Arogansi Hak Veto Elfizon Amir Veto demi veto yang dilakukan Amerika Serikat, bukan menyebabkan masalah Palestina selesai, namun penjajahan Palestina oleh Israel semakin menjadi. Penggunaan hak veto oleh Amerika Serikat memperlihatkan bahwa negara yang katanya penganut demokrasi ini semakin jauh dari slogan yang mereka dengungkan. Dengan hak vetonyanya Amerika Serikat memperlihatkan arogansinya. Sementara PBB sebagai organisasi yang didirikan guna menciptakan perdamaian dan keamanan internasional tidak mampu berbuat banyak dengan adanya hak veto ini. Persahabatan antar bangsa berdasarkan asas – asas persamaan hak, hak menentukan nasib sendiri tidak ditemukan untuk Palestina. Anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Tiongkok, Perancis dan Rusia adalah blok sekutu sebagai pemenang perang dunia kedua. Mereka memiliki kursi tetap di Dewan Kemanan dan sekaligus punya hak veto yang dapat membatalkan keputusan atau resolusi di Dewan Keamanan, sekalipun disetujui oleh semua anggota lainnya. Resolusi Dewan Keamanan membutuhkan sembilan suara mendukung dan tidak ada veto oleh salah satu anggota tetap Dewan Keaman PBB. Jika salah satu anggota tetap yang mempunyai hak veto tidak setuju, walaupun 10 anggota tidak tetap dan 4 anggota tetap menyetujuinya, maka resolusi itu tidak bisa dilaksanakan. Pada 18 Mei yang lalu Kuwait salah satu anggota tidak tetap DK PBB mengajukan rancangan resolusi untuk mengutuk kekerasan yang dilakukan israel dan menyerukan adanya perlindungan bagi rakyat Palestina di Gaza dan Tepi Barat. Namun dalam voting DK PBB yang digelar pada Jumat (1/6) waktu setempat, 10 negara anggota menyetujui resolusi tersebut, sedangkan Inggris, Polandia, Belanda dan Ethiopia abstain. Karena Amerika Serikat menggunakan hak vetonya, maka resolusi tersebut pun gagal. Amerika Serikat memveto resolusi Dewan Keamanan PBB untuk Palestina bukan hanya sekali. Tapi sudah puluhan resolusi yang digagalkan oleh Amerika Serikat agar Israel yang menjadi anak emasnya bebas melakukan aneksasi tehadap tanah Palestina. Pada Desember lalu, Amerika Serikat juga memveto resolusi rancangan Mesir yang menyerukan pemerintahan Presiden Donald Trump agar membatalkan keputusan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. Sedikitnya 116 orang Palestina telah dibunuh oleh pasukan Israel dalam demonstrasi di perbatasan Gaza sejak 30 Maret. Para pengunjuk rasa yang terdiri warga sipil tak bersenjata ini menuntut pengembalian para pengungsi Palestina ke kampung halamannya dan meminta diakhirinya blokade 11 tahun Israel yang diberlakukan terhadap Gaza sejak 2007. Namun Israel membalasnya dengan menggunakan kekerasan berlebihan terhadap mereka. Pembunuhan terbanyak terjadi pada tanggal 14 Mei, ketika Amerika Serikat memindahkan kedutaannya di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Jika ingin dunia ini damai dan PBB dapat berfungsi sesuai tujuan awal berdirinya yang tercantum dalam piagam PPB, hak veto anggota tetap perlu ditinjau ulang. Bagi pemenang perang dunia kedua, mungkin mereka punya hak sebagai anggota tetap, tapi semua anggota DK PBB harus punya hak suara yang sama baik bagi anggota tetap maupun yang tidak tetap. Dengan demikian arogansi dengan hak veto bisa dihindari. (Simpang Empat, Juni 2018)