LAPORAN PENDAHULUAN KANKER KOLON Oleh Sari Nabila, 1606882521, Kelompok 3B I. Anatomi dan fisiologi Pada pembahasan kanker kolon perlu mempelajari dua sistem yaitu sistem gastrointestinal khususnya pada bagian usus besar dan juga sistem limfa, sebagai berikut: a. Sistem Gastrointestinal Saluran Gastrointestinal (GI) adalah saluran sepanjang 7 m sampai 7,9 m yang bermula dari mulut ke kerongkongan, lambung, usus kecil dan besar, dan rektum hingga ke anus (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever; 2010). Kontraksi otot di dinding saluran GI secara fisik memecah makanan dengan mengocoknya dan mendorong makanan di sepanjang saluran, dari kerongkongan ke anus serta membantu melarutkan makanan dengan mencampurkannya dengan cairan yang disekresikan ke dalam saluran. Enzim yang disekresi oleh organ pencernaan aksesori dan sel yang melapisi saluran membantu memecah makanan secara kimiawi (Tortora & Derrickson, 2012). Secara keseluruhan, sistem pencernaan melakukan enam fungsi proses dasar berupa (Tortora & Derrickson, 2012): (1) Penelanan (Ingestion) Proses ini melibatkan masuknya makanan dan cairan ke dalam mulut (makan). (2) Sekresi (Secretion) Setiap hari, sel-sel di dalam dinding saluran GI dan organ pencernaan tambahan mengeluarkan total sekitar 7 liter air, asam, penyangga, dan enzim ke dalam lumen saluran untuk membantu proses pencernaan. (3) Pencampuran dan propulsi (Mixing and Propulsion) Kontraksi dan relaksasi otot polos yang bergantian di dinding saluran GI mencampurkan makanan dan sekresi serta mendorongnya ke arah anus disebut motilitas. (4) Pencernaan (Disgestion) Proses mekanis dan kimiawi memecah makanan yang tertelan menjadi molekul-molekul kecil. Dalam pencernaan mekanis, gigi memotong dan menggiling makanan sebelum ditelan, dan kemudian otot polos perut dan usus halus mengocok makanan. Akibatnya, molekul makanan menjadi larut dan tercampur sempurna dengan enzim pencernaan. (5) Penyerapan (Absorption) Masuknya cairan, ion, dan produk pencernaan (sudah tertelan dan diproses bercampur produk sekresi) ke dalam sel epitel yang melapisi lumen saluran GI disebut absorpsi. Zat inilah yang diserap masuk ke dalam darah atau getah bening dan beredar ke sel-sel di seluruh tubuh. (6) Defekasi (Defecation). Limbah, zat yang tidak dapat dicerna, bakteri, sel yang terkelupas dari lapisan saluran GI, dan bahan yang dicerna yang tidak terserap dalam perjalanannya melalui saluran pencernaan meninggalkan tubuh melalui anus dalam proses yang disebut Defekasi berupa feses. Gambar 1. Struktur Organ pada Sistem Gastrointestinal Tabel 1. Sistem Gastrointestinal dan Fungsinya No. Sistem Fungsinya Gastrointestinal Saluran Gastrointestinal 1. Mulut -Tempat awal masuknya makanan dan cairan -Tempat proses pencernaan mekanis sebelum ditelan 2. Faring -Berbentuk tabung corong membantu mendorong makanan ke esofagus dengan kontraksi otot 3. Kerongkongan -Kerongkongan mengeluarkan lendir (esofagus) -Membantu menyalurkan makanan ke dalam perut 4. Lambung -Mencampur air liur, makanan, dan sari lambung untuk membentuk chyme -Berfungsi sebagai reservoir makanan sebelum dibuang ke usus halus -Mengeluarkan getah lambung yang mengandung HCl (membunuh bakteri dan mengubah sifat protein), pepsin (memulai pencernaan protein), faktor intrinsik (membantu penyerapan vitamin B12), dan lipase lambung (membantu pencernaan trigliserida). -Mengeluarkan gastrin ke dalam darah. 5. Usus Kecil -Segmentasi campuran chyme dengan cairan pencernaan dan membawa makanan ke dalam kontak dengan mukosa untuk penyerapan; gerak peristaltik mendorong chyme melalui usus kecil. -Melengkapi pencernaan karbohidrat, protein, dan lipid; memulai dan menyelesaikan pencernaan asam nukleat. -Menyerap sekitar 90% nutrisi dan air yang melewati sistem pencernaan. 6. Usus Besar -Haustral churning, peristaltik, dan gerak peristaltik mendorong isi usus besar ke dalam rektum. -Bakteri di usus besar mengubah protein menjadi asam amino, memecah asam amino, dan menghasilkan beberapa vitamin B dan vitamin K. -Menyerap air, ion, dan vitamin. -Membentuk feses. -Buang air besar (mengosongkan rektum). Organ Pencernaan Aksesori 7. Gigi -Membantu dalam pemecahan fisik makanan - Memotong dan menggiling makanan sebelum ditelan 8. Lidah -Membantu proses mengunyah dan menelan 9. Kelenjar Ludah -Membantu melumasi, melarutkan, dan memulai pemecahan kimiawi makanan. 10. Hati -metabolisme lipid dan protein -proses obat-obatan dan hormon -ekskresi bilirubin -sintesis garam empedu -penyimpanan (vit A, B12, D, E, K dan mineral iron copper) -fagositosis -aktivasi vit D 11. Kantung -Membantu emulsi memecah lipid besar menjadi lipid kecil Empedu -Membantu penyerapan lipid 12. Pankreas -Mengeluarkan cairan berisi air, garam, natrium bikarbonat dan beberapa enzim sehingga pH basa (7,1-8,2) untuk menyangga asam dalam chyme, menghentikan aksi pepsin dari lambung dan menciptakan pH yang tepat untuk enzim di usus halus -beberapa enzim pankreas (Tortora & Derrickson, 2012) b. Usus besar Usus besar adalah bagian terminal dari saluran GI. Fungsi usus besar secara keseluruhan adalah penyelesaian penyerapan, produksi vitamin tertentu, pembentukan feses, dan pengeluaran feses dari tubuh ((Tortora & Derrickson, 2012) Gambar 2. Anatomi Usus Besar Tabel 2. Struktur Usus Besar dan Fungsinya Struktur Lumen Mukosa Aktivitas Aktivitas bakteri Fungsi • Memecah karbohidrat, protein, dan asam amino yang tidak tercerna menjadi produk yang dapat dikeluarkan melalui tinja atau diserap dan didetoksifikasi oleh hati; mensintesis vitamin B tertentu dan vitamin K. Mengeluarkan lendir Lumasi usus besar; melindungi mukosa Penyerapan Penyerapan air memadatkan kotoran dan berkontribusi pada keseimbangan air tubuh; zat terlarut yang diserap termasuk ion dan beberapa vitamin. Muscularis Haustral churning Memindahkan produk yang sedang dicerna dari haustrum ke haustrum dengan kontraksi otot. Gerak peristaltik