Uploaded by User85113

SEPARASIPROTEINDENGANMEMBRANULTRAFILTRASI

advertisement
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/304483722
SEPARASI PROTEIN DENGAN MEMBRAN ULTRAFILTRASI
Article · June 2016
CITATIONS
READS
0
3,416
1 author:
Harry Hans Japranata
Bandung Institute of Technology
1 PUBLICATION 0 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Harry Hans Japranata on 27 June 2016.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
SEPARASI PROTEIN DENGAN MEMBRAN ULTRAFILTRASI
Harry Hans Japranata
Teknik Kimia, ITB, Jalan Ganesha No. 10, Bandung, Indonesia
[email protected]
Abstrak
Salah satu jenis membran yang memanfaatkan gradien beda tekan dalam aplikasinya adalah membran ultrafiltrasi. Membran
ultrafiltrasi mengalami perkembangan pesat dewasa ini, hal ini menjadikan membran ini sebagai salah satu opsi terbaik untuk
pemurnian dan pemisahan zat, tak terkecuali dengan protein. Protein saat ini sudah menjadi komoditas komersil yang memiliki
nilai yang sangat tinggi salah satunya adalah protein yang di aplikasikan dalam dunia medis seperti insulin. Tulisan ini akan
mengulas mengenai, aplikasi membran ultrafiltasi untuk separasi atau fraksinasi protein khususnya protein yang digunakan dalam
dunia medis (Therapeutic Protein). Proses-proses hidrodinamika hingga interaksi protein dengan akan di analisa untuk
menentukan kondisi dan konfigurasi operasi seprasi protein. Tahanan membran menjadi pokok bahasan penting dalam tulisan ini
yaitu menyangkut fouling dan polarisasi konsentrasi. Peristiwa fouling dan polarisasi konsentrasi menyebabkan penurunan
selektivitas dan fluks permeat membran. Pemilihan membran dan modul serta kondisi operasional dalam praktek UF (fluks permeat,
kecepatan aliran cross-flow, konsentrasi, pH, dan salinitas) masih berdasarkan pengalaman hasil eksperimen dan metode trial and
error maka dari itu masalah dan tantangan untuk membran UF dalam proses separasi protein kedepannya adalah mengenai
pemodelan yang inovatif untuk mengkuantifikasi interaksi pada unit terkecil baik secara hidrodinamika (skala mikro) hingga
interaksi atomik (skala nano).
Kata kunci : Membran Ultrafiltrasi, Separasi Protein, Analisis multi-skala, Therapeutic Protein
1. Pendahuluan
Perkembangan teknologi industri saat ini
berkembang sangat pesat tidak terkecuali dengan
pengembangan unit operasi untuk proses pemisahan yang
kuat, murah dan memiliki efektivitas tinggi khususnya
untuk diterapkan pada industri bioteknologi. Membran
ultrafiltrasi merupakan salah satu opsi primadona yang
banyak digunakan industri sebagai unit bio-separasi
karena sifatnya yang sangat selektif, murah dan mudah
diaplikasikan dalam industri [1]. Hal ini didukung pula
dengan berbagai riset dan penelitian bahwa membran
ultrafiltrasi dapat mengoperasikan fraksinasi protein
dengan resolusi sangat tinggi [2-8].
Tantangan dalam separasi protein sangatlah banyak
karena sifatnya yang sangat sensitif terhadap kondisi
lingkungan. Konfigurasi dan design proses separasi harus
dilakukan pada kondisi yang mild (suhu yang relatif
rendah, tekanan rendah, tidak ada perubahan fasa atau
penambahan bahan kimia tertentu) untuk mencegah
denaturasi, deaktivasi ataupun degradasi protein. Untuk
protein terapeutik khususnya, diperlukan proses yang
detail dan terorganisir karena produk yang ingin
dihasilkan harus sesuai dengan fungsinya untuk keperluan
media yang diinginkan. Bebas dari kontaminasi patogen
adalah suatu keharusan dalam proses pemisahan protein
terapeutik dengan UF.
Namun perlu diketahui bahwa penggunaan membran
ultrafiltrasi masih memiliki beberapa kekurangan
diantaranya sulit mengontrol keluaran produk sehingga
untuk pengaplikasiannya sebagai suatu unit proses perlu
dilakukannya penelitian dan eksperimen.
Fraksinasi protein dengan membran ultrafiltrasi
merupakan sistem yang rumit. Hidrodinamika, beda tekan,
tahanan membran, porositas, morfologi, muatan
permukaan dan hidrofilitas membran mempengaruhi
peristiwa transmisi dan rejeksi membran untuk tiap
molekul protein sebagai permeat.
2. Membran Ultrafiltrasi
Membran merupakan teknologi yang berkembang
pesat selama 30 tahun dalam pengembangannya.
