Uploaded by User86704

Makalah Batubara

advertisement
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pembentukan Batubara
Ada 2 teori yang menerangkan terjadinya batubara yaitu :
Teori In-situ : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal
dari hutan dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai
dengan teori in-situ biasanya terjadi di hutan basah dan berawa, sehingga pohonpohon di hutan tersebut pada saat mati dan roboh, langsung tenggelam ke dalam
rawa tersebut, dan sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami pembusukan secara
sempurna, dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang membentuk sedimen
organik.
Teori Drift : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal
dari hutan yang bukan di tempat dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara
yang terbentuk sesuai dengan teori drift biasanya terjadi di delta-delta,
mempunyai ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak menerus (splitting), banyak
lapisannya (multiple seam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung
tinggi). Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia
(penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan).
Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa
tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi bebas oksigen (anaerobik)
di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air
pada kedalaman 0,5 - -[10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan
unsur H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi
humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut
(Stach, 1982, op cit Susilawati 1992).
Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi,
kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang
menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari
gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992). Pada tahap ini prosentase karbon
akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen dan oksigen akan berkurang
(Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992). Proses ini akan menghasilkan batubara
dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub
bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi proses pembetukan batubara yaitu:
umur, suhu dan tekanan. Mutu endapan batubara juga ditentukan oleh suhu,
tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai 'maturitas organik.
Pembentukan
batubara
dimulai
sejak
periode
pembentukan
Karbon
(Carboniferous Period) dikenal sebagai zaman batubara pertama yang berlangsung
antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Proses awalnya, endapan
tumbuhan berubah menjadi gambut/peat (C60H6O34) yang selanjutnya berubah
menjadi batubara muda (lignite) atau disebut pula batubara coklat (brown coal).
Batubara muda adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah.
Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama
jutaan tahun, maka batubara muda akan mengalami perubahan yang secara
bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi
batubara sub-bituminus (sub-bituminous). Perubahan kimiawi dan fisika terus
berlangsung hingga batubara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam
sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam
kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus
berlangsung hingga membentuk antrasit. Dalam proses pembatubaraan, maturitas
organik sebenarnya menggambarkan perubahan konsentrasi dari setiap unsur
utama pembentuk batubara.
Berikut ini ditunjukkan tahapan pembatubaraan.
Gambar 2.1
Disamping itu semakin tinggi peringkat batubara, maka kadar karbon akan
meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang. Karena tingkat
pembatubaraan secara umum dapat diasosiasikan dengan mutu atau mutu
batubara, maka batubara dengan tingkat pembatubaraan rendah disebut pula
batubara bermutu rendah seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih lembut
dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat
kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga
kandungan energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan
semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain
itu, kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya akan
meningkat, sehingga kandungan energinya juga semakin besar.
2.2. Karakteristik Batubara
Karakteristik batubara dapat dinyatakan berdasarkan sifat fisika dan sifat
