Kata Pengantar Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kesempatan serta memeri kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai pada waktu yang telah ditentukan. Tentunya tanpa pertolngannya kami tidak dapat menyelesaikannya dengan baik. Sholawat, keselamatan, dan keberkahan kita curahkan kepada nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabaatnya, yang telah menyampaikan syariat Agsma dengan smpurna dan merupakan satusatunya karunia paalaling besar semesta alam. Rasa syukur atas rahmat Allah SWT yang telah memberikan nikmat islam, iman, ihsan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah worldviw syariah dengan judul “hibungan ibadah dan akhlak” Kami menyadari penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, oleh itu dengan kerendahan hati kami meminta saran dan kritik dari bapak dosen serta pembaca sekalian. Sehingga dengan kritik dan saran bisa kami jadikan cambuk untuk lebih mengutamakan kualitas penulisan Makala selanjutnnya. Ucapan trimakasih kepada bapak dosen yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan penulisan makalah ini. Ponorogo, 30 januari 2021 _______________________ BAB 1 PENDAHULULUAN 1.1 Latar Belakang Agama islam telah menjelaskan mengenai ibadah maupun akhlak, bahkan Allah SWT mengutus nabi Muhammad SAW sebagai penyempurna akhlak. Ibadah merupakan pembentuk akhlak, dan akhlak baik akan mengalami pembiasaan dari terbiiasnya seseorang dsalam beribadah kepada Allah SWT maupun hubungan baik dengan sesama. Akhlak merupakan rekonturksi seseoran pada kehidupan bermasyarakat baik dalam berorganisasi maupun diluar organisasi. Setidaknya kita dapat meneladani akhlak ibadah rasullallah baik hablum minannas maupun hablum minallah. Dengan kehidupan yang semakin tidak menentu dimana manusia banyak yang meninggalkan ibadah atau ketundukan kepada sang pencipta sehingga berangkat dari situlah kehidupan seseorang jauh dari akhlak. Sudah seharusnya kita mulai menitik kembali akhlak seorang rasullah dalam mengimplementasikan dari ibadah yang membentuk akhlak. kedudukan ibadah dan akhlak sangatlah kuat yang keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Oleh karena itu kita seharusnya dapat mengimplementasikan akhlah dalam bertindak. 1.2 Rumusan masalah a. Apa yang dimaksud dengan ibadah ? b. Apa yang dimaksud dengan akhlan ? c. Hubungan ibadah dengan akhlak ? 1.3 Tujuan a. Untuk mengetahui apa itu ibadah. b. Untuk mengetahui apa itu akhklak. c. Supaya mengetahui hubungan keduanya. BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Ibadah Secara umum ibadah memiliki arti segala sesuatu yang dilakukan manusia atas dasar patuh terhadap penciptaanya sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepadanya. Ibadah menurut bahasa (etimologis) adalah di ambil dari kata ta’abbud yang berarti menundukan atau mematuhi dikatakan thariqun mu’abbad yaitu jalan yang ditundukkan yang sering dilalui orang. ibadah berasal dari bahasa arab abda’ yang berarti menghamba. Jadi menykini bahwasanya dirinya hanyalah seorang hamba yang tidak memiliki keberdayaan apa-apasehingga ibadah menjadi bentuk taat dan hormaat kepada pencipta. Secara terminologis ibadah menurut jumhur ulama adalah “ibadah adalah segala sesusatu yang disukai Allah SWT dan yang diridhoinya, baik berupa perkataan, baik terang-terangan maupun diam-diam.”1 Dapat di ambil kesimpulan bahwa ibadah disamping merupakan sikap diri yang pada mulanya hanya ada dalam hati juga diwujudkan dalam betuk ucapan dan perbuatan, sekaligus cermin ketaatan seorang hamba kepada Allah. 