Membran ultrafiltrasi merupakan salah satu tipe membran
berbasis gradien beda tekan sebagai gaya dorong dalam
prinsip kerjanya. Membran ini dapat dibuat dengan bahan
polimer, keramik, hingga bahan metal. Membran berbahan
metal jarang digunakan karena fleksibilitasnya yang
rendah; membran keramik untuk pemurnian umumnya
memiliki permukaan yang hidrofilik mulai sering
digunakan dalam dunia medis dan pharmaceutical karena
sifatnya yang kuat dan tahanannya terhadap sterilisasi
menggunakan temperatur tinggi dan bahan kimia; namun
diantara semua jenis membran ultrafiltrasi, polimer
merupakan bahan yang paling umum digunakan karena
fleksibilitas yang tinggi, mudah dibentuk, dan murah.
Polisulfon dan polietersulfcon merupakan polimer yang
umum digunakan sebagai bahan dasar membran komersil
untuk bioseparasi.
Secara umum membran dikenal dalam 4 jenis modul
yaitu
a. Flat sheet
merupakan modul membran yang disusun sedemikian
rupa hingga setiap lembarannya membentuk lapisan
penyaring, modul ini umumnya bekerja pada beda
tekan yang stabil serta sulit dikendalikan. Membran
tipe flat sheet dewasa ini mulai ditinggalkan.
b. Tubular Membrane
merupakan modul membran berbentuk tubular dengan
diameter 3-15 mm, kelebihan modul ini adalah cocok
digunakan untuk umpan yang mengandung zat
pengotor ataupun partikel-partikel padatan dalam
umpannya namun hanya bersifat sekali pakai karena
tidak dapat dilakukan back-flushed.
c. Hollow fiber
merupakan jenis modul membran yang paling umum
digunakan dewasa ini karena kelebihannya yang
fleksible dan murah. Modul membran ini bekerja
dalam satu kesatuan paket yang terdiri dari banyak
hollow fiber berdiameter 0.2 – 2 mm, hollow fiber
bersifat padat namun hidrodinamika dalam tiap
modulnya sulit dikarakterisasi.
d. Spiral wound
merupakan modul membran yang paling banyak
diproduksi saat ini, modul ini memberikan luas
permukaan yang sangat besar dalam satu unit volume
yang kecil. Umumnya modul ini digunakan dalam
sistem desalinasi air laut dan reverse osmosis.
Namun diantara banyak modul membran ultrafiltrasi yang
tersedia saat ini, hollow fiber dan flat sheet merupakan
jenis yang secara luas digunakan oleh industri-industri
bioteknologi.
Tabel 1. Kondisi operasi berbagai jenis membran untuk perlakuan biologis dan koagulasi
(diadaptasi dari: ref. [9])
Tipe Membran
Tubular
Rotating Flat Disc
Hollow Fiber
Fluks Permeat
1 – 1.5
1 - 1.2
0.25-0.7
Operating Preassure (kPa)
200-300
3-10
5-30
Cross flow (m/s)
2-3
-
Submerged Flat Sheet
0.5
3-10
-
terbesar dalam biaya produksi. Biaya produksi yang
sangat besar disebabkan oleh sifatnya yang tidak stabil dan
kemudahan strukturnya untuk rusak atau mengalami
denaturasi akibat pemanasan ataupun penambahan pelarut
tertentu. Sifat inilah yang kemudian membuat teknik
separasi konvensional seperti distilasi, ektraksi, absorpsi,
dan lainnya sulit diterapkan untuk memisahkan campuran
protein tersebut.
Teknik pemisahan secara kromatografi dan pemisahan
dengan membran merupakan teknik pemisahan untuk
menghindari sifat protein yang mudah terdenaturasi
sehingga dapat dipisahkan dan dimurnikan [6]. Pemisahan
secara kromatografi bekerja dengan prinsip kepolar
komponen dengan media geraknya dengan menggunakan
adsorben dengan material berpori (filtrasi gel), ataupun
muatan pada permukaannya. Namun perlu diingat bahwa
kromatografi sulit diukur, mahal untuk dioperasikan,
dilaksanakan hanya dalam skala partaian, dan
membutuhkan pemahaman secara mendalam tentang
sistem larutan yang hendak dipisahkan [11]. Hal ini
mengakibatkan pemisahan dengan separasi membran
merupakan opsi terbaik untuk separasi protein.
3. Therapeutic Protein
Dalam beberapa tahun terakhir, riset pengembangan
dan produksi protein terapeutik gencar dilakukan.
Therapeutic protein atau protein terapeutik merupakan
jenis protein yang dikembangkan dan dimodifikasi untuk
keperluan medis. Hormon insulin merupakan salah satu
jenis protein terapeutik pertama yang diciptakan [10].
