Uploaded by User87777

Laporan kasus GA LMA

advertisement
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien

No RM
: 01-220-XXX

Nama
: Ny. RM

Jenis Kelamin
: Perempuan

Usia
: 29 Tahun

Alamat
: Cokrodirjan DN RT 37 RW 13

Tanggal Operasi
: 3 Februari 2021
B. Keluhan Utama
Benjolan di payudara kanan
C. Anamnesis
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien menyadari adanya sebuah benjolan pada payudara kanan sejak tanggal 22 Januari
2021. sepulang kerja. Benjolan terasa kenyal dan nyeri saat di tekan. Pasien kemudian
berkonsultasi di (RS M) pada tanggal 24 Januari 2021. Kudian pasien di rujuk ke poli
bedah umum RS Bethesda/ Di RS B, pasien kemudian disarankan untuk menjalani operasi
agar jaringan/masa di payudara kanan dapat diambil. Karena tanggung jawab pekerjaan
yang sulit di tinggalkan, akhirnya pasien baru dapat menjalani operasi pada tanggal 3
Februari 2021. Selama ini beliau hanya minum parasetamol yang di berikan di RS M bila
payudaranya terasa sakit. Pada hari pertama nyeri, pasien juga mengalami demam dan
pegal-pegal di seluruh tubuh.
Riwayat Penyakit Dahulu
o DM
: (-)
o Hipertensi gestasional
: (-)
o Asma
: (-)
o Vertigo
: (-)
o Jantung
: (-)
o Keluhan serupa
: (-)
o Alergi
: (-)
o Veritgo
: (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
o Benjolan pada payudara
: (-)
o Kista uteri
: (+) tante dari pihak ibu
o Diabetes Melitus
: (-)
o Hipertensi
: (-)
o Asma
: (-)
Gaya Hidup
Pasien sudah menikah dan memiliki satu anak (2,5 tahun). Pasien tinggal bersama dengan
suami, anak, dan keduaorangtuanya. Pasien mengaku makan berat (dengan nasi) sebanyak
dua kali sehari dengan jadwal yang tidak teratur. Pasien suka makan gorengan yang
disediakan sebagai snack di kantornya. Biasanya pasien memasak lauk dan sayur sendiri.
Pasien sehari-hari bekerja dibagian distribusi sebuah perusahaan swasta. Pasien mengaku
tidak merokok, minum minuman beralkohol, maupun mengonsumsi obat-obatan.
D. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
-
Keadaan Umum
: Sedang
-
GCS
:E4V5M6
-
Tensi
: 130 / 80 mmHg (bangsal)  (OK)
-
Nadi
: 92x/menit
-
Suhu
: 36,4 °C
2
-
Nafas
: 20x/menit
-
SpO2
: 99%
-
BB
: 70 Kg
-
Tinggi Badan
: 158 cm
-
IMT
: 28 (Obese tipe 1)
-
Keluhan nyeri
: (+) saat ada penekanan pada masa, skala 3-4 (ringan)
Status Lokalis
Kepala
: Nonormocephali, konjungtiva anemis -/- , s/i -/- , mata cekung -/-
Leher
: Tidak ada pembesaran KGB
Thorax
-
Inspeksi
: pengembangan dada simetris, tidak didapati jejas
-
Palpasi
: nyeri tekan positif (+) pada daera medial mammae dekstra, fremitus
normal
-
Perkusi
: sonor
-
Auskultasi
: S1 S2 reguler; Vesikular +/+; Ronki -/-; Wheezing -/-
Abdomen
-
Inspeksi
: dinding dada sejajar dinding perut
-
Auskultasi
: Bising Usus (+)
-
Perkusi
: Timpani
-
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (+) ringan, hepar dan lien tidak teraba besar
Ekstremitas
: Akral hangat; CRT < 2 detik; Edem -/-
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab 1 Januari 2021 (Lab swasta, Bantul)
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Hemoglobin
11,7
g/dL
11.7 – 15.5
Lekosit
8,5
Ribu/mk
4.5 – 11.5
Eosinofil (DIFF)
2
%
2–4
Basofil (DIFF)
0
%
0–1
Limfosit (DIFF)
28
%
18 – 42
Monosit (DIFF)
6
%
2–8
Hematokrit
36,6
%
35.0 – 49.0
3
Eritrosit
4.90
Juta/mmk
4.20 – 5.40
MCV
74,7 (L)
fL
80.0 – 94.0
MCH
23,9 (L)
Pg
26.0 – 32.0
MCHC
32.0
g/dL
32.0 – 36.0
Trombosit
285
Ribu/mmk
IgM Covid-19
Non Reaktif
U/mL
IgG Covid 19
Non Reaktif
U/mL
150 – 450
<10 : Non Reaktif
>= 10 : Reaktif
<1.0 : Non
Reaktif
>= 1.0 : Reaktif
Foto Polos Thorax
Kesan :
◦
◦
Tidak didapati adanya gambaran abnormal
pada lapang jaringa paru dan sistem tulang di
regio thorax.
