BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah kata bijak menyebutkan bahwa masa sekarang di pengaruhi oleh masa yang terdahulu, begitu juga dengan sifat keberagamaan pada manusia, bahwasanya tingkat kesadaran agama pada tiap manusia sangat di pengaruhi pada masa kecilnya hingga ia tumbuh menjadi remaja, dewasa dan masa usia lanjut. Pada dasarnya secara potensial pertumbuhan agama dimulai semenjak masih dalam kandungan ibu dan akan berkembang setelah anak tersebut lahir ke dunia. Proses pertumbuhan tersebut erat hubungannya dengan perlakuan si ibu dikala masih dalam keadaan hamil. Prof. Casimir pernah berkata dalam menganalisa sudut tinjauan psikologis dan paedogonis,yang mengatakan bahwa : “anak dalam kandungan telah dapat dididik melalui ibunya, apa yang dilakukan oleh si ibu turut memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan si anak”. Dalam masa perkembangan keagamanya seorang individu, terdapat faktor faktor yang sangat mempengaruhi keagamaanya, faktor itu dapat berasal dari dalam dirinya atau bersal dari faktor luar. Dalam makalah kali ini penulis akan berusaha menjelaskan proses perkembangan jiwa agama pada anak, remaja dan dewasa serta bagaimana perkembangan agama di Indonesia saat ini. Manusia di lahirkan dalam keadaan lemah jasmani maupun rohani, sejalan dengan bertambahnya umur maka manusia mulai menjalani perubahan pada dirinya baik dari unsur jasmani maupun rohani. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana perkembangan agama pada masa anak-anak? 2. Bagaimanakah perkembangan agama pada masa remaja? 3. Bagaimanakah perkembangan agama pada masa dewasa? 4. Bagaimanakah perkembangan agama di Indonesia saat ini? 1 C. Tujuan Makalah ini disusun selain untuk memenuhi tugas mata kuliah “Ilmu Jiwa Agama”, juga bertujuan untuk : 1. Mengetahui bagaimana perkembangan agama pada masa anak-anak. 2. Mengetahui bagaimana perkembangan agama pada masa remaja. 3. Mengetahui bagaimana perkembangan agama pada masa dewasa. 4. Mengetahui bagaimana perkembangan agama di Indonesia saat ini. 2 BAB II PEMBAHASAN A. Perkembangan Agama pada Masa Anak-anak Pada umumnya agama seseorang di tentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan yang dilaluinya pada msa kecilnya dahulu. Pengalaman dalam kehidupan rumah tangga merupakan peletak dasar dalam pertumbuhan dan perkembangan agama pada setiap anak. Hal ini kelak akan berlanjut dalam pendidikannya di sekolah, sehingga pendidikan agama di lingkungan keluarga mempunyai peranan penting dan sangat menentukan. Dr. Zakiah Daradjat mengatakan bahwa : ”seseorang yang pada masa kecilnya tidak pernah mendapatkan didikan agama, maka pada masa dewasanya nanti, ia tidak akan merasakan pentingnya agama dalam hidupnya”. Lain halnya dengan orang yang diwaktu kecilnya mempunyai pengalaman agama, misalnya ibu-bapaknya adalah orang yang tahu beragama, lingkungan social dan kawan-kawannya juga hidup menjalankan agama, terbiasa menjalankan ibadah, ditambah pula dengan pendidikan agama, secara sengaja di rumah, sekolah dan masyaraka. Maka orang-orang itu akan dengan sendirinya mempunyai kecenderungan kepada hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan ibadah, takut melangkahi larangan-larangan agama dan dapat merasakan betapa nikmatnya hidup beragama. Peranan orang tua dalam menumbuhkan jiwa agama bagi anaknya, memberikan prospek kehidupan anak pada masa yang akan datang. Orang tua yang mengerti tentang urgensi pertumbuhan dan perkembangan agama dalam kehidupan anak yang memberikan suatu kecenderungan kepada aturan-aturan agama yang harus dilaksanakan dalam praktek hidupnya sehari-hari. Hal seperti inilah dapat dimanfaatkan untuk melatih anak dalam membiasakan menjalankan ibadah agama dan penuh rasa disiplin dan tanggung jawab. Proses perkembangan jiwa pada masa anak-anak ditanamkan oleh orang tua melalui beberapa kesempatan pergaulan sebagai berikut : 1. Dalam permainan. 