Total produksi protein terapeutik dunia mencapai 27
milliar USD pada tahun 2001 dengan insulin, interferon,
dan eritropoetin merupakan produk protein terapeutik
yang paling banyak diproduksi namun protein-protein lain
seperti antibodi monoklonal untuk terapi dan vaksin
berbagai penyakit semakin banyak diproduksi hingga
puluhan ton.
Protein terapeutik dapat diektraksi dari berbagai
sumber yaitu:
a. Tanaman, hewan, dan manusia
b. Protein rekombinan
c. Hewan ataupun tanaman transgenik.
Hasil-hasil ektraksi dari berbagai sumber tersebut masih
berupa campuran tak murni dari berbagai komponen
protein dan zat pengotor lainnya sehingga perlu adanya
pemisahan dan pemurnian untuk mendapatkan protein
yang diinginkan. Pemurnian campuran tersebut
dimaksudkan untuk meminimalisasi kontaminasi oleh
patogen-patogen ataupun protein lain yang menimbulkan
efek samping dan merugikan bagi penggunanya. Oleh
sebab itu dalam proses produksi protein terapeutik,
pemisahan dan pemurnian protein mengambil porsi
4. Fraksinasi Protein dengan Ultrafiltasi
Ukuran pori untuk membran ultrafiltrasi berkisar antara
5 – 100 nm dan mampu menahan molekul dalam rentang
berat molekul 10kD – 1MD. Membran ultrafiltrasi
tersebut dapat digunakan untuk filtrasi makromolekul
seperti protein dan molekul polimer.
2
Secara umum proses ultrafiltrasi dinilai berdasarkan 2
parameter yaitu flux membran (J) dan rejeksi membran
(R) yang mengikuti persamaan berikut:
𝑄𝑝
𝐽=
𝐴
𝐢𝑝
𝑅 =1−( )
𝐢𝑓
Parameter tersebutlah yang kemudian akan menjadi acuan
kinerja dan efisiensi dari membran ultrafiltrasi.
Aplikasi paling umum ultrafiltrasi untuk prosesproses down-stream adalah pemekatan, desalinasi, dan
klarifikasi protein, namun pada mulanya penggunakaan
teknologi membran ultrafiltrasi untuk fraksinasi protein
kurang berhasil, hal ini diakibatkan beberapa faktor, salah
satunya adalah keterbatasan selektivitas sistem membran
pada kondisi operasi tertentu. Berikut dijabarkan pada
tabel 2 mengenai pemilihan jenis membran untuk separasi
berbagai jenis protein kompleks dengan prinsip
ultrafiltrasi.
Tabel 2. Separasi berbagai protein dengan membran
Jenis Protein
[8,12]
HSA/IgG
Membran
200 kDa polysulfon; 100-300 kDa polietersulfon; 100 kDa membran
selulosik 100 kDa
polietersulfon; 100 kDa PVDF
BSA/Lisosim
150 kDa Membran inorganik; 30 kDa polisulfon;
[14]
BSA/Mioglobin
30 kDa Polysulfon, membran selulosik
[15]
Lisosim dari putih telur
25 dan 50 kDa polisulfon; 30 kDa polysulfone hollow membrane
[7]
Hemoglobon dan
mioglobin
30 dan 150 kDa membran inorganik
[15]
BSA/IgG
Nakatsuka & Michaels [16] menjabarkan beberapa
faktor yang mengakibatkan buruknya pemisahan hasil
ultrafiltrasi protein yaitu:
a. Distribusi luas ukuran pori pada membran
ultrafiltrasi
b. Polarisasi konsentrasi pada permukaan membran
sehingga terjadi fouling
c. Adsorpsi protein dalam struktur pori membran
sehingga mengakibatkan fouling
d. Terakumulasinya formasi-formasi protein pada
permukaan membran
e. Interaksi antar protein dalam sejumlah besar
pelarut dan/ atau membran
Kelima faktor tersebut berkontribusi dalam pembentukan
fouling pada struktur membran dimana merupakan
masalah umum yang paling sering ditemui dalam aplikasi
filtrasi menggunakan membran baik mikrofiltrasi,
ultrafiltrasi dan nanofiltrasi.
Dengan demikian, masalah fraksinasi protein dengan
membran ultrafiltrasi sangat bergantung pada tindakan
untuk meminimalisasi terjadinya fouling pada membran
ultrafiltrasi untuk terus mempertahankan sifat selektivitas
tinggi pada membran tersebut. Wan [17] dalam studinya
menunjukan bahwa untuk memperoleh separasi protein
yang memiliki berat molekul yang hampir sama dalam
campurannya secara efektif dengan menyesuaikan kondisi
Ref.