2.1.1 Hakikat ibadah Dalam Al-qur’an dijelaskan yang artinya “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kpadaku. (Q.S Al-dzariyat 56)”2 Manusia diciptakan tidak semata-mata adanya di dunia tanpa tujuan namun dibalik penciptaan tersebut menunbuhkan kesadaran manusia bahwa dunia dan seisinya ialah mahkluk Alla SWT, yang diciptakan sebagai mahklluk yang mengabdi kepadanya. Dan adapun tujuan yang lain hanyalah pelengkap atas tujuan utama. Ibadah tidak lah terbatas pada sholat, zakat, puasa, membaca Al-qur’an namun setiap perbuatn kita yang dimana perbuatan kita niatkan untuk ibadah kepadanya dan perbuatn itu diridhoi maka semua itu juga termasuk bernilai ibadah.oleh sebabitulah manusia diberi beban atau taaklif, yaitu “perintah dan larangan-laarangan menurut agama Allah SWT yaitu agama islam. Gunanya memperbaiki jalan fikiran.”3 1 H.E Hassan sale, (ed), kajian fiqh nabawi & fiqh kontemporer, (Jakarta: PT Raja GRafindo Persada, 2008), hal 3-5. 2 3 Al-Qur’an surat ke 51 ayat 56. Ibnu mas’ud dan zaenal abidin s, fiqh madzab Syafii, ( Bandung, Pustaka Setia, 2007), hal 19 2.1.2 Macam-macam ibadah Menurut Ahmad Thib Raya gan siti musdiah dalam bukunya, ibadah terbgi menjadi dua secara garis besar dalam agama islam, yaitu: 1. Ibadah khasanah atau yang disebut dengn mahdhah (ibadah yang ketentuenya pasti) yakni, ibadah yang ketentuan dan pelaksanaanya telah diteteapkan oleh nash dan merupakan sari ibadah kepada Allah SWT. Seperti sholat, zakat, puasa, haji. 2. Ibadah ammah, yakni semua perbuatan yang mendatangkan kebaikan dan dilaksanakan dengan niat ikhlas karena Allah SWT. Seperti minum, makan, bekerja mencari nafkah.4 2.1.3 Syarat diterimanya sutu ibadah Ibadah merupakan sesuatu yang sacral, yang diman ibadah itu berdasarkan yang disyariatkan dalam Al-qur’an dan as-sunah. Karenanya ibadah harus memiliki dasar apabila ingin menlaksanakan jika suatu amal ibadah tanpa di dasari sariat maka jatuh hukumnya bid’ah yang berarti amal tersebut ditolak karena tidak sesuai tuntunan dari Allah maupun rasul. Menurut syaikh Dr.bin Fauzan bin Abdullah, “ amalnya ditolak dan tidak diterima, bahkan ia berdosa karenanya, sebab amal tersebut adalah maksiat, bukan taat.”5 2.2.1 Pengertian akhlak 4 Ibnu mas’ud dan zaenal abidin s, fiqh madzab Syafii, ( Bandung, Pustaka Setia, 2007), hal 20. Shalih bin Fauzan bin Abdullah , at tauhid Li ash –shaf al-awwal al-ali (kitab tauhid), ( Jakarta: Darul Hakq, 2013), hal 81. 5 ibadah yang dilakukan dengan benar akan mempengaruhi tuturkata, sikap, dan perilaku kita sehari-hari. Seorang muslim yang ibadahnya baik, tapi perilakunya tidak baik, pasti ada kesalahan dalam memahami dan mengamalkan agamanya. Mungkin shalat dan seluruh ibadahnya ia jalankan hanya sekedar ikut-ikutan, sekedar adaptasi, hanya dijalankan sebagai syarat untuk menggugurkan kewajiban. Ia tidak memahami dan menghayati ibadah yang ia jalankan. Ia berdiri, takbir, rukuk, dan seterusnya. Tapi hatinya kosong dari Allah. Ia hanya menjalankan rutinitas belaka. Dia tidak marasa berdiri di hadapan Allah. Jika kita kembalikan pada definisi ibadah sebelumnya maka menjadi jelas. Ini karena ia tidak meniatkan dan mengikhlaskan aktivitas ibadahnya karena Allah. Wujudnya aktivitas ibadah, tapi sejatinya bukan ibadah karena kurang syarat: tidak ada niat karena Allah. Atau mungkin ia adalah orang yang fanatik buta dalam memahami agamanya. Dia pikir agama hanya urusan akhirat, agama hanya soal kematian, hanya soal mengumpulkan pahala. Hal ini membaut semangat ibadahnya kehilangan relevansinya pada kehidupan dunia. Padahal agama itu adalah jalan hidup (way of life). Agama adalah pranata kehidupan. Ia harus nyata dan fungsional dalam kehidupan. Jika tidak maka agama akan dibenci dan ditinggalkan orang. Keberhasilan Rasulullah SAW dalam mendakwahkan Islam bukan hanya