Uploaded by User85770

LAPORAN PENDAHULUAN KASUS KANKER KOLON

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN KANKER KOLON
Oleh Sari Nabila, 1606882521, Kelompok 3B
I.
Anatomi dan fisiologi
Pada pembahasan kanker kolon perlu mempelajari dua sistem yaitu sistem
gastrointestinal khususnya pada bagian usus besar dan juga sistem limfa, sebagai
berikut:
a. Sistem Gastrointestinal
Saluran Gastrointestinal (GI) adalah saluran sepanjang 7 m sampai 7,9
m yang bermula dari mulut ke kerongkongan, lambung, usus kecil dan besar,
dan rektum hingga ke anus (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever; 2010).
Kontraksi otot di dinding saluran GI secara fisik memecah makanan dengan
mengocoknya dan mendorong makanan di sepanjang saluran, dari
kerongkongan ke anus serta membantu melarutkan makanan dengan
mencampurkannya dengan cairan yang disekresikan ke dalam saluran. Enzim
yang disekresi oleh organ pencernaan aksesori dan sel yang melapisi saluran
membantu memecah makanan secara kimiawi (Tortora & Derrickson, 2012).
Secara keseluruhan, sistem pencernaan melakukan enam fungsi proses
dasar berupa (Tortora & Derrickson, 2012):
(1) Penelanan (Ingestion)
Proses ini melibatkan masuknya makanan dan cairan ke dalam mulut
(makan).
(2) Sekresi (Secretion)
Setiap hari, sel-sel di dalam dinding saluran GI dan organ pencernaan
tambahan mengeluarkan total sekitar 7 liter air, asam, penyangga, dan enzim
ke dalam lumen saluran untuk membantu proses pencernaan.
(3) Pencampuran dan propulsi (Mixing and Propulsion)
Kontraksi dan relaksasi otot polos yang bergantian di dinding saluran GI
mencampurkan makanan dan sekresi serta mendorongnya ke arah anus
disebut motilitas.
(4) Pencernaan (Disgestion)
Proses mekanis dan kimiawi memecah makanan yang tertelan menjadi
molekul-molekul kecil. Dalam pencernaan mekanis, gigi memotong dan
menggiling makanan sebelum ditelan, dan kemudian otot polos perut dan
usus halus mengocok makanan. Akibatnya, molekul makanan menjadi larut
dan tercampur sempurna dengan enzim pencernaan.
(5) Penyerapan (Absorption)
Masuknya cairan, ion, dan produk pencernaan (sudah tertelan dan diproses
bercampur produk sekresi) ke dalam sel epitel yang melapisi lumen saluran
GI disebut absorpsi. Zat inilah yang diserap masuk ke dalam darah atau
getah bening dan beredar ke sel-sel di seluruh tubuh.
(6) Defekasi (Defecation).
Limbah, zat yang tidak dapat dicerna, bakteri, sel yang terkelupas dari
lapisan saluran GI, dan bahan yang dicerna yang tidak terserap dalam
perjalanannya melalui saluran pencernaan meninggalkan tubuh melalui
anus dalam proses yang disebut Defekasi berupa feses.
Gambar 1. Struktur Organ pada Sistem Gastrointestinal
Tabel 1. Sistem Gastrointestinal dan Fungsinya
No.
Sistem
Fungsinya
Gastrointestinal
Saluran Gastrointestinal
1.
Mulut
-Tempat awal masuknya makanan dan cairan
-Tempat proses pencernaan mekanis sebelum ditelan
2.
Faring
-Berbentuk tabung corong membantu mendorong makanan ke esofagus
dengan kontraksi otot
3.
Kerongkongan
-Kerongkongan mengeluarkan lendir
(esofagus)
-Membantu menyalurkan makanan ke dalam perut
4.
Lambung
-Mencampur air liur, makanan, dan sari lambung untuk membentuk
chyme
-Berfungsi sebagai reservoir makanan sebelum dibuang ke usus halus
-Mengeluarkan getah lambung yang mengandung HCl (membunuh
bakteri dan mengubah sifat protein), pepsin (memulai pencernaan
protein), faktor intrinsik (membantu penyerapan vitamin B12), dan lipase
lambung (membantu pencernaan trigliserida).
-Mengeluarkan gastrin ke dalam darah.
5.
Usus Kecil
-Segmentasi campuran chyme dengan cairan pencernaan dan membawa
makanan ke dalam kontak dengan mukosa untuk penyerapan; gerak
peristaltik mendorong chyme melalui usus kecil.
-Melengkapi pencernaan karbohidrat, protein, dan lipid; memulai dan
menyelesaikan pencernaan asam nukleat.
-Menyerap sekitar 90% nutrisi dan air yang melewati sistem pencernaan.
6.
Usus Besar
-Haustral churning, peristaltik, dan gerak peristaltik mendorong isi usus
besar ke dalam rektum.
-Bakteri di usus besar mengubah protein menjadi asam amino, memecah
asam amino, dan menghasilkan beberapa vitamin B dan vitamin K.
-Menyerap air, ion, dan vitamin.
-Membentuk feses.
-Buang air besar (mengosongkan rektum).
Organ Pencernaan Aksesori
7.
Gigi
-Membantu dalam pemecahan fisik makanan
- Memotong dan menggiling makanan sebelum ditelan
8.
Lidah
-Membantu proses mengunyah dan menelan
9.
Kelenjar Ludah
-Membantu melumasi, melarutkan, dan memulai pemecahan kimiawi
makanan.
10.
Hati
-metabolisme lipid dan protein
-proses obat-obatan dan hormon
-ekskresi bilirubin
-sintesis garam empedu
-penyimpanan (vit A, B12, D, E, K dan mineral iron copper)
-fagositosis
-aktivasi vit D
11.
Kantung
-Membantu emulsi memecah lipid besar menjadi lipid kecil
Empedu
-Membantu penyerapan lipid
12.
Pankreas
-Mengeluarkan cairan berisi air, garam, natrium bikarbonat dan beberapa
enzim sehingga pH basa (7,1-8,2) untuk menyangga asam dalam chyme,
menghentikan aksi pepsin dari lambung dan menciptakan pH yang tepat
untuk enzim di usus halus
-beberapa enzim pankreas
(Tortora & Derrickson, 2012)
b. Usus besar
Usus besar adalah bagian terminal dari saluran GI. Fungsi usus besar secara
keseluruhan adalah penyelesaian penyerapan, produksi vitamin tertentu,
pembentukan feses, dan pengeluaran feses dari tubuh ((Tortora & Derrickson,
2012)
Gambar 2. Anatomi Usus Besar
Tabel 2. Struktur Usus Besar dan Fungsinya
Struktur
Lumen
Mukosa
Aktivitas
Aktivitas bakteri
Fungsi
• Memecah karbohidrat, protein, dan asam amino yang tidak
tercerna menjadi produk yang dapat dikeluarkan melalui tinja
atau diserap dan didetoksifikasi oleh hati; mensintesis vitamin
B tertentu dan vitamin K.
Mengeluarkan lendir Lumasi usus besar; melindungi mukosa
Penyerapan
Penyerapan air memadatkan kotoran dan berkontribusi pada
keseimbangan air tubuh; zat terlarut yang diserap termasuk ion
dan beberapa vitamin.