2. Dalam latihan-latihan / praktek apa kerja sehari-hari 3. Melalui peintah orang tua 4. Pemberian contoh tauladan dan pembiasaan disiplin 3 Pengaruh orang tua memberikan kesan kepada anak bahwa dalam kehidupan seharihari, si anak harus senantiasa terikat dengan kehidupan orang tua, sebab pada hakekatnya mereka masih membutuhkan bantuan orang tua. Maka dengan demikian terdapat kecenderungan anak untuk menggantungkan diri pada orang tua. Proses perkembangan naluri beragama akan dapat berjalan dengan pertumbuhan fisik anak. Dampak jiwa agama dalam sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari, cenderung untuk mengadaptasikan dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Bagaimana si anak mengenal Tuhan? Anak-anak mulai mengenal Tuhan, melalui bahasa. Dari kata-kata orang yang ada di lingkungannya, yang pada permulaan di terima secara acuh tak acuh saja. Akan tetapi setelah ia melihat orang dewasa menunjukkan rasa kagum dan takut pada Tuhan, maka mulailah ia merasa sedikit gelisah dan ragu tentang suatu yang gaib yang tidak dapat dilihatnya itu, mungkin ia akan ikut membaca dan mengulang kata-kata yang diucapakan oleh orang tuanya. Lambat laun tanpa disadarinya, akan masuklah pemikiran tentang Tuhan dalam pembinaan kepribadiannya dan menjadi obyek pengalaman yang agamis. Tidak adanya perhatian terhadap Tuhan pada permulaan adalah karena ia belum mempunyai pengalaman yang akan membawanya kesana, baik pengalaman yang menyenangkan, ataupun yang menyusahkan. Akan tetapi setelah ia melihat reaksi orang-orang di sekelilingnya, yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu, maka timbullah pengalaman tertentu, yang makin lama makin meluas dan mulailah perhatiannya terhadap kata Tuhan itu tumbuh. Biasanya pengalaman itu pada mulanya tidak menyenangkan, karena merupakan ancaman bagi integritas kepribadiannya, karena itulah perhatian anak-anak tentang Tuhan pada permulaan merupakan sumber kegelisahan atau ketidaksenangannya. Ada seseorang yang terkenang perihal kesalahpahamannya mengenai konsep Tuhan di saat ia masih kanak-kanak. Ketika salah seorang anggota keluarganya meninggal dunia , ayahnya memberikan penjelasan mengenaikejadian itu bahwa seseorang telah memohon kepada Allah untuk “membawa” nyawa orang tersebut. Informasi ini memunclkan rasa takut dalam dirinya mengenai orang-orang yang bisa melakukann hal tersebut. Secara kebetulan ia membuat kesalahan ketika ia bersama ibunya di tengah jalan, ibunya akan menakut-nakuti dengan menunjuk seorang polisi yang ada di depannya seraya mengatakan bahwa ia akan meminta polisi tersebut untuk “membawanya”. Jadi, selama masa kanak- 4 kanaknya, ia mendapatkan pemahaman yang keliru tentang konsep Tuhan, dengan membandingkan Allah seperti orang yang mengenakan seragam kaku yang menakutkan. Karena Allah itu tidak kasatmata, namun nama-Nya sering disebut-sebut di rumahnya, kecenderungan bagi si anak, hal itu akan membentuk gambaran mental yang di susun berdasarkan pemehaman yang ia miliki. Gambaran mental tersebut dapat berbeda antara satu orang dengan orang yang lain. Gambaran-gambaran mental yang demikian sangat dipengaruhi oleh penjelasan-penjelasan dari kedua orang tuanya mengenai hal-hal yang disukai Allah dan hal-hal yang dibenci-Nya. Adanya perhatian terhadap Tuhan menunjukkan mulai timbulnya naluri agama pada anak-anak. Wolter Housten Clark telah mengemukakan pendapatnya bahwa : “jika anak dibiarkan hidup tanpa agama dan hidup dalam lingkungan tak beragama, maka ia akan menjadi dewasa tanpa mengenal agama. Sesungguhnya tidak mengenal adanya agama, banyak terletak pada situasi dan lingkungan rumah tangga. Apabila orang tua di rumah tangga lalai dan memandang enteng terhadap pembinaan jiwa agama pada anak-anaknya, maka disinilah letak factor kekosongan jiwa agama, yang menyebabkan anak hidu jauh dari kehidupanagama. Namaun sebaliknya apabila orang tua benar-benar menaruh perhatian yang sungguh-sungguh terhadap pembinaan jiwa agam anaknya, maka akan Nampak pengaruh positifnya yang dapat menyebabkan anak timbul semangat dan gairahnya dalam menjalankan / melaksanakan ibadah agama secara konsekuen. Itulah sebabnya, maka orang tua harus dapat menjadikan dirinya sebagai suri tauladan bagi anak-anaknya, baik dari segi ucapan, perbuatan maupun