Uploaded by User84486

Laporan Belajar Mandiri Shofia NL LI 6 & 7

advertisement
Nama
: Shofia Nurul Latifah
Kelas
: Alpha (2020)
NIM
: 04011182025001
Kelompok
: 1
Laporan Hasil Belajar Mandiri
Learning Issue 5: Histofisiologi Jantung dan Pembuluh Darah
Histologi Jantung
Jantung merupakan organ yang terpenting dalam sistem sirkulasi peredaran darah
(kardiovaskuler) yang memompa darah lewat pembuluh darah. Dinding jantung terdiri dari tiga
lapisan: endokardium, miokardium, dan epikardium.
Perikardium berupa kantong yang melipat dan membentuk rongga perikardium. Rongga
ini berisikan cairan sehingga memudahkan kontraksi jantung. Bagian perikardium yang melekat
ke miokardium disebut perikardium visceral atau epikardium, sedangkan bagian yang melekat ke
struktur lain di rongga thoraks disebut perikardium parietal. Secara histologis struktur perikardium
yang penting ialah epikardium.
a. Endokardium, merupakan lapisan dinding jantung paling tipis. Terdiri atas selapis sel
endotel gepeng diatas lapisan tipis jaringan ikat longgar yang didominasi serabut
kolagen dan elastin, dan beberapa sel otot polos. Di bawah endokardium terdapat
lapisan subendokardium yang memisahkan endokardium dengan miokardium.
Lapisan ini lebih tebal dari endokardium, terdiri atas jaringan ikat yang diantara
serabutnya dapat ditemukan vena, nervus dan di dinding ventrikel dapat ditemukan
pula serabut sistem konduksi jantung atau serabut Purkinje.
Penampang melintang jantung dari luar ke dalam.
En (endokardium), SEn (lapisan subendokardium), P (serabut Purkinje), M (miokardium).
Struktur jantung penting lainnya di endokardium ialah katup, ada 4 katup
jantung yang melekat pada skeleton fibrosa atau rangka jaringan ikat jantung yang
sering disebut annulus fibrosus. Katup merupakan modifikasi endokardium yang
memiliki jaringan ikat sangat padat akan kolagen dengan selapis endotel. Sedangkan
annulus fibrosus berasal dari jaringan ikat padat endokardium yang sangat kaya
kolagen pada kanal atrioventrikular. Katup memiliki struktur pendukung berupa
chorda tendinea dan muskulus papillaris yang terdapat di ventrikel. Chorda tendinea
berupa jaringan ikat padat yang menghubungkan katup dengan muskulus papillaris.
Sedangkan muskulus papillaris merupakan bagian dari miokardium yang menonjol
dan melekat dengan chorda tendinea. Keberadaan kedua struktur ini penting untuk
mencegah prolaps katup.
Katup atrioventrikularis, menghubungkan atrium (A) dan ventrikel (V). Tampak katup padat kolagen (C) terpulas
biru, pada bagian distal terdapat chorda tendinea, tampak endokardium padat kolagen menunjukkan anulus fibrosus.
b.
Miokardium, merupakan lapisan dinding jantung paling tebal. Serabut otot jantung
tersusun spiral dalam dinding jantung, sehingga pada preparat histologi akan tampak
gambaran susunan serabut ke berbagai arah. Sel otot jantung memiliki banyak ciri unik
yang hanya ada pada sel otot jantung. Ciri-ciri ini menunjukkan susunan histologi yang
mendukung fisiologinya sebagai otot jantung.
Ada dua jenis serabut pada lapisan miokardium, serabut kontraktil yang
berfungsi untuk kontraksi jantung, dan serabut sistem konduksi yang merupakan
modifikasi serabut otot jantung. Sel otot jantung pada serabut kontraktil,
memperlihatkan pola garis melintang yang mirip dengan otot rangka, namun
kontraktilitasnya involunter mirip dengan otot polos. Meskipun tampak memiliki
pola mirip dengan sel otot rangka, sel otot jantung memiliki 1-2 inti pucat di tengah,
lebih mirip otot polos dibanding otot rangka yang multinuklear.
Penampang melintang otot jantung di bawah mikroskop. Tampak inti sel (N) pada bagian tengah serabut otot dengan
diskus interkalaris (I) yang menghubungkan serabut otot. Dapat pula dijumpai stria otot (S).
Sel otot jantung memiliki diskus interkalaris, berupa garis gelap melintang
yang tersusun ireguler. Diskus ini merupakan kompleks pertautan antar sel otot jantung
untuk membantu kontraktilitas otot jantung. Pada diskus interkalaris akan banyak
ditemukan struktur hubungan antar sel seperti desmosom, fascia adherentes
(menyerupai zonula adherens) dan taut celah (gap junction) yang memungkinkan
terjadinya komunikasi antar sel otot jantung, mengikat sel-sel otot jantung dan
mendukung kontraktilitas sel otot jantung secara bersamaan. Untuk itu pula, sel otot
jantung memiliki banyak tubulus T dengan ukuran yang lebih besar.
