Nama : Shofia Nurul Latifah Kelas : Alpha (2020) NIM : 04011182025001 Kelompok : 1 Laporan Hasil Belajar Mandiri Learning Issue 5: Histofisiologi Jantung dan Pembuluh Darah Histologi Jantung Jantung merupakan organ yang terpenting dalam sistem sirkulasi peredaran darah (kardiovaskuler) yang memompa darah lewat pembuluh darah. Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan: endokardium, miokardium, dan epikardium. Perikardium berupa kantong yang melipat dan membentuk rongga perikardium. Rongga ini berisikan cairan sehingga memudahkan kontraksi jantung. Bagian perikardium yang melekat ke miokardium disebut perikardium visceral atau epikardium, sedangkan bagian yang melekat ke struktur lain di rongga thoraks disebut perikardium parietal. Secara histologis struktur perikardium yang penting ialah epikardium. a. Endokardium, merupakan lapisan dinding jantung paling tipis. Terdiri atas selapis sel endotel gepeng diatas lapisan tipis jaringan ikat longgar yang didominasi serabut kolagen dan elastin, dan beberapa sel otot polos. Di bawah endokardium terdapat lapisan subendokardium yang memisahkan endokardium dengan miokardium. Lapisan ini lebih tebal dari endokardium, terdiri atas jaringan ikat yang diantara serabutnya dapat ditemukan vena, nervus dan di dinding ventrikel dapat ditemukan pula serabut sistem konduksi jantung atau serabut Purkinje. Penampang melintang jantung dari luar ke dalam. En (endokardium), SEn (lapisan subendokardium), P (serabut Purkinje), M (miokardium). Struktur jantung penting lainnya di endokardium ialah katup, ada 4 katup jantung yang melekat pada skeleton fibrosa atau rangka jaringan ikat jantung yang sering disebut annulus fibrosus. Katup merupakan modifikasi endokardium yang memiliki jaringan ikat sangat padat akan kolagen dengan selapis endotel. Sedangkan annulus fibrosus berasal dari jaringan ikat padat endokardium yang sangat kaya kolagen pada kanal atrioventrikular. Katup memiliki struktur pendukung berupa chorda tendinea dan muskulus papillaris yang terdapat di ventrikel. Chorda tendinea berupa jaringan ikat padat yang menghubungkan katup dengan muskulus papillaris. Sedangkan muskulus papillaris merupakan bagian dari miokardium yang menonjol dan melekat dengan chorda tendinea. Keberadaan kedua struktur ini penting untuk mencegah prolaps katup. Katup atrioventrikularis, menghubungkan atrium (A) dan ventrikel (V). Tampak katup padat kolagen (C) terpulas biru, pada bagian distal terdapat chorda tendinea, tampak endokardium padat kolagen menunjukkan anulus fibrosus. b. Miokardium, merupakan lapisan dinding jantung paling tebal. Serabut otot jantung tersusun spiral dalam dinding jantung, sehingga pada preparat histologi akan tampak gambaran susunan serabut ke berbagai arah. Sel otot jantung memiliki banyak ciri unik yang hanya ada pada sel otot jantung. Ciri-ciri ini menunjukkan susunan histologi yang mendukung fisiologinya sebagai otot jantung. Ada dua jenis serabut pada lapisan miokardium, serabut kontraktil yang berfungsi untuk kontraksi jantung, dan serabut sistem konduksi yang merupakan modifikasi serabut otot jantung. Sel otot jantung pada serabut kontraktil, memperlihatkan pola garis melintang yang mirip dengan otot rangka, namun kontraktilitasnya involunter mirip dengan otot polos. Meskipun tampak memiliki pola mirip dengan sel otot rangka, sel otot jantung memiliki 1-2 inti pucat di tengah, lebih mirip otot polos dibanding otot rangka yang multinuklear. Penampang melintang otot jantung di bawah mikroskop. Tampak inti sel (N) pada bagian tengah serabut otot dengan diskus interkalaris (I) yang menghubungkan serabut otot. Dapat pula dijumpai stria otot (S). Sel otot jantung memiliki diskus interkalaris, berupa garis gelap melintang yang tersusun ireguler. Diskus ini merupakan kompleks pertautan antar sel otot jantung untuk membantu kontraktilitas otot jantung. Pada diskus interkalaris akan banyak ditemukan struktur hubungan antar sel seperti desmosom, fascia adherentes (menyerupai zonula adherens) dan taut