Muscularis Haustral churning
Memindahkan produk yang sedang dicerna dari haustrum ke
haustrum dengan kontraksi otot.
Gerak peristaltik
Memindahkan isi sepanjang usus besar dengan kontraksi otot
melingkar dan longitudinal
Peristaltik massa
Memaksakan isinya menuju ke kolon sigmoid dan rektum
Refleks buang air Mengeluarkan feses dengan kontraksi di kolon sigmoid dan
besar
rektum
II.
Definisi
Kanker kolorektal adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar,
terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) dan/atau rektum (bagian kecil
terakhir dari usus besar sebelum anus) (Kemenkes, Komite Penanggulangan Kanker
Nasional).
III.
Etiologi dan Faktor risiko
Etiologi kanker kolon diawali oleh proses adenomatus polip atau adenoma.
Adenomas terdiri dari tiga jenis yaitu tubular, tubulovillous dan villous. Jenis
Villous adalah jenis yang memiliki risiko paling tinggi terjadinya kanker. Polip
tumbuh secara pelan-pelan sekitar 5-10 tahun atau lebih untuk berubah menjadi
maligna atau keganasan. Polip yang mengalami keganasan akan terjadi peningkatan
ukuran dalam lumen dan selanjutnya akan menyerang dan merusak dinding kolon.
Tumor dalam kolon cenderung terus menyebar dapat menyebabkan ulserasi, infeksi
sekunder dan nekrosis (Black & Hawks, 2009).
Menurut Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever (2010), faktor risiko kanker kolon
adalah sebagai berikut:
(1) Bertambahnya usia
(2) Riwayat kanker usus besar atau polip dalam keluarga
(3) Kanker usus besar atau polip adenomatosa sebelumnya
(4) Konsumsi alkohol tinggi
(5) Merokok
(6) Obesitas
(7) Riwayat gastrektomi
(8) Riwayat penyakit radang usus
(9) Mengkonsumsi makanan tinggi lemak, tinggi protein (dengan asupan tinggi
daging sapi), berdiet rendah serat
(10) Mengidap kanker genital (misalnya, kanker endometrium, kanker ovarium) atau
kanker payudara (pada wanita)
(11) Adanya pertumbuhan prakanker pada permukaan mukosa disebut polip
IV.
Manifestasi klinis
Gejala kanker kolon sangat ditentukan oleh lokasi tumor, stadium penyakit, dan
fungsi segmen usus yang terkena (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever; 2010).
Gejala yang paling umum muncul adalah
(1) perubahan kebiasaan buang air besar,
(2) keluarnya darah atau terdapat darah dalam tinja,
(3) anemia yang tidak dapat dijelaskan,
(4) anoreksia, penurunan berat badan, dan kelelahan.
Gejala yang paling sering dikaitkan dengan adanya lesi di sisi kanan
(kemungkinan adanya kanker pada bagian ascending usus besar) adalah nyeri perut
seperti tertekan dan melena (misalnya, kotoran berwarna hitam). Sedangkan, gejala
yang paling sering dikaitkan dengan lesi sisi kiri (kemungkinan adanya kanker pada
bagian descending usus besar) adalah yang terkait dengan obstruksi (yaitu, nyeri
perut dan kram, tinja yang menyempit, sembelit, kembung), serta darah merah cerah
pada tinja (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever; 2010).
Gejala yang terkait dengan adanya lesi pada rektal adalah tenesmus (yaitu, tidak
efektif, nyeri mengejan saat buang air besar), nyeri rektal, perasaan evakuasi tidak
tuntas setelah buang air besar, sembelit dan diare bergantian, dan tinja berdarah.
Dalam banyak kasus, gejala tidak berkembang sampai kanker kolorektal berada
pada stadium lanjut (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever; 2010).
V.
Klasifikasi Stadium
Pembagian stadium berdasarkan klasifikasi kanker kolon menurut Dukes terbagi
menjadi A, B, C, C1, C2, dan D seperti pada tabel berikut.
Tabel 3. Klasifikasi Stadium Kanker Kolon menurut Dukes
Stadium A
Stadium B
Stadium C
Stadium C1
Stadium C2
Stadium D
Kedalaman invasi kanker belum menembus tunika muskularis dan tidak
ada metastase kelenjar limfe
Kanker sudah menembus tunika muskularis dalam, dapat menginvasi
tunika serosa, diluar serosa atau jaringan perirektal, namun tidak terjadi
metastase kelenjar limfe
Kanker sudah terjadi metastase ke kelenjar limfe
Sudah bermetastase ke kelenjar limfe samping usus dan masenterium
Sudah bermetastase ke kelenjar limfe di pangkal arteri masenterium
Sudah bermetastase ke organ yang jauh, atau metastase luas kelenjar
limfe sehingga pasca reseksi tidak mungkin kuratif atau nonresektabel
(Desen, 2011)
Tabel 4. Klasifikasi Stadium Kanker menurut TNM American Joint Committee
on Cancer (AJCC) 2010 (Kemenkes)
Tumor Primer (T)
TX
Tumor primer tidak dapat dinilai
T0
Tidak ada bukti tumor primer
Tis
Carcinoma in situ: intraepitel atau invasi lamina Propria
T1
Tumor menyerang submukosa
T2
Tumor menyerang muskularis propria
T3
T4a
Tumor menyerang melalui muskularis propria ke dalam jaringan
perikolorektal
Tumor menembus ke permukaan peritoneum visceral
T4b
Tumor langsung menyerang atau melekat pada organ lain atau struktur.
Kelenjar Getah Bening (N)
NX
N0
N1
N1a
N1b
N1c
N2
N2a
N2b
Kelenjar getah bening regional tidak dapat dinilai.
Tidak ada metastasis kelenjar getah bening regional.
Metastasis di 1-3 regional kelenjar getah bening.
. Metastasis di 1 kelenjar getah bening regional.
Metastasis di 2-3 kelenjar getah bening regional
Tumor deposit di subserosa, mesenterium, atau jaringan pericolic atau
perirectal nonperitonealized tanpa metastasis regional nodal.
Metastase di ≥4 kelenjar getah bening regional.
Metastasis di 4-6 kelenjar getah bening regional.
Metastasis di ≥7 kelenjar getah bening regional
Metastasis (M)
M0
M1
M1a
M1b
Tidak ada metastasis jauh.
Metastasis jauh
Metastasis terbatas pada 1 organ atau situs (misalnya hati, paru, ovarium,
nodus non regional).
Metastasis di> 1 organ / situs atau peritoneum.
Stadium Kanker kolon
Stadium
0
I
IIA
IIB
IIC
IIIA
IIIB
T
Tis
T1
T2
T3
T4a
T4b
T1-T2
T1
T3-T4a
T2-T3
N
N0
N0
N0
N0
N0
N0
N1/N1c
N2a
N1/N1c
N2a
M
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
Dukes
A
A
B
B
B
C
C
C
C
Stadium
IIIC
IVA
IVB
VI.