Memindahkan isi sepanjang usus besar dengan kontraksi otot melingkar dan longitudinal Peristaltik massa Memaksakan isinya menuju ke kolon sigmoid dan rektum Refleks buang air Mengeluarkan feses dengan kontraksi di kolon sigmoid dan besar rektum II. Definisi Kanker kolorektal adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar, terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) dan/atau rektum (bagian kecil terakhir dari usus besar sebelum anus) (Kemenkes, Komite Penanggulangan Kanker Nasional). III. Etiologi dan Faktor risiko Etiologi kanker kolon diawali oleh proses adenomatus polip atau adenoma. Adenomas terdiri dari tiga jenis yaitu tubular, tubulovillous dan villous. Jenis Villous adalah jenis yang memiliki risiko paling tinggi terjadinya kanker. Polip tumbuh secara pelan-pelan sekitar 5-10 tahun atau lebih untuk berubah menjadi maligna atau keganasan. Polip yang mengalami keganasan akan terjadi peningkatan ukuran dalam lumen dan selanjutnya akan menyerang dan merusak dinding kolon. Tumor dalam kolon cenderung terus menyebar dapat menyebabkan ulserasi, infeksi sekunder dan nekrosis (Black & Hawks, 2009). Menurut Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever (2010), faktor risiko kanker kolon adalah sebagai berikut: (1) Bertambahnya usia (2) Riwayat kanker usus besar atau polip dalam keluarga (3) Kanker usus besar atau polip adenomatosa sebelumnya (4) Konsumsi alkohol tinggi (5) Merokok (6) Obesitas (7) Riwayat gastrektomi (8) Riwayat penyakit radang usus (9) Mengkonsumsi makanan tinggi lemak, tinggi protein (dengan asupan tinggi daging sapi), berdiet rendah serat (10) Mengidap kanker genital (misalnya, kanker endometrium, kanker ovarium) atau kanker payudara (pada wanita) (11) Adanya pertumbuhan prakanker pada permukaan mukosa disebut polip IV. Manifestasi klinis Gejala kanker kolon sangat ditentukan oleh lokasi tumor, stadium penyakit, dan fungsi segmen usus yang terkena (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever; 2010). Gejala yang paling umum muncul adalah (1) perubahan kebiasaan buang air besar, (2) keluarnya darah atau terdapat darah dalam tinja, (3) anemia yang tidak dapat dijelaskan, (4) anoreksia, penurunan berat badan, dan kelelahan. Gejala yang paling sering dikaitkan dengan adanya lesi di sisi kanan (kemungkinan adanya kanker pada bagian ascending usus besar) adalah nyeri perut seperti tertekan dan melena (misalnya, kotoran berwarna hitam). Sedangkan, gejala yang paling sering dikaitkan dengan lesi sisi kiri (kemungkinan adanya kanker pada bagian descending usus besar) adalah yang terkait dengan obstruksi (yaitu, nyeri perut dan kram, tinja yang menyempit, sembelit, kembung), serta darah merah cerah pada tinja (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever; 2010). Gejala yang terkait dengan adanya lesi pada rektal adalah tenesmus (yaitu, tidak efektif, nyeri mengejan saat buang air besar), nyeri rektal, perasaan evakuasi tidak tuntas setelah buang air besar, sembelit dan diare bergantian, dan tinja berdarah. Dalam banyak kasus, gejala tidak berkembang sampai kanker kolorektal berada pada stadium lanjut (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever; 2010). V. Klasifikasi Stadium Pembagian stadium berdasarkan klasifikasi kanker kolon menurut Dukes terbagi menjadi A, B, C, C1, C2, dan D seperti pada tabel berikut. Tabel 3. Klasifikasi Stadium Kanker Kolon menurut Dukes Stadium A Stadium B Stadium C Stadium C1 Stadium C2 Stadium D Kedalaman invasi kanker belum menembus tunika muskularis dan tidak ada metastase kelenjar limfe Kanker sudah menembus tunika muskularis dalam, dapat menginvasi tunika serosa, diluar serosa atau jaringan perirektal, namun tidak terjadi metastase kelenjar limfe Kanker sudah terjadi metastase ke kelenjar limfe Sudah bermetastase ke kelenjar limfe samping usus dan masenterium Sudah bermetastase ke kelenjar limfe di pangkal arteri masenterium Sudah bermetastase ke organ yang jauh, atau metastase luas kelenjar limfe sehingga pasca reseksi tidak mungkin kuratif atau nonresektabel (Desen, 2011) Tabel 4. Klasifikasi Stadium Kanker menurut TNM American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2010 (Kemenkes) Tumor Primer (T) TX Tumor primer tidak dapat dinilai T0 Tidak ada bukti tumor primer Tis Carcinoma in situ: intraepitel atau invasi lamina Propria T1 Tumor menyerang submukosa T2 Tumor menyerang muskularis propria T3 T4a Tumor menyerang melalui muskularis propria ke dalam jaringan perikolorektal Tumor menembus ke permukaan peritoneum visceral T4b Tumor langsung menyerang atau melekat pada organ lain atau struktur. Kelenjar Getah Bening (N) NX N0 N1 N1a N1b N1c N2 N2a N2b Kelenjar getah bening regional tidak dapat dinilai. Tidak ada metastasis kelenjar getah bening regional. Metastasis di 1-3 regional kelenjar getah bening. . Metastasis di 1 kelenjar getah bening regional. Metastasis di 2-3 kelenjar getah bening regional Tumor deposit di subserosa, mesenterium, atau jaringan pericolic atau perirectal nonperitonealized tanpa metastasis regional nodal. Metastase di ≥4 kelenjar getah bening regional. Metastasis di 4-6 kelenjar getah bening regional. Metastasis di ≥7 kelenjar getah bening regional Metastasis (M) M0 M1 M1a M1b Tidak ada metastasis jauh. Metastasis jauh Metastasis terbatas pada 1 organ atau situs (misalnya hati, paru, ovarium, nodus non regional). Metastasis di> 1 organ / situs atau peritoneum. Stadium Kanker kolon Stadium 0 I IIA IIB IIC IIIA IIIB T Tis T1 T2 T3 T4a T4b T1-T2 T1 T3-T4a T2-T3 N N0 N0 N0 N0 N0 N0 N1/N1c N2a N1/N1c N2a M M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 Dukes A A B B B C C C C Stadium IIIC IVA IVB VI. T T1-T2 T4a T3-T4a T4b Any T Any T N N2b N2a N2b N1-N2 Any N Any N M M0 M0 M0 M0 M1a M1b Dukes C C C C - Patofisiologi (WOC/mindmap) Patofisiologi Kanker usus besar dan rektum didominasi oleh (95%) adenokarsinoma (yaitu, yang timbul dari