[13]
campuran seperti pH dan salinitasnya serta memanipulasi
sistem hidrodinamiknya.
Studi serupa terhadap pengaruh pH terhadap proses
ultrafiltrasi dikaji oleh Nakatsuka et al. [16], protein
myoglobin (berat molekul: 17000) dan BSA akan
diseparasi dengan membran ultrafiltrasi dengan nonsorptive regenerated cellulose membranes (30 kDa
MWCO). Hasil uji tersebut menyimpulkan bahwa
selektivitas sangat bergantung pada pH campuran
dibandingkan kekuatan ioniknya. Ghosh & Cui [9] juga
meneliti hal yang sama yaitu efek pH pada proses UF pada
filtrasi lysosim dari putih telur, hasilnya dideskripsikan
pada tabel 3.
Tabel 3. Efek pH pada purifikasi lysosim dari putih telur
[9]
pH
Faktor purifikasi
4.6
7
9
11
8.8
18.6
18.1
26.6
Kemurnian lysosim
(%)
30.1
69
66.7
88.7
Namun cara tersebut baru menunjukan prospek positif
terhadap fraksinasi protein dan sampai saat ini belum ada
model komprehensif untuk memprediksi fraksinasi
3
protein dengan UF dikarenakan kompleksitasnya dalam
berbagai skala [22].
memperoleh konsentrat produk berupa protein yang
diinginkan.
Perancangan proses ultrafiltrasi sangatlah penting
karena sifatnya yang sensitif terhadap kondisi operasi
tertentu. Pemilihan jenis modul merupakan hal penting
dalam merancang proses separasi. Namun hingga saat ini
pemilihan modul membran masih berdasarkan
ketersediaan dan pengalaman aplikasi filtrasi terdahulu
karena belum terdapat aturan umum yang mengatur
pemilihan jenis dan operasi modul membran tersebut.
Parameter-parameter penting untuk mengidentifikasi dan
mengkuantifikasi proses pemisahan dengan menggunakan
UF membran ataupun membran jenis lainnya seperti
ukuran pori, diameter, luas permukaan, distribusi aliran
masih bergantung dari trial and error.
5. Design Proses
Proses manufaktur protein dapat disimak pada gambar
2, proses tersebut mencakup pada up-stream dan downstream. Up-stream mencakup preparasi mikroba hingga
pembentukan produk berupa protein dengan proses
biologis seperti fermentasi dan modifikasi genetik,
sedangkan down-stream mencakup pemisahan sel-sel
yang tidak dibutuhkan, pemurnian dan pemekatan protein
dengan UF membrane.
UP-STREAM PROCESS
6. Hidrodinamika dan Koefisien Transfer Massa
Efektivitas dan kinerja suatu modul membran
bergantung pada mudah atau tidaknya permukaan
membran tersebut mengalami polarisasi konsentrasi.
Polarisasi konsentrasi merupakan
peristiwa ketika
zat terlarut dalam umpan terakumulasi dan membentuk
suatu lapisan tipis disekitar permukaan membran sehingga
dapat mempengaruhi selektivitas dan laju penyebaran
umpan menuju membran. Opong & Zydney [18]
menganalisa penyebaran zat terlarut tunggal dan
kebergantungannya dengan koefisien perpindahan massa
yang juga berlaku pada peristiwa fraksinasi protein.
Untuk meningkatkan fluks permeat dengan adanya
peristiwa polarisasi konsentrasi maka dapat digunakan
teknik gas sparging dengan menggunakan gas-gas inert
(seperti nitrogen, dll) untuk membentuk aliran 2 fasa gascair dalam modul membran [4,19,20]. Teknik ini sangat
lazim digunakan dalam industri pengolaran air dan limbah
untuk meminimalisasi terjadinya polarisasi konsentrasi.
Taha & Cui [21] telah mengembangkan metode
Volume of Fluids (VOF) untuk mensimulasikan aliran 2
fasa gas-cair dan mengusulkan pendekatan de-coupled
untuk mensimulasikan UF. Simulasi aliran fluida ini
menggunakan bantuan komputasi dinamika fluida (CFD)
untuk mengevaluasi besar tegangan geser (shear stress)
lokal dan sesaat pada tiap permukaan membran kemudian
menggunakan data ini untuk mengevaluasi koefisien
perpindahan massa untuk mengidentifikasi nilai fluks
permeat/ total rejeksi.
Dengan menggunakan pendekatan tersebut dapat
diperoleh estimasi fluks permeat sebesar 15 – 20 % dengan
asumsi bahwa tegangan geser sesaat diabaikan dalam
perhitungannya. Namun hanya dengan cara inilah
memungkinkan
untuk
mengevaluasi
koefisien
perpindahan massa.
