersemi di warung soto.
TAMAT
TAMAT
Indeks
1. Sinekdoke (Pars Pro Toto)

Tak ku lihat batang hidung seseorang disini.
2. Klimaks (Naik)

Hanya ada bayanganku, aku, serta gaun putih indah yang ku kenakan saat ini.
3. Paradoks

Dengan suara lantang, namun samar – samar.

Waktu terasa sangat lambat, namun cepat.
4. Hiperbola

Atau bahkan hanya sekedar ingin mencuci mata.

Bahkan hingga pangkal mataku.

Hatiku yang tadinya membara.

Menahan gejolak di dadaku ini
5. Sinisme

Belanjaan mbak saja sudah sebanyak saku celana!

Kamu adalah matahari yang selalu menyinari hari – hari ku.
6. Simile / Asosiasi

Kini terasa dingin bagaikan tersiram air es seember.
7. Asindenton

Senyumannya, suara lembutnya, tatapannya, parasnya selalu bertebangan di
pikiranku.
8. Litotes

Aku pun tertawa sendiri di dalam kandangku.
9. Erotesis

Ya Allah, apakah ini yang dinamakan cinta?
10. Personifikasi

Handphoneku yang tegeletak lemas hampir koma.
Download