Ukuran dan kontur jantung dalam batas
normal.
Pemeriksaan USG
Kesan:
-
Terdapat gambaran fokal hipoechoic area quadran superomedial mammae dextra DD
suatu focal mastitis. BIRADS 3
4
F. Diagnosis Pre-Operasi
Tumor soft tissue mammae dextra
G. Asesament Pra-anestesi dan Sedasi
Tingkat kesadaran :
Compos Mentis
Tekanan darah :
100 / 70 mmHg
Nadi :
78x/menit
Suhu :
36,7°C
Napas :
20 x/menit
Skala nyeri :
3
Berat badan :
70 kg
Tinggi badan :
Riwayat penyakit
dahulu :
Riwayat alergi :
158 cm
Riwayat operasi :
Riwayat transfusi
darah :
Riwayat merokok :
Riwayat konsumsi
alkohol :
Pemakaian protesa
gigi :
Usus buntu (SMP) dan SC (2,5 tahun lalu)
Status psikiatri :
(-)
Resiko pasien jatuh :
Ringan
Puasa :
8 jam
Hb :
11,7 gr%
Hct :
360%
Leukosit :
8500
Ureum :
16
Creatinine :
0,62
EKG :
Dalam Batas Normal
Foto thorax :
Dalam Batas Normal
Apendisitis, hipertensi gestasional
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
:
5
Mallampati Score
Pada pasien tersebut didapati mallampati score = Malampati II
Lemon Score
KRITERIA
KETERANGAN
SCORE
(-)
0
LOOK
• Facial trauma
• Large incisors
• Beard or moustache
• Large tongue
EVALUATE THE 3-3-2 RULES
• Interincisors gaps (≥ 3 fingers breadths)
• Hyomental distance (≥ 3 fingers
breadths)
• Thyromental distance (≥ 2 fingers
breadths)
3 jari
3 jari
2 jari
Mallampati classification
Obstruction to neck
Neck mobility
0
2
0
Obstruksi (-)
0
Leher dapat bergerak bebas
0
Total
0
Diagnosis Bedah
: Tumor soft tissue mammae dextra
Diagnosis Tindakan
: Eksisi tumor mammae dekstra
Rencana Anestesi
: General Anestesi dengan LMA
Diagnosis Anestesi
: ASA I
6
H. Tindakan Anestesi
Pramedikasi
-
Cefazolin 2 x 1 gr
-
Fentanil 100 mg / iv
Induksi
-
Propofol 150 mg iv
Maintenance
-
Oksigen (O2)
-
N2O
-
Sevoflurane
Obat Anestesi
-
Tranexamid acid 500mg
-
Tramadol 100 mg
-
Ondansentron 4 mg
Hemodinamik Durante Anestesi
140
120
100
80
60
40
20
0
12:45
12:55
13:05
13:15
13:25
13:35
Sistole
130
110
112
110
115
117
Diastole
72
60
62
71
70
72
Nadi
82
88
80
73
75
Sistole
Diastole
Nadi
I. Post Operasi
-
Waktu
: 13:40 WIB
-
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
-
Nadi (x/menit)
: 80 x/menit
-
SpO2
: 100 %
7
PADSS (Recovery Room)
Kriteria
Hasil
Skor
Vital Sign
Masih dalam 20%-40% per-operative baseline
2
Aktivitas
Seperti biasa, tidak pusing
2
Minimal/tanpa obat
2
Nyeri dapat ditahan (0-3)
2
Minimal
2
Mual / muntah
Nyeri
Perdarahan
Total
10
Modified Aldrete Score
Kriteria
Hasil
Dapat mempertahankan SpO2 > 92% dalam
udara normal
Dapat melakukan nafas dalam dan batuk
secara bebas
Tekanan darah ±20% dari nilai pre anestesi
Skor
Kesadaran
Tampak masih agak mengantuk
1
Aktivitas
(+) pada keempat ekstremitas
2
Oksigenasi
Respirasi
Sirkulasi
Total
2
2
2
9
Instruksi Post Operasi
-
Infus RL 30 tpm
-
Inj. Ketorolac 3% 2x1 amp iv
-
Inj. Cefazolin 2x1 gram iv
-
Natrium diclovenac tablet 2 x 50 mg
-
Tidur posisi telentang, kepala dengan bantal, sadar betul, peristaltik (+), tidak
muntah, boleh mulai minum.