Pemilihan jenis membran dan ukurannya sangat
mempengaruhi perhitungan nilai koefisien transfer massa.
Peristiwa Biologis
DOWN-STREAM PROCESS
Terminasi Reaksi
Pemecahan sel dan Pelepasan Produk
UF
Konsentrat Produk
Gambar 2. Proses Biomanufaktur Protein (diadaptasi
dari: [3])
Secara umum proses biomanufaktur diinisiasi dengan
proses pengembangbiakan mikroba yang direkayasa
secara genetik sehingga menghasilkan protein jenis
tertentu dalam hal ini therapeutic proteins kemudian
dibiarkan mengalami proses-proses biologis mencakup
fermentasi dengan bantuan pasokan oksigen. Proses
kemudian dilanjutkan pada tahapan down-stream dimulai
dengan menghentikan proses reaksi (terminasi reaksi) dan
penambahan beberapa reagen yang bersifat memecah
struktur sel-sel (lisis) sehingga membentuk campuran sel
mati dengan produk protein. Produk kemudian
dipekatkan, dipisahkan dan dimurnikan dengan UF untuk
4
Gambar 3 menunjukan hasil simulasi dengan bantuan
komputasi (CFD) untuk nilai tegangan geser pada
permukaan pada aliran slug antara modul membran
tubular dan hollow fiber. Hollow fiber menunjukan nilai
koefisien transfer massa yang lebih kecil. Modul tubular
menghasilkan fluks permeat yang lebih besar
dibandingkan dengan hollow fiber.
Sistem hidrodinamika mempengaruhi proses transfer
massa dan merubah karakteristik penyebaran tiap-tiap
proteinnya, Ghosh & Cui [6] mengevaluasi koefisien
transfer massa pada modul membran flat sheet dengan dan
tanpa gas sparging untuk menjelaskan keberhasilan
fraksinasi bovine serum albumin (BSA, MW 65 kD) dan
lisosim (MW 13 kD). Teknik yang sama pun juga
digunakan untuk mengevaluasi nilai koefisien
perpindahan massa pada membran UF tubular untuk
pemisahan human serum albumin (HSA) dan human
immunoglobulin (IgG) [12].
Hubungan antara hidrodinamika dan perpindahan
massa dapat dikuantifikasi dengan analisis batas lapisan
(Boundary layer Analysis), dengan menganalisis
hubungan keduannya pada level 10-100 mikron. Namun
demikian, analisis ini hanya berlaku untuk permeat yang
terdiri dari zat terlarut tunggal sehingga kurang cocok
untuk menjelaskan peristiwa fraksinasi protein yang
permeatnnya sangat heterogen. Demikian pula dengan
model analisis Maxwell-Stefan [22]. Masalah yang perlu
dipecahkan untuk memperoleh relasi hidrodinamika
dengan koefisien perpindahan massa adalah mengenai
metode kuantifikasi antara tegangan geser dengan
koefisien perpindahan massa, metode kuantifikasi
kotranspor untuk sistem solute tak tunggal, dan
menciptakan serti mengoptimalkan transmisi selektif oleh
molekul protein dengan mengoptimalkan rejim sistem
hidrodinamik dan perpindahan massa.
antara pori dan molekul protein saling tolak menolak serta
sulit melewatkan permeat, akibatnya penurunan fluks
permeat pun terjadi. Namun, bila muatan eltrostatiknya
tidak sama maka permukaan membran akan membentuk
lapisan tunggal dari molekul-molekul protein bermuatan
sehingga sebagian protein tertinggal pada membran
menyebabkan fouling.
Fluks aliran operasional pada UF sangat penting dalam
peristiwa transmisi protein. Jika permeat terdiri dari lebih
dari satu jenis protein, perubahan fluks operasional akan
menghasilkan hasil yang berbeda pada protein yang
memiliki muatan yang berbeda contohnya adalah teknik
selektivitas balik (Reverse Selectivity) dimana molekul
yang besar ditransmisikan sedangkan molekul berukuran
kecil ditahan.
Teknik ini sudah digunakan dalam separasi HSA dan
IgG. Pada pH netral antara 7-8 membran PVDF dan HSA
sama-sama bermuatan negatif dan IgG tidak bermuatan.
Pada kondisi ini, membran PVDF 100 kD, IgG dengan
berat molekul 167 kD ditransmisikan sekitar 25%
sedangkan untuk HAS dengan berat molekul 67 kD
terejeksi total sehingga memungkinkan pemisahan IgG
dan HAS pada plasma darah ataupun fermentation broth
[4, 6].
Vasan et al. [23] berhasil mengkuantifikasi efek
interaksi elektrostatis pada distribusi konsentrasi
menggunakan model Maxwell-Stefan-Gouy-Debye.