En (endokardium), tampak serabut Purkinje (P) di lapisan subendokardium dan sebagian lagi bergabung dengan
serabut kontraktil di lapisan miokardium.
Metabolisme otot jantung bersifat aerob dengan asam lemak sebagai
sumber utama, asam lemak ini kemudian ditimbun dalam bentuk trigliserida dan
glikogen yang banyak ditemukan di perikardium. Karena kebutuhan metabolismenya
yang tinggi, otot jantung memiliki banyak mitokondria yang menempati hingga 40%
sitoplasma. Karena aktivitas ventrikel lebih tinggi dibanding atrium, maka ukuran sel
dan tubulus T berjumlah lebih sedikit pada atrium. Atrium memiliki granul produsen
ANF (atrium natriuretic factor) pada pada kedua kutub inti otot jantung yang
terhubung dengan kompleks Golgi. ANF merupakan hormon polipeptida regulator
ekskresi natrium dan air yang berperan dalam pengaturan tekanan darah.
Lapisan miokardium juga memiliki serabut konduksi yang merupakan
modifikasi otot jantung. Sistem konduksi jantung tersusun atas nodus sinoatrial (SA)
yang berperan sebagai pacemaker dan terletak di dinding posterior atrium kanan,
nodus atrioventrikular (nodus AV) dan berkasnya (berkas atrioventrikular/berkas His)
yang berlanjut menjadi serabut Purkinje ke arah ventrikel. Nodus AV terletak di dasar
atrium kanan, berlanjut menjadi berkas His ke septum interventrikel hingga akhirnya
menuju ventrikel menjadi serabut Purkinje kearah lapisan subendokardium
membentuk jejaring hingga masuk kembali ke miokardium ventrikel.
Nodus SA merupakan modifikasi sel otot jantung berbentuk fusiform
berukuran lebih kecil dibanding sel otot kontraktil. Nodus AV memiliki struktur serupa
namun dengan juluran sitoplasma lebih banyak untuk mendukung perannya
membentuk jejaring konduksi. Serabut Purkinje, sama seperti sel kontraktil, memiliki
1-2 inti di tengah, namun sitoplasmanya sangat kaya akan mitokondria dan glikogen
hingga terpulas sangat pucat pada preparat.
Diantara serabut miokardium terdapat serabut saraf otonom simpatis dan
parasimpatis yang mempengaruhi frekuensi denyut dan irama jantung. Selain itu
terdapat pula ujung saraf bebas yang berhubungan dengan sensibilitas dan berperan
dalam munculnya angina pectoris.
c.
Epikardium, tersusun atas lapisan epitel skuamous selapis (mesotel) dan jaringan ikat
longgar tipis. Mesotel berperan dalam sekresi cairan perikardium. Di bawah
epikardium, ke arah luar terdapat lapisan subepikardium yang mirip dengan lapisan
subendokardium, berisikan arteri koroner, vena, saraf serta sebagai ciri khasnya,
memiliki adiposit.
Penampang melintang jantung dari dalam ke luar.
Epikardium (Ep), jaringan ikat (CT), saraf (N), adiposit (F), miokardium (M).
Struktur Umum Vasa Sanguinae
Struktur dan komposisi umum dari pembuluh darah hampir sama pada seluruh sistem
kardiovaskular. Komposisi dari dinding pembuluh darah adalah extracellular matrix (ECM) yang
mempunyai kandungan berupa serabut elastin, kolagen, dan glycosaminoglycans. Dinding
pembuluh darah terdiri atas tiga bagian, yaitu tunika intima, tunika media, dan tunika
adventisia. Batas antara tunika intima dan tunika media disebut lamina elastika interna, dan
batas antara tunika media dan tunika adventisia adalah lamina elastika eksterna. Pada arteri yang
normal, tunika intima terdiri atas monolayer cells dan ECM yang dikelilingi oleh jaringan ikat,
serat saraf, dan pembuluh darah kecil dari adventisia. Tunika media mendapatkan nutrisi dan
oksigen dari lumen pembuluh darah.
Pembuluh darah terdiri atas lapisan-lapisan sebagai berikut:
a. Tunika intima (tunika interna), terdiri atas selapis sel endotel yang membatasi
permukaan dalam pembuluh. Di bawah endotel adalah lapisan subendotel, terdiri atas
b.
c.
d.
jaringan penyambung jarang halus yang mengandung sel otot polos yang berperan
untuk kontraksi vasa sanguinae.