-
Bila KU stabil, boleh pulang.
8
BAB II
PEMBAHASAN
A. General Anesthesia / Anestesi Umum
Definisi
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri sentral disertai hilangnya kesadaran yang
bersifat reversibel. Tindakan ini disebut juga sebagai narkose / bius.
Metode pemberian anestesi umum
-
Parenteral
Anestesia umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun
intramuskular biasanya digunakan untuk tindakan yang singkat atau untuk induksi
anestesia.
-
Perektal
Metode ini sering digunakan pada anak, terutama untuk induksi anestesia maupun
tindakan singkat.
-
Perinhalasi
Yaitu menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah menguap (volatile agent)
dan diberikan dengan O2. Konsentrasi zat anestetika tersebut tergantunug dari tekanan
parsialnya; zat anestetika disebut kuat apabila dengan tekanan parsial yang rendah
sudah mampu memberikan anestesia yang adekuat.
Komponen Anestesia
Komponen anestesia yang ideal (trias anestesi) terdiri dari :
a. Hipnotik, Hipnotik didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran,
isofluran,sevofluran).
b. Analgesia, Analgesia didapat dari N2O, analgetika narkotik, NSAID tertentu
c. Relaksasi otot, Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot
sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan.
9
Umumnya, kombinasi anestetik yang digunakan untuk anestesi umum akan menghasilkan
gejala klinis sebagai berikut:
-
Tidak berespon terhadap rangsangan yang menyakitkan
-
Tidak dapat mengingat apa yang terjadi (amnesia retrogard)
-
Depresi atau tidak mampu mempertahankan proteksi jalan napas yang memadai
hingga ketidakmampuan melakukan ventilasi spontan akibat kelumpuhan otot
-
Depresi kardiovaskular sehingga cenderung bradikardi dan hipotensi
Indikasi Anestesi Umum
1. Infant & anak usia muda
2. Dewasa yang memilih anestesi umum
3. Pembedahannya luas / eskstensif
4. Penderita sakit mental
5. Pembedahan lama
6. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
7. Riwayat penderita tksik / alergi obat anestesi local
8. Penderita dengan pengobatan antikoagulantia
Persiapan pra anestesi umum
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan baik elektif maupun darurat harus
dipersiapkan dengan baik karena keberhasilan anestesi dan pembedahan sangat
dipengaruhi oleh persiapan pra anestesi. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif
umumnya dilakukan 1-2 hari sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat waktu yang
tersedia lebih singkat. Pada pemeriksaan ini dilakukan pula anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan laboratorium. Secara umum pemeriksaan pra-anestesi meliputi AMPLE
yaitu : A : Alergi // M : Medical drug // P : Past Illness // L : Last Meal // E : Exposure
Tujuan kunjungan pra anestesi:
-
Mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan lain.
-
Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai keadaan fisik
dan kehendak pasien. Dengan demikian, komplikasi yang mungkin terjadi dapat
ditekan seminimal mungkin.
10
-
Menentukan klasifikasi yang sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik, dalam hal ini
dipakai klasifikasi ASA ( American Society of Anesthesiology) sebagai gambaran
prognosis pasien secara umum.
Kriteria ASA
Klasifikasi ASA (American Society of Anesthesiologist) dibuat pada tahun 1941 dengan
tujuan mengevaluasi derajat kesakitan atau status fisik seorang pasien sebelum memilih
obat anestesi yang tepat atau sebelum memulai tindak operatif. Klasifikasi ASA dibagi
menjadi :
ASA 1
pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia
ASA 2
pasien dengan penyakit sistemik ringan dan sedang
ASA 3
pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas
ASA 4
pasien dengan penyakit sistemik berat yang tak dapat melakukan
aktivitas rutin dan
ASA 5
pasien sekarat yang diperkirakan dangan atau tanpa pembedahan
hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam
ASA 6
Pasien mati batang otak (hendak menjalani operasi donor organ)
Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E.