dalam segi tindakannya. Di dalam ajaran agama islam terdapat ajakan untuk menyuruh menjaga diri sendiri da keluarga, sebagaimana firman Allah swt, dalam Qs. At-Tahrim :6, yang berbunyi : يايهاالذين امنواقواانفسكم واهليكم نارا Artinya : “hai sekalian orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari (siksaan) api neraka…” Memelihara diri dan keluarga adalah membutuhkan sikap keteladanan dan perhatian yang kontinu, tidak cepat putus asa, lemah semangat dan sebagainya. Apa yang telah dipercayai anak adalah, tergantung pada apa yang di terima dari kedua orang tuanya di 5 rumah, dan atau guru di sekolah serta apa yang telah dilihat dan disarankan di lingkungan masyarakatnya. Si anak menerima agama secara global, sebab masih belum mampu berfikir logis. Penerimaan tersebut adalah mereka mengikuti kehendak orang tuanya. Kepercayaan agama bagi anak akan lebih mudah tertanam jiwa anak, apabila melalui ceritera-ceritera atau dongeng-dongeng orang sakt, atau ceritera agama, ceritera nenek moyang dahulu, serta kisah-kisah tokoh agama dan sebagainya. Kepercayaan agama bagi anak akan bertambah lagi, melalui latihan-latihan dan didikan yang diterima dalam lingkungannya. Biasanya kepercayaan itu berdasarkan konsepsi-konsepsi yang nyata dan konkrit sehingga anak tersebut mudah mengasosiasikannya dengan kehidupan sehari-hari. Anak-anak tersebut menerima agama berdasarkan gambaran yang pernah dilihatnya atau pernah di dengarnya dan lain sebagainya. Potensi keagamaan yang ada pada diri setiap anak akan berkembang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psychisnya semakin besar anak tersebut, maka akan semakin jelas faham akan ajaran agama dilakukannya itu. Dengsan demikian pertumbuhan dan perkebangan jiwa agama bagi anak akan semakin sempurna pula. Sesungguhnya pertumbuhan dan perkembangan agama pada jiwa agama bagi anak sedikit demi sedikit menjadi lebih actual, yang menyebabkan pengertian anak terhadap manfaat agama akan mendapatkan lapangan baru dalam dirinya. Bertambahnya pengertian mereka akan mudah mudah pula menimbulkan perhatian yang serius dan terfokus sehingga agama bagi anak tersebut memberikan motivasi dan gairah dalam praktek hidup seharihari. Kita tidak heran apabila ada anak yang mempertahankan diri pribadinya, baik karena hasil didikan maupun karena pengaruh bakat dan situasi lingkungannya. Apabila agama telah mendapatkan tempat yang terhormat di hati anak, maka sudah barang tentu segala ucapan, perbuatan dan tingkah lakunya akan menjurus kepada sifatsifat yang terpuji. Dengan demikian akan terlihatlah bahwa perkembangan perasaan agama bagi anak akan semakin tinggi, sesuai dengan ketinggian agama yang dianutnya. Allah semakin dekat kepada jiwa anak, manakala anak tersebut juga semakin dekat oula kepada Allah. Ia mulai mendengar kata hatinya tentang akhlak, dan Allah menjadi pantulan dari suara hatinya. Hal ini telah dikemukakan dalam filsafat “KANT” yang menganggap bahwa morallah yang merupakan jalan untuk menyampaikan kita kepada Allah. 6 B. Perkembangan Agama pada Masa Remaja Pembinaan hidup beragam tidak dapat dipisahkan dari pembinaan kepribadian secara keseluruhan. Karena kehidupan beragama itu adalah bahagian dari kehidupan itu sendiri, sikap atau tindakan seseorang dalam hidupnya tidak lain adalah pantulan pribadinya yang tumbuh dan berkembang sejak ia lahir, bahkan telah mulai sejak dalam kandungan, mempunyai pengaruh terhadap pembinaan pribadi, bahkan di antara ahli jiwa ada yang berpendapat bahwa pribadi itu tidak lain dari kumpulan pengalaman pada umur-umur pertumbuhan (dari umur nol sampai dengan masa remaja terakhir), terutama pengalaman pada tahun-tahun pertama dari pertumbuhan. Pengalaman yang dimaksud itu adalah pengalaman yang di dapat melalui pendengaran, penglihatan atau perlakuan yang diterima sejak lahir. Ada beberapa patokan umum yang dapat kita gunakan dalam pembinaan itu, yaitu tingkat umur dengan segala ciri dan problema mereka dalam dunia kampus. Pada umumnya, dapat dikatakan, bahwa mereka berada pada masa remaja akhir (late adolescene) atau Al-Murahaqah al-Akhirah dan dewasa