lapisan epitel usus) (ACS, 2008 dalam Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever; 2010). Ini mungkin dimulai sebagai polip jinak tetapi bisa menjadi ganas, menyerang dan menghancurkan jaringan normal, dan meluas ke struktur sekitarnya. Sel kanker dapat bermigrasi menjauh dari tumor primer dan menyebar ke bagian lain dari tubuh (paling sering ke hati, peritoneum, dan paru-paru) (Field & Lipton, 2007 dalam Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever; 2010). (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever; 2010; Black & Hawks, 2009; Porth, 2011; Williams & Hopper, 2007) VII. Komplikasi Menurut Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever (2010), pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus sebagian atau seluruhnya. Perluasan tumor dan ulserasi ke dalam pembuluh darah di sekitarnya menyebabkan perdarahan. Dapat terjadi perforasi, pembentukan abses, peritonitis, sepsis, dan syok. Tabel 5. Potensial Komplikasi dan Intervensi Keperawatan setelah Pembedahan Usus Komplikasi Intervensi Keperawatan Komplikasi Umum Ileus paralitik -Mulai atau lanjutkan intubasi nasogastrik sesuai resep. -Persiapkan pasien untuk pemeriksaan x-ray. -Pastikan penggantian cairan dan elektrolit yang memadai. -Berikan antibiotik yang diresepkan jika pasien mengalami gejala peritonitis. Obstruksi mekanis -Kaji pasien untuk nyeri kolik intermiten, mual, dan muntah. Kondisi Septik Intra-abdominal Peritonitis -Evaluasi pasien terkait mual, cegukan, menggigil, demam tinggi, takikardia, abdomen seperti tegang seperti “papan”. -Berikan antibiotik sesuai resep. -Persiapkan pasien untuk prosedur drainase. -Berikan cairan parenteral dan terapi elektrolit sesuai resep. -Persiapkan pasien untuk operasi jika kondisinya memburuk. Pembentukan abses -Berikan antibiotik sesuai resep. -Terapkan kompres hangat sesuai resep. Persiapkan drainase bedah. Komplikasi Luka Bedah Infeksi -Monitor suhu; laporkan peningkatan suhu. -Amati kemerahan, nyeri tekan, pengerasan (indurasi), dan nyeri di sekitar luka operasi. -Membantu jaga area drainase lokal. -Dapatkan spesimen drainase untuk uji kultur dan sensitivitas. Gangguan luka -Amati drainase cairan serosa yang sangat banyak secara tiba-tiba dari luka. -Tutupi area luka dengan balutan lembab steril yang didukung dengan pengikat atau cara serupa. -Persiapkan pasien segera untuk operasi. Infeksi intraperitoneal dan infeksi luka abdomen -Pantau adanya bukti nyeri abdomen yang konstan atau menyeluruh, denyut nadi cepat, dan peningkatan suhu. -Persiapkan untuk dekompresi saluran usus. -Berikan cairan dan elektrolit dengan rute IV sesuai resep. -Berikan antibiotik sesuai resep. Komplikasi Anastomosis Dehiscence anastomosis Fistula of -Siapkan pasien untuk operasi. - Mempersiapkan dekompresi saluran usus. -Berikan cairan parenteral seperti yang ditentukan untuk mengoreksi defisit cairan dan elektrolit. VIII. Pengkajian Anamnesa: • Keluhan saat ini: o adanya kelelahan, nyeri perut atau nyeri (misalnya, PQRST, ada hubungan dengan makan atau buang air besar) o pola buang air besar di masa lalu dan sekarang o karakteristik feses (misalnya warna, bau, konsistensi, adanya darah atau lendir) • Informasi tambahan termasuk: o riwayat polip kolorektal o riwayat keluarga colorectal disease • Terapi pengobatan saat ini • Perawat menilai: o pola diet, termasuk asupan lemak dan serat, serta jumlah alkohol yang dikonsumsi dan riwayat merokok. o riwayat penurunan berat badan dan perasaan lemah dan kelelahan. IX. Pemeriksaan Fisik (1) Pemeriksaan Abdomen Penilaian meliputi auskultasi abdomen untuk bising usus dan palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat. (2) Pemeriksaan Colok Dubur Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada setiap pasien dengan gejala anorektal. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menetapkan keutuhan sfingter ani dan menetapkan ukuran dan derajat fiksasi tumor pada rektum 1/3 tengah dan distal. Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah: o Keadaan tumor: Ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian terendah terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung os coccygis. o Mobilitas tumor: Hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi pembedahan. Ekstensi dan ukuran tumor dengan menilai batas atas, bawah, dan sirkuler. X. Pemeriksaan Penunjang (lab/radiologi) Bersamaan dengan pemeriksaan abdomen dan rektal, prosedur diagnostik terpenting untuk kanker usus besar adalah (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever; 2010; Kemenkes): (1) Endoskopi/ Proctosigmoidoskopi/ Kolonoskopi Endoskopi merupakan prosedur diagnostik utama dan dapat dilakukan dengan sigmoidoskopi (>35% tumor terletak di rektosigmoid) atau dengan kolonoskopi total. (2) Enema Barium dengan Kontras Ganda Pemeriksaan enema barium yang dipilih adalah dengan kontras ganda Bertujuan melihat adanya obstruksi ataupun kerusakan pada saluran kolon dengan memasukkan barium melalui anus. (3) CT colonography (Pneumocolon CT) (4) Pemeriksaan darah pada fekal Spesimen feses diperiksa karakter dan keberadaan darahnya. (5) Uji antigen karsinoembrionik (CEA) Meskipun CEA mungkin bukan indikator yang sangat andal dalam mendiagnosis kanker usus besar karena tidak semua lesi mengeluarkan CEA. Namun, kadar CEA adalah prediktor prognostik yang andal. Dengan eksisi lengkap tumor, peningkatan kadar CEA akan kembali normal dalam waktu 48 jam. Peningkatan CEA di kemudian hari juga dapat menunjukkan kekambuhan (6) Endorectal Ultrasonography (ERUS) o Dilakukan oleh spesialis bedah kolorektal atau spesialis radiologi, o Digunakan terutama pada T1 yang akan dilakukan eksisi transanal, o Digunakan pada T3-4 yang dipertimbangkan untuk terapi neoajuvan o Digunakan apabila direncanakan reseksi trans-anal atau kemoradiasi (7) Computes Tomography (CT) Scan o Memperlihatkan invasi ekstra-rektal dan invasi organ sekitar