Lemon Score
Ada beberapa cara dalam mengidentifikasi sebanyak mungkin resiko akan terjadinya
kesulitan intubasi dan laringoskopi yaitu dengan teknik LEMON atau MELON:
L (Look externally)Yang dievaluasi adalah dengan melihat seluruh bagian wajah.
Apakah ada hal -hal yang dapat menyebabkan kemungkinan sulit ventilasi maupun
intubasi seperti trauma pada wajah, lidah yang besar, protrusi gigi, leher pendek,
mandibula yang kecil.
E (Evaluate 3 –3 -2) Ditemukan oleh Patil pada tahun 1983 yang menemukan jarak
thyromental Langkah ini merupakan
gabungan
dari
buka
mulut
dan
ukuran
mandibula terhadap posisi laring. Normalnya 65 mm, namun bila kurang dari 60
mm,kemungkinan sulit untuk dilakukan intubasi. Evaluasi buka mulut juga penting.
Pasien normal bisa membuka mulutnya dengan jarak 3 jari antara gigi seri. Jarak
11
thyromental direpresentasikan dengan 3 jaripasien antara ujung mentum, tulang hioid
dan 2 jari antara tulang hioid dan takik tiroid. Dalam aturan 3-3-2: Angka 3 yang pertama
adalah kecukupan akses oral. Angka 3 yang kedua adalah kapasitas ruang mandibula untuk
memuat lidah ketika laringoskopi. Kurang atau lebih dari 3 jari dapat dikaitkan dengan
peningkatan kesulitan. Angka 2 yang terakhir mengidentifikasi letak laring berkaitan
dengan dasar lidah. Bila lebih dari 2 jari maka letak laring lebih jauh dari dasar lidah,
sehingga mungkin menyulitkan dalam hal visualisasi glottis
M (Mallampaty score). Skor mallampati atau klasifikasi mallampati adalah sistem skor
medis yang digunakan dibidang anestesiologi untuk menentukan level kesulitan dan
bisa menimbulkan resiko pada intubasi pasien yang sedang menjalani proses
pembedahan. Dalam sistem klasifikasi ini, kelas 1 dan 2 umumnya mudah diintubasi
sedang 3 dan 4 terkadang sulit.
O (Obstruction). Adanya pertanda kesulitan jalan napas harus selalu kita pertimbangkan
sebagai akibat adanya obstruksi pada jalan napas. 3 tanda utama adanya obstruksiyaitu
muffled voice (hot potato voice), adanya kesulitanmenelan ludah (karena nyeri atau
obstruksi) danadanya stridor
.N (Neck mobility)Keterbatasan mobilisasi leher harus dipertimbangan sebagai suatu
kesulitan dalam intubasi. Mobilisasi leher dapat dinilai dengan Ekstensi sendi atlanto oksipital yaitu posisi leher fleksi dengan menyuruh pasien memfleksikan kepalanya
kemudian mengangkat mukanya, hal ini untuk menguji ekstensi daripada sendi atlanto oksipital. Aksis oral, faring dan laring menjadi satu garis lurus dikenal dengan posisi
Magill. Nilai normalnya adalah 35 derajat.
12
B. LMA
Definisi
Laryngeal Mask Airway adalah alat supra glotis airway, didesain untuk memberikan dan
menjamin tertutupnya bagian dalam laryng untukventilasi spontan dan memungkinkan
ventilasi kendali pada mode level(<15 cm H2O) tekanan positif. Pada awalnya dibuat
untukdigunakan dalam kamar operasi sebagai metode ventilasi elektif, haltersebut
merupakan alternatif yang baik untukbag-valve-maskventilation, membebaskan tangan
pekerja dengan keuntunganberkurangnya distensi gaster.
Indikasi penggunaan LMA
Indikasi penggunaan LMA secara umum sebagai alat manajemen jalan nafas baik rutin
maupun darurat, selama tindakan resusitasi, dan sebagai saluran untuk intubasi dengan
bimbingan fiberoptik.