Tunika media, terdiri dari sel-sel otot polos yang tersusun melingkar (sirkuler). Pada
arteri, tunika media dipisahkan dari tunika intima oleh suatu membrana elastik interna.
Membran ini terdiri atas jaringan elastin, berlubang-lubang sehingga zat-zat dapat
berdifusi melalui lubang-lubang yang terdapat dalam membran dan memberi makan
sel-sel yang terletak jauh di dalam dinding pembuluh. Pada pembuluh besar, sering
ditemukan membran elastika eksterna yang lebih tipis yang memisahkan tunika media
dari tunika adventisia yang terletak di luar.
Tunika adventisia, terdiri atas jaringan penyambung dengan serabut-serabut
elastin. Pada pembuluh yang lebih besar, vasa vasorum bercabang-cabang luas dalam
tunika adventisia.
Vasa vasorum, memberikan metabolit-metabolit untuk tunika adventisia dan tunika
media pembuluh-pembuluh besar, karena lapisan-lapisannya terlalu tebal untuk
diberi makanan oleh difusi dari aliran darah.
Endotel Pembuluh Darah
Sel endotel melapisi bagian dalam lumen dari seluruh pembuluh darah dan berperan
sebagai penghubung antara sirkulasi darah dan sel-sel otot polos pembuluh darah. Di samping
berperan sebagai sawar fisik antara darah dan jaringan, sel endotel juga memfasilitasi berbagai
fungsi yang kompleks dari sel otot polos pembuluh darah dan sel-sel di dalam kompartemen darah.
Sel endotel mempunyai beberapa peranan penting diantaranya adalah mengatur resistensi
vaskular, metabolisme hormon, regulasi inflamasi dan mempengaruhi pertumbuhan sel tipe
lain khususnya sel otot polos. Sebagai membran monolayer yang selektif permeabel sel endotel
mengatur pertukaran molekul baik yang berukuran besar maupun kecil yang mengenai dinding
vaskular. Hubungan interendotel dapat berkurang atau hilang karena berbagai macam penyebab
gangguan hemodinamik seperti hipertensi dan zat vasoaktif (Kumar et al., 2007).
Berikut merupakan contoh substansi vasoaktif yang dikeluarkan oleh endotel pembuluh
darah (Halcox & Quyyumi, 2006):
1. Nitrit Oksida (NO)
Selama beberapa dekade, telah terbukti bahwa NO tidak hanya berperan
dalam mengatur tonus vasomotor melainkan juga berperan dalam homeostasis
pembuluh darah dan saraf serta proses imunologik. NO endogen diproduksi melalui
perubahan asam amino L-arginine menjadi L-citrulline oleh enzim NO-synthase
(NOS). NO yang dihasilkan oleh NOS tipe III di dalam endotel akan berdifusi ke dalam
otot polos pembuluh darah yang akan mengaktifkan enzim guanylate cyclase. Bersama
dengan peningkatan Cyclic Guanosine Monophosphate (cGMP), akan terjadi relaksasi
dari otot polos pembuluh darah. Jadi, hasil akhir dari peningkatan NO akan terjadi
vasodilatasi.
2.
Angiotensin
Sel endotel juga memproduksi mediator-mediator yang merangsang
vasokonstriksi, yaitu endothelin, prostaglandin dan angiotensin II serta mengatur
tonus pembuluh darah dengan cara mempertahankan keseimbangan produksi NO
dengan produksi angiotensin II sebagai vasodilator dan vasokonstriktor, angiotensin II
diproduksi oleh sel endotel pada jaringan lokal. Enzim yang mengatur produksi
angiotensin II adalah angiotensin converting enzyme (ACE), bersifat proteolitik,
disintesis oleh sel endotel, diekspresikan pada permukaan sel endotel dan mempunyai
aktivitas di bawah pengaruh angiotensin I. Angiotensin I diproduksi melalui
pemecahan dari suatu makromolekul prekursor angiotensinogen di bawah pengaruh
renin, suatu enzim proteolitik yang dihasilkan oleh ginjal. Angiotensin II berikatan dan
mengatur tonus otot polos pembuluh darah melalui reseptor angiotensin yang spesifik.
Angiotensin II dapat memberi efek regulasi terhadap berbagai aktivitas fungsional otot
polos pembuluh darah, termasuk kontraksi (vasokontriksi), pertumbuhan, proliferasi
dan diferensiasi. Kerja dari angiotensin II berlawanan dengan kerja NO.
Otot Polos Pembuluh Darah
Sel otot polos juga mensintesis ECM seperti kolagen, elastin, proteoglikan dan merangsang
faktor pertumbuhan dan sitokin. Pada keadaan terangsang baik secara fisiologis maupun
farmakologis sel otot polos pembuluh darah juga dapat bervasokonstriksi dan juga vasodilatasi.