celah (gap junction) yang memungkinkan terjadinya komunikasi antar sel otot jantung, mengikat sel-sel otot jantung dan mendukung kontraktilitas sel otot jantung secara bersamaan. Untuk itu pula, sel otot jantung memiliki banyak tubulus T dengan ukuran yang lebih besar. En (endokardium), tampak serabut Purkinje (P) di lapisan subendokardium dan sebagian lagi bergabung dengan serabut kontraktil di lapisan miokardium. Metabolisme otot jantung bersifat aerob dengan asam lemak sebagai sumber utama, asam lemak ini kemudian ditimbun dalam bentuk trigliserida dan glikogen yang banyak ditemukan di perikardium. Karena kebutuhan metabolismenya yang tinggi, otot jantung memiliki banyak mitokondria yang menempati hingga 40% sitoplasma. Karena aktivitas ventrikel lebih tinggi dibanding atrium, maka ukuran sel dan tubulus T berjumlah lebih sedikit pada atrium. Atrium memiliki granul produsen ANF (atrium natriuretic factor) pada pada kedua kutub inti otot jantung yang terhubung dengan kompleks Golgi. ANF merupakan hormon polipeptida regulator ekskresi natrium dan air yang berperan dalam pengaturan tekanan darah. Lapisan miokardium juga memiliki serabut konduksi yang merupakan modifikasi otot jantung. Sistem konduksi jantung tersusun atas nodus sinoatrial (SA) yang berperan sebagai pacemaker dan terletak di dinding posterior atrium kanan, nodus atrioventrikular (nodus AV) dan berkasnya (berkas atrioventrikular/berkas His) yang berlanjut menjadi serabut Purkinje ke arah ventrikel. Nodus AV terletak di dasar atrium kanan, berlanjut menjadi berkas His ke septum interventrikel hingga akhirnya menuju ventrikel menjadi serabut Purkinje kearah lapisan subendokardium membentuk jejaring hingga masuk kembali ke miokardium ventrikel. Nodus SA merupakan modifikasi sel otot jantung berbentuk fusiform berukuran lebih kecil dibanding sel otot kontraktil. Nodus AV memiliki struktur serupa namun dengan juluran sitoplasma lebih banyak untuk mendukung perannya membentuk jejaring konduksi. Serabut Purkinje, sama seperti sel kontraktil, memiliki 1-2 inti di tengah, namun sitoplasmanya sangat kaya akan mitokondria dan glikogen hingga terpulas sangat pucat pada preparat. Diantara serabut miokardium terdapat serabut saraf otonom simpatis dan parasimpatis yang mempengaruhi frekuensi denyut dan irama jantung. Selain itu terdapat pula ujung saraf bebas yang berhubungan dengan sensibilitas dan berperan dalam munculnya angina pectoris. c. Epikardium, tersusun atas lapisan epitel skuamous selapis (mesotel) dan jaringan ikat longgar tipis. Mesotel berperan dalam sekresi cairan perikardium. Di bawah epikardium, ke arah luar terdapat lapisan subepikardium yang mirip dengan lapisan subendokardium, berisikan arteri koroner, vena, saraf serta sebagai ciri khasnya, memiliki adiposit. Penampang melintang jantung dari dalam ke luar. Epikardium (Ep), jaringan ikat (CT), saraf (N), adiposit (F), miokardium (M). Struktur Umum Vasa Sanguinae Struktur dan komposisi umum dari pembuluh darah hampir sama pada seluruh sistem kardiovaskular. Komposisi dari dinding pembuluh darah adalah extracellular matrix (ECM) yang mempunyai kandungan berupa serabut elastin, kolagen, dan glycosaminoglycans. Dinding pembuluh darah terdiri atas tiga bagian, yaitu tunika intima, tunika media, dan tunika adventisia. Batas antara tunika intima dan tunika media disebut lamina elastika interna, dan batas antara tunika media dan tunika adventisia adalah lamina elastika eksterna. Pada arteri yang normal, tunika intima terdiri atas monolayer cells dan ECM yang dikelilingi oleh jaringan ikat, serat saraf, dan pembuluh darah kecil dari adventisia. Tunika media mendapatkan nutrisi dan oksigen dari lumen pembuluh darah. Pembuluh darah terdiri atas lapisan-lapisan sebagai berikut: a. Tunika intima (tunika interna), terdiri atas selapis sel endotel yang membatasi permukaan dalam pembuluh. Di bawah endotel adalah lapisan subendotel, terdiri atas b. c. d. jaringan penyambung jarang halus yang mengandung sel otot polos yang berperan untuk