muda. Usia remaja hampir disepakati oleh ahli jiwa adalah antara 13-21 tahun. Jika kita tinjau dari segi psikologi, maka batas usia remaja lebih banyak bergantung kepada keadaan masyarakat dimana remaja itu berada. Yang biasa dapat ditentukan adalah permulaan masa remaja ialah pada saat remaja itu mengalami masa “Puber Remaja”. Ciri-ciri masa puber (remaja awal) Ciri-ciri puber pada pria / laki-laki : 1. Mimpi pertama yang dapat dikategorikan sebagai undangan untuk memasuki jenjang masa remaja 2. Adanya perubahan suara (suara menjadi besar) 3. Membesarnya beberapa kelenjar tubuh lainnya Ciri-ciri puber pada wanita / perempuan : 1. Menstruasi / haid pertama 2. Suaranya semakin melengking 3. Kadang-kadang timbul perasaan malu, emosional dan sebagainya Ciri-ciri remaja akhir Sesungguhnya masa remaja itu tidaklah pasti kapan secara tegas dimulai dan kapan pula berakhir, tergantung kepada berbagai factor, misalnya : 7 Factor perorangan yaitu ada orang yang cepat bertumbuhnya dan ada pula yang lambat Factor social yang cepat member kepercayaan dan penghargaan kepada anak-anak mudanya, sehingga mereka segera diterima oleh masyarakat sebagai orang yang didengar pendapatnya biasanya masyarakat desa atau masyarakat yang masih terbelakang. Tapi ada pula lingkungan yang enggan member kepercayaan kepada remajanya, sehingga mereka dipandang sebagai anak yang harus ditolong, dinasehati, dibimbing, dan dicukupi segala kebutuhannya. Factor ekonomi, dalam masyarakat misskin atau kurang mampu, anak-anaknya segera diberi tanggung jawab dan ikut mencari nafkah, serta keterampilan untuk mencari nafkah itu sederhana, seperti bertani, menangkap ikan, gembala ternak, dan pekerjaan kasar. Sedangkan dalam masyarakat maju dan mampu, biasanya aak-anak itu dibebani dengan tugas mencari nafka, dan keterampilan yang diperlukan untuk mencari nafkah itu juga kompleks dan perlu pengetahuan dan latihan dalam masa yang panjang, masa remaja dan ketergantungan ekonomi itundiperpanjang sampai mereka tamat di universitas. Biasanya pertumbuhan jasmani terjadi lebih cepat di antara 13-16 tahun yang dikenal dengan istilah “darly-adolescene”. Dalam usia remaja, banyak mengalami kesukaran, karena perubahan jasmani yang sangat menyolok. Remaja saat itu mengalami keadaan yang tidak tenang dan selalu merasa bimbang. Hal inilah yang dikenal oleh ahli ilmu jiwa sebagai masa kegoncangan jiwa atau strung dan drang. Dalam situasi seperti ini rremaja tersebut berkurang keharmonisan geraknya sehingga kadang-kadang merasa lesu, sedih, kesal campur khayalan dan lain sebagainya. Pertumbuhan jasmani seperti ini diiringi kegoncangan emosi, kadang-kadang cepat marah dan tidak karuan atau diam tak ingin bicara, seakan-akan ada sesuatu yang diinginkan. Perlakuan seperti ini memerlukan kewaspadaan orang tua dalam menghadapi remaja seperti ini. Lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang mengalami perlakuan remaja seperti ini, tidak sedikit yang menyebabkan terjadinya konflik bathin antara remaja dan orang tuanya, dengan gurunya, ataukah dengan pemimpin masyarakat lainnya. 8 Kebutuhan remaja terhadap agama sebagai pegangan hidup dapat membantu mereka dalam membatasi dorongan-dorongan yang semakin mendesak itu. Remaja yang hidup dan dibesarkan dalam lingkunagn keluarga yang aman dan tentram, tekun beribadah, akan menampakkan keyakinanya kepada Tuhan (Allah swt.). Salah satu yang perlu diingat bahwa pengertian mereka terhadap pokok-pokok ajaran agama, dapat mempengaruhi perkembangan pikiran yang sedang mereka alami dan yang akan dilakukannya gambaran atau prospek remaja terhadap adanya Tuhan (Allah swt.) dengan sifat-sifatNya merupakan bagian dari gambarannya terhadap alam lingkungannya, derta dipengaru pula oleh perubahandan sifat remaja itu sendiri. Kepercayaan remaja akan kekuasaan Tuhan akan menyebabkan munculnya rasa tanggung jawab, baik kepada Tuhan maupun kepada masyarakat. demikian pula sebaliknya, apabila remaja itu diliputi perasaan kekecewaan dalam hdupnya, maka akan dapat menimbulkan kontradiksi dalam perasaannya, sehingga mungkin efeknya berakibat kepada menjauhi