Model ini menunjukan efek muatan protein pada
permukaan membran. Walaupun masih terbatas pada
permeat protein tunggal, tapi model ini sudah
mempertimbangkan efek elektrostatik dan permeasi.
7. Interaksi Protein – Membran
Perpindahan molekul-molekul protein dari salah satu
sisi membran ke sisi lainnya bergantung dari interaksinya
dengan pori membran dalam skala nano. Molekul protein
yang memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan
ukuran pori membran maka molekul protein akan tertahan
disisi permeat namun bila ukuran molekul protein lebih
kecil dibandingkan dengan ukuran pori belum tentu akan
melewati pori dan menuju sisi lain dari membran, perlu
adanya gaya pendorong (driving force) berupa tekanan
sejumlah tertentu dari aliran permeat sehingga mampu
melewatkan molekul protein akibat adanya beda tekan
(Pressure drop).
Tahanan atau gangguan terbesar dalam aliran UF
adalah tolakan elektrostatik, peristiwa ini terjadi apabila
pori pada permukaan membran memiliki muatan
elektrostatik yang sama dengan molekul protein sehingga
Gambar 3. Ilustrasi Separasi dengan membran bermuatan
(diadaptasi dari [7])
Namun sangat sulit untuk mengukur operasional fluks
secara tepat dan mengevaluasi fluks pori sebagai fluks
permeat yang terukur . Meskipun porositas permukaan
membran dapat diukur namun ukuran dan keseragaman
pori sulit dikendalikan dan tidak seragam. Penambahan
garam-garam tertentu akan mengakibatkan bertambahnya
ion-ion dalam permeat. Jumlah ion dalam permeat juga
mempengaruhi sifat-sifat elektrostatis pada sistem.
Konsentrasi garam tertentu akan cenderung mengurangi
kelarutan protein dan mulai terjadinya agregasi protein.
5
8. Interaksi Protein – Ion dan Molekul Lain
4. Temperatur
Temperatur berhubungan langsung dengan material
membran. Temperatur pencucian yang melibihi
ambang batas dapat merusak struktur membran, namun
temperatur yang terlalu kecil juga dapat menyebabkan
tidak optimalnya proses pencucian.
5. pH
pH laurtan cleaner berhubungan langsung dengan jenis
foulant atau pengotor membran. Basa kaustik
umumnya digunakan untuk jenis foulant organik dan
asam untuk foulant inorganik.
Dalam level sub-nanometer dikaji mengenai interiraksi
protein dengan protein lain ataupun ion bahkan molekulmolekul lainnya.
Interaksi protein-protein dapat berupa agregasi dan
formasi protein, hingga saat ini studi interaksi ini
difokuskan pada kinetika reaksi formasi seperti antibodyantigen namun belum dikaji mendalam tentang fraksinasi
protein karena sifatnnya yang cenderung tidak
berpengaruh pada pemisahan.
Interaksi protein – ion hingga saat ini dikaji mengenai
ikatan ion satu dengan lain atau dengan protein sehingga
menghasilkan konformasi/ bentuk lain sehingga dapat
merubah bahkan mengurangi ukuran dan muatan efektifn
molekul protein. Interaksi lain antara protein adalah
dengan molekul lain, umumnya diinteraksikan dengan
molekul air (hidrasi protein). Peristiwa hidrasi protein
berefek langsung pada ukuran efektif molekul protein dan
difusivitas efektif serta elektromobilitas.
Rule of thumb yang digunakan untuk menentukan
kapan harus dilaksanakan cleaning yaitu ketika [25]:
ο‚·
ο‚·
ο‚·
ο‚·
Fluks permeat turun sekitar 10-15%
Tekanan bervariasi dari 10-15%
Konduktivitas permeat bervariasi dari 10-15%
Pressure drop antara umpan dan konsentrat
bervariasi dari 10-15%
Pemilihan reagen cleaner terhadap kondisi jenis
foulant, temperatur pembersihan, waktu pembersihan, dan
prinsip/ metode pembersihan. Rumusan tersebut
dirumuskan pada tabel 4.
9. Optimasi Membran UF
Efektivitas dan kinerja membran dapat dioptimalkan
dalam proses separasi protein. Faktor-faktor penghambat
seperti fouling dan polarisasi konsentrasi sebaiknya
diminimalisasikan selama proses separasi berlangsung.
Salah satu metode mengoptimasi kinerja membran adalah
melakukan cleaning atau pembersihan membran agar
terbebas dari fouling dan polarisasi konsentrasi.
9. Kesimpulan
Fraksinasi protein dapat dilakukan dengan teknologi
UF namun sistemnya sangat rumit, melibatkan proses
yang kompleks pada skala yang berbeda-beda baik dari
skala mikron hingga sub-nano (interaksi molekul dan ion).