kontraksi vasa sanguinae. Tunika media, terdiri dari sel-sel otot polos yang tersusun melingkar (sirkuler). Pada arteri, tunika media dipisahkan dari tunika intima oleh suatu membrana elastik interna. Membran ini terdiri atas jaringan elastin, berlubang-lubang sehingga zat-zat dapat berdifusi melalui lubang-lubang yang terdapat dalam membran dan memberi makan sel-sel yang terletak jauh di dalam dinding pembuluh. Pada pembuluh besar, sering ditemukan membran elastika eksterna yang lebih tipis yang memisahkan tunika media dari tunika adventisia yang terletak di luar. Tunika adventisia, terdiri atas jaringan penyambung dengan serabut-serabut elastin. Pada pembuluh yang lebih besar, vasa vasorum bercabang-cabang luas dalam tunika adventisia. Vasa vasorum, memberikan metabolit-metabolit untuk tunika adventisia dan tunika media pembuluh-pembuluh besar, karena lapisan-lapisannya terlalu tebal untuk diberi makanan oleh difusi dari aliran darah. Endotel Pembuluh Darah Sel endotel melapisi bagian dalam lumen dari seluruh pembuluh darah dan berperan sebagai penghubung antara sirkulasi darah dan sel-sel otot polos pembuluh darah. Di samping berperan sebagai sawar fisik antara darah dan jaringan, sel endotel juga memfasilitasi berbagai fungsi yang kompleks dari sel otot polos pembuluh darah dan sel-sel di dalam kompartemen darah. Sel endotel mempunyai beberapa peranan penting diantaranya adalah mengatur resistensi vaskular, metabolisme hormon, regulasi inflamasi dan mempengaruhi pertumbuhan sel tipe lain khususnya sel otot polos. Sebagai membran monolayer yang selektif permeabel sel endotel mengatur pertukaran molekul baik yang berukuran besar maupun kecil yang mengenai dinding vaskular. Hubungan interendotel dapat berkurang atau hilang karena berbagai macam penyebab gangguan hemodinamik seperti hipertensi dan zat vasoaktif (Kumar et al., 2007). Berikut merupakan contoh substansi vasoaktif yang dikeluarkan oleh endotel pembuluh darah (Halcox & Quyyumi, 2006): 1. Nitrit Oksida (NO) Selama beberapa dekade, telah terbukti bahwa NO tidak hanya berperan dalam mengatur tonus vasomotor melainkan juga berperan dalam homeostasis pembuluh darah dan saraf serta proses imunologik. NO endogen diproduksi melalui perubahan asam amino L-arginine menjadi L-citrulline oleh enzim NO-synthase (NOS). NO yang dihasilkan oleh NOS tipe III di dalam endotel akan berdifusi ke dalam otot polos pembuluh darah yang akan mengaktifkan enzim guanylate cyclase. Bersama dengan peningkatan Cyclic Guanosine Monophosphate (cGMP), akan terjadi relaksasi dari otot polos pembuluh darah. Jadi, hasil akhir dari peningkatan NO akan terjadi vasodilatasi. 2. Angiotensin Sel endotel juga memproduksi mediator-mediator yang merangsang vasokonstriksi, yaitu endothelin, prostaglandin dan angiotensin II serta mengatur tonus pembuluh darah dengan cara mempertahankan keseimbangan produksi NO dengan produksi angiotensin II sebagai vasodilator dan vasokonstriktor, angiotensin II diproduksi oleh sel endotel pada jaringan lokal. Enzim yang mengatur produksi angiotensin II adalah angiotensin converting enzyme (ACE), bersifat proteolitik, disintesis oleh sel endotel, diekspresikan pada permukaan sel endotel dan mempunyai aktivitas di bawah pengaruh angiotensin I. Angiotensin I diproduksi melalui pemecahan dari suatu makromolekul prekursor angiotensinogen di bawah pengaruh renin, suatu enzim proteolitik yang dihasilkan oleh ginjal. Angiotensin II berikatan dan mengatur tonus otot polos pembuluh darah melalui reseptor angiotensin yang spesifik. Angiotensin II dapat memberi efek regulasi terhadap berbagai aktivitas fungsional otot polos pembuluh darah, termasuk kontraksi (vasokontriksi), pertumbuhan, proliferasi dan diferensiasi. Kerja dari angiotensin II berlawanan dengan kerja NO. Otot Polos Pembuluh Darah Sel otot polos juga mensintesis ECM seperti kolagen, elastin, proteoglikan dan merangsang faktor pertumbuhan dan sitokin. Pada keadaan terangsang baik secara fisiologis maupun farmakologis sel otot polos pembuluh darah