T
T1-T2
T4a
T3-T4a
T4b
Any T
Any T
N
N2b
N2a
N2b
N1-N2
Any N
Any N
M
M0
M0
M0
M0
M1a
M1b
Dukes
C
C
C
C
-
Patofisiologi (WOC/mindmap)
Patofisiologi Kanker usus besar dan rektum didominasi oleh (95%)
adenokarsinoma (yaitu, yang timbul dari lapisan epitel usus) (ACS, 2008 dalam
Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever; 2010). Ini mungkin dimulai sebagai polip
jinak tetapi bisa menjadi ganas, menyerang dan menghancurkan jaringan
normal, dan meluas ke struktur sekitarnya. Sel kanker dapat bermigrasi menjauh
dari tumor primer dan menyebar ke bagian lain dari tubuh (paling sering ke hati,
peritoneum, dan paru-paru) (Field & Lipton, 2007 dalam Smeltzer, Bare,
Hinkle, & Cheever; 2010).
(Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever; 2010; Black & Hawks, 2009; Porth, 2011;
Williams & Hopper, 2007)
VII.
Komplikasi
Menurut Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever (2010), pertumbuhan tumor dapat
menyebabkan obstruksi usus sebagian atau seluruhnya. Perluasan tumor dan
ulserasi ke dalam pembuluh darah di sekitarnya menyebabkan perdarahan. Dapat
terjadi perforasi, pembentukan abses, peritonitis, sepsis, dan syok.
Tabel 5. Potensial Komplikasi dan Intervensi Keperawatan setelah Pembedahan
Usus
Komplikasi
Intervensi Keperawatan
Komplikasi Umum
Ileus paralitik
-Mulai atau lanjutkan intubasi nasogastrik sesuai resep.
-Persiapkan pasien untuk pemeriksaan x-ray.
-Pastikan penggantian cairan dan elektrolit yang memadai.
-Berikan antibiotik yang diresepkan jika pasien mengalami gejala peritonitis.
Obstruksi
mekanis
-Kaji pasien untuk nyeri kolik intermiten, mual, dan muntah.
Kondisi Septik Intra-abdominal
Peritonitis
-Evaluasi pasien terkait mual, cegukan, menggigil, demam tinggi, takikardia,
abdomen seperti tegang seperti “papan”.
-Berikan antibiotik sesuai resep.
-Persiapkan pasien untuk prosedur drainase.
-Berikan cairan parenteral dan terapi elektrolit sesuai resep.
-Persiapkan pasien untuk operasi jika kondisinya memburuk.
Pembentukan
abses
-Berikan antibiotik sesuai resep.
-Terapkan kompres hangat sesuai resep. Persiapkan drainase bedah.
Komplikasi Luka Bedah
Infeksi
-Monitor suhu; laporkan peningkatan suhu.
-Amati kemerahan, nyeri tekan, pengerasan (indurasi), dan nyeri di sekitar luka
operasi.
-Membantu jaga area drainase lokal.
-Dapatkan spesimen drainase untuk uji kultur dan sensitivitas.
Gangguan luka
-Amati drainase cairan serosa yang sangat banyak secara tiba-tiba dari luka.
-Tutupi area luka dengan balutan lembab steril yang didukung dengan pengikat
atau cara serupa.
-Persiapkan pasien segera untuk operasi.
Infeksi intraperitoneal dan infeksi
luka abdomen
-Pantau adanya bukti nyeri abdomen yang konstan atau menyeluruh, denyut nadi
cepat, dan peningkatan suhu.
-Persiapkan untuk dekompresi saluran usus.
-Berikan cairan dan elektrolit dengan rute IV sesuai resep.
-Berikan antibiotik sesuai resep.
Komplikasi Anastomosis
Dehiscence
anastomosis
Fistula
of -Siapkan pasien untuk operasi.
- Mempersiapkan dekompresi saluran usus.
-Berikan cairan parenteral seperti yang ditentukan untuk mengoreksi defisit cairan
dan elektrolit.
VIII. Pengkajian
Anamnesa:
•
Keluhan saat ini:
o adanya kelelahan, nyeri perut atau nyeri (misalnya, PQRST, ada
hubungan dengan makan atau buang air besar)
o pola buang air besar di masa lalu dan sekarang
o karakteristik feses (misalnya warna, bau, konsistensi, adanya darah
atau lendir)
•
Informasi tambahan termasuk:
o riwayat polip kolorektal
o riwayat keluarga colorectal disease
•
Terapi pengobatan saat ini
•
Perawat menilai:
o pola diet, termasuk asupan lemak dan serat, serta jumlah alkohol
yang dikonsumsi dan riwayat merokok.
o riwayat penurunan berat badan dan perasaan lemah dan kelelahan.
IX.
Pemeriksaan Fisik
(1) Pemeriksaan Abdomen
Penilaian meliputi auskultasi abdomen untuk bising usus dan palpasi abdomen
untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat.
(2) Pemeriksaan Colok Dubur
Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada setiap pasien dengan gejala anorektal. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menetapkan keutuhan sfingter ani dan
menetapkan ukuran dan derajat fiksasi tumor pada rektum 1/3 tengah dan distal.
Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:
o Keadaan tumor: Ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian
terendah terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar
prostat atau ujung os coccygis.
o Mobilitas tumor: Hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek
terapi pembedahan. Ekstensi dan ukuran tumor dengan menilai batas
atas, bawah, dan sirkuler.
X.
Pemeriksaan Penunjang (lab/radiologi)
Bersamaan dengan pemeriksaan abdomen dan rektal, prosedur diagnostik
terpenting untuk kanker usus besar adalah (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever;
2010; Kemenkes):
(1) Endoskopi/ Proctosigmoidoskopi/ Kolonoskopi
Endoskopi merupakan prosedur diagnostik utama dan dapat dilakukan
dengan sigmoidoskopi (>35% tumor terletak di rektosigmoid) atau dengan
kolonoskopi total.
(2) Enema Barium dengan Kontras Ganda
Pemeriksaan enema barium yang dipilih adalah dengan kontras ganda
Bertujuan melihat adanya obstruksi ataupun kerusakan pada saluran kolon
dengan memasukkan barium melalui anus.
(3) CT colonography (Pneumocolon CT)
(4) Pemeriksaan darah pada fekal
Spesimen feses diperiksa karakter dan keberadaan darahnya.
(5) Uji antigen karsinoembrionik (CEA)
Meskipun CEA mungkin bukan indikator yang sangat andal dalam
mendiagnosis kanker usus besar karena tidak semua lesi mengeluarkan
CEA. Namun, kadar CEA adalah prediktor prognostik yang andal. Dengan
eksisi lengkap tumor, peningkatan kadar CEA akan kembali normal dalam
waktu 48 jam. Peningkatan CEA di kemudian hari juga dapat menunjukkan
kekambuhan
(6) Endorectal Ultrasonography (ERUS)
o Dilakukan oleh spesialis bedah kolorektal atau spesialis radiologi,
o Digunakan terutama pada T1 yang akan dilakukan eksisi transanal,
o Digunakan pada T3-4 yang dipertimbangkan untuk terapi neoajuvan
o Digunakan apabila direncanakan reseksi trans-anal atau kemoradiasi
(7) Computes Tomography (CT) Scan
o Memperlihatkan invasi ekstra-rektal dan invasi organ sekitar
rektum, tetapi tidak dapat membedakan lapisan-lapisan dinding
usus,
o Akurasi
tidak
setinggi
ultrasonografi
endoluminal
untuk
mendiagnosis metastasis ke kelenjar getah bening,
o Berguna untuk mendeteksi metastasis ke kelenjar getah bening
retroperitoneal dan metastasis ke hepar,
o Berguna untuk menentukan suatu tumor stadium lanjut apakah akan
menjalani terapi adjuvan pre-operatif
o Untuk mengevaluasi keadaan ureter dan buli-buli
(8) Magnetic Resonance Imaging (MRI) Rektum
o Dapat mendeteksi lesi kanker dini (cT1-T2),
o Lebih akurat dalam menentukan staging lokal T dan N. Jarak
terdekat antara tumor dengan fascia
o mesorektal dapat mempredikisi keterlibatan fascia mesorektal:
▪
Jika jarak tumor dengan fascia mesorektal ≤ 1mm terdapat
keterlibatan fascia mesorektal
▪
Jika jarak tumor dengan fascia mesorektal 1-2mm ancaman
keterlibatan fascia mesorektal
▪
Jika jarak tumor dengan fascia mesorektal >2mm tidak
terdapat keterlibatan fascia mesorektal.