terletak pada kekuatan argumentasi dalam meyakinkan masyarakat bahwa Islam adalah “satu-satunya yang benar”. Tapi karena Rasulullah SAW berhasil menunjukkan Islam sebagai solusi kehidupan. Rasulullah SAW menjadi model, menjadi teladan kebaikan (uswatun hasanah), bukan hanya penceramah kebaikan. Karena itulah Rasulullah SAW kemudian bersbda: ق َ ِإنَّ َما بُ ِعثْتُ ِألُت ِ َِّم َم. ِ َصا ِل َح اْأل َ ْخال Innamaa bu’itstu li-utammima shoolihal akhlak Artinya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. Hadits ini shahih lighairihi, diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal dengan lafadz ini dalam Musnad-nya 2/381, Imam Al Haakim dalam Mustadrak-nya 2/613, dan Imam Al Bukhari dalam kitabnya Adabul Mufrad no. 273). khlak mulia kata Rasul adalah tujuan utama beliau diutus di dunia. Akhlak mulia adalah salah satu buah nyata dari serangkaian amalan ibadah yang kita jalankan. Tentu bukan pula berarti: kalau begitu yang penting akhlak baik walaupun tidak beribadah. Tentu saja bukan begitu. Ibadah dan akhlak adalah satu kesatuan. Jika kita kembali pada definisi ibadah di atas (klik: Pengertian Ibadah) tentu sangat jelas. Islam tak memisah-misahkan urusan dunia dengan akhirat semacam itu. Semuanya harus dihambakan di hadapan Allah dan buah penghambaan itu harus berbuah pada pergaulan sosial, pada kehidupan sehari-hari. Karena itulah, orang yang saleh bukanlah orang yang hanya baik ibadahnya saja, atau hanya baik pergaulan sosialnya saja. Tapi kedua-duanya harus baik. Imam Ibnu Hajar berkata, orang salih adalah: َّ علَ ْي ِه ِم ْن ُحقُوق َّللا َو ُحقُوق ِعبَاده َ ْالقَائِم بِ َما يَ ِجب Al Qoo-im bimaa yajibu ‘alaihi min huquuqillah wa huquuqi ‘ibaadihi Artinya: “Orang yang menjalankan kewajiban terhadap Allah dan kewajiban terhadap sesama hamba Allah.” (Fathul Bari, 2: 314). Ibadah adalah pelatihan untuk menguasai inti jiwa kita agar menjadi jiwa yang tunduk, pasrah, sederhana, dan rendah hati. Dengan ini seorang muslim akan hadir menjadi penyejuk, pengayom, dan menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia. Hal ini selaras dengan sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amru RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: َ ت َ ت ْ َط ِيِّبًا َو َوقَع ْ ض َع ْ َس ُم َح َّم ٍد ِب َي ِد ِه ِإ َّن َمث َ َل ْال ُمؤْ ِم ِن َك َمث َ ِل النَّحْ لَ ِة أ َ َكل ت فَلَ ْم ت َ ْكسِر ولم ت ُ ْفسِد ُ َوالَّذِي نَ ْف َ ط ِيِّبًا َو َو Walladzii nafsu muhammadin biyadihi, inna matsalal mu’mini kamatsalinnahlati, akalat thoyyiban wa wadho’at thoyyiban, wa waqo’at falam taksir walam tufsid Artinya: “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, sesungguhnya perumpamaan mukmin itu bagaikan lebah yang selalu memakan yang baik dan mengeluarkan yang baik. Ia hinggap (di ranting) namun tidak membuatnya patah dan rusak” (HR Ahmad dan dishahihkan oleh Ahmad Syakir). Sehubungan dengan hal ini Rasulullah SAW bersabda: لناس َخي ُْر ِ الناس أ َ ْنفَعُ ُه ْم ِل ِ Khoirunnaas anfa’uhum linnaas Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh alAlbani di dalam Shahihul Jami’ no: 3289). Semua ini bukan hanya omongan saja. Tapi Rasulullah SAW telah menjadi model nyata. Orang-orang kafir bahkan menjadi saksi kebaikan akhlak Rasulullah SAW. Para sahabat yang hidup di sekeliling Rasulullah SAW menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa Rasulullah adalah manusia terbaik akhlaknya. ً اس ُخلُقا َّ صلَّى ُ َكانَ َر ِ َّسنَ الن َ َُّللا َ ْسلَّ َم أَح َ علَ ْي ِه َو َ ِس ْو ُل هللا Kaana rosuululloohi shollallohu ‘alaihi wasallam ahsanunnaasi khuluqon Artinya: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (HR. Bukhari-Muslim). Hubungan Antara Ibadah dan Akhlak – Kuliah AIKA