rektum, tetapi tidak dapat membedakan lapisan-lapisan dinding usus, o Akurasi tidak setinggi ultrasonografi endoluminal untuk mendiagnosis metastasis ke kelenjar getah bening, o Berguna untuk mendeteksi metastasis ke kelenjar getah bening retroperitoneal dan metastasis ke hepar, o Berguna untuk menentukan suatu tumor stadium lanjut apakah akan menjalani terapi adjuvan pre-operatif o Untuk mengevaluasi keadaan ureter dan buli-buli (8) Magnetic Resonance Imaging (MRI) Rektum o Dapat mendeteksi lesi kanker dini (cT1-T2), o Lebih akurat dalam menentukan staging lokal T dan N. Jarak terdekat antara tumor dengan fascia o mesorektal dapat mempredikisi keterlibatan fascia mesorektal: ▪ Jika jarak tumor dengan fascia mesorektal ≤ 1mm terdapat keterlibatan fascia mesorektal ▪ Jika jarak tumor dengan fascia mesorektal 1-2mm ancaman keterlibatan fascia mesorektal ▪ Jika jarak tumor dengan fascia mesorektal >2mm tidak terdapat keterlibatan fascia mesorektal. ▪ Lebih sensitif dibandingkan CT untuk mendeteksi metastasis hati pada pasien dengan steatosis (fatty liver). XI. Diagnosis yang Mungkin Muncul (Doenges, Moorhouse, & Murr; 2010) Diagnosis yang mungkin muncul pada klien dengan kanker kolon berdasarkan Doenges, Moorhouse, & Murr (2010) dan PPNI (2016) adalah sebagai berikut 1) Ansietas 2) Berduka 3) Harga diri rendah situasional 4) Nyeri Akut/kronik 5) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh 6) Risiko kekurangan volume cairan 7) Kelelahan 8) Risiko infeksi 9) Risiko gangguan membran mukus oral 10) Risiko gangguan integritas kulit 11) Risiko konstipasi/diare 12) Risiko disfungsi seksual 13) Risiko hambatan proses keluarga 14) Defisit pengetahuan terkait proses, perawatan dan pengobatan penyakit XII. Rencana Asuhan Keperawatan (NCP) minimal 3 diagnosis keperawatan Rencana asuhan keperawatan yang akan dibahas adalah terkait diagnosis nyeri akut/kronik, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh dan risiko kekurangan volume cairan (Doenges, Moorhouse, & Murr; 2010). 1) Nyeri Akut/Kronik • Mungkin terkait dengan: -proses penyakit, seperti: kompresi atau penghancuran jaringan saraf, infiltrasi saraf atau suplai vaskularnya, obstruksi jalur saraf, peradangan, metastasis ke tulang -Efek samping berbagai agen terapi kanker • Mungkin ditandai oleh -Laporan nyeri -Fokus sendiri, fokus menyempit -Perubahan tonus otot; masker wajah nyeri -Perilaku gangguan/penjagaan -Respons otonom, kegelisahan (nyeri akut) • Kriteria Evaluasi/Hasil yang Diinginkan a. Tingkat Nyeri Melaporkan nyeri secara maksimal atau kontrol nyeri dengan gangguan minimal pada aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL). b. Pengendalian Nyeri -Mengikuti rejimen farmakologis yang ditentukan. -Memperagakan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas pengalihan seperti yang ditunjukkan untuk situasi individu. Actions/Intervensi Rasional Manajemen Nyeri (Mandiri) Tentukan riwayat nyeri, misalnya, lokasi nyeri, Informasi menyediakan data dasar untuk frekuensi, durasi, dan intensitas mengevaluasi kebutuhan dan menggunakan skala peringkat (skala 0-10), efektivitas intervensi. Nyeri dengan atau skala peringkat verbal— "tidak ada durasi lebih dari 6 bulan merupakan nyeri" hingga "nyeri yang menyiksa"; dan nyeri kronis, yang dapat memengaruhi tindakan bantuan digunakan. Percayai pilihan terapeutik. Episode nyeri akut laporan klien. yang berulang dapat terjadi dalam nyeri kronis, yang membutuhkan peningkatan tingkat intervensi. Catatan: Pengalaman nyeri adalah pengalaman individual yang terdiri dari respons fisik dan emosional. Tentukan waktu dan pencetus nyeri "terobosan" Nyeri dapat terjadi menjelang akhir interval saat menggunakan obat sepanjang waktu, dosis, yang menunjukkan perlunya baik obat oral, intravena (IV), topikal, dosis yang lebih tinggi atau interval transmucosal, epidural, atau patch. dosis yang lebih pendek. Nyeri dapat dipicu oleh pemicu yang dapat diidentifikasi, atau terjadi secara spontan, membutuhkan penggunaan agen paruh waktu singkat untuk penyelamatan atau dosis tambahan. Evaluasi efek nyeri dari terapi tertentu, seperti Berbagai ketidaknyamanan umum terjadi pembedahan, radiasi, kemoterapi, atau seperti nyeri sayatan, kulit terbakar, bioterapi. Memberikan informasi kepada nyeri punggung bawah, sariawan, atau klien dan SO tentang apa yang diharapkan sakit kepala, tergantung pada prosedur atau bahan yang digunakan. Nyeri juga berhubungan dengan prosedur invasif untuk mendiagnosis atau mengobati . kanker. Berikan tindakan kenyamanan nonfarmakologis Mempromosikan relaksasi dan membantu seperti pijat, reposisi, dan menggosok memfokuskan kembali perhatian. punggung; serta kegiatan pengalihan, seperti musik, membaca, dan TV. Dorong penggunaan keterampilan manajemen Memungkinkan klien untuk berpartisipasi stres dan terapi pelengkap seperti teknik secara aktif dalam pengobatan nyeri relaksasi, visualisasi, perumpamaan tanpa obat dan meningkatkan rasa terpandu, biofeedback, tawa, musik, kontrol. Nyeri menghasilkan stres dan, aromaterapi, dan Sentuhan Terapi. dalam hubungannya dengan ketegangan otot dan stresor internal, meningkatkan fokus klien pada diri sendiri, yang pada gilirannya meningkatkan tingkat nyeri. Berikan stimulasi kulit, seperti kompres panas dan Dapat mengurangi peradangan, kejang otot, dingin, atau pijat. mengurangi nyeri yang terkait. Waspadai hambatan penanganan nyeri kanker yang Klien takut bahwa penyakitnya lebih buruk; terkait dengan klien, serta sistem khawatir tentang efek samping obat perawatan kesehatan. nyeri yang tidak dapat dikendalikan; keyakinan bahwa rasa sakit memiliki arti, seperti "Tuhan menghendakinya," mereka harus mengatasinya; atau rasa sakit itu pantas atau pantas untuk beberapa alasan. Masalah sistem Actions/Intervensi Rasional perawatan kesehatan mencakup faktorfaktor seperti penilaian nyeri yang tidak memadai, kekhawatiran tentang zat yang dikendalikan