Proses ini masih belum dideskripsikan secara baik dan
belum terdapat model yang sesuai hingga saat ini.
Konfigurasi sistem seperti modul membran,
pengaturan sistem hidrodinamika, konsentrasi protein,
hingga kondisi operasi seperti pH, salinitas, dll sangat
mempengaruhi fluks permeat dan transmisi serta rejeksi
protein.
Proses skala sub-nano meliputi interaksi protein
dengan protein lainnya, ion, dan molekul lain (air)
semuanya mempengaruhi ukuran efektif, muatan efektif
dan difusivitas efektif sehingga mempengaruhi
performansi separasi/ pemisahan protein.
Pemilihan membran dan modul serta kondisi
operasional dalam praktek UF (fluks permeat, kecepatan
aliran cross-flow, konsentrasi, pH, dan salinitas) masih
berdasarkan pengalaman hasil eksperimen dan metode
trial and error. Untuk kedepannya kebutuhan akan
panduan pemilihan membran dengan kondisi oprasional
dan pemodelan yang inovatif untuk mengkuantifikasi
interaksi hingga bagian terkecil.
Pencucian membran harus memperhatikan beberapa
faktor [24] yaitu:
1. Material dan sifat kimiawi membran
Jenis material sangat menentukan pemilihan cleaning
agents, pasalnya pemilihan cleaner yang salah dapat
menyebabkan rusaknya struktur membran bahkan
terjadinya deformasi pada membran sehingga
menurunkan
kualitas
bahkan
memperburuk
selektivitas membran.
2. Aliran fluida
Aliran fluida untuk cleaner juga mempengaruhi
efisiensi cleaning pada membran. Aliran cleaner harus
dalam rejim turbulen agar dapat mencapai seluruh
bagian membran dan mengalirkan foulant serta
diaplikasikan dalam tekanan yang serendah mungkin
dan kecepatan alir yang tinggi sehingga mengurangi
kemungkinan rusaknya membran dan meningkatkan
efisiensi cleaner.
3. Waktu pencucian
Waktu pencucian secara kimiawi umumnya 30 menit
hingga 1 jam. Pencucian dengan durasi yang melebihi
ambang batas waktu optimum dapat menyebabkan
fouling.
6
Tabel 4. Jenis reagen, prinsip, dan kondisi operasi cleaning pada membran (Diadaptasi dari [26-28])
Foulant
Minyak, Lemak,
Protein,
Polisakarida, Bakteri
Reagen
Waktu dan Temperatur
Prinsip Cleaning
0.5 N NaOH + 200
ppm Cl2
30-60 menit
25-55 oC
Hidrolisis dan oksidasi
DNA, Garam
Mineral
0.1 – 0.5 M asam
asetat/ asam nitrat/
asam sitrat
30-60 menit
25-55 oC
Pelarutan
Minyak, Lemak,
Biopolimer, Protein
0.1% SDS; 0.1%
Triton X-100
30 menit hingga satu malam
25-55 oC
Emulsifikasi dan Dispersi
Fragmen Sel,
Minyak, Lemak,
Protein
Enzim, Detergen
30 menit hingga satu malam
30-40 oC
Catalytic Breakdown
DNA
0.5% DNAase
Minyak, Lemak
20-50% Etanol
Daftar Notasi
J
Fluks permeat
Qp
Debit permeat
A
Luas Permukaan
30 menit hinga satu malam
30-40 oC
30-60 menit
25-55 oC
R
Cp
Cf
[m/s]
[m3/s]
[m2]
Rejeksi
Konsentrasi permeat
Konsentrasi feed
Hidrolisis Enzim
Pelarutan
[]
[mol/L]
[mol/L]
Daftar Pustaka
References
[1] Christy, C. & Vermant, S. (2002). The state-of-the-art of filtration in recovery processes for biopharmaceutical
production. Desalination, 147, 1-4.
[2] Cui, Z. F. & Wright, K. I. T. (1994). Gas-liquid two-phase crossflow ultrafiltration of dextrans and BSA solution.
J. Membr. Sci., 90, 183-189.
[3] Cui, Z. F. (2005). Protein separation using ultrafiltration – An example of multi-scale complex
[4] Ghosh, R. Protein Bioseparation Using Ultrafiltration: Theory, Application and New Developments. Imperial
College Press. London. 2003.
[5] Ghosh, R. & Cui, Z. F. (1998). Fractionation of BSA and lysozyme using ultrafiltration: effect of pH and
membrane surface pretreatment. J. Membr. Sci., 139, 17-28.
[6] Ghosh, R. & Cui, Z. F. (2000a). Purification of lysozyme using ultrafiltration. Biotechnol. Bioeng., 68, 191-202.