juga dapat bervasokonstriksi dan juga vasodilatasi. Jika terdapat injury atau kerusakan pada dinding endotel maka sel otot polos akan bermigrasi ke bagian intima untuk berproliferasi menjadi lapisan tunika intima yang baru disebut dengan neointima. Namun proliferasi otot polos yang berlebihan mengakibatkan stenosis lumen yang dapat menghambat laju aliran darah terutama pembuluh darah kecil seperti arteri koroner. Komponen yang menyusun arteri dan vena pembuluh darah berbeda disesuaikan dengan karakteristik darah yang diangkut (Robbins & Cotrans, 2007). Aorta Aorta terdiri dari beberapa lapisan, yaitu (Eroschenko, 2007): a. Tunika intima (endotelium), terdiri atas selapis sel endotel, dan di bawahnya ada lapisan subendotel yang mengandung serat jaringan ikat yang terdiri dari serat elastis dan sedikit serat otot polos. Bagian bawah dari jaringan ikat ini ada membrana elastica interna, yang mengandung serat elastis yang bersusun rapat membentuk berkas. b. Tunika media (membran fenestrata), terdiri terutama atas otot polos dan serat elastis. Ada pula sedikit serat kolagen dan urat saraf. Lapisan ini sangat tebal dan inilah yang membuat pembuluh elastis ini jadi sangat bingkas. Pada lapisan ini, di daerah pangkal lebih banyak serat elastis daripada serat otot polos dan makin jauh dari jantung jumlah serat elastis menyusut dan serat otot bertambah. c. Tunika adventisia, terdiri terutama atas jaringan ikat,berupa serat kolagen dan sedikit serat elastis. Disini terdapat pula vasa vasorum dan urat saraf, yang bercabang dan masuk ke tunika media. Dinding aorta terdiri dari tiga lapisan, yaitu: intima, media, adventisia. Bagian intima tipis, media berisi serat-serat elastik dan otot polos yang membentuk lapisan spiral yang kemudian menjadi penguat dinding aorta, sementara adventisia memasuk nutrisi untuk aorta dengan adanya arteri dan vena. Ketebalan dinding aorta normal adalah < 89,98 μm (Josiane et al., 2004). Arteri Berdasarkan ukurannya, arteri dapat diklasifikasikan menjadi arteri besar atau arteri elastis, arteri ukuran sedang atau arteri muskuler, dan arteriola (Eroschenko, 2010). a. Arteri besar (arteri elastis) termasuk aorta dan cabang-cabang besarnya. Arteri jenis ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: • Intima, dibatasi oleh sel-sel endotel. Pada arteri besar membrana basalis subendotel kadang-kadang tidak terlihat. Membran elastika interna tidak selalu ada. • Lapisan media terdiri adventisia tidak menunjukkan membran eksterna, relatif tidak berkembang dan mengandung serabut-serabut elastin dan kolagen. b. Arteri muskular, memiliki lapisan muskuler yang tebal. Sel-sel ini bercampur dengan sejumlah serabut elastin serta kolagen dan proteoglikan. c. Arteriola, merupakan pembuluh arteri yang paling kecil (halus), berdiameter kurang dari 0,5 mm dan relatif mempunyai lumen yang sempit. Memiliki tunika intima dengan tanpa lapisan subendotel dan umumnya tidak mempunyai membrana elastik interna. Lapisan media adalah lapisan sel-sel otot polos yang tersusun melingkar. Lapisan adventisia tipis, tidak berkembang dengan baik dantidak menunjukkan adanya membran elastik eksterna. Arteri elastik mengangkut darah yang dipompa dari jantung dan mengalirkannya di sepanjang jalur vaskular sistemik. Adanya serat elastik dengan jumlah yang semakin banyak di dindingnya memungkinkan diameter arteri arteri elastik melebar selama sistole (kontraksi jantung) ketika sejumlah besar darah dipompa secara kuat dari ventrikel ke lumennya. Selama diastole (relaksasi jantung), dinding elastik menyusut kembali (recoil) dan memaksa darah yang ada dalam lumennya untuk mengalir maju melalui pembuluh-pembuluh darah. Akibatnya, tekanan darah sistemik dapat dipertahankan relatif konstan dan darah mengalir secara lebih merata ke seluruh tubuh selama denyut jantung. Aorta, arteri elastis, tampak jelas tunika media (M) terdiri atas lapisan serabut elastin. Sebaliknya, arteri muskularis mengontrol aliran darah dan tekanan darah melalui vasokonstriksi (penyempitan) atau