▪
Lebih sensitif dibandingkan CT untuk mendeteksi metastasis
hati pada pasien dengan steatosis (fatty liver).
XI.
Diagnosis yang Mungkin Muncul (Doenges, Moorhouse, & Murr; 2010)
Diagnosis yang mungkin muncul pada klien dengan kanker kolon berdasarkan
Doenges, Moorhouse, & Murr (2010) dan PPNI (2016) adalah sebagai berikut
1) Ansietas
2) Berduka
3) Harga diri rendah situasional
4) Nyeri Akut/kronik
5) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
6) Risiko kekurangan volume cairan
7) Kelelahan
8) Risiko infeksi
9) Risiko gangguan membran mukus oral
10) Risiko gangguan integritas kulit
11) Risiko konstipasi/diare
12) Risiko disfungsi seksual
13) Risiko hambatan proses keluarga
14) Defisit pengetahuan terkait proses, perawatan dan pengobatan penyakit
XII.
Rencana Asuhan Keperawatan (NCP) minimal 3 diagnosis keperawatan
Rencana asuhan keperawatan yang akan dibahas adalah terkait diagnosis nyeri
akut/kronik, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh dan risiko
kekurangan volume cairan (Doenges, Moorhouse, & Murr; 2010).
1) Nyeri Akut/Kronik
•
Mungkin terkait dengan:
-proses penyakit, seperti: kompresi atau penghancuran jaringan saraf,
infiltrasi saraf atau suplai vaskularnya, obstruksi jalur saraf, peradangan,
metastasis ke tulang
-Efek samping berbagai agen terapi kanker
•
Mungkin ditandai oleh
-Laporan nyeri
-Fokus sendiri, fokus menyempit
-Perubahan tonus otot; masker wajah nyeri
-Perilaku gangguan/penjagaan
-Respons otonom, kegelisahan (nyeri akut)
•
Kriteria Evaluasi/Hasil yang Diinginkan
a. Tingkat Nyeri
Melaporkan nyeri secara maksimal atau kontrol nyeri dengan gangguan
minimal pada aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL).
b. Pengendalian Nyeri
-Mengikuti rejimen farmakologis yang ditentukan.
-Memperagakan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas
pengalihan seperti yang ditunjukkan untuk situasi individu.
Actions/Intervensi
Rasional
Manajemen Nyeri (Mandiri)
Tentukan riwayat nyeri, misalnya, lokasi nyeri, Informasi menyediakan data dasar untuk
frekuensi,
durasi,
dan
intensitas
mengevaluasi
kebutuhan
dan
menggunakan skala peringkat (skala 0-10),
efektivitas intervensi. Nyeri dengan
atau skala peringkat verbal— "tidak ada
durasi lebih dari 6 bulan merupakan
nyeri" hingga "nyeri yang menyiksa"; dan
nyeri kronis, yang dapat memengaruhi
tindakan bantuan digunakan. Percayai
pilihan terapeutik. Episode nyeri akut
laporan klien.
yang berulang dapat terjadi dalam
nyeri kronis, yang membutuhkan
peningkatan
tingkat
intervensi.
Catatan: Pengalaman nyeri adalah
pengalaman individual yang terdiri
dari respons fisik dan emosional.
Tentukan waktu dan pencetus nyeri "terobosan" Nyeri dapat terjadi menjelang akhir interval
saat menggunakan obat sepanjang waktu,
dosis, yang menunjukkan perlunya
baik obat oral, intravena (IV), topikal,
dosis yang lebih tinggi atau interval
transmucosal, epidural, atau patch.
dosis yang lebih pendek. Nyeri dapat
dipicu oleh pemicu yang dapat
diidentifikasi, atau terjadi secara
spontan, membutuhkan penggunaan
agen paruh waktu singkat untuk
penyelamatan atau dosis tambahan.
Evaluasi efek nyeri dari terapi tertentu, seperti Berbagai ketidaknyamanan umum terjadi
pembedahan, radiasi, kemoterapi, atau
seperti nyeri sayatan, kulit terbakar,
bioterapi. Memberikan informasi kepada
nyeri punggung bawah, sariawan, atau
klien dan SO tentang apa yang diharapkan
sakit kepala, tergantung pada prosedur
atau bahan yang digunakan. Nyeri juga
berhubungan dengan prosedur invasif
untuk mendiagnosis atau mengobati
.
kanker.
Berikan tindakan kenyamanan nonfarmakologis Mempromosikan relaksasi dan membantu
seperti pijat, reposisi, dan menggosok
memfokuskan kembali perhatian.
punggung; serta kegiatan pengalihan,
seperti musik, membaca, dan TV.
Dorong penggunaan keterampilan manajemen Memungkinkan klien untuk berpartisipasi
stres dan terapi pelengkap seperti teknik
secara aktif dalam pengobatan nyeri
relaksasi,
visualisasi,
perumpamaan
tanpa obat dan meningkatkan rasa
terpandu, biofeedback, tawa, musik,
kontrol. Nyeri menghasilkan stres dan,
aromaterapi, dan Sentuhan Terapi.
dalam
hubungannya
dengan
ketegangan otot dan stresor internal,
meningkatkan fokus klien pada diri
sendiri,
yang
pada
gilirannya
meningkatkan tingkat nyeri.
Berikan stimulasi kulit, seperti kompres panas dan Dapat mengurangi peradangan, kejang otot,
dingin, atau pijat.
mengurangi nyeri yang terkait.
Waspadai hambatan penanganan nyeri kanker yang Klien takut bahwa penyakitnya lebih buruk;
terkait dengan klien, serta sistem
khawatir tentang efek samping obat
perawatan kesehatan.
nyeri yang tidak dapat dikendalikan;
keyakinan bahwa rasa sakit memiliki
arti, seperti "Tuhan menghendakinya,"
mereka harus mengatasinya; atau rasa
sakit itu pantas atau pantas untuk
beberapa alasan. Masalah sistem
Actions/Intervensi
Rasional
perawatan kesehatan mencakup faktorfaktor seperti penilaian nyeri yang
tidak memadai, kekhawatiran tentang
zat yang dikendalikan atau kecanduan
klien, penggantian yang tidak
memadai, dan biaya modalitas
pengobatan.