atau kecanduan klien, penggantian yang tidak memadai, dan biaya modalitas pengobatan. Evaluasi pereda nyeri secara berkala. Sesuaikan Tujuannya adalah pengendalian nyeri rejimen pengobatan seperlunya. maksimum dengan gangguan minimal pada ADL. Beri tahu klien dan SO tentang efek terapeutik yang Informasi ini membantu membangun diharapkan dan diskusikan pengelolaan ekspektasi dan kepercayaan yang efek samping. . realistis pada kemampuan sendiri untuk menangani apa yang terjadi. Kolaboratif Diskusikan penggunaan terapi alternatif atau Dapat meredakan atau meredakan nyeri tanpa komplementer, seperti akupunktur, jika efek samping terkait obat. klien menginginkannya. Rencana terorganisir yang dimulai dengan Kembangkan rencana manajemen nyeri individual jadwal dosis paling sederhana dan dengan klien dan dokter. Berikan salinan modalitas paling tidak invasif rencana tertulis kepada klien, keluarga dan meningkatkan kesempatan untuk SO, dan penyedia perawatan. mengontrol nyeri. Khususnya dengan nyeri kronis, klien dan SO harus menjadi peserta aktif dalam manajemen nyeri dan semua penyedia perawatan harus konsisten. Berikan analgesik, seperti yang ditunjukkan, Berbagai macam analgesik dan agen terkait misalnya: dapat digunakan sepanjang waktu untuk mengatasi nyeri. Catatan: Ketergantungan atau ketergantungan pada obat tidak menjadi perhatian. Opioid seperti kodein, morfin (MSContin, Efektif untuk nyeri sedang hingga berat yang terlokalisasi dan umum, dengan bentuk Kadian), oksikodon (oxycontin), pelepasan yang bekerja lama atau hidrokodon (Vicodin), hidromorfon terkontrol tersedia. Rute administrasi (Dilaudid), metadon (Dolophine), fentanyl termasuk lisan; transmucosal; (Duragesic, Actiq, Fentora), atau transdermal; sengau; rektal; dan infus oxymorphone (Numorphan, Opana) subkutan, IV, epidural, dan intratekal, yang dapat diberikan melalui patient control analgesia (PCA). Fentanyl citrate (Oralet) tersedia sebagai agen transmucosal yang diserap melalui mukosa pipi bagian dalam. Catatan: Rute intramuskular (IM) tidak dianjurkan untuk obat nyeri karena penyerapan tidak dapat diandalkan, selain menyebabkan nyeri dan tidak nyaman. Acetaminophen (Tylenol) dan obat antiinflamasi Obat adjuvan berguna untuk nyeri ringan sampai sedang dan dapat nonsteroid (NSAID), termasuk aspirin, Actions/Intervensi Rasional ibuprofen (Motrin, Advil), peroxicam dikombinasikan dengan opioid dan (Feldene), atau indomethacin (Indocin) modalitas lainnya. Corticosteroids, seperti dexamethasone Mungkin efektif dalam mengendalikan nyeri (Decadron) atau prednisone yang berhubungan dengan proses inflamasi termasuk nyeri tulang metastatik, kompresi medula spinalis akut, dan nyeri neuropatik. Antikonvulsan, seperti fenitoin (Dilantin), asam Berguna untuk sindrom nyeri perifer yang valproik (Depakote), klonazepam berhubungan dengan nyeri neuropatik, (Klonopin), gabapentin (Neurontin), atau terutama nyeri penembakan, neuralgia pregabalin (Lyrica) postherpetik. Antidepresan, seperti amitriptyline (Elavil), Efektif untuk nyeri neuropatik (misalnya imipramine (Tofranil), doxepin kesemutan, nyeri terbakar) dan nyeri (Sazodone) (Desyrel), atau duloxetine akibat pembedahan, kemoterapi, atau (Cymbalta) infiltrasi saraf. Antihistamin, seperti hydroxyzine (Atarax, Agen anxiolytic ringan dengan sifat sedatif dan Vistaril) analgesik. Dapat menyebabkan analgesia aditif dengan dosis terapeutik opioid dan mungkin bermanfaat dalam membatasi mual atau muntah yang diinduksi opioid. Radioisotop, seperti strontium-89 (Metastron) atau Efektif dalam mengobati nyeri akibat lesi Samarium SM 153 lexidronam tulang metastasis osteoblas. Onset obat (Quadramet) sekitar 1 minggu dengan durasi 2 sampai 4 bulan. Dapat membantu mengurangi dosis analgesik opioid. Catatan: Jumlah sumsum tulang, leukosit, dan trombosit dapat ditekan hingga 8 minggu setelah pemberian obat. Bifosfonat, seperti Pamidronate (Aredia) atau asam Penghambat aktivitas khusus osteoklastik yang zoledronat (Zometa) mengobati hiperkalsemia dan mengurangi nyeri tulang dan patah tulang terutama pada kanker mieloma multipel, payudara, dan prostat. Menyediakan dan menginstruksikan penggunaan Memberikan pemberian obat yang tepat waktu, PCA, yang sesuai. mencegah fluktuasi intensitas nyeri, seringkali dengan dosis total yang lebih rendah daripada yang akan diberikan dengan metode konvensional. Instruksikan penggunaan unit stimulasi listrik TENS memblokir transmisi saraf dari stimulus (misalnya, stimulasi saraf listrik nyeri, memberikan pengurangan dan transkutaneus [TENS]). pengurangan nyeri tanpa efek samping terkait obat. Dapat digunakan dalam kombinasi dengan modalitas lain. Mempersiapkan dan membantu prosedur seperti Dapat digunakan pada nyeri yang parah dan blok saraf, kordotomi, mielotomi berat yang tidak responsif terhadap komisural, atau terapi radiasi. tindakan lain. Catatan: Radiasi sangat berguna untuk metastasis tulang dan dapat meredakan nyeri dengan cepat bahkan dengan satu pengobatan. Actions/Intervensi Rujuk Rasional ke kelompok pendukung terstruktur, Mungkin diperlukan untuk mengurangi spesialis perawat klinis psikiatri, psikolog, kecemasan dan meningkatkan atau penasihat spiritual untuk konseling, keterampilan koping klien, seperti yang ditunjukkan mengurangi tingkat nyeri. Catatan: Hipnosis dapat meningkatkan kesadaran dan membantu memfokuskan konsentrasi untuk mengurangi persepsi nyeri.Mungkin 2) Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh • Mungkin terkait dengan: -Keadaan hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker -Konsekuensi kemoterapi, radiasi, dan pembedahan seperti: anoreksia, iritasi lambung, distorsi rasa, mual -Gangguan emosional, kelelahan, nyeri yang tidak terkontrol • Mungkin ditandai oleh -Melaporkan asupan makanan yang tidak mencukupi, sensasi rasa yang berubah, kehilangan minat pada makanan, ketidakmampuan merasakan untuk menelan makanan, muntah -Berat