Tuhan atau menentang adanya kekuasaan Allah swt. Kekecewaan remaja tidak hanya terjadi karena masalah-masalah pribadinya, akan tetapi banyak pula perbedaan antara nilai-nilai ajaran agama yang diterimanya dengan sikap dan perlakuan orang dalam masyarakat dalam menjalankan / melaksanakan ajaran agama. Orang yang mengaku beragama tapi perlakuannya dalam masyarakat menunjukkan adanya saling permusuhan satu sama lainnya, fitnah-memfitnah, hina-menghina, saling iri hati apabila ada temannya yang mendapat kebahagiaan (pangkat, jabatan, harta dan sebagainya). Mungkin pula hanya perbedaan mazhab, dapat menyebabkan terjadinya kurang persahabatan, kendornya pergaulan sesama umat islam dan sebagainya. Perbedaan tersebut di atas menyebabkan kegelisahan bagi remaja, kadang-kadang menimbulkan perasaan benci kepada mereka, bahkan yang lebih vatal lagi apabila perbedaan pendapat tersebut, justru remaja membenci agama yang dianutnya. Maka dengan demikian akan timbul assumsi bahwa semakin merosotnya moral dalam masyarakat, akan semakin gelisah remajanya dan sebaliknya pula merosotnya jiwa remaja akan mendatangkan keresahan dalam masyarakat. pengalaman para remaja dapat menunjukkan adanya beberapa sikap remaja terhadap agama, yaitu : 1. Remaja menerima agama secara global 2. Remaja menerima agama dengan perasaan acuh tak acuh 3. Membantah dan diiringi dengan sikap kritis 9 4. Menerima agama dengan ragu-ragu 5. Melaksanakan agama dengan keyakinan Pada hakikatnya sikap remaja tersebut didasari oleh perasaan yang tidak dominan terhadap agama. Kadang-kadang cinta dan sangat percaya terhadap Tuhan, akan tetapi kadang-kadang pula berubah menjadi acuh tak acuh dan menentang adanya Tuhan. Perasaan yang seperti inilah yang disebut dengan Perasaan Ambivalence. Dalam situasi seperti inilah remaja membutuhkan pembinaan motivasi agama secara terpadu dari : 1. Lingkungan keluarga di rumah tangga 2. Guru / pendidik di sekolah 3. Pemimpin / tokoh-tokoh masyarakat Pembinaan dan motivasi agama ini harus dapat melalui : Latihan-latihan ibadah agama, supaya dapat menjadi kebiasaan Tradisi agama, yang dapat menjadi norma / aturan hidup Penanaman kedisiplinan agama dalam aturan hidup Pemberian contoh teladan,sehingga dapat menjadi panutan Ajaran agama yang akan selalu dilaksanakan itu membentuk dampak positif akan masa depan yang lebih cerah, sehingga merupakan suatu perasaa ketagihan. Dengan kata lain, apabila remaja tersebut tidak melaksanakan ibadah, maka mereka selalu merasa ditagih, seakan-akan mempunyai beban utang,yang harus segera dilunasinya. Perasaan tersebut merupakan kewajiban moral manakala kewajiban tersebut tidak dapat dipenuhinya mereka merasa berdosa. C. Perkembangan Kepercayaan Agama pada Orang Dewasa 1. Pengertian Saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka; “Saya hidup dan saya tahu untuk apa,” menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan kata lain, orang dewasa nilai-nilai yang yang dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya. Elizabeth B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian, yaitu : 10 Masa dewasa awal (masa dewasa dini/young adult) Masa dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, priode isolasi social, priode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Kisaran umurnya antara 21 tahun sampai 40 tahun. Masa dewasa madya (middle adulthood) Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur empat puluh sampai enam puluh tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan social antara lain; masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan memasuki suatu priode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan prilaku yang baru. Perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan social. Masa usia lanjut (masa tua/older adult) Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai mati, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun. 2. Karakteristik Sikap Keberagamaan Pada Masa Dewasa Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa antara lain memiliki cirri sebagai berikut: 1) Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan. 