Jika terdapat injury atau kerusakan pada dinding endotel maka sel otot polos akan bermigrasi ke
bagian intima untuk berproliferasi menjadi lapisan tunika intima yang baru disebut dengan
neointima. Namun proliferasi otot polos yang berlebihan mengakibatkan stenosis lumen yang
dapat menghambat laju aliran darah terutama pembuluh darah kecil seperti arteri koroner.
Komponen yang menyusun arteri dan vena pembuluh darah berbeda disesuaikan dengan
karakteristik darah yang diangkut (Robbins & Cotrans, 2007).
Aorta
Aorta terdiri dari beberapa lapisan, yaitu (Eroschenko, 2007):
a. Tunika intima (endotelium), terdiri atas selapis sel endotel, dan di bawahnya ada
lapisan subendotel yang mengandung serat jaringan ikat yang terdiri dari serat elastis
dan sedikit serat otot polos. Bagian bawah dari jaringan ikat ini ada membrana elastica
interna, yang mengandung serat elastis yang bersusun rapat membentuk berkas.
b. Tunika media (membran fenestrata), terdiri terutama atas otot polos dan serat elastis.
Ada pula sedikit serat kolagen dan urat saraf. Lapisan ini sangat tebal dan inilah yang
membuat pembuluh elastis ini jadi sangat bingkas. Pada lapisan ini, di daerah pangkal
lebih banyak serat elastis daripada serat otot polos dan makin jauh dari jantung jumlah
serat elastis menyusut dan serat otot bertambah.
c.
Tunika adventisia, terdiri terutama atas jaringan ikat,berupa serat kolagen dan sedikit
serat elastis. Disini terdapat pula vasa vasorum dan urat saraf, yang bercabang dan
masuk ke tunika media.
Dinding aorta terdiri dari tiga lapisan, yaitu: intima, media, adventisia. Bagian intima
tipis, media berisi serat-serat elastik dan otot polos yang membentuk lapisan spiral yang
kemudian menjadi penguat dinding aorta, sementara adventisia memasuk nutrisi untuk aorta
dengan adanya arteri dan vena. Ketebalan dinding aorta normal adalah < 89,98 μm (Josiane et
al., 2004).
Arteri
Berdasarkan ukurannya, arteri dapat diklasifikasikan menjadi arteri besar atau arteri elastis,
arteri ukuran sedang atau arteri muskuler, dan arteriola (Eroschenko, 2010).
a. Arteri besar (arteri elastis) termasuk aorta dan cabang-cabang besarnya.
Arteri jenis ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
• Intima, dibatasi oleh sel-sel endotel. Pada arteri besar membrana basalis
subendotel kadang-kadang tidak terlihat. Membran elastika interna tidak selalu
ada.
• Lapisan media terdiri adventisia tidak menunjukkan membran eksterna, relatif
tidak berkembang dan mengandung serabut-serabut elastin dan kolagen.
b. Arteri muskular, memiliki lapisan muskuler yang tebal. Sel-sel ini bercampur dengan
sejumlah serabut elastin serta kolagen dan proteoglikan.
c. Arteriola, merupakan pembuluh arteri yang paling kecil (halus), berdiameter kurang
dari 0,5 mm dan relatif mempunyai lumen yang sempit. Memiliki tunika intima dengan
tanpa lapisan subendotel dan umumnya tidak mempunyai membrana elastik interna.
Lapisan media adalah lapisan sel-sel otot polos yang tersusun melingkar. Lapisan
adventisia tipis, tidak berkembang dengan baik dantidak menunjukkan adanya
membran elastik eksterna.
Arteri elastik mengangkut darah yang dipompa dari jantung dan mengalirkannya di
sepanjang jalur vaskular sistemik. Adanya serat elastik dengan jumlah yang semakin banyak di
dindingnya memungkinkan diameter arteri arteri elastik melebar selama sistole (kontraksi jantung)
ketika sejumlah besar darah dipompa secara kuat dari ventrikel ke lumennya. Selama diastole
(relaksasi jantung), dinding elastik menyusut kembali (recoil) dan memaksa darah yang ada dalam
lumennya untuk mengalir maju melalui pembuluh-pembuluh darah. Akibatnya, tekanan darah
sistemik dapat dipertahankan relatif konstan dan darah mengalir secara lebih merata ke seluruh
tubuh selama denyut jantung.
Aorta, arteri elastis, tampak jelas tunika media (M) terdiri atas lapisan serabut elastin.