Indikasi pemakaian LMA saat tindakan operasi yaitu:
-
Pasien dengan elektif (puasa cukup)
-
Lama operasi < 2 jam
-
Operasi tidak di jalan nafas
Kontraindikasi penggunaan LMA:
1. Resiko meningkatnya regurgitasi isi lambung contohnya puasa pasien tidak cukup.
2. Terbatasnya kemampuan membuka mulut atau ekstensi leher ( contohnya arteritis
rematoid yang berat atauankilosing spondilitis).
3. Compliance paru yang rendah atau tahanan jalan nafas yang rendah
4. Obstruksi jalan nafas setinggi level laring.
5. Kelainan pada oropharinyx (contohabses,hematoma dan kerusakan jaringan)
6. Ventilasi satu paru
C. Obat-obatan dalam Anestesi
Premedikasi
o Fentanil (opioid)
-
Fentanil adalah analgesik narkotik yang poten, bisa digunakan sebagai
tambahanuntuk general anastesi maupun sebagai awalan anastetik.
-
Fentanil memiliki kerja cepat dan efek durasi kerja kurang lebih 30 menit setelah dosis
tunggal IV 100mg.
13
-
Dosis premedikasi yaitu 1-2 mcg/kgBB dengan sediaan 100 mcg/2ml
-
Memiliki Kontraindikasi berupa Asma serangan akut dan pada pasien dengan
alkoholisme akut.
-
Memiliki efek samping berupa kekakuan otot, mual, muntah, menggigil, pasca bedah
-
Opioid bekerja pada reseptor opioid µ,к,δ, yang kemudian menghambat gerbang Ca2+
preinaps yang pelepasan neurotransmiter terhambat, dan hiperpolarisasi sel post sinaps
dengan cara meningkatkan aliran K+ keluar post sinaps. Hal ini menyebabkan terjadinya
hiperpolarisasi, sehingga terdapat kesulitan untuk neuron post sinaps mencapai potensial
aksi, yang berarti terhambatnya inhibisi informasi nyeri.
o Cefazolin (antibiotik)
-
Berperan sebagai antibiotik profilaksis bedah, dimana antibiotik profilaksis bedah
merupakan penggunaan antibiotik sebelum, selama, dan paling lama 24 jam
pascaoperasi pada kasus yang secara klinis tidak memperlihatkan tanda infeksi
dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi luka daerah operasi.
-
Dosis cefazolin Cefazolin 2 g. Dosis 3 g digunakan untuk pasien dengan BB ≥120
kg
Induksi
o Propofol
-
Propofol merupakan obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan karakter
recovery anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual.
14
-
Propofol merupakan cairan emulsi minyak-air yang berwarna putih yang bersifat
isotonik dengan kepekatan 1% (1ml=10 mg) dan mudah larut dalam lemak.
-
Propofol merupakan obat sedative-hipnotik yang digunakan dalam induksi dan
pemeliharaan anestesi maupun sedasi. Injeksi secara intravena pada dosis
terapetik memberikan efek hipnotik dengan cepat, biasanya dalam waktu 40 detik
dari awal pemberian injeksi. Serupa dengan obat anestesi dengan aksi cepat yang
lain, waktu paruh dalam darah otak ± 1-3 menit, dihitung untuk induksi cepat
pada anestesi.
-
Jika terjadi overdosis, pemberian injeksi harus segera dihentikan karena
kemungkinan besar dapat menyebabkan depresi kardiorespiratori. Depresi
respiratori harus ditangani dengan ventilasi menggunakan oksigen. Depresi
kardiovaskular mungkin memerlukan pengubahan posisi pasien dengan
menaikkan kaki pasien, meningkatkan laju aliran infuse, dan pemberian obat
antikolinergik.
Anestesi Inhalasi
•
Teknik anestesi inhalasi adalah teknik yang menggunakan gas volatile sebagai agen
utama untuk melakukan anestesi umum.
•
Potensi dari anestesi inhalasi dinyatakan dalam MAC (Minimum alveolar
concentration) adalah konsentrasi anestesi yang dibutuhkan untuk menekan
15
pergerakan terhadap stimulasi pembedahan pada 50% subjek atau bisa dikatakan
sebagai Effective dose50 (ED50).
o Nitrogen Oksida (N20)
-
Berbentuk gas tidak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar.