vasodilatasi (pengembangan) lumen mereka. Karena tingginya proporsi serat otot polos di dinding arteri, vasokonstriksi dan vasodilatasi dapat dikontrol oleh akson yang tidak bermielin dari bagian simpatis sistem saraf otonom. Demikian juga, melalui konstriksi atau dilatasi otonomik lumen, serat-serat otot polos di arteri muskular yang lebih kecil atau arteriol mengatur aliran darah ke dalam jejaring kapiler. Arteri muskularis, tampak tunika media (M) lebih tipis dibanding arteri elastis, didominasi sel otot polos. Tunika adventitia memiliki vasa vasorum. Arteriol terminal membentuk pembuluh darah paling kecil, yang disebut kapiler. Karena dindingnya yang sangat tipis, kapiler adalah tempat utama untuk pertukaran gas, metabolit, nutrien, dan produk sisa antara darah dan jaringan interstisium. Vena Tunika intima terdiri dari endotelium (selnya pipih selapis) dan subendotelium (jaringan ikat tipis langsung berhubungan dengan tunika adventisia). Tunika media tidak ada. Tunika adventisia yang terdiri dari jaringan ikat longgar dengan serabut kolagen yang membentuk berkasberkas longitudinal, sel fibroblas dan sel otot polos tampak diantaranya (Price, 2006). Vena digolongkan menjadi (Signh, 2011): a. Venula, garis tengah 0,2 – 1 mm, ditandai oleh tunika intima yang terdiri atas endotel, tunika media tebal yang terdiri atas lapisan sel otot polos, dan lapisan adventisia merupakan lapisan yang paling tebal, terdiri atas jaringan penyambung yang kaya akan serabut-serabut kolagen. b. Vena ukuran kecil atau sedang, mempunyai garis tengah 1 – 9 mm. Tunika intima biasanya mempunyai lapisan subendotel yang tipis, tetapi hal ini pada suatu saat mungkin tidak ada. Tunika media terdiri atas berkas-berkas kecil otot polos yang bercampur dengan serabut-serabut kecil kolagen dan jala-jala halus serabut elastin. Lapisan kolagen adventisia berkembang dengan baik. c. Vena besar, mempunyai tunika intima yang berkembang dengan baik. Tunika media jauh lebih kecil, dengan sedikit sel-sel otot polos dan banyak jaringan penyambung. Tunika adventisia adalah lapisan yang paling tebal dan pada pembuluh yang paling besar dapat mengandung berkas-berkas longitudinal otot polos. Vena ukuran kecil atau sedang menunjukkan adanya katup-katup di dalamnya. Struktur ini terdiri atas 2 lipatan semilunaris dari lapisan dalam pembuluh yang menonjol ke dalam lumen. Mereka terdiri atas jaringan penyambung elastin dan dibatasi pada kedua sisinya oleh endotel. Katup-katup khususnya banyak pada vena anggota badan (lengan dan tungkai). Mereka mendorong darah vena ke arah jantung berkat kontraksi otot-otot rangka yang terletak di sekitar vena. Kapiler Kapiler tersusun atas selapis sel endotel yang berasal dari mesenkim, melingkar dalam bentuk tabung, mengelilingi ruang silindris, garis tengah rata-rata kapiler berkisar dari 7 sampai 9 μm (Price, 2006). Kapiler dapat dikelompokkan dalam 3 jenis menurut struktur dinding sel endotel, yaitu (Kumar, 2007): a. Kapiler kontinu, susunan sel endotelnya rapat. b. Kapiler fenestrata atau perforata, ditandai oleh adanya pori-pori diantara sel endotel. Kapiler perforata biasanya ditemukan dalam jaringan- jaringan dimana terjadi pertukaran-pertukaran zat dengan cepat antara jaringan dan darah, seperti yang terdapat pada ginjal, usus, dan kelenjar endokrin. c. Kapiler sinusoid, berkelok-kelok dan garis tengahnya sangat besar (30-40 μm), sirkulasi darah lambat, tidak memiliki dinding yang dibatasi kontinu oleh sel–sel endotel, tetapi terbuka pada ruang–ruang antara sel, dan adanya sel dengan dinding bulat selain sel endotel yang biasa dengan aktivitas fagositosis. Kapiler sinusoid terutama ditemukan pada hati dan organ-organ hemopoetik seperti sumsum tulang dan limpa. Struktur ini diduga bahwa pada kapiler sinusoid pertukaran antar darah dan jaringan sangat dipermudah, sehingga cairan darah dan makromolekul dapat berjalan dengan mudah bolak-balik antara kedua ruangan tersebut. Kapiler-kapiler beranastomosis (berhubungan satu dengan lainnya) membentuk jala-jala