kimia yang dimilikinya. Karakteristik batubara yang menunjukkan sifat fisikanya
diantaranya nilai density, kekerasan, ketergerusan (grindability), warna, dan
pecahan. Sedangkan sifat kimia batubara merupakan kandungan senyawa yang
terkandung dalam batubara tersebut diantaranya kandungan Karbon, Hidrogen,
Oksigen, Nitrogen, dan Sulfur.
1. Sifat-sifat Fisik Batubara
Sifat fisik batubara tergantung kepada unsur kimia yang membentuk
batubara tersebut, semua fisik yang dikemukakan dibawah ini mempunyai
hubungan erat satu sama lain.
a. Berat Jenis (Specific Gravity)
Specific gravity batubara berkisar dari 1.25 g/cm3 hingga 1.70 g/cm3,
pertambahannya sesuai dengan peningkatan derajat batubara. Specific
gravity batubara turun sedikit pada lignit yaitu 1.5 g/cm3 hingga
bituminous yaitu 1.25 g/cm3. Kemudian akan naik lagi menjadi 1.5 g/cm3
untuk
antrasit
hingga
2.2
g/cm3
untuk
grafit.
Berat jenis batubara sangat bergantung pada jumlah dan jenis mineral yang
dikandung abu dan juga kekompakan porositasnya. Kandungan karbon
juga akan mempengaruhi kualitas batubara dalam penggunaan. Batubara
jenis yang rendah menyebabkan sifat pembaka-ran yang tidak baik.
b. Kekerasan
Kekerasan batubara berkaitan dengan struktur batubara yang ada. Keras
atau lemahnya batubara juga terkandung pada komposisi dan jenis
batubaranya. Uji kekerasan batubara dapat dilakukan dengan mesin
Hardgrove Grindibility Index (HGI). Nilai HGI menunjukan nilai kekersan
batubara. Nilai HGI berbanding terbalik dengan kekerasan batubara.
Semakin tinggi nilai HGI , maka batubara tersebut semakin lunak.
Sebaliknya, jika nilai HGI batubara tersebut semakin rendah maka
batubara tersebut semakin keras.
c. Warna
Warna batubara bervariasi mulai dari berwarna coklat pada lignit hingga
warna hitam legam pada antrasit. Warna variasi litotipe (batubara yang
kaya akan vitrain) umumnya berwarna cerah.
Gambar 2.1
d. Goresan
Goresan batubara warnanya berkisar antara terang sampai coklat tua.
Lignit mempunyai goresan hitam keabu-abuan, batubara berbitumin
mempunyai warna goresan hitam, batubara cannel mempunyai warna
goresan dari coklat hingga hitam legam.
e. Pecahan
Pecahan dari batubara memperlihatkan bentuk dari potongan batubara
dalam sifat memecahnya. Ini dapat pula memeperlihatkan sifat dan mutu
dari suatu batubara. Antrasit dan batubara cannel mempunyai pecahan
konkoidal. Batubara dengan zat terbang tinggi, cenderung memecah dalam
bentuk persegi, balok atau kubus.
2. Sifat-sifat Kimia Batubara
Sifat kimia dari batubara sangat berhubungan langsung dengan senyawa
penyusun dari batubara tersebut. Baik senyawa organik ataupun senyawa
anorganik. Sifat kimia dari batubara dapat digambarkan dari unsur yang
terkandung di dalam batubara,antara lain sebagai berikut:
a.
Karbon
Jumlah karbon yang terdapat dalam batubara bertambah sesuai dengan
peningkatan derajat batubaranya. Kenaikan derajatnya dari 60%
hingga 100%. Persentase akan lebih kecil daripada lignit dan menjadi
besar pada antrasit dan hamper 100% dalam grafit. Unsur karbon
dalam batubara sangat penting peranannya sebagai sumber panas.
Karbon dalam batubara tidak berada dalam unsurnya tetapi dalam
bentuk senyawa. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah karbon yang
besar yang dipisahkan dalam bentuk zat terbang.
b.
Hidrogen
Hidrogen yang terdapat dalam batubara berangsur-angsur habis akibat
evolusi metan. Kandungan hidrogen dalam liginit berkisar antara 5%,
6% dan 4.5% dalam batubara berbitumin sekitar 3% hingga 3,5%
dalam antrasit.
c.
Oksigen
Oksigen yang terdapat dalam batubara merupakan oksigen yang tidak
reaktif. Sebagaimana dengan hidrogen kandungan oksigen akan
berkurang selam evolusi atau pembentukan air dan karbondioksida.
Kandungan oksigen dalam lignit sekitar 20% atau lebih. Sedangkan
dalam batubara berbitumin sekitar 4% hingga 10% dan sekitar 1,5%
hingga 2% dalam batubara antrasit.
d.
Nitrogen
Nitrogen yang terdapat dalam batubara berupa senyawa organik yang
terbentuk sepenuhnya dari protein bahan tanaman asalnya dan
jumlahnya sekitar 0,55% hingga 3%. Batubara berbitumin biasanya
mengandung lebih banyak nitrogen daripada lignit dan antrasit.
e.
Sulfur
Sulfur dalam batubara biasanya dalam jumlah yang sangat kecil dan
kemungkinan berasal dari pembentuk dan diperkaya oleh bakteri
sulfur. Sulfur dalam batubara biasanya kurang dari 4%, tetapi dalam
beberapa hal sulfurnya bisa mempunyai konsentrasi yang tinggi.
Sulfur terdapat dalam tiga bentuk, yaitu :