badan 20% atau lebih di bawah ideal berdasarkan tinggi badan, penurunan lemak subkutan dan massa otot -Sakit, radang rongga bukal -Diare dan/atau sembelit, kram perut • Kriteria Hasil / Evaluasi yang Diinginkan a. Status Gizi Menunjukkan berat badan yang stabil atau kenaikan berat badan yang progresif menuju tujuan dengan normalisasi nilai laboratorium dan bebas dari tanda-tanda malnutrisi. b. Pengetahuan: Diet -Verbalisasikan pemahaman tentang gangguan individu terhadap asupan yang memadai. -Berpartisipasilah dalam intervensi khusus untuk merangsang nafsu makan dan meningkatkan asupan makanan. Actions/Intervensi Rasional Terapi Nutrisi (Mandiri) Pantau asupan makanan harian dan minta klien Identifikasi kekuatan dan kekurangan nutrisi. menyimpan buku harian makanan, seperti yang ditunjukkan. Ukur tinggi, berat, dan ketebalan lipatan kulit, Jika pengukuran ini berada di bawah standar minimum, sumber utama energi atau pengukuran antropometri lainnya, tersimpan klien, jaringan lemak, akan jika sesuai. Pastikan jumlah penurunan habis. berat badan baru-baru ini. Timbang setiap hari atau sesuai indikasi. Kaji kulit dan selaput lendir untuk mencari pucat, penyembuhan luka tertunda, dan Membantu mengidentifikasi malnutrisi kalori protein, terutama bila pengukuran berat kelenjar parotis membesar. badan dan antropometri kurang dari normal. Anjurkan klien untuk makan makanan tinggi kalori, kaya nutrisi, dengan asupan Jaringan dan kebutuhan metabolisme meningkat cairan yang cukup. untuk menghilangkan produk limbah. Suplemen dapat berperan penting dalam Dorong penggunaan suplemen dan sering, makan menjaga asupan kalori dan protein yang lebih kecil dengan jarak sepanjang hari. memadai. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan; dorong klien untuk berbagi makanan dengan keluarga dan Membuat waktu makan lebih menyenangkan, yang dapat meningkatkan asupan. teman. Dorong komunikasi terbuka tentang anoreksia. Seringkali menjadi sumber tekanan emosional, terutama bagi SO yang ingin sering memberi makan klien. Ketika klien menolak, SO mungkin merasa ditolak atau frustrasi. Manajemen kemoterapi Sesuaikan diet sebelum dan segera setelah Efektivitas penyesuaian diet sangat individual perawatan seperti cairan bening dan untuk meredakan mual pasca terapi. dingin; makanan ringan atau hambar; Klien harus bereksperimen untuk manisan jahe; kerupuk kering; roti menemukan solusi dan kombinasi panggang; dan minuman berkarbonasi. terbaik. Menghindari cairan selama Berikan cairan 1 jam sebelum atau 1 jam makan akan meminimalkan "kenyang" setelah makan. terlalu cepat. Kontrol faktor lingkungan, seperti bau dan Dapat memicu respons mual dan muntah. kebisingan yang kuat atau berbahaya. Hindari makanan yang terlalu manis, berlemak, atau pedas. Dapat mencegah onset atau mengurangi keparahan mual, menurunkan anoreksia, Dorong penggunaan teknik relaksasi, visualisasi, dan memungkinkan klien meningkatkan perumpamaan terpandu, dan olahraga asupan oral. ringan sebelum makan. Identifikasi klien yang mengalami mual atau Mual dan muntah psikogenik yang terjadi sebelum kemoterapi umumnya tidak muntah antisipatif, dan lakukan tindakan merespons obat antiemetik. Perubahan yang sesuai. lingkungan perawatan atau rutinitas Actions/Intervensi Rasional klien pada hari perawatan mungkin efektif. Evaluasi efektivitas agen antiemetik. Setiap orang merespons secara berbeda terhadap semua obat. Antiemetik lini pertama mungkin tidak bekerja, membutuhkan perubahan atau penggunaan terapi obat kombinasi. Kotoran dan sekresi lambung yang paling kering. Terapi tertentu, seperti antimetabolit, menghambat pembaruan sel epitel yang melapisi saluran gastrointestinal (GI), yang dapat menyebabkan perubahan mulai dari eritema ringan hingga ulserasi parah dengan pendarahan. Membantu mengidentifikasi tingkat ketidakseimbangan biokimia atau Kaji ulang studi laboratorium secara kolaboratif, malnutrisi dan memengaruhi pilihan sesuai indikasi, seperti jumlah limfosit intervensi diet. Catatan: Perawatan total, transferin serum, dan albumin atau antikanker juga dapat mengubah studi prealbumin. nutrisi, jadi semua hasil harus dikaitkan dengan status klinis klien. Berikan obat-obatan, sesuai indikasi, misalnya: Kebanyakan antiemetik bekerja untuk Antagonis reseptor 5-HT3, seperti ondansetron mengganggu stimulasi pusat muntah (Zofran), granisetron (Kytril), dolasetron yang sebenarnya, dan agen zona pemicu (Anzemet), dan palonosetron (Aloxi); kemoreseptor juga bekerja secara perifer Antagonis reseptor NK-1 aprepitant untuk menghambat peristaltik terbalik. (Emend); fenotiazin, seperti Obat-obatan ini sering diresepkan secara proklorperazin (Compazine) dan rutin sebelum, selama, dan setelah tiethylperazine (Torecan); kemoterapi untuk mencegah mual dan antidopaminergik seperti muntah. metoclopramide (Reglan); antihistamin, seperti diphenhydramine (Benadryl); Terapi kombinasi seperti Compazine dengan dan kanabinoid seperti dronabinol Decadron dan / atau Ativan seringkali (Marinol) lebih efektif daripada obat tunggal. Kolaboratif Kortikosteroid seperti deksametason Mencegah defisit yang berhubungan dengan (Dekadron); benzodiazepin seperti penurunan penyerapan vitamin yang lorazepam (Ativan); dan larut dalam lemak. Kekurangan B6 dapat butyrophenones, seperti vitamin menyebabkan atau memperburuk haloperidol (Haldol) atau droperidol depresi, iritabilitas, dan neuropati. (Inapsine), Catatan: Beberapa penyedia medis menganjurkan untuk menghindari vitamin A, D, dan B6 antioksidan seperti E dan C karena dapat mengganggu kemoterapi dan radiasi. Antasida dan / atau penghambat pompa proton seperti esomeprazole (Nexium), Meminimalkan iritasi lambung, mengurangi lansoprazole (Prevacid), atau mual, dan mengurangi risiko ulserasi pantoprazole (Protonix) mukosa. Berikan antiemetik dengan jadwal yang teratur Mual dan muntah seringkali merupakan efek sebelum atau selama dan setelah samping kemoterapi yang paling Actions/Intervensi pemberian agen antineoplastik radiasi, jika sesuai. Rasional dan Terapi Nutrisi (Kolaboratif) Rujuk ke ahli diet atau tim pendukung nutrisi. melumpuhkan dan secara psikologis membuat stres. Menyediakan rencana diet khusus untuk memenuhi kebutuhan individu dan mengurangi masalah yang terkait dengan malnutrisi protein atau kalori dan defisiensi mikronutrien. Masukkan dan pertahankan nasogastrik (NG) atau selang makanan untuk makanan enterik, atau jalur sentral untuk nutrisi Jika terdapat malnutrisi parah (mis., Kehilangan parenteral total (TPN), jika 25% -30% berat badan) atau jika klien diindikasikan. tidak berstatus nothing-by-mouth (NPO) selama 5 hari dan kemungkinan tidak dapat makan selama seminggu lagi, pemberian makan tabung atau TPN mungkin diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. 