antar arteri-arteri dan vena-vena kecil. Arteriol bercabang menjadi pembuluh-pembuluh kecil yang mempunyai lapisan otot polos yang tidak kontinu yang disebut metarteriol. Metarteriol bercabang menjadi kapiler-kapiler yang membentuk jala-jala. Konstriksi metarteriol membantu mengatur, tetapi tidak menghentikan sama sekali sirkulasi dalam kapiler, dan mempertahankan perbedaan tekanan dalam dua sistem. Suatu cincin sel-sel otot polos yang disebut sfinkter, terdapat pada tempat asal kapiler dari metarteriol. Sfinkter prekapiler ini dapat menghentikan sama sekali aliran darah dalam kapiler. Seluruh jala-jala tidak berfungsi semua secara serempak, dan jumlah kapiler yang berfungsi dan terbuka tidak hanya tergantung pada keadaan kontraksi metarteriol tetapi juga pada anastomosis arteriovenosa yang memungkinkan metarteriol langsung mengosongkan darah kedala vena-vena kecil. Antar hubungan ini banyak sekali pada otot rangka dan kulit tangan dan kaki. Bila pembuluh-pembuluh anastomis arteriovenosa berkontraksi, semua darah harus berjalan melalui jala-jala kapiler. Bila relaksasi, sebagian darah mengalir langsung ke vena bukan mengalir ke dalam kapiler. Sirkulasi kapiler diatur oleh rangsang syaraf dan hormon (Kumar et al., 2007). Tubuh manusia luas permukaan jala-jala kapiler mendekati 6000 m2. Garis tengah totalnya kira-kira 800 kali lebih besar daripada garis tengah aorta. Suatu unit volume cairan dalam kapiler berhubungan dengan luas permukaan yang lebih besar daripada volume yang sama dalam bagian sistem lain. Aliran darah dalam aorta rata-rata 320 mm/detik, sedangkan dalam kapiler sekitar 0,3 mm/detik. Sistem kapiler dapat dimisalkan dengan suatu danau di mana sungai-sungai masuk dan keluar, dindingnya yang tipis dan alirannya yang lambat, kapiler merupakan tempat yang cocok untuk pertukaran air dan solut antara darah dan jaringan-jaringan (Junquiera, 2007). Analisis Masalah 4 h. Bagaimana struktur histologi jantung? Jawaban: Learning Issue 7: Histofisiologi dan Patofisiologi Aterosklerosis Aterosklerosis digambarkan sebagai pembuluh darah arteri yang kaku. Proses inflamasi yang kronik yang dalam patofisiologinya melibatkan lipid, thrombosis, dinding vaskular dan selsel imun. Aterosklerosis merupakan penyebab tersering penyakit arteri koroner, penyakit arteri karotis, penyakit arteri perifer dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. (Strom JB et al., 2011). Etiologi aterosklerosis adalah multifaktorial, tetapi ada berbagai keadaan yang erat kaitannya dengan aterosklerosis, yaitu faktor genetik, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, usia, berkelamin pria, kebiasaan merokok, dislipidemia, hipertensi, obesitas, diabetes melitus, kurang aktifitas fisik, dan menopause (Guyton, 2014). Faktor Risiko Aterosklerosis Faktor risiko mayor, antara lain sebagai berikut. a. Hiperkolesterolemia Hiperkolesterolemia merupakan gangguan metabolisme kolesterol yang disebabkan oleh kadar kolesterol dalam darah melebihi batas normal. Ketidaknormalan metabolisme kolesterol tersebut ditandai salah satunya dengan peningkatan kolesterol LDL (≥160 mg/dl) (Orviyanti, 2012). Hiperkolesterol memudahkan LDL menyusup ke dalam intima dan akan mengalami oksidasi tahap pertama sehingga terbentuk gugus hidroksil pada sel endotel dan otot polos pembuluh darah. Radikal hidroksil ini akan bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh atau polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) yang merupakan struktur dari membran sel termasuk sel endotel sehingga dapat menimbulkan reaksi peroksidasi lipid yang akan menghasilkan peroksidasi peroksid. LDL teroksidasi dan lipid peroksida yang terbentuk merusak sel endotel pembuluh darah dan terjadi disfungsi sel endotel (Robert, 2009). Disfungsi sel endotel akan menurunkan produksi dan bioaktivitas faktor vasodilatasi lokal, khususnya NO atau nama lainya Endothelium Derivate Relaxing Factor (EDRF) (Ghasemi et al., 2007). Disfungsi sel endotel akan memicu terbentuknya molekul VCAM-1, ICAM-1 (Mittal et