Sulfur Piritik (Piritic Sulfur),Sulfur Piritik biasanya berjumlah
sekitar 20% hingga 80% dari total sulfur yang terdapat dalam
makrodeposit (lensa, urat, kekar, dan bola) dan mikrodeposit
(partikel halus yang menyebar).

Sulfur Organik,Sulfur Organik biasanya berjumlah sekitar 20%
hingga 80% dari total sulfur, biasanya berasosiasi dengan
konsentrasi sulfat selama pertumbuhan endapan.

Sulfat Sulfur, Sulfat terutama berupa kalsium dan besi,
jumlahnya relatif kecil dari seluruh jumlah sulfurnya.
2.3. Konsep Maseral
Secara mikroskopis bahan-bahan organik pembentuk batubara disebut
maseral (maceral), analog dengan mineral dalam batuan. Istilah ini pada awalnya
diperkenalkan oleh M. Stopes (1935) (dalam buku Stach dkk, 1982) untuk
menunjukkan material terkecil penyusun batubara yang hanya dapat diamati
dibawah
mikroskop
sinar
pantul.
Dalam
petrografi
batubara,
maseral
dikelompokan menjadi 3 (tiga) kelompok (group) yang didasarkan pada bentuk
morfologi, ukuran, relief, struktur dalam, komposisi kimia warna pantul, intensitas
refleksi dan tingkat pembatubaraannya (dalam “Coal Petrology” oleh Stach dkk,
1982), yaitu :
1. Vitrinit
Vitrinit adalah hasil dari proses pembatubaraan materi humic yang berasal
dari selulosa (C6H10O5) dan lignin dinding sel tumbuhan yang mengandung serat
kayu (woody tissue) seperti batang, akar, daun. Vitrinit adalah bahan utama
penyusun batubara di indonesia (>80 %). Dibawah mikroskop, kelompok maseral
ini memperlihatkan warna pantul yang lebih terang dari pada kelompok liptinit,
namun lebih gelap dari kelompok inertinit, berwarna mulai dari abu-abu tua
hinggga abu-abu terang. Kenampakan dibawah mikroskop tergantung dari tingkat
pembantubaraanya (rank), semakin tinggi tingkat pembatubaraan maka warna
akan semakin terang. Kelompok vitrinit mengandung unsur hidrogen dan zat
terbang yang presentasinya berada diantara inertinit dan liptinit. Mempunyai berat
jenis 1,3 – 1,8 dan kandungan oksigen yang tinggi serta kandungan volatille
matter sekitar 35,75 %.
2. Liptinit (Exinit)
Liptinit tidak berasal dari materi yang dapat terhumifikasikan melainkan
berasal dari sisa tumbuhan atau dari jenis tanaman tingkat rendah seperti spora,
gangang (algae), kutikula, getah tanaman (resin) dan serbuk sari (pollen).
Berdasarkan morfologi dan bahan asalnya, kelompok liptinit dibedakan menjadi
sporinite (spora dan butiran pollen), cuttinite (kutikula), resinite (resin/damar),
exudatinite (maseral sekunder yang berasal dari getah maseral liptinit lainya yang
keluar dari proses pembantubaraan), suberinite (kulit kayu/serat gabus), flourinite
(degradasi dari resinit), liptoderinit (detritus dari maseral liptinite lainya), alganitie
(gangang) dan bituminite (degradasi dari material algae).
Relatif kaya dengan ikatan alifatik sehingga kaya akan hidrogen atau bisa juga
sekunder, terjadi selama proses pembatubaraan dari bitumen. Sifat optis :
refletivitas rendah dan flourosense tinggi dari liptinit mulai gambut dan batubara
pada tangk rendah sampai tinggi pada batubara sub bituminus relatif stabil (Taylor
1998) dibawah mikroskop, kelompok liptinite menunjukan warna kuning muda
hingga kuning tua di bawah sinar flouresence, sedangkan dibawah sinar biasa
kelompok ini terlihat berwarna abu-abu sampai gelap. Liptinite mempunyai berat
jenis 1,0 – 1,3 dan kandungan hidrogen yang paling tinggi dibanding dengan
maseral lain, sedangkan kandungan volatile matter sekitar 66 %.
3. Inertinit
Inertinit disusun dari materi yang sama dengang vitrinite dan liptinite tetapi
dengan proses dasar yang berbeda. Kelompok inertinite diduga berasal dari
tumbuhan yang sudah terbakar dan sebagian berasal dari hasil proses oksidasi
maseral lainya atau proses decarboxylation yang disebabkan oleh jamur dan
bakteri. Kelompok ini mengandung unsur hidrogen paling rendah dan
karakteristik utamanya adalah reflektansi yang tinggi diantara kelompok lainya.
Pemanasan pada awal penggambutan menyebabkan inertinit kaya akan karbon.
Sifat khas inertinit adalah reflektinitas tinggi, sedikit atau tanpa flouresnse,
kandungan hidrogen, aromatis kuat karena beberapa penyebab, seperti
pembakaran (charring), mouldering dan pengancuran oleh jamur, gelifikasi
biokimia dan oksidasi serat tumbuhan. Sebagian besar inertinit sudah pada bagian
awal proses pembatubaraan. Inertinite mempunyai berat jenis 1,5 – 2,0 dan
kandungan
karbon
yang
paling
tinggi
kandungan volattile matter sekitar 22,9 %
dibanding
maseral
lain
serta
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
-
Dalam pembentukan batubara ada beberapa proses yang harus dilalui adalah
proses penggambutan kemudian proses pembatubaraan.
-
Karakteristik dari batubara meliputi sifat – sifat fisik (warna, kekerasan,
berat jenis, pecahan, goresan) dan sifat – sifat kimia batubara (karbon,
hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur)
-
Jenis – jenis dari maseral batubara adalah vitrinit, liptinit, inertinit.
3.2. Saran
Dalam makalah ini banyak sekali kekurangan referensi bacaan. Besar
harapan untuk dikembangkan lebih mengenai makalah batubara ini.
Download