2) Cenderung bersifat realitas, sehinggga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku. 3) Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan. 4) Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup. 5) Bersikap lebih terbuaka dan wawasan yang lebih luas. 11 6) Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani. 7) Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masingmasing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya. 8) Terlihat adanya hubungan antar sikap keberagamaan dengan kehidupan social, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang. 3. Masalah-masalah Keberagamaan Pada Masa Dewasa Seorang ahli psikologi Lewis Sherril, membagi masalah-masalah keberagamaan pada masa dewasa sebagai berikut; 1) Masa dewasa awal, masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambil dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan. 2) Masa dewasa tengah, masalah sentaral pada masa ini adalah mencapai pandangan hidup yang matang dan utuh yang dapat menjadi dasar dalam membuat keputusan secara konsisten. 3) Masa dewasa akhir, ciri utamanya adalah ‘pasrah’. Pada masa ini, minat dan kegiatan kurang beragama. Hidup menjadi kurang rumit dan lebih berpusat pada hal-hal yang sungguh-sungguh berarti. Kesederhanaan lebih sangat menonjol pada usia tua. D. Perkembangan Agama di Indonesia 1. Awal Masuknya Islam di Indonesia Ketika Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan kepercayaan seperti animisme, dinamisme, Hindu dan Budha, sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa wilayah kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha. Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat, kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke wilayah-wilayah tersebut dapat diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa prinsip-prinsip perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta), menghilangkan perbudakan dan yang paling penting juga adalah masuk 12 kedalam Islam sangat mudah hanya dengan membaca dua kalimah syahadat dan tidak ada paksaan. Tentang kapan Islam datang masuk ke Indonesia, menurut kesimpulan seminar “ masuknya Islam di Indonesia” pada tanggal 17 s.d 20 Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah atau pada abad ke tujuh masehi. Menurut sumber lain menyebutkan bahwa Islam sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa Khulafaur Rasyidin (masa pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib), disebarkan langsung dari Madinah. 2. Cara Masuknya Islam di Indonesia Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para ulama. Karena memang para ulama berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256 : الاكراه في الدين Artinya : "Tidak ada paksaan dalam agama…” (Q.S. al-Baqarah ayat 256) Adapun cara masuknya Islam di Indonesia melalui beberapa cara antara lain ; a. Perdagangan Jalur ini dimungkinkan karena orang-orang melayu telah lama menjalin kontak dagang dengan orang Arab. Apalagi setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Malaka dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama dan pedagang Arab datang ke Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntungan duniawi juga mereka mencari keuntungan rohani yaitu dengan menyiarkan Islam. Artinya mereka berdagang sambil menyiarkan agama Islam. b. Kultural Artinya penyebaran Islam di Indonesia juga menggunakan media-media kebudayaan, sebagaimana yang dilakukan oleh para wali sanga di pulau jawa. Misalnya Sunan Kali Jaga dengan pengembangan kesenian wayang. Ia mengembangkan wayang kulit, mengisi wayang yang bertema Hindu dengan ajaran Islam. Sunan Muria dengan pengembangan gamelannya. Kedua kesenian tersebut masih digunakan dan digemari masyarakat Indonesia khususnya jawa sampai 13 sekarang. Sedang Sunan Giri menciptakan banyak sekali mainan anak-anak, seperti jalungan, jamuran, ilir-ilir dan cublak suweng dan lain-lain. c. Pendidikan Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling strategis dalam pengembangan Islam di Indonesia. Para da’i dan muballig yang menyebarkan Islam diseluruh