Sebaliknya, arteri muskularis mengontrol aliran darah dan tekanan darah melalui
vasokonstriksi (penyempitan) atau vasodilatasi (pengembangan) lumen mereka. Karena tingginya
proporsi serat otot polos di dinding arteri, vasokonstriksi dan vasodilatasi dapat dikontrol oleh
akson yang tidak bermielin dari bagian simpatis sistem saraf otonom. Demikian juga, melalui
konstriksi atau dilatasi otonomik lumen, serat-serat otot polos di arteri muskular yang lebih kecil
atau arteriol mengatur aliran darah ke dalam jejaring kapiler.
Arteri muskularis, tampak tunika media (M) lebih tipis dibanding arteri elastis, didominasi sel otot polos.
Tunika adventitia memiliki vasa vasorum.
Arteriol terminal membentuk pembuluh darah paling kecil, yang disebut kapiler. Karena
dindingnya yang sangat tipis, kapiler adalah tempat utama untuk pertukaran gas, metabolit,
nutrien, dan produk sisa antara darah dan jaringan interstisium.
Vena
Tunika intima terdiri dari endotelium (selnya pipih selapis) dan subendotelium (jaringan
ikat tipis langsung berhubungan dengan tunika adventisia). Tunika media tidak ada. Tunika
adventisia yang terdiri dari jaringan ikat longgar dengan serabut kolagen yang membentuk berkasberkas longitudinal, sel fibroblas dan sel otot polos tampak diantaranya (Price, 2006).
Vena digolongkan menjadi (Signh, 2011):
a. Venula, garis tengah 0,2 – 1 mm, ditandai oleh tunika intima yang terdiri atas endotel,
tunika media tebal yang terdiri atas lapisan sel otot polos, dan lapisan adventisia
merupakan lapisan yang paling tebal, terdiri atas jaringan penyambung yang kaya akan
serabut-serabut kolagen.
b. Vena ukuran kecil atau sedang, mempunyai garis tengah 1 – 9 mm. Tunika intima
biasanya mempunyai lapisan subendotel yang tipis, tetapi hal ini pada suatu saat
mungkin tidak ada. Tunika media terdiri atas berkas-berkas kecil otot polos yang
bercampur dengan serabut-serabut kecil kolagen dan jala-jala halus serabut elastin.
Lapisan kolagen adventisia berkembang dengan baik.
c. Vena besar, mempunyai tunika intima yang berkembang dengan baik. Tunika media
jauh lebih kecil, dengan sedikit sel-sel otot polos dan banyak jaringan penyambung.
Tunika adventisia adalah lapisan yang paling tebal dan pada pembuluh yang paling
besar dapat mengandung berkas-berkas longitudinal otot polos. Vena ukuran kecil atau
sedang menunjukkan adanya katup-katup di dalamnya. Struktur ini terdiri atas 2
lipatan semilunaris dari lapisan dalam pembuluh yang menonjol ke dalam lumen.
Mereka terdiri atas jaringan penyambung elastin dan dibatasi pada kedua sisinya oleh
endotel. Katup-katup khususnya banyak pada vena anggota badan (lengan dan
tungkai). Mereka mendorong darah vena ke arah jantung berkat kontraksi otot-otot
rangka yang terletak di sekitar vena.
Kapiler
Kapiler tersusun atas selapis sel endotel yang berasal dari mesenkim, melingkar dalam
bentuk tabung, mengelilingi ruang silindris, garis tengah rata-rata kapiler berkisar dari 7 sampai 9
μm (Price, 2006).
Kapiler dapat dikelompokkan dalam 3 jenis menurut struktur dinding sel endotel, yaitu
(Kumar, 2007):
a. Kapiler kontinu, susunan sel endotelnya rapat.
b. Kapiler fenestrata atau perforata, ditandai oleh adanya pori-pori diantara sel endotel.
Kapiler perforata biasanya ditemukan dalam jaringan- jaringan dimana terjadi
pertukaran-pertukaran zat dengan cepat antara jaringan dan darah, seperti yang
terdapat pada ginjal, usus, dan kelenjar endokrin.
c. Kapiler sinusoid, berkelok-kelok dan garis tengahnya sangat besar (30-40 μm),
sirkulasi darah lambat, tidak memiliki dinding yang dibatasi kontinu oleh sel–sel
endotel, tetapi terbuka pada ruang–ruang antara sel, dan adanya sel dengan dinding
bulat selain sel endotel yang biasa dengan aktivitas fagositosis. Kapiler sinusoid
terutama ditemukan pada hati dan organ-organ hemopoetik seperti sumsum tulang dan
limpa. Struktur ini diduga bahwa pada kapiler sinusoid pertukaran antar darah dan
jaringan sangat dipermudah, sehingga cairan darah dan makromolekul dapat berjalan
dengan mudah bolak-balik antara kedua ruangan tersebut.