3) Risiko Kekurangan Volume Cairan • Faktor risiko ynag mungkin -pengeluaran cairan yang berlebihan melalui rute normal, seperti muntah, diare; dan/atau rute abnormal, seperti: tabung indwelling, luka, fistula -Hipermetabolik stage -Asupan cairan yang terganggu • Mungkin ditandai oleh (Tidak berlaku; adanya tanda dan gejala menetapkan diagnosis yang sebenarnya) • Kriteria Hasil/Evaluasi yang Diinginkan o Hidrasi Menampilkan keseimbangan cairan yang memadai sebagaimana dibuktikan oleh tanda-tanda vital yang stabil, selaput lendir yang lembab, turgor kulit yang baik, pengisian kapiler yang cepat, dan output urin yang adekuat secara individual. Actions/Intervensi Rasional Manajemen Cairan/Elektrolit Independen Memantau pemasukan dan keluaran (I&O) dan Keseimbangan cairan negatif yang berlanjut, gravitasi spesifik. Sertakan semua penurunan output ginjal, dan konsentrasi sumber keluaran, seperti muntah, diare, urin menunjukkan terjadinya dehidrasi atau luka yang mengering. Hitung saldo dan kebutuhan untuk peningkatan 24 jam. penggantian cairan. Timbang, seperti yang ditunjukkan. Pantau tanda-tanda vital. Evaluasi denyut perifer dan pengisian kapiler. Pengukuran sensitif terhadap keseimbangan cairan. fluktuasi Merefleksikan kecukupan volume sirkulasi. Kaji turgor kulit dan kelembapan selaput lendir. Indikator tidak langsung dari status hidrasi dan Perhatikan laporan rasa haus. derajat defisit. Dorong peningkatan asupan cairan sesuai Membantu dalam pemeliharaan kebutuhan cairan dan mengurangi risiko efek kebutuhan dan toleransi individu. samping berbahaya seperti sistitis hemoragik pada klien yang menerima siklofosfamid (Cytoxan). Amati kecenderungan perdarahan, seperti mengalir dari selaput lendir atau tempat tusukan dan adanya ecchymosis atau petechiae. Minimalkan venipungsi seperti menggabungkan IV dimulai dengan pengambilan darah. Dorong klien untuk mempertimbangkan penempatan kateter vena sentral atau perifer. Hindari trauma dan tekan tempat tusukan. Identifikasi dini masalah yang mungkin terjadi sebagai akibat dari kanker dan / atau terapi, memungkinkan dilakukannya intervensi segera. Mengurangi potensi perdarahan dan infeksi yang berhubungan dengan tusukan vena berulang. Mengurangi potensi perdarahan pembentukan hematoma. dan Kolaboratif Berikan cairan IV sesuai indikasi. Berikan terapi antiemetik. (Lihat ND: Gizi Tidak Seimbang: Kurang dari Kebutuhan Tubuh.) Diberikan untuk hidrasi umum dan untuk mengencerkan obat antineoplastik dan mengurangi efek samping yang merugikan — mual, muntah, atau nefrotoksisitas. Pengentasan mual dan muntah menurunkan kehilangan lambung dan memungkinkan peningkatan asupan oral. Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti CBC, Memberikan informasi tentang tingkat hidrasi elektrolit, dan albumin serum. dan defisit yang sesuai. Catatan: Actions/Intervensi Rasional Malnutrisi dan efek penurunan kadar albumin mempotensiasi pergeseran cairan atau pembentukan edema. Berikan transfusi, sesuai indikasi: -Sel darah merah -Trombosit Mungkin diperlukan untuk mengembalikan hitung darah dan mencegah manifestasi anemia yang sering muncul pada klien kanker, seperti takikardia, takipnea, pusing, dan lemas. Trombositopenia dapat terjadi sebagai efek samping dari kemoterapi, radiasi, atau proses kanker yang meningkatkan risiko perdarahan dari selaput lendir dan bagian tubuh lainnya. Perdarahan spontan dapat terjadi dengan jumlah trombosit 5.000. Hindari penggunaan aspirin, iritasi lambung, Zat-zat ini dapat berdampak negatif pada penghambat platelet, atau herbal seperti mekanisme pembekuan dan/atau ginseng, teh hijau, bawang putih, jahe, meningkatkan risiko perdarahan. ginkgo, atau kulit kayu willow. XIII. Penatalaksanaan Medis a. Terapi dan Medikasi Pengobatan untuk kanker kolorektal bergantung pada stadium penyakit yang umumnya terdiri dari (Williams & Hopper, 2007; Smeltzer, Bare, Hinkle & Cheever, 2010; Kemenkes) (1) Pembedahan untuk mengangkat tumor Pembedahan adalah pengobatan utama untuk sebagian besar kanker usus besar dan rektal. Jenis operasi yang direkomendasikan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Persiapan praoperasi pada pasien kanker kolorektal yang akan menjalani pembedahan, meliputi: (1) Informed consent (2) Pembuatan stoma (3)Persiapan usus (kolon) (4) Transfusi darah perioperatif (5) Profilaksis antibiotik. (2) Terapi Endoskopi Terapi endoskopik dilakukan untuk polip kolorektal, yaitu lesi mukosa kolorektal yang menonjol ke dalam lumen. Metode yang digunakan untuk polipektomi tergantung pada ukuran, bentuk dan tipe histolopatologinya. Polip dapat dibiopsi terlebih dahulu untuk menentukan tindakan selanjutnya. Biopsi polip umumnya dilakukan dengan mengambil 4-6 spesimen atau 8-10 spesimen untuk lesi yang lebih besar. Panduan American College of Gastroenterology menyatakan bahwa: Polip kecil harus dibuang secara utuh. Jika jumlahnya banyak (lebih dari 20), harus dilakukan biopsi representatif. (3) Terapi suportif Pasien dengan gejala obstruksi usus diberikan terapi suportif dengan (1) cairan infus, (2) hisap nasogastrik dan jika telah terjadi perdarahan yang signifikan, (3) terapi pemberian komponen darah. (4) Terapi adjuvan. Pasien yang menerima beberapa bentuk terapi adjuvan, yang mungkin termasuk kemoterapi, terapi radiasi, imunoterapi, atau terapi multimodalitas, biasanya menunjukkan keterlambatan dalam kekambuhan tumor dan peningkatan waktu bertahan hidup (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever (2010). 