Evaluasi pereda nyeri secara berkala. Sesuaikan Tujuannya adalah pengendalian nyeri
rejimen pengobatan seperlunya.
maksimum dengan gangguan minimal
pada ADL.
Beri tahu klien dan SO tentang efek terapeutik yang Informasi
ini
membantu
membangun
diharapkan dan diskusikan pengelolaan
ekspektasi dan kepercayaan yang
efek samping. .
realistis pada kemampuan sendiri
untuk menangani apa yang terjadi.
Kolaboratif
Diskusikan penggunaan terapi alternatif atau Dapat meredakan atau meredakan nyeri tanpa
komplementer, seperti akupunktur, jika
efek samping terkait obat.
klien menginginkannya.
Rencana terorganisir yang dimulai dengan
Kembangkan rencana manajemen nyeri individual
jadwal dosis paling sederhana dan
dengan klien dan dokter. Berikan salinan
modalitas paling tidak invasif
rencana tertulis kepada klien, keluarga dan
meningkatkan kesempatan untuk
SO, dan penyedia perawatan.
mengontrol nyeri. Khususnya dengan
nyeri kronis, klien dan SO harus
menjadi
peserta
aktif
dalam
manajemen nyeri dan semua penyedia
perawatan harus konsisten.
Berikan analgesik, seperti yang ditunjukkan, Berbagai macam analgesik dan agen terkait
misalnya:
dapat digunakan sepanjang waktu
untuk mengatasi nyeri. Catatan:
Ketergantungan atau ketergantungan
pada obat tidak menjadi perhatian.
Opioid seperti kodein, morfin (MSContin, Efektif untuk nyeri sedang hingga berat yang
terlokalisasi dan umum, dengan bentuk
Kadian),
oksikodon
(oxycontin),
pelepasan yang bekerja lama atau
hidrokodon
(Vicodin),
hidromorfon
terkontrol tersedia. Rute administrasi
(Dilaudid), metadon (Dolophine), fentanyl
termasuk
lisan;
transmucosal;
(Duragesic,
Actiq,
Fentora),
atau
transdermal; sengau; rektal; dan infus
oxymorphone (Numorphan, Opana)
subkutan, IV, epidural, dan intratekal,
yang dapat diberikan melalui patient
control analgesia (PCA). Fentanyl
citrate (Oralet) tersedia sebagai agen
transmucosal yang diserap melalui
mukosa pipi bagian dalam. Catatan:
Rute intramuskular (IM) tidak
dianjurkan untuk obat nyeri karena
penyerapan tidak dapat diandalkan,
selain menyebabkan nyeri dan tidak
nyaman.
Acetaminophen (Tylenol) dan obat antiinflamasi Obat adjuvan berguna untuk nyeri ringan
sampai
sedang
dan
dapat
nonsteroid (NSAID), termasuk aspirin,
Actions/Intervensi
Rasional
ibuprofen (Motrin, Advil), peroxicam
dikombinasikan dengan opioid dan
(Feldene), atau indomethacin (Indocin)
modalitas lainnya.
Corticosteroids,
seperti
dexamethasone Mungkin efektif dalam mengendalikan nyeri
(Decadron) atau prednisone
yang berhubungan dengan proses
inflamasi termasuk nyeri tulang
metastatik, kompresi medula spinalis
akut, dan nyeri neuropatik.
Antikonvulsan, seperti fenitoin (Dilantin), asam Berguna untuk sindrom nyeri perifer yang
valproik
(Depakote),
klonazepam
berhubungan dengan nyeri neuropatik,
(Klonopin), gabapentin (Neurontin), atau
terutama nyeri penembakan, neuralgia
pregabalin (Lyrica)
postherpetik.
Antidepresan, seperti amitriptyline (Elavil), Efektif untuk nyeri neuropatik (misalnya
imipramine
(Tofranil),
doxepin
kesemutan, nyeri terbakar) dan nyeri
(Sazodone) (Desyrel), atau duloxetine
akibat pembedahan, kemoterapi, atau
(Cymbalta)
infiltrasi saraf.
Antihistamin, seperti hydroxyzine (Atarax, Agen anxiolytic ringan dengan sifat sedatif dan
Vistaril)
analgesik.
Dapat
menyebabkan
analgesia
aditif
dengan
dosis
terapeutik opioid dan mungkin
bermanfaat dalam membatasi mual
atau muntah yang diinduksi opioid.
Radioisotop, seperti strontium-89 (Metastron) atau Efektif dalam mengobati nyeri akibat lesi
Samarium
SM
153
lexidronam
tulang metastasis osteoblas. Onset obat
(Quadramet)
sekitar 1 minggu dengan durasi 2
sampai 4 bulan. Dapat membantu
mengurangi dosis analgesik opioid.
Catatan: Jumlah sumsum tulang,
leukosit, dan trombosit dapat ditekan
hingga 8 minggu setelah pemberian
obat.
Bifosfonat, seperti Pamidronate (Aredia) atau asam Penghambat aktivitas khusus osteoklastik yang
zoledronat (Zometa)
mengobati
hiperkalsemia
dan
mengurangi nyeri tulang dan patah
tulang terutama pada kanker mieloma
multipel, payudara, dan prostat.
Menyediakan dan menginstruksikan penggunaan Memberikan pemberian obat yang tepat waktu,
PCA, yang sesuai.
mencegah fluktuasi intensitas nyeri,
seringkali dengan dosis total yang
lebih rendah daripada yang akan
diberikan
dengan
metode
konvensional.
Instruksikan penggunaan unit stimulasi listrik TENS memblokir transmisi saraf dari stimulus
(misalnya,
stimulasi
saraf
listrik
nyeri, memberikan pengurangan dan
transkutaneus [TENS]).
pengurangan nyeri tanpa efek samping
terkait obat. Dapat digunakan dalam
kombinasi dengan modalitas lain.
Mempersiapkan dan membantu prosedur seperti Dapat digunakan pada nyeri yang parah dan
blok saraf, kordotomi, mielotomi
berat yang tidak responsif terhadap
komisural, atau terapi radiasi.
tindakan lain. Catatan: Radiasi sangat
berguna untuk metastasis tulang dan
dapat meredakan nyeri dengan cepat
bahkan dengan satu pengobatan.
Actions/Intervensi
Rujuk
Rasional
ke kelompok pendukung terstruktur, Mungkin diperlukan untuk mengurangi
spesialis perawat klinis psikiatri, psikolog,
kecemasan
dan
meningkatkan
atau penasihat spiritual untuk konseling,
keterampilan
koping
klien,
seperti yang ditunjukkan
mengurangi tingkat nyeri. Catatan:
Hipnosis
dapat
meningkatkan
kesadaran
dan
membantu
memfokuskan konsentrasi untuk
mengurangi persepsi nyeri.Mungkin
2) Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
•
Mungkin terkait dengan:
-Keadaan hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker
-Konsekuensi kemoterapi, radiasi, dan pembedahan seperti: anoreksia,
iritasi lambung, distorsi rasa, mual
-Gangguan emosional, kelelahan, nyeri yang tidak terkontrol
•
Mungkin ditandai oleh
-Melaporkan asupan makanan yang tidak mencukupi, sensasi rasa yang
berubah, kehilangan minat pada makanan, ketidakmampuan merasakan
untuk menelan makanan, muntah
-Berat badan 20% atau lebih di bawah ideal berdasarkan tinggi badan,
penurunan lemak subkutan dan massa otot
-Sakit, radang rongga bukal
-Diare dan/atau sembelit, kram perut
•
Kriteria Hasil / Evaluasi yang Diinginkan
a.