Kapiler-kapiler beranastomosis (berhubungan satu dengan lainnya) membentuk jala-jala
antar arteri-arteri dan vena-vena kecil. Arteriol bercabang menjadi pembuluh-pembuluh kecil yang
mempunyai lapisan otot polos yang tidak kontinu yang disebut metarteriol. Metarteriol bercabang
menjadi kapiler-kapiler yang membentuk jala-jala. Konstriksi metarteriol membantu mengatur,
tetapi tidak menghentikan sama sekali sirkulasi dalam kapiler, dan mempertahankan perbedaan
tekanan dalam dua sistem. Suatu cincin sel-sel otot polos yang disebut sfinkter, terdapat pada
tempat asal kapiler dari metarteriol. Sfinkter prekapiler ini dapat menghentikan sama sekali aliran
darah dalam kapiler. Seluruh jala-jala tidak berfungsi semua secara serempak, dan jumlah kapiler
yang berfungsi dan terbuka tidak hanya tergantung pada keadaan kontraksi metarteriol tetapi juga
pada anastomosis arteriovenosa yang memungkinkan metarteriol langsung mengosongkan darah
kedala vena-vena kecil. Antar hubungan ini banyak sekali pada otot rangka dan kulit tangan dan
kaki. Bila pembuluh-pembuluh anastomis arteriovenosa berkontraksi, semua darah harus berjalan
melalui jala-jala kapiler. Bila relaksasi, sebagian darah mengalir langsung ke vena bukan mengalir
ke dalam kapiler. Sirkulasi kapiler diatur oleh rangsang syaraf dan hormon (Kumar et al., 2007).
Tubuh manusia luas permukaan jala-jala kapiler mendekati 6000 m2. Garis tengah totalnya
kira-kira 800 kali lebih besar daripada garis tengah aorta. Suatu unit volume cairan dalam kapiler
berhubungan dengan luas permukaan yang lebih besar daripada volume yang sama dalam bagian
sistem lain. Aliran darah dalam aorta rata-rata 320 mm/detik, sedangkan dalam kapiler sekitar 0,3
mm/detik. Sistem kapiler dapat dimisalkan dengan suatu danau di mana sungai-sungai masuk dan
keluar, dindingnya yang tipis dan alirannya yang lambat, kapiler merupakan tempat yang cocok
untuk pertukaran air dan solut antara darah dan jaringan-jaringan (Junquiera, 2007).
Analisis Masalah 4
h.
Bagaimana struktur histologi jantung?
Jawaban:
Learning Issue 7: Histofisiologi dan Patofisiologi Aterosklerosis
Aterosklerosis digambarkan sebagai pembuluh darah arteri yang kaku. Proses inflamasi
yang kronik yang dalam patofisiologinya melibatkan lipid, thrombosis, dinding vaskular dan selsel imun. Aterosklerosis merupakan penyebab tersering penyakit arteri koroner, penyakit arteri
karotis, penyakit arteri perifer dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.
(Strom JB et al., 2011).
Etiologi aterosklerosis adalah multifaktorial, tetapi ada berbagai keadaan yang erat
kaitannya dengan aterosklerosis, yaitu faktor genetik, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit
pembuluh darah perifer, usia, berkelamin pria, kebiasaan merokok, dislipidemia, hipertensi,
obesitas, diabetes melitus, kurang aktifitas fisik, dan menopause (Guyton, 2014).
Faktor Risiko Aterosklerosis
Faktor risiko mayor, antara lain sebagai berikut.
a. Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan gangguan metabolisme kolesterol yang
disebabkan oleh kadar kolesterol dalam darah melebihi batas normal.
Ketidaknormalan metabolisme kolesterol tersebut ditandai salah satunya dengan
peningkatan kolesterol LDL (≥160 mg/dl) (Orviyanti, 2012). Hiperkolesterol
memudahkan LDL menyusup ke dalam intima dan akan mengalami oksidasi tahap
pertama sehingga terbentuk gugus hidroksil pada sel endotel dan otot polos pembuluh
darah. Radikal hidroksil ini akan bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh atau
polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) yang merupakan struktur dari membran sel
termasuk sel endotel sehingga dapat menimbulkan reaksi peroksidasi lipid yang akan
menghasilkan peroksidasi peroksid. LDL teroksidasi dan lipid peroksida yang
terbentuk merusak sel endotel pembuluh darah dan terjadi disfungsi sel endotel
(Robert, 2009).
Disfungsi sel endotel akan menurunkan produksi dan bioaktivitas faktor
vasodilatasi lokal, khususnya NO atau nama lainya Endothelium Derivate Relaxing
Factor (EDRF) (Ghasemi et al., 2007). Disfungsi sel endotel akan memicu
terbentuknya molekul VCAM-1, ICAM-1 (Mittal et al.,2009). Molekul ini dapat
melekatkan dan menarik monosit dan menembus lapisan endotel dan masuk ke dalam
lapisan intima (Okada et al., 2008). LDL teroksidasi akan difagosit oleh makrofag.