al.,2009). Molekul ini dapat melekatkan dan menarik monosit dan menembus lapisan endotel dan masuk ke dalam lapisan intima (Okada et al., 2008). LDL teroksidasi akan difagosit oleh makrofag. Semakin banyak LDL teroksidasi semakin banyak difagosit oleh makrofag dan membentuk sel busa (Nakashima et al., 2007). LDL teroksidasi juga merangsang selsel otot polos pembuluh darah dan kemudian akan berproliferasi sehingga jumlahnya semakin banyak dan mempertebal dinding pembuluh darah dan membentuk ateroma (Hackam, 2006). b. Hipertensi Beberapa penelitian membuktikan bahwa peningkatan tekanan darah systole maupun diastole, merangsang peningkatan resiko aterosklerosis. Resiko ini meningkat c. sejalan dengan derajat keparahan hipertensi. Pada individu dibawah umur 45 tahun, hiperkolesterolemia tampaknya sebagai faktor resiko paling utama, sedangkan hipertensi sebagai faktor resiko pada individu yang lebih tua. Pemberian terapi anti hipertensi dapat menurunkan insiden penyakit yang berhubungan dengan aterosklerosis, terutama stroke dan iskemi pada jantung. Hipertensi merupakan beban tekanan terhadap dinding arteri yang mengakibatkan semakin berat beban jantung untuk memompakan darah ke seluruh jaringan, hal ini akan mengakibatkan fungsi jantung akan semakin menurun dan dinding jantung akan semakin menebal dan kaku (AHA, 2015). Selain itu pada kondisi menurunnya kelenturan dinding arteri dan meningkatnya adhesi platelet, tingginya tekanan juga akan mengakibatkan plak yang menempel pada dinding arteri akan mudah terlepas dan mengakibatkan trombus (Hoo et al., 2016). Trombus terjadi sesudah pecahnya plak aterosklerosis, kemudian mengaktivasi koagulasi dan platelet. Apabila plak pecah akan terjadi perdarahan subendotelial sampai terjadi trombogenesis yang akan menyumbat baik secara parsial maupun total pada arteri koroner. Apabila trombus menutup pembuluh darah secara total akan menyebabkan infark miokard dengan ST elevasi, sedangkan trombus yang menyumbat secara parsial akan menyebabkan stenosis dan angina yang tidak stabil (Gray, 2005). AHA merekomendasikan target tekanan darah pada ACS adalah <140/90 mmHg pada pasien berusia <80 tahun dan <150/90 mmHg pada mereka yang berusia >80 tahun. European Society of Cardiology (ESC) juga merekomendasikan untuk menurunkan tekanan darah <140/90 mmHg tanpa mempertimbangkan usia, dan <140/85 mmHg pada pasien dengan diabetes melitus (Archbold, 2016). Merokok Salah satu penyebab utama meningkatnya insidensi penyakit jantung koroner adalah kolesterol. Terjadinya kenaikan kadar kolesterol bisa disebabkan karena terlalu banyak merokok. Pada penelitian yang dilakukan oleh Supriyono (2008) membahas faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung koroner yang juga berdasarkan hasil penelitian oleh Framingham Heart Study di Amerika bahwa zat-zat kimia yang terkandung dalam rokok, terutama nikotin, dapat menurunkan kadar kolesterol baik (HDL) dan meningkatkan kadar kolesterol buruk (LDL) dalam darah. Pada orang merokok, ditemukan kadar HDL kolesterolnya rendah, itu artinya, pembentukan kolesterol baik yang bertugas membawa lemak dari jaringan ke hati menjadi terganggu. Sementara kebalikannya justru terjadi peningkatan pada kadar LDL kolesterolnya. Sebagaimana diketahui bahwa HDL mencegah kolesterol mengendap di arteri dan melindungi pembuluh darah dari proses aterosklerosis (terbentuknya plak pada dinding pembuluh darah). Dari hati, kolesterol diangkut oleh lipoprotein faktorfaktor yang bernama LDL untuk dibawa ke sel-sel tubuh yang memerlukan, termasuk ke sel otot jantung, otak dan lain-lain agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Kelebihan kolesterol akan diangkut kembali oleh lipoprotein yang disebut HDL untuk dibawa kembali ke hati yang selanjutnya akan diuraikan lalu dibuang ke dalam kandung empedu sebagai asam (cairan) empedu. Pada keadaan kadar kolesterol HDL rendah maka proses yang terjadinya di atas tidak bisa berjalan baik, sebagai dampaknya adalah terjadinya aterosklerosis. d. Diabetes Melitus