Status Gizi
Menunjukkan berat badan yang stabil atau kenaikan berat badan
yang progresif menuju tujuan dengan normalisasi nilai
laboratorium dan bebas dari tanda-tanda malnutrisi.
b. Pengetahuan: Diet
-Verbalisasikan
pemahaman
tentang
gangguan
individu
terhadap asupan yang memadai.
-Berpartisipasilah dalam intervensi khusus untuk merangsang
nafsu makan dan meningkatkan asupan makanan.
Actions/Intervensi
Rasional
Terapi Nutrisi (Mandiri)
Pantau asupan makanan harian dan minta klien Identifikasi kekuatan dan kekurangan nutrisi.
menyimpan buku harian makanan,
seperti yang ditunjukkan.
Ukur tinggi, berat, dan ketebalan lipatan kulit, Jika pengukuran ini berada di bawah standar
minimum, sumber utama energi
atau pengukuran antropometri lainnya,
tersimpan klien, jaringan lemak, akan
jika sesuai. Pastikan jumlah penurunan
habis.
berat badan baru-baru ini. Timbang
setiap hari atau sesuai indikasi.
Kaji kulit dan selaput lendir untuk mencari pucat,
penyembuhan luka tertunda, dan Membantu mengidentifikasi malnutrisi kalori
protein, terutama bila pengukuran berat
kelenjar parotis membesar.
badan dan antropometri kurang dari
normal.
Anjurkan klien untuk makan makanan tinggi
kalori, kaya nutrisi, dengan asupan
Jaringan dan kebutuhan metabolisme meningkat
cairan yang cukup.
untuk menghilangkan produk limbah.
Suplemen dapat berperan penting dalam
Dorong penggunaan suplemen dan sering, makan
menjaga asupan kalori dan protein yang
lebih kecil dengan jarak sepanjang hari.
memadai.
Ciptakan
suasana
makan
yang
menyenangkan; dorong klien untuk
berbagi makanan dengan keluarga dan Membuat waktu makan lebih menyenangkan,
yang dapat meningkatkan asupan.
teman.
Dorong komunikasi terbuka tentang anoreksia.
Seringkali menjadi sumber tekanan emosional,
terutama bagi SO yang ingin sering
memberi makan klien. Ketika klien
menolak, SO mungkin merasa ditolak
atau frustrasi.
Manajemen kemoterapi
Sesuaikan diet sebelum dan segera setelah Efektivitas penyesuaian diet sangat individual
perawatan seperti cairan bening dan
untuk meredakan mual pasca terapi.
dingin; makanan ringan atau hambar;
Klien harus bereksperimen untuk
manisan jahe; kerupuk kering; roti
menemukan solusi dan kombinasi
panggang; dan minuman berkarbonasi.
terbaik. Menghindari cairan selama
Berikan cairan 1 jam sebelum atau 1 jam
makan akan meminimalkan "kenyang"
setelah makan.
terlalu cepat.
Kontrol faktor lingkungan, seperti bau dan Dapat memicu respons mual dan muntah.
kebisingan yang kuat atau berbahaya.
Hindari makanan yang terlalu manis,
berlemak, atau pedas.
Dapat mencegah onset atau mengurangi
keparahan mual, menurunkan anoreksia,
Dorong penggunaan teknik relaksasi, visualisasi,
dan memungkinkan klien meningkatkan
perumpamaan terpandu, dan olahraga
asupan oral.
ringan sebelum makan.
Identifikasi klien yang mengalami mual atau Mual dan muntah psikogenik yang terjadi
sebelum kemoterapi umumnya tidak
muntah antisipatif, dan lakukan tindakan
merespons obat antiemetik. Perubahan
yang sesuai.
lingkungan perawatan atau rutinitas
Actions/Intervensi
Rasional
klien pada hari perawatan mungkin
efektif.
Evaluasi efektivitas agen antiemetik.
Setiap orang merespons secara berbeda terhadap
semua obat. Antiemetik lini pertama
mungkin tidak bekerja, membutuhkan
perubahan atau penggunaan terapi obat
kombinasi.
Kotoran dan sekresi lambung yang paling kering. Terapi
tertentu,
seperti
antimetabolit,
menghambat pembaruan sel epitel yang
melapisi saluran gastrointestinal (GI),
yang dapat menyebabkan perubahan
mulai dari eritema ringan hingga ulserasi
parah dengan pendarahan.
Membantu
mengidentifikasi
tingkat
ketidakseimbangan
biokimia
atau
Kaji ulang studi laboratorium secara kolaboratif,
malnutrisi dan memengaruhi pilihan
sesuai indikasi, seperti jumlah limfosit
intervensi diet. Catatan: Perawatan
total, transferin serum, dan albumin atau
antikanker juga dapat mengubah studi
prealbumin.
nutrisi, jadi semua hasil harus dikaitkan
dengan status klinis klien.
Berikan obat-obatan, sesuai indikasi, misalnya:
Kebanyakan
antiemetik
bekerja
untuk
Antagonis reseptor 5-HT3, seperti ondansetron
mengganggu stimulasi pusat muntah
(Zofran), granisetron (Kytril), dolasetron
yang sebenarnya, dan agen zona pemicu
(Anzemet), dan palonosetron (Aloxi);
kemoreseptor juga bekerja secara perifer
Antagonis reseptor NK-1 aprepitant
untuk menghambat peristaltik terbalik.
(Emend);
fenotiazin,
seperti
Obat-obatan ini sering diresepkan secara
proklorperazin
(Compazine)
dan
rutin sebelum, selama, dan setelah
tiethylperazine
(Torecan);
kemoterapi untuk mencegah mual dan
antidopaminergik
seperti
muntah.
metoclopramide (Reglan); antihistamin,
seperti diphenhydramine (Benadryl); Terapi kombinasi seperti Compazine dengan
dan kanabinoid seperti dronabinol
Decadron dan / atau Ativan seringkali
(Marinol)
lebih efektif daripada obat tunggal.
Kolaboratif
Kortikosteroid
seperti
deksametason Mencegah defisit yang berhubungan dengan
(Dekadron); benzodiazepin seperti
penurunan penyerapan vitamin yang
lorazepam
(Ativan);
dan
larut dalam lemak. Kekurangan B6 dapat
butyrophenones,
seperti
vitamin
menyebabkan
atau
memperburuk
haloperidol (Haldol) atau droperidol
depresi, iritabilitas, dan neuropati.
(Inapsine),
Catatan: Beberapa penyedia medis
menganjurkan
untuk
menghindari
vitamin A, D, dan B6
antioksidan seperti E dan C karena dapat
mengganggu kemoterapi dan radiasi.
Antasida dan / atau penghambat pompa proton
seperti
esomeprazole
(Nexium), Meminimalkan iritasi lambung, mengurangi
lansoprazole
(Prevacid),
atau
mual, dan mengurangi risiko ulserasi
pantoprazole (Protonix)
mukosa.