Semakin banyak LDL teroksidasi semakin banyak difagosit oleh makrofag dan
membentuk sel busa (Nakashima et al., 2007). LDL teroksidasi juga merangsang selsel otot polos pembuluh darah dan kemudian akan berproliferasi sehingga jumlahnya
semakin banyak dan mempertebal dinding pembuluh darah dan membentuk ateroma
(Hackam, 2006).
b. Hipertensi
Beberapa penelitian membuktikan bahwa peningkatan tekanan darah systole
maupun diastole, merangsang peningkatan resiko aterosklerosis. Resiko ini meningkat
c.
sejalan dengan derajat keparahan hipertensi. Pada individu dibawah umur 45 tahun,
hiperkolesterolemia tampaknya sebagai faktor resiko paling utama, sedangkan
hipertensi sebagai faktor resiko pada individu yang lebih tua. Pemberian terapi anti
hipertensi dapat menurunkan insiden penyakit yang berhubungan dengan
aterosklerosis, terutama stroke dan iskemi pada jantung.
Hipertensi merupakan beban tekanan terhadap dinding arteri yang
mengakibatkan semakin berat beban jantung untuk memompakan darah ke seluruh
jaringan, hal ini akan mengakibatkan fungsi jantung akan semakin menurun dan
dinding jantung akan semakin menebal dan kaku (AHA, 2015). Selain itu pada
kondisi menurunnya kelenturan dinding arteri dan meningkatnya adhesi platelet,
tingginya tekanan juga akan mengakibatkan plak yang menempel pada dinding arteri
akan mudah terlepas dan mengakibatkan trombus (Hoo et al., 2016). Trombus
terjadi sesudah pecahnya plak aterosklerosis, kemudian mengaktivasi koagulasi dan
platelet. Apabila plak pecah akan terjadi perdarahan subendotelial sampai terjadi
trombogenesis yang akan menyumbat baik secara parsial maupun total pada arteri
koroner. Apabila trombus menutup pembuluh darah secara total akan
menyebabkan infark miokard dengan ST elevasi, sedangkan trombus yang
menyumbat secara parsial akan menyebabkan stenosis dan angina yang tidak stabil
(Gray, 2005). AHA merekomendasikan target tekanan darah pada ACS adalah
<140/90 mmHg pada pasien berusia <80 tahun dan <150/90 mmHg pada mereka yang
berusia >80 tahun. European Society of Cardiology (ESC) juga merekomendasikan
untuk menurunkan tekanan darah <140/90 mmHg tanpa mempertimbangkan usia, dan
<140/85 mmHg pada pasien dengan diabetes melitus (Archbold, 2016).
Merokok
Salah satu penyebab utama meningkatnya insidensi penyakit jantung
koroner adalah kolesterol. Terjadinya kenaikan kadar kolesterol bisa disebabkan
karena terlalu banyak merokok. Pada penelitian yang dilakukan oleh Supriyono
(2008) membahas faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit
jantung koroner yang juga berdasarkan hasil penelitian oleh Framingham Heart Study
di Amerika bahwa zat-zat kimia yang terkandung dalam rokok, terutama nikotin,
dapat menurunkan kadar kolesterol baik (HDL) dan meningkatkan kadar
kolesterol buruk (LDL) dalam darah. Pada orang merokok, ditemukan kadar HDL
kolesterolnya rendah, itu artinya, pembentukan kolesterol baik yang bertugas
membawa lemak dari jaringan ke hati menjadi terganggu. Sementara kebalikannya
justru terjadi peningkatan pada kadar LDL kolesterolnya.
Sebagaimana diketahui bahwa HDL mencegah kolesterol mengendap di
arteri dan melindungi pembuluh darah dari proses aterosklerosis (terbentuknya plak
pada dinding pembuluh darah). Dari hati, kolesterol diangkut oleh lipoprotein faktorfaktor yang bernama LDL untuk dibawa ke sel-sel tubuh yang memerlukan, termasuk
ke sel otot jantung, otak dan lain-lain agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Kelebihan kolesterol akan diangkut kembali oleh lipoprotein yang disebut HDL
untuk dibawa kembali ke hati yang selanjutnya akan diuraikan lalu dibuang ke
dalam kandung empedu sebagai asam (cairan) empedu. Pada keadaan kadar
kolesterol HDL rendah maka proses yang terjadinya di atas tidak bisa berjalan baik,
sebagai dampaknya adalah terjadinya aterosklerosis.