[7] Ghosh, R. Silva, S.S., & Cui, Z.F. (2000). Lysozyme separation by hollow fibre ultrafiltration. Biochemical Eng.
J., 6, 19.
[8] Higuchi, A., Mishima, S., & Nakagawa, T. (1991). Separation of proteins by surface modified polysulfone
membranes. J. Membr. Sci., 68, 263.
[9] Yu, Li, You. Application of Membrane Separation Technology to night soil and sludge treatments, Available:
http://www.apecvc.or.jp/e/modules/tinyd00/?id=34&kh_open_cid_00=6, diakses pada 29 Maret 2016
[10] Leader, Benjamin, Baca, Quentin J., & Golan, David E.. (2008). Protein Therapeutics: a summary ana
phamacological classification. Nature Reviews Drug Discovery 7, 21-39.
[11] Van Reis, R., Gadam, S., Frautschy, L. N., Orlando, S., Goodrich, E. M., Saksena, S., Kuriyel, R., Simpson, C.
M., Pearl, S. & Zydney, A. L. (1997). High performance tangential flow filtration. Biotechnol. Bioeng., 56, 7178.
[12] Saksena, S. & Zydney, A. L. (1994). Effect of solution pH and ionic strength on the separation of albumin from
immunoglobulins (IgG) by selective filtration. Biotechnol. Bioeng., 43, 960-968.
7
[13] Li, Q. Y., et al. (1998). Enhancement of ultrafiltration by gas sparging with flat sheet membrane modules.
Separation and Purification Tech., 14, 79.
[14] Iritani, E., Mukai, Y., & Murase, T. (1995). Upward dead-end ultrafiltration of binary protein mixtures.
Separation Sci. And Tech., 30, 369. [16] Opong, W. S. & Zydney, A. L. (1991). Diffusive and convective
protein transport through asymmetric membranes. AIChE J., 37, 1497-1510.
[15] Sannier, F et al.. (1996). Separation of hemoglobin and myoglobin from yellow fin tuna red muscle by
ultrafiltration: Effect of pH and ionic strength. Biotecnology and Bioengineering, 52, 501.
[16] Opong, W. S. & Zydney, A. L. (1991). Diffusive and convective protein transport through asymmetric
membranes. AIChE J., 37, 1497-1510.
[17] Wan, Y. H., Ghosh, R. & Cui, Z. F. (2005b). Protein fractionation using ultrafiltration: developments and
challenges. Dev. Chem. Eng. Mineral Proc., 13, 1-16.
[18] Opong, W. S. & Zydney, A. L. (1991). Diffusive and convective protein transport through asymmetric
membranes. AIChE J., 37, 1497-1510.
[19] Bellara, S. R., Cui, Z. F. & Pepper, D. S. (1996). Gas sparging to enhance permeate flux in ultrafiltration using
hollow fibre membranes. J. Membr. Sci., 121, 175-184.
[20] Li, Q. Y., Cui, Z. F. & Pepper, D. S. (1997). Fractionation of HSA and IgG by gas sparged ultrafiltration. J.
Membr. Sci., 136, 181-190.
[21] Taha, T. & Cui, Z. F. (2002). CFD modelling of gas sparged ultrafiltration in tubular membranes. J. Membr. Sci.,
210, 13-27.
[22] Bellara, S. R. & Cui, Z. F. (1998). A maxwell-stefan approach to modelling the crossflow ultrafiltration of protein
solutions in tubular membranes. Chem. Eng. Sci., 53(12), 2153-2166.
[23] Vasan, S. S., Field, R. W. & Cui, Z. F. (2006). A Maxwell-Stafan-Gouy-Debye model of the concentration profile
of a charged solute in a polarisation layer. Desalination, in press.
[24] Cheryan, M. (1998) Ultrafiltration and Microfiltration Handbook, Technomic Publishing Company Inc.,
Pennsylvania.
[25] Wenten, I.G.; Aryanti, P.T.P.; “Ultrafiltasi dan Aplikasinya.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2014.
[26] Wenten, I.G.; Aryanti, P.T.P.; Hakim, A.N.; Khoiruddin; “Teknik Regenerasi Membran.” Teknik Kimia Institut
Teknologi Bandung, 2012.
[27] Wenten, I.G.; Hakim, A.N.; Khoiruddin; Aryanti, P.T.P.; “Polarisasi Konsentrasi dan Fouling pada Membran.”
Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2013.
[28] Wenten, I.G.; Hakim, A.N.; Khoiruddin; Aryanti, P.T.P.; “Troubleshooting dalam Operasi Membran.” Teknik
Kimia Institut Teknologi Bandung, 2013.
8
View publication stats
Download