-
Umumnya digunakan bersamaan / dicampur dengan campuran 02 minimal
25%. Pada akhir perawatan, O2 gunakan untuk mencegah anoksia difusi yang
disebabkan oleh pembuangan N2O yang terlalu cepat dari darah ke alveoli
paru-paru dan untuk mempercepat pemulihan.
-
Bersifat anestetik lemah dan analgesia kuat. Bekerja pada reseptor NMDA
(analgesia) dan kanal K+ post sinaps (sedatif).
o Sevoflurane
-
Sevoflurane adalah fluorinated methyl isopropyl ether.
-
Cairan tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak berbau, tidak bersifat iritatif
terhadap jalan nafas
-
Minimum alveolar concentration(MAC) pada suhu kamar 37ºC, pada tekanan
760 mmHg, usia 30-35 tahun adalah 1,8-2,0%.
16
Obat anestesi
o Asam traneksamat
-
Asam traneksamat (tranexamic acid) termasuk dalam golongan obat
antifibrinolitik yang sering dipakai untuk menghentikan perdarahan.
-
Asam traneksamat merupakan analog asam aminokaproat, dan bekerja
menghambat proses fibrinolisis, yaitu mencegah aktivasi plasminogen menjadi
plasmin yang dapat menghancurkan fibrin dan faktor pembekuan lain.
-
Dosis 10 mg/kgBB dengan sediaan berupa ampul 500mg/5ml
-
Kontraindikasi : Penyakit tromboembolik dan gangguan ginjal berat
o Tramadol
-
Tamadol merupakan obat analgesikyang bekerja secara sentral, bersifat agonis
opioid (memiliki sifat seperti opium/morfin) yang memiliki afinitas sedang pada
reseptor mu(μ)dan afinitasnya lemah pada reseptor kappa dan delta opioid.
-
Mengikat reseptor µ-opioid  reseptor opioid diaktifkan oleh peptide endogen
dan eksogen ligand  pengikatan dengan neuron dopaminergik  memodulasi
hiperkarbia, hipoksemia, miosis, dan penurunan motilitas saluran cerna
-
Dosis : 1mg/kgBB dengan sediaan ampul 50mg/ml (1 ampul 2 ml)
-
Kontraindikasi : Asma serangan akut, alkoholisme akut
-
Efek samping : Mual, muntah, depresi nafas
-
Antidotum : naloxon 0,4 – 0,8 mg
17
o Ondansetron
-
Ondansetron bekerja sebagai antagonis reseptor 5HT3 pada neuron-neuron
yang terdapat pada sistem syaraf pusat dan sistem syaraf tepi. Sebagian besar
menghambat di perifer pada extrinsic intestinal vagal dan afferen dari spinal
-
Diberikan sebagai pencegahan mual muntah pasca operasi
-
Dosis : 0,1-0,2 mg/kgBB iv dengan sediaan ampul 4mg / 2ml
-
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap ondansetron
-
18
DAFTAR PUSTAKA
Edgington TL, Muco E, Maani CV. Sevoflurane. [Updated 2020 Jun 22]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534781/?report=classic
Friedberg, B. L. (2010). What Is General Anesthesia? Plastic and Reconstructive Surgery,
125(5), 222e–223e. https://doi.org/10.1097/prs.0b013e3181d51767
Moffat, Anthony C., dkk. 2004. Chlarke`s Analysis of Drugs and Poisons in Pharmaceuticals,
Body Fluids and Post Mortem Material. Edisi ke III. Halaman 1494-1495. USA : The
Pharmaceutical Press
Pramono, Ardi.(2017).Buku kuliah anestesi. Jakarta: EGC
Ramos-Matos CF, Bistas KG, Lopez-Ojeda W. Fentanyl. [Updated 2020 Apr 13]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-.
Simon LV, Torp KD. Laryngeal Mask Airway. [Updated 2020 Jul 31]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482184/
SM Brown, FRCA, JR Sneyd, FRCA, Nitrous oxide in modern anaesthetic practice, BJA
Education,
Volume
16,
Issue
3,
March
2016,
Pages
87–
91, https://doi.org/10.1093/bjaceaccp/mkv019
Tjay, Tan Hoan. Rahardja, Kirana. 2007. Obat-Obat Penting.Edisi ke VI. Halaman 400 dan
404. Jakarta : PT Elex Media Komputindo
19
Download