Kelainan metabolik ini menimbulkan kelainan aterosklerosis pada umur dini dan mempercepat progresivitasnya. Perkembangan lesi aterogenik dipertimbangkan meliputi proses inflamasi yang kompleks. Tahap awal perkembangan plak dikenal dengan disfungsi endotel, dimana hiperglikemia merupakan salah satu faktor resiko, selain interaksi langsung dari sitokin-peradangan jaringan, seperti tumor necrosis factor alfa (TNF-α), dan interleukin 6 (IL-6) mengaktifkan endotel. Sel-sel inflamasi akan memasuki dinding pembuluh darah, dan tahap ini dikenal dengan pembentukan fatty streak, dimana otot polos vaskular berproliferasi dan bermigrasi dari media ke dalam lesi yang menambah perkembangan lesi. Tahap berikutnya dikenal dengan pembentukan inti lipid nekrotik, melalui apoptosis dan kematian sel, dan peningkatan aktivitas proteolitik dan akumulasi lipid. Plak ini yang bersifat stabil dapat berubah menjadi tidak stabil, yang dikarakteristik dengan inti lipid nekrotik yang besar, infiltrasi sel inflamasi, dan kapsul fibrosa yang tipis dan rapuh (Hess et al., 2012). Hiperglikemia, sitokin inflamasi jaringan, disertai berbagai faktor resiko kardiovaskular mempengaruhi fase aterogenesis pasien dengan diabetes, yang berkontribusi terhadap lesi komplikasi yang dapat ruptur dan menyebabkan kejadian koroner akut (Hess et al., 2012). Faktor risiko minor (Robert, 2009), diantaranya: a. Kurangnya gerak fisik atau olahraga yang teratur b. Stres emosional c. Pemakaian kontrasepsi oral d. Hiperurisemia, peningkatan kadar asam urat dalam darah e. Obesitas f. Makanan tinggi karbohidrat Analisis Masalah 5 f. Apa perbedaan antara obstruksi total dengan obstruksi sebagian pada arteri coronaria? Jawaban: h. Apa dampak apabila terjadi obstruksi pada arteri coronaria? Jawaban: Berdasarkan skenario, Tn. Infak mengalami obstruksi pada arteri coronaria dextra bagian proksimal dan medial. Pada dinding pembuluh arteria coronaria dapat terjadi kondisi aterosklerosis, yaitu penumpukan kolesterol dan substansi lainnya yang semakin bertambah sehingga mempersempit ruang arteri. Hipertensi berperan dalam proses arterosklerosis melalui penekanan pada sel endotel atau lapisan dalam dinding arteri yang berakibat pembentukan plak pembuluh darah semakin cepat. Plak sudah bersarang di dinding arteri sejak masih muda, makin bertambahnya usia makin menumpuk plak pada lokasi yang sama. Plak sendiri dapat muncul dari beberapa sumber, seperti hiperkolestrolemia, zat-zat rokok, dan kalsium dalam darah mengeluarkan zat kimia membuat dinding bagian dalam pembuluh darah menjadi lengket, pada saat bersamaan darah memuat sel-sel inflamasi lipoprotein dan kalsium. Zat-zat ini yang kemudian menempel di dinding pembuluh darah sehingga membuat plak makin membesar, membuatnya ruptur lalu terbentuklah trombosis (bekuan darah) pada daerah yang mengalami ruptur tersebut, kemudian muncul-lah sumbatan/obstruksi berupa trombus pada arteri koroner. Hal ini menyebabkan makin sempitnya arteri sehingga suplai darah kaya oksigen ke jantung kian menipis. Kondisi ini didukung sebagian besar oleh faktor riwayat kesehatan Tn. Infak yang kurang terkendali yang selanjutnya mengakibatkan terganggunya sistem konduksi jantung dan sehingga terjadilah miokard infark (serangan jantung). Daftar Pustaka Eroschenko, VP. 2013. Atlas Histologi Difiore: dengan Korelasi Fungsional, Edisi 12. Jakarta: EGC. Guyton, AC, & Hall, JE. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta: EGC. American Heart Association (AHA). 2015. Health Care Research: Coronary Heart Disease. Archbold, R. A. (2016). Comparison Between National Institute for Health and Care Excellence (NICE) and European Society of Cardiology (ESC) Guidelines for The Diagnosis and Management of Stable Angina: Implications for Clinical Practice. Open Heart, 3(1), e000406. http://doi.org/10.1136/openhrt-2016-000406. Kumar V, Ramzi SC, Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. 7th ed 1. Jakarta: EGC. Junqueira LC, Carneiro J. 2007. Histologi Dasar. Edisi 10. Jakarta: EGC.