Berikan antiemetik dengan jadwal yang teratur Mual dan muntah seringkali merupakan efek
sebelum atau selama dan setelah
samping kemoterapi yang paling
Actions/Intervensi
pemberian agen antineoplastik
radiasi, jika sesuai.
Rasional
dan
Terapi Nutrisi (Kolaboratif)
Rujuk ke ahli diet atau tim pendukung nutrisi.
melumpuhkan dan secara psikologis
membuat stres.
Menyediakan rencana diet khusus untuk
memenuhi kebutuhan individu dan
mengurangi masalah yang terkait dengan
malnutrisi protein atau kalori dan
defisiensi mikronutrien.
Masukkan dan pertahankan nasogastrik (NG)
atau selang makanan untuk makanan
enterik, atau jalur sentral untuk nutrisi Jika terdapat malnutrisi parah (mis., Kehilangan
parenteral
total
(TPN),
jika
25% -30% berat badan) atau jika klien
diindikasikan.
tidak berstatus nothing-by-mouth (NPO)
selama 5 hari dan kemungkinan tidak
dapat makan selama seminggu lagi,
pemberian makan tabung atau TPN
mungkin diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi.
3) Risiko Kekurangan Volume Cairan
•
Faktor risiko ynag mungkin
-pengeluaran cairan yang berlebihan melalui rute normal, seperti
muntah, diare; dan/atau rute abnormal, seperti: tabung indwelling, luka,
fistula
-Hipermetabolik stage
-Asupan cairan yang terganggu
•
Mungkin ditandai oleh
(Tidak berlaku; adanya tanda dan gejala menetapkan diagnosis yang
sebenarnya)
•
Kriteria Hasil/Evaluasi yang Diinginkan
o Hidrasi
Menampilkan keseimbangan cairan yang memadai sebagaimana
dibuktikan oleh tanda-tanda vital yang stabil, selaput lendir yang
lembab, turgor kulit yang baik, pengisian kapiler yang cepat, dan
output urin yang adekuat secara individual.
Actions/Intervensi
Rasional
Manajemen Cairan/Elektrolit
Independen
Memantau pemasukan dan keluaran (I&O) dan Keseimbangan cairan negatif yang berlanjut,
gravitasi spesifik. Sertakan semua
penurunan output ginjal, dan konsentrasi
sumber keluaran, seperti muntah, diare,
urin menunjukkan terjadinya dehidrasi
atau luka yang mengering. Hitung saldo
dan kebutuhan untuk peningkatan
24 jam.
penggantian cairan.
Timbang, seperti yang ditunjukkan.
Pantau tanda-tanda vital. Evaluasi denyut perifer
dan pengisian kapiler.
Pengukuran
sensitif
terhadap
keseimbangan cairan.
fluktuasi
Merefleksikan kecukupan volume sirkulasi.
Kaji turgor kulit dan kelembapan selaput lendir. Indikator tidak langsung dari status hidrasi dan
Perhatikan laporan rasa haus.
derajat defisit.
Dorong peningkatan asupan cairan sesuai Membantu dalam pemeliharaan kebutuhan
cairan dan mengurangi risiko efek
kebutuhan dan toleransi individu.
samping berbahaya seperti sistitis
hemoragik pada klien yang menerima
siklofosfamid (Cytoxan).
Amati
kecenderungan perdarahan, seperti
mengalir dari selaput lendir atau tempat
tusukan dan adanya ecchymosis atau
petechiae.
Minimalkan venipungsi seperti menggabungkan
IV dimulai dengan pengambilan darah.
Dorong klien untuk mempertimbangkan
penempatan kateter vena sentral atau
perifer.
Hindari trauma dan tekan tempat tusukan.
Identifikasi dini masalah yang mungkin terjadi
sebagai akibat dari kanker dan / atau
terapi, memungkinkan dilakukannya
intervensi segera.
Mengurangi potensi perdarahan dan infeksi yang
berhubungan dengan tusukan vena
berulang.
Mengurangi
potensi
perdarahan
pembentukan hematoma.
dan
Kolaboratif
Berikan cairan IV sesuai indikasi.
Berikan terapi antiemetik. (Lihat ND: Gizi Tidak
Seimbang: Kurang dari Kebutuhan
Tubuh.)
Diberikan untuk hidrasi umum dan untuk
mengencerkan obat antineoplastik dan
mengurangi efek samping yang
merugikan — mual, muntah, atau
nefrotoksisitas.
Pengentasan mual dan muntah menurunkan
kehilangan lambung dan memungkinkan
peningkatan asupan oral.
Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti CBC,
Memberikan informasi tentang tingkat hidrasi
elektrolit, dan albumin serum.
dan defisit yang sesuai. Catatan:
Actions/Intervensi
Rasional
Malnutrisi dan efek penurunan kadar
albumin mempotensiasi pergeseran
cairan atau pembentukan edema.
Berikan transfusi, sesuai indikasi:
-Sel darah merah
-Trombosit
Mungkin diperlukan untuk mengembalikan
hitung darah dan mencegah manifestasi
anemia yang sering muncul pada klien
kanker, seperti takikardia, takipnea,
pusing, dan lemas.
Trombositopenia dapat terjadi sebagai efek
samping dari kemoterapi, radiasi, atau
proses kanker yang meningkatkan risiko
perdarahan dari selaput lendir dan bagian
tubuh lainnya. Perdarahan spontan dapat
terjadi dengan jumlah trombosit 5.000.
Hindari penggunaan aspirin, iritasi lambung, Zat-zat ini dapat berdampak negatif pada
penghambat platelet, atau herbal seperti
mekanisme
pembekuan
dan/atau
ginseng, teh hijau, bawang putih, jahe,
meningkatkan risiko perdarahan.
ginkgo, atau kulit kayu willow.
XIII. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi dan Medikasi
Pengobatan untuk kanker kolorektal bergantung pada stadium penyakit yang
umumnya terdiri dari (Williams & Hopper, 2007; Smeltzer, Bare, Hinkle &
Cheever, 2010; Kemenkes)
(1) Pembedahan untuk mengangkat tumor
Pembedahan adalah pengobatan utama untuk sebagian besar kanker usus besar
dan rektal. Jenis operasi yang direkomendasikan tergantung pada lokasi dan
ukuran tumor.
Persiapan praoperasi pada pasien kanker kolorektal yang akan menjalani
pembedahan, meliputi: (1) Informed consent (2) Pembuatan stoma (3)Persiapan
usus (kolon) (4) Transfusi darah perioperatif (5) Profilaksis antibiotik.
(2) Terapi Endoskopi
Terapi endoskopik dilakukan untuk polip kolorektal, yaitu lesi mukosa
kolorektal yang menonjol ke dalam lumen.
Metode yang digunakan untuk polipektomi tergantung pada ukuran, bentuk dan
tipe histolopatologinya. Polip dapat dibiopsi terlebih dahulu untuk menentukan
tindakan selanjutnya. Biopsi polip umumnya dilakukan dengan mengambil 4-6
spesimen atau 8-10 spesimen untuk lesi yang lebih besar. Panduan American
College of Gastroenterology menyatakan bahwa: Polip kecil harus dibuang
secara utuh. Jika jumlahnya banyak (lebih dari 20), harus dilakukan biopsi
representatif.