d. Diabetes Melitus
Kelainan metabolik ini menimbulkan kelainan aterosklerosis pada umur dini
dan mempercepat progresivitasnya. Perkembangan lesi aterogenik dipertimbangkan
meliputi proses inflamasi yang kompleks. Tahap awal perkembangan plak dikenal
dengan disfungsi endotel, dimana hiperglikemia merupakan salah satu faktor resiko,
selain interaksi langsung dari sitokin-peradangan jaringan, seperti tumor necrosis
factor alfa (TNF-α), dan interleukin 6 (IL-6) mengaktifkan endotel. Sel-sel inflamasi
akan memasuki dinding pembuluh darah, dan tahap ini dikenal dengan pembentukan
fatty streak, dimana otot polos vaskular berproliferasi dan bermigrasi dari media ke
dalam lesi yang menambah perkembangan lesi. Tahap berikutnya dikenal dengan
pembentukan inti lipid nekrotik, melalui apoptosis dan kematian sel, dan peningkatan
aktivitas proteolitik dan akumulasi lipid. Plak ini yang bersifat stabil dapat berubah
menjadi tidak stabil, yang dikarakteristik dengan inti lipid nekrotik yang besar,
infiltrasi sel inflamasi, dan kapsul fibrosa yang tipis dan rapuh (Hess et al., 2012).
Hiperglikemia, sitokin inflamasi jaringan, disertai berbagai faktor resiko kardiovaskular
mempengaruhi fase aterogenesis pasien dengan diabetes, yang berkontribusi terhadap lesi
komplikasi yang dapat ruptur dan menyebabkan kejadian koroner akut (Hess et al., 2012).
Faktor risiko minor (Robert, 2009), diantaranya:
a. Kurangnya gerak fisik atau olahraga yang teratur
b. Stres emosional
c. Pemakaian kontrasepsi oral
d. Hiperurisemia, peningkatan kadar asam urat dalam darah
e. Obesitas
f. Makanan tinggi karbohidrat
Analisis Masalah 5
f.
Apa perbedaan antara obstruksi total dengan obstruksi sebagian pada arteri coronaria?
Jawaban:
h.
Apa dampak apabila terjadi obstruksi pada arteri coronaria?
Jawaban:
Berdasarkan skenario, Tn. Infak mengalami obstruksi pada arteri coronaria dextra
bagian proksimal dan medial. Pada dinding pembuluh arteria coronaria dapat terjadi kondisi
aterosklerosis, yaitu penumpukan kolesterol dan substansi lainnya yang semakin bertambah
sehingga mempersempit ruang arteri. Hipertensi berperan dalam proses arterosklerosis
melalui penekanan pada sel endotel atau lapisan dalam dinding arteri yang berakibat
pembentukan plak pembuluh darah semakin cepat. Plak sudah bersarang di dinding arteri
sejak masih muda, makin bertambahnya usia makin menumpuk plak pada lokasi yang sama.
Plak sendiri dapat muncul dari beberapa sumber, seperti hiperkolestrolemia, zat-zat rokok,
dan kalsium dalam darah mengeluarkan zat kimia membuat dinding bagian dalam pembuluh
darah menjadi lengket, pada saat bersamaan darah memuat sel-sel inflamasi lipoprotein dan
kalsium. Zat-zat ini yang kemudian menempel di dinding pembuluh darah sehingga membuat
plak makin membesar, membuatnya ruptur lalu terbentuklah trombosis (bekuan darah) pada
daerah yang mengalami ruptur tersebut, kemudian muncul-lah sumbatan/obstruksi berupa
trombus pada arteri koroner. Hal ini menyebabkan makin sempitnya arteri sehingga suplai
darah kaya oksigen ke jantung kian menipis. Kondisi ini didukung sebagian besar oleh faktor
riwayat kesehatan Tn. Infak yang kurang terkendali yang selanjutnya mengakibatkan
terganggunya sistem konduksi jantung dan sehingga terjadilah miokard infark (serangan
jantung).
Daftar Pustaka
Eroschenko, VP. 2013. Atlas Histologi Difiore: dengan Korelasi Fungsional, Edisi 12. Jakarta:
EGC.
Guyton, AC, & Hall, JE. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta: EGC.
American Heart Association (AHA). 2015. Health Care Research: Coronary Heart Disease.
Archbold, R. A. (2016). Comparison Between National Institute for Health and Care Excellence
(NICE) and European Society of Cardiology (ESC) Guidelines for The Diagnosis and
Management of Stable Angina: Implications for Clinical Practice. Open Heart, 3(1),
e000406. http://doi.org/10.1136/openhrt-2016-000406.
Kumar V, Ramzi SC, Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. 7th ed 1. Jakarta: EGC.
Junqueira LC, Carneiro J. 2007. Histologi Dasar. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Download