1) Radiasi Terapi radiasi digunakan sebelum, selama, dan setelah operasi dengan tujuan: (1) untuk mengecilkan tumor; (2) untuk mencapai hasil yang lebih baik dari operasi; dan (3) untuk mengurangi risiko kekambuhan. (4) untuk memberibantuan yang signifikan dari gejala (Untuk tumor yang tidak dapat dioperasi) 2) Kemoterapi Kemoterapi pada kanker kolorektal dapat dilakukan sebagai terapi ajuvan, neoaduvan atau paliatif. Terapi ajuvan direkomendasikan untuk pasien stadium III dan stadium II yang memiliki risiko tinggi. Selain itu, untuk memantau efek samping, sebelum terapi perlu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, uji fungsi ginjal (ureum dan kreatinin), serta elektrolit darah. a. 5-Flourourasil (5-FU) fluorourasil suatu fluorinated pyrimidine, adalah 5-fluoro-2,4 (1H,3H)pyrimidinedione. 5-Fluorourasil (5-FU) merupakan obat kemoterapi golongan antimetabolit pirimidin. 5-FU efektif untuk terapi karsinoma kolon, rektum, payudara, gaster dan pankreas. Kontraindikasi pada pasien dengan status nutrisi buruk, depresi sumsum tulang, infeksi berat dan hipersensitif terhadap fluorourasil adalah sebagai berikut: o Stomatitis dan esofagofaringitis, o Diare, anoreksia, mual dan muntah; o Tukak dan perdarahan gastrointestinal; o Lekopenia (leukosit < 3500/mm3), atau penurunan leukosit secara cepat; o Trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3); o Efek yang jarang terjadi dapat berupa sindrom palmar-plantar erythrodysesthesia atau hand-foot syndrome, dan alopesia. b. Leucovorin/Ca-folinat c. Capecitabine Capecitabine adalah sebuah fluoropirimidin karbamat, yang dirancang sebagai obat kemoterapi oral. Efek samping yang lebih sering timbul adalah sindrom palmar plantar erythrodysesthesia atau hand-foot syndrome. Manifestasi sindrom ini adalah sensasi baal pada tangan dan kaki, hiperpigmentasi, yang berkembang menjadi nyeri saat memegang benda atau berjalan. Telapak tangan dan kaki menjadi bengkak dan kemerahan, dan mungkin disertai dengan deskuamasi. d. Oxaliplatin Oxaliplatin merupakan derivat generasi ketiga senyawa platinum dan termasuk dalam golongan obat pengalkilasi (alkylating agent). Efek samping oxaliplatin dapat terjadi pada sistem hematopoetik, sistem saraf tepi dan sistem gastrointestinal. Sistem hematopoietik menyebabkan mielotoksisitas derajat sedang, anemia, dan trombositopenia yang tidak berat. Pada sistem saraf tepi sering terjadi neuropati perifer berupa parestesia, dysetesia atau allodynia pada ekstremitas, bibir, dan orofaringolaringeal yang terjadi selama dan sesaat setelah oxaliplatin infus diberikan. Hal ini akan mereda dalam beberapa jam hingga beberapa hari. Efek samping pada sistem gastrointestinal dapat berupa mual, muntah, dan diare. e. Irinotecan Irinotecan adalah bahan semisintetik yang mudah larut dalam air dan merupakan derivat alkaloid sitotoksik yang diekstraksikan dari tumbuhan seperti Camptotheca acuminata. Efek samping yang dapat timbul pada pemberian irinotecan yakni diare, gangguan enzim hepar, insomnia, alergi, anemia, leukopenia, neutropenia, trombositopenia, bradikardia, oedem, hipotensi, demam, dan fatigue. 3) Terapi Biologis (Targeted Theraphy) a. Bevacizumab Bevacizumab merupakan rekombinan monoklonal antibodi manusia yang berikatan dengan semua isotipe Vascular Endothelial Growth FactorA (VEGF-A / VEGF)., yang merupakan mediator utama terjadinya vaskulogenesis dan angiogenesis tumor, sehingga menghambat pengikatan VEGF ke reseptornya, Flt-1 (VEGFR-1) dan KDR (VEGFR-2 b. Cetuximab Cetuximab merupakan antibodi monoklonal chimeric mouse/rekombinan manusia yang mengikat secara spesifik reseptor faktor pertumbuhan epidermal (EGFR, HER1, c-ErB-1) dan secara kompetitif menghambat ikatan EGF dan ligan lain. c. Ziv-Aflibercept Aflibercept merupakan protein rekombinan yang memiliki bagian reseptor 1 dan 2 VEGF manusia yang berfusi pada porsi Fc dari IgG1 manusia. Didesain sebagai perangkap VEGF untuk mencegah aktivasi reseptor VEGF dan selanjutnya menghambat angiogenesis. d. Panitumumab, Regorafenib, BIBF 1120, Cediranib Panitumumab, regorafenib, BIBF 1120, dan cedirani Targeted therapy jenis ini yang belum tersedia di Indonesia. Panitumumab merupakan antibodi monoklonal murni dari manusia. Mekanisme kerjanya sama dengan cetuximab. XIV. Referensi Black, J. M., Hawks, J. H. (2009). Medical Surgical Nursing, 8th edition. St. Louis: Elsevier. Desen. (2011). Onkologi Klinik, Edisi 2. Jakarta: FK UI. Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing Care Plans: Guidelines for Individualizing Client Care Across the Life Span. Philadelphia: Davis Company. Kemenkes RI. Panduan Penatalaksanaan Kanker Kolorektal. Jakarta:Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Diunduh dalam bentuk pdf pada Selasa, 27 Oktober 2020 Pukul 23.00 WIB melalui kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKKolorektal.pdf Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., &Cheever, K. H. (2010). Brunner & Suddarth’s: Textbook of Medical-Surgical Nursing. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Porth, C. M. (2011). Essentials of Pathophysiology Concepts of Altered Health States 3rd edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta DPP PPNI. Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2012). Principles of Anatomy & Physiology, 13th edition. US: John Wiley & Sons, Inc. Williams, L. S. & Hopper, P. D. (2007). Understanding Medical Surgical Nursing 3rd edition. Philadelphia: Davis Company.