BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kapasitas vital paru (KVP) adalah jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru setelah inspirasi maksimal. Kapasitas vital paru mencerminkan perubahan volume maksimal paru yang berguna untuk memastikan gambaran kapasitas fungsional paru. Kapasitas vital paru dapat di ukur dengan menggunakan alat tes fungsi paru. Tes yang paling dasar digunakan adalah spirometri (Sherwood, 2014; Pellegrino, Antonelli, & Mondino, 2010). Fungsi paru dipengaruhi oleh usia, tinggi badan, jenis kelamin dan etnis. Usia merupakan variabel penting dalam hal terjadinya gangguan fungsi paru karena usia mempengaruhi kekenyalan paru. Penurunan KVP dapat terjadi setelah usia 30 tahun, tetapi penurunan KVP akan cepat setelah usia 40 tahun. Faal paru sejak masa kanak – kanak bertambah volumenya dan akan mencapai nilai maksimum pada usia 19-21 tahun. Setelah usia 1921 tahun, nilai faal paru akan terus menurun sesuai dengan pertambahan usia (Quanjer et al., 2012; Budiono, 2007). Selain itu, fungsi paru juga dipengaruhi oleh perilaku merokok, penggunaan alat pelindung pernapasan, lama kerja, masa kerja, dan lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang berpolutan seperti industri pupuk dapat mempengaruhi fungsi paru. Industri pupuk menghasilkan beberapa polutan seperti gas ammonia, debu urea, asap, partikulat yang berasal dari pupuk tanaman kompleks, sulfur oksida dan kabut asam yang berasal dari tumbuhan yang mengandung asam sulfat, nitrogen oksida dari asam nitrat, dan fluorida dari pabrik asam fosfat (Dwiputra, 2019; Thakkar, 2013). Penyakit paru akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh partikel, uap, gas, atau kabut berbahaya yang menyebabkan kerusakan paru jika terinhalasi selama bekerja. American Lung Association membagi penyakit paru menjadi dua kelompok besar, yaitu pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu yang masuk ke dalam paru dan hipersensitivitas seperti asma yang disebabkan 1 Universitas Muhammadiyah Palembang 2 oleh reaksi yang berlebihan terhadap polutan udara. Pneumokoniosis yang paling sering dialami pekerja adalah silikosis, penyakit paru yang disebabkan oleh terhirupnya debu silika. Beberapa kasus kanker paru dan bronkitis juga termasuk ke dalam penyakit paru akibat kerja (Buchari, 2007). Pada tahun 2000, paparan pekerjaan terhadap silika, asbes, dan debu tambang telah menyebabkan 9.000 kematian akibat silikosis, 7.000 kematian akibat asbestosis, dan 14.000 kematian akibat pneumokoniosis pekerja batubara di seluruh dunia (Antao & Pinheiro, 2015). Menurut European Respiratory Society (2019), prevalensi penderita penyakit paru akibat kerja sekitar 15% pria dan 5% wanita menderita kanker paru, 17% kasus asma dewasa, 15%-20% mengalami penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan 10%-15% kasus penyakit paru interstisial. Pada tahun 2.000 diperkirakan bahwa total 7.200 kasus pneumokoniosis berhubungan dengan pajanan akibat asbes, silika, dan debu batu bara. Kejadian pneumokoniosis di Cina diperkirakan mencapai 12.000 hingga 15.000 kasus setiap tahun, yang mewakili 70% hingga 80% dari jumlah total kasus penyakit akibat kerja yang dilaporkan (Liang & Xiang, 2004). Jumlah kasus penyakit akibat kerja di Indonesia sendiri periode tahun 2011-2014 menunjukkan terjadinya penurunan dari 57.929 kasus pada tahun 2011 menjadi 40.696 kasus pada tahun 2014. Provinsi Sumatera Selatan menjadi urutan kedua terbanyak pada tahun 2012 dengan 2.717 kasus dan menurun menjadi 772 kasus pada tahun 2013 (Kemenkes RI, 2015). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dwiputra (2019), terdapat hubungan antara masa kerja, lama kerja, perilaku merokok, dan penggunaan alat pelindung pernafasan terhadap fungsi paru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 80% pekerja memiliki fungsi paru buruk dengan 54,1% masa kerja >10 tahun, 75% lama kerja ≥8 jam, 80,3% perokok kuat, dan 72,1% tidak memakai pelindung pernapasan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bella (2004) di PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, terdapat hubungan yang signifikan antara lama bekerja dengan terjadinya gangguan fungsi paru. Responden yang bekerja lima belas tahun atau lebih yang mengalami gangguan fungsi paru sebanyak Universitas Muhammadiyah Palembang 3 70% dan memiliki kemungkinan menderita gangguan fungsi paru empat kali lebih tinggi dibandingkan responden yang bekerja selama kurang dari lima belas tahun. Responden yang usianya lima puluh tahun atau lebih mengalami gangguan fungsi paru sebesar 60%. PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang (Pusri) merupakan perusahaaan yang didirikan sebagai pelopor produsen pupuk urea di Indonesia dengan nama PT. Pupuk Sriwidjaja (Persero). Produk yang diproduksi oleh PT. Pupuk Sriwidjaja berupa amoniak cair, pupuk urea, dan pupuk NPK (Pusri, 2014). Karyawan unit ammonia PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang memiliki kemungkinan besar dalam terpapar faktor kimia berupa debu dan ammonia. Berdasarkan uraian diatas penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang hubungan usia dan lama kerja dengan kapasitas vital paru pada karyawan di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang. 1.2 Rumusan Masalah Apakah terdapat hubungan antara usia dan lama kerja dengan kapasitas vital paru pada karyawan di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara usia dan lama kerja dengan kapasitas vital paru pada karyawan PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran usia pada karyawan PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang. 2. Untuk mengetahui gambaran lama kerja pada karyawan PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang. 3. Untuk mengetahui gambaran nilai kapasitas vital paru pada karyawan PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang. 4. Untuk menganalisa hubungan usia dengan kapasitas vital paru karyawan PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang. Universitas Muhammadiyah Palembang 4 5. Untuk menganalisa hubungan lama kerja dengan kapasitas vital paru karyawan PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar penelitian lanjutan tentang hubungan usia dan lama kerja yang mempengaruhi kapasitas vital paru. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Hasil penelitian ini dapat menjadi landasan ilmiah dan bahan informasi kepada karyawan dan perusahaan tentang penggunaan alat pelindung diri sebagai tindak pencegahan agar dapat menurunkan angka kejadian penyakit akibat kerja. 2. Hasil penelitian dapat menambah informasi dan bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam menentukan kebijakan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan pekerja. 1.5 Keaslian Penelitian Tabel 1.1. Keaslian Penelitian Nama Judul Penelitian Desain Penelitian Bintang Setyo Hubungan usia, lama Observasional Pinugroho dan paparan debu, analitik dengan Yuli Kusumawati, penggunaan APD, pendekatan cross 2017. kebiasaan merokok sectional. dengan gangguan fungsi paru tenaga kerja mebel di Kec. Kalijambe Sragen. Hasil Terdapat hubungan antara usia dan kebiasaan merokok dengan gangguan fungsi paru, sedangkan variabel lama paparan dan penggunaan APD tidak ada hubungan dengan gangguan fungsi paru. Universitas Muhammadiyah Palembang 5 Wiwin Prasiwi, Hubungan antara usia Kuantitatif analitik Terdapat hubungan Sri Darnoto. dan masa kerja dengan dengan pendekatan antara usia dan 2014. kapasitas fungsi paru cross sectional. masa kerja dengan pada supeltas kapasitas fungsi Surakarta. paru. Dian Pratama Hubungan usia, lama Explanatory Terdapat hubungan Putra, Pasijan kerja, dan kebiasaan research dengan antara usia dan lama Rahmatullah, merokok dengan pendekatan cross kerja dengan fungsi Andra Novitasari. fungsi paru sectional. paru tidak terdapat 2012 pada juru parkir di hubungan antara Jalan Pandanaran kebiasaan merokok Semarang. dengan fungsi paru. Perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya terdapat pada variabel, sampel, desain penelitian, dan tempat penelitian. Penelitian yang dilakukan ini mengenai hubungan usia dan lama kerja dengan kapasitas vital paru pada karyawan PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang. Universitas Muhammadiyah Palembang