(3) Terapi suportif
Pasien dengan gejala obstruksi usus diberikan terapi suportif dengan (1) cairan
infus, (2) hisap nasogastrik dan jika telah terjadi perdarahan yang signifikan, (3)
terapi pemberian komponen darah.
(4) Terapi adjuvan.
Pasien yang menerima beberapa bentuk terapi adjuvan, yang mungkin termasuk
kemoterapi, terapi radiasi, imunoterapi, atau terapi multimodalitas, biasanya
menunjukkan keterlambatan dalam kekambuhan tumor dan peningkatan waktu
bertahan hidup (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever (2010).
1) Radiasi
Terapi radiasi digunakan sebelum, selama, dan setelah operasi dengan tujuan:
(1) untuk mengecilkan tumor;
(2) untuk mencapai hasil yang lebih baik dari operasi; dan
(3) untuk mengurangi risiko kekambuhan.
(4) untuk memberibantuan yang signifikan dari gejala (Untuk tumor yang tidak
dapat dioperasi)
2) Kemoterapi
Kemoterapi pada kanker kolorektal dapat dilakukan sebagai terapi ajuvan,
neoaduvan atau paliatif. Terapi ajuvan direkomendasikan untuk pasien
stadium III dan stadium II yang memiliki risiko tinggi. Selain itu, untuk
memantau efek samping, sebelum terapi perlu dilakukan pemeriksaan darah
tepi lengkap, uji fungsi hati, uji fungsi ginjal (ureum dan kreatinin), serta
elektrolit darah.
a. 5-Flourourasil (5-FU)
fluorourasil suatu fluorinated pyrimidine, adalah 5-fluoro-2,4 (1H,3H)pyrimidinedione. 5-Fluorourasil (5-FU) merupakan obat kemoterapi
golongan antimetabolit pirimidin.
5-FU efektif untuk terapi karsinoma kolon, rektum, payudara, gaster dan
pankreas. Kontraindikasi pada pasien dengan status nutrisi buruk,
depresi sumsum tulang, infeksi berat dan hipersensitif terhadap
fluorourasil adalah sebagai berikut:
o Stomatitis dan esofagofaringitis,
o Diare, anoreksia, mual dan muntah;
o Tukak dan perdarahan gastrointestinal;
o Lekopenia (leukosit < 3500/mm3), atau penurunan leukosit
secara cepat;
o Trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3);
o Efek yang jarang terjadi dapat berupa sindrom palmar-plantar
erythrodysesthesia atau hand-foot syndrome, dan alopesia.
b. Leucovorin/Ca-folinat
c. Capecitabine
Capecitabine adalah sebuah fluoropirimidin karbamat, yang dirancang
sebagai obat kemoterapi oral. Efek samping yang lebih sering timbul
adalah sindrom palmar plantar erythrodysesthesia atau hand-foot
syndrome. Manifestasi sindrom ini adalah sensasi baal pada tangan dan
kaki, hiperpigmentasi, yang berkembang menjadi nyeri saat memegang
benda atau berjalan. Telapak tangan dan kaki menjadi bengkak dan
kemerahan, dan mungkin disertai dengan deskuamasi.
d. Oxaliplatin
Oxaliplatin merupakan derivat generasi ketiga senyawa platinum dan
termasuk dalam golongan obat pengalkilasi (alkylating agent). Efek
samping oxaliplatin dapat terjadi pada sistem hematopoetik, sistem saraf
tepi dan sistem gastrointestinal.
Sistem hematopoietik menyebabkan mielotoksisitas derajat sedang,
anemia, dan trombositopenia yang tidak berat. Pada sistem saraf tepi
sering terjadi neuropati perifer berupa parestesia, dysetesia atau
allodynia pada ekstremitas, bibir, dan orofaringolaringeal yang terjadi
selama dan sesaat setelah oxaliplatin infus diberikan. Hal ini akan
mereda dalam beberapa jam hingga beberapa hari. Efek samping pada
sistem gastrointestinal dapat berupa mual, muntah, dan diare.
e. Irinotecan
Irinotecan adalah bahan semisintetik yang mudah larut dalam air dan
merupakan derivat alkaloid sitotoksik yang diekstraksikan dari
tumbuhan seperti Camptotheca acuminata. Efek samping yang dapat
timbul pada pemberian irinotecan yakni diare, gangguan enzim hepar,
insomnia, alergi, anemia, leukopenia, neutropenia, trombositopenia,
bradikardia, oedem, hipotensi, demam, dan fatigue.
3) Terapi Biologis (Targeted Theraphy)
a. Bevacizumab
Bevacizumab merupakan rekombinan monoklonal antibodi manusia
yang berikatan dengan semua isotipe Vascular Endothelial Growth
FactorA (VEGF-A / VEGF)., yang merupakan mediator utama
terjadinya
vaskulogenesis
dan
angiogenesis
tumor,
sehingga
menghambat pengikatan VEGF ke reseptornya, Flt-1 (VEGFR-1) dan
KDR (VEGFR-2
b. Cetuximab
Cetuximab
merupakan
antibodi
monoklonal
chimeric
mouse/rekombinan manusia yang mengikat secara spesifik reseptor
faktor pertumbuhan epidermal (EGFR, HER1, c-ErB-1) dan secara
kompetitif menghambat ikatan EGF dan ligan lain.
c. Ziv-Aflibercept
Aflibercept merupakan protein rekombinan yang memiliki bagian
reseptor 1 dan 2 VEGF manusia yang berfusi pada porsi Fc dari IgG1
manusia. Didesain sebagai perangkap VEGF untuk mencegah aktivasi
reseptor VEGF dan selanjutnya menghambat angiogenesis.
d. Panitumumab, Regorafenib, BIBF 1120, Cediranib Panitumumab,
regorafenib, BIBF 1120, dan cedirani
Targeted therapy jenis ini yang belum tersedia di Indonesia.
Panitumumab merupakan antibodi monoklonal murni dari manusia.
Mekanisme kerjanya sama dengan cetuximab.
XIV. Referensi
Black, J. M., Hawks, J. H. (2009). Medical Surgical Nursing, 8th edition. St. Louis:
Elsevier.
Desen. (2011). Onkologi Klinik, Edisi 2. Jakarta: FK UI.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing Care Plans: Guidelines
for Individualizing Client Care Across the Life Span. Philadelphia: Davis Company.
Kemenkes
RI.
Panduan
Penatalaksanaan
Kanker
Kolorektal.
Jakarta:Komite
Penanggulangan Kanker Nasional. Diunduh dalam bentuk pdf pada Selasa, 27
Oktober
2020
Pukul
23.00
WIB
melalui
kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKKolorektal.pdf
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., &Cheever, K. H. (2010). Brunner & Suddarth’s:
Textbook of Medical-Surgical Nursing. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Porth, C. M. (2011). Essentials of Pathophysiology Concepts of Altered Health States 3rd
edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta DPP PPNI.
Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2012). Principles of Anatomy & Physiology, 13th edition.
US: John Wiley & Sons, Inc.
Williams, L. S. & Hopper, P. D. (2007). Understanding Medical Surgical Nursing 3rd
edition. Philadelphia: Davis Company.
Download