pelosok Nusantara adalah keluaran pesantren tersebut. Datuk Ribandang yang mengislamkan kerajaan Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah keluaran pesantren Sunan Giri. Santri-santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan sampai sekarang pesantren terbukti sangat strategis dalam memerankan kendali penyebaran Islam di seluruh Indonesia. d. Kekuasaan politik Artinya penyebaran Islam di Nusantara, tidak terlepas dari dukungan yang kuat dari para Sultan. Di pulau Jawa, misalnya keSultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan menjadi pelindung perkembangan Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di seluruh Nusantara. Raja Gowa-Tallo di Sulawesi selatan melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh Demak di Jawa. Dan para Sultan di seluruh Nusantara melakukan komunikasi, bahu membahu dan tolong menolong dalam melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini menjadi cikal bakal tumbuhnya negara nasional Indonesia dimasa mendatang. Apakah agama islam berhasil di Indonesia? Menurut kami, agama islam di Indonesia memang berhasil memasuki semua daerah di Indonesia bahkan sampai ke daerah-daerah yang terpencil, namun dari segi perorangannya agama islam di Indonesia belum berhasil karena masih banyaknya masyarakat Indonesia yang menganut ajaran-ajaran kuno yaitu agama Kristen dan agama Hindu, bahkan masih ada yang mempercayai benda-benda tertentu sebagai Tuhannya. Mereka percaya bahwa benda-benda mati tersebut bisa member mereka kehidupan yang layak. 14 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Perkembangan kepercayaan agama pada anak-anak sangat dipengaruhi oleh kehidupan di rumah tangga. Orang tua memiliki peranan penting untuk menanamkan nilai-nilai agama terhadap anaknya. Selain itu, orang tua juga harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya karena pada usia anak-anak, mereka dominan meniru tingkah laku orang-orang disekitarnya. Masa remaja merupakan masa dimana seorang anak terkadang masih terpengaruh oleh lingkungannya untuk beribadah, ia belum memiliki kesadaran yang membuatnya beribadah karena Allah, jika ia melihat orang-orang yang beragama disekitarnya memiliki perilaku yang baik maka ia akan merasa tertarik dan ikut melakukan perilakuperilaku yang baik, namun sebaliknya jika ia melihat orang-orang yang mengaku beragama di sekitarnya akan tetapi mereka selalu bermusuh-musuhan, fitnah memfitnah, hina-menghina, saling iri hati, maka hal tersebut dapat membuat remaja menjadi kecewa terhadap agamanya, bahkan lebih vatal lagi dia akan membenci agama. Saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka; “Saya hidup dan saya tahu untuk apa,” menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan kata lain, orang dewasa nilai-nilai yang yang dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya. Islam datang masuk ke Indonesia, menurut kesimpulan seminar “ masuknya Islam di Indonesia” pada tanggal 17 s.d 20 Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah atau pada abad ke tujuh masehi. Menurut sumber lain menyebutkan bahwa Islam sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa Khulafaur Rasyidin (masa pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib), disebarkan langsung dari Madinah. Cara Masuknya Islam di Indonesia yaitu melalui perdagangan, cultural, pendidikan dan kekuasaan politik 15 B. Saran Penulis sarankan kepada teman-teman untuk lebih memahami perkembangan agama, terutama perkembangan agama pada masa anak-anak. Karena pada usia ini anak-anak pertama kali mendapatkan pendidikan. Anak-anak harus dididik sejak kecil tentang agama agar jika remaja ia sudah memiliki banyak pengetahuan agama, dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena anak yang memiliki pengetahuan agama yang baik, tentu akan memiliki perilaku yang baik pula. 16 DAFTAR PUSTAKA Daradjat, Zakiah.1970.Ilmu Jiwa Agama.Jakarta:N.V Bulan Bintang Emang, Muhammad Ruddin.2008.Psikologi Agama.Makassar Khalfan,Mohammed A.2004.Anakku Bahagia Anakku Sukses.Jakarta:Pustaka Zahra https://sholikhin.wordpress.com/ Al-Qur’an 17