TUGAS PRINSIP INFRASTRUKTUR SIPIL (PENGAYAAN) Essay : Peran Geomatika dalam Perencanaan Pembangunan Jembatan antar Pulau Oleh : Torana Arya Gasica (03311740000032) FAKULTAS TEKNIK SIPIL, PERENCANAAN, DAN KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Peran Geomatika dalam Perencanaan Pembangunan Jembatan antar Pulau Dalam merencanakan pembangunan sebuah jembatan, terutama jembatan antar pulau, memerlukan analisis dari berbagai disiplin ilmu, salah satunya keilmuan Geomatika. Peran Geomatika disini adalah memberikan gambaran mengenai morfologi dan topografi dasar laut dari suatu wilayah yang akan dibangun jembatan di atasnya. Hidrografi adalah cabang ilmu terapan dari Geomatika yang berkaitan dengan pengukuran dan deskripsi fitur fisik laut, wilayah pesisir, danau dan sungai, serta prediksi perubahannya dari waktu ke waktu, untuk tujuan utama keselamatan navigasi. dan untuk mendukung semua kegiatan laut lainnya, termasuk pembangunan ekonomi, keamanan dan pertahanan, penelitian ilmiah, dan perlindungan lingkungan. (International Hydrographic Organization, 1989). Dalam perkembangannya, penerapan hidrografi untuk survei banyak dilakukan dalam pekerjaan konstruksi laut yang salah satunya adalah perencaan jembatan antar pulau (Catherinna, 2014). Dalam praktiknya di lapangan, survei hidrografi banyak menggunakan alat yang salah satunya adalah Multibeam Echosounder (MBES). MBES adalah sebuah sistem peralatan survei hidrografi yang memanfaatkan gelombang akustik. MBES digunakan untuk memetakan dasar laut yang juga dapat digunakan untuk mempelajari kondisi lingkungan dasar laut. Penggunaan teknologi MBES dapat digunakan untuk mengetahui informasi kedalaman dan topografi dasar laut (Poerbandono dan Djunarsjah, 2005). Prinsip Kerja Multibeam Echosounder Prinsip operasi alat ini secara umum adalah berdasar pada pancaran pulsa yang dipancarkan secara langsung ke arah dasar laut dan setelah itu energi akustik dipantulkan kembali dari dasar laut (seabed). Semakin dekat obyeknya dengan sumber maka intensitasnya pun semakin kuat. Gelombang akustik yang dipantulkan dari dasar laut selanjutnya dianalisis oleh transducer sehingga dapat dibedakan gelombang pantul yang datang dari arah yang berbeda. Untuk mendeteksi arah datangnya sinyal yang dipantulkan oleh dasar laut, transducer pada MBES menggunakan tiga metode pendeteksian, yaitu pendeteksian amplitudo, fase dan interferometrik (sudut). Pada prinsipnya pengukuran multibeam echosounder menggunakan pengukuran selisih fase pulsa (jenis pengamatan yang digunakan adalah metode pulsa). Untuk teknik pengukuran yang digunakan selisih fase pulsa ini yaitu fungsi dari selisih pulsa waktu pemancaran dan penerimaan pulsa akustik serta sudut datang dari sinyal tiap-tiap transducer (Bambang Triatmodjo, 2008). Kegiatan MBES dalam mengukur kedalaman laut disebut pemeruman. Pemeruman adalah proses untuk memperoleh kedalaman dasar perairan atau benda apa saja yang berada dibawahnya terhadap permukaan air untuk memperoleh gambaran bentuk permukaan dasar perairan. Pemeruman dilakukan dengan membuat profil pengukuran kedalaman. Pengukuran ini dapat dilakukan dengan alat echosounder yang merekam kedalaman dasar perairan secara terus-menerus. Lajur perum dapat berbentuk garis-garis lurus, lingkaran-lingkaran kosentrik, atau metode lainnya sesuai yang digunakan untuk penentuan posisi titik-titik perumnya. Lajurlajur perum didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan pendeteksian perubahan kedalaman yang lebih ekstrim. Untuk itu desain jalur perum harus memperhatikan kecenderungan bentuk atau topografi pantai sekitar perairan yang akan disurvei. Agar mampu mendeteksi perubahan kedalaman yang lebih ekstrem, lajur perum dipilih dengan arah tegak lurus terhadap kecenderungan arah garis pantai (Hidayat, 2014). Kegiatan pelaksanaan pemeruman dilakukan sebagai berikut : • Menyiapkan sarana dan instalasi peralatan yang digunakan dalam pemeruman. • Melakukan percobaan pemeruman (sea trial) untuk memastikan peralatan survei siap digunakan sesuai spesifikasi yang telah ditentukan. • Melaksanakan pemeruman setelah semua peralatan dan sarana dinyatakan siap. • Melakukan barcheck sebelum dan sesudah pemeruman. • Membuat lembar kerja sebagai pedoman dalam pelaksanaan pemeruman di lapangan. • Untuk mendapatkan garis nol kedalaman dilakukan pemerumanterpisah pada saat air pasang. • Melakukan investigasi bila ditemukan aerah yang kritis, yaitu daerah yang dapat membahayakan pelayaran, seperti adanya karang laut, gosong, dan lain-lain. • Mengisi formulir log-book yang berisi informasi anatara lain : a. Nama lokasi survei b. Waktu pemeruman (hari, tanggal, tahun) c. Nomor lajur pemeruman d. Nama file e. Nama operator f. Alat pemeruman g. Posisi, waktu dan kedalaman saat memulai dan mengakhiri pemeruman suatu jalur h. Kejadian selama pemeruman dilaksanakan, misalnya terdapat kendala yang mungkin mempengaruhi data Selain memperhatikan kedalaman, pasang surut air laut juga diamati untuk melihat naik turunnya muka air laut. Pasang surut laut adalah fenomena naik dan turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi benda-benda langit terutama bulan dan matahari. Walaupun massa matahari lebih besar dibanding massa bulan, gravitasi bulan merupakan pembangkit utama pasut, hal ini dikarenakan jarak bulan jauh lebih dekat ke bumi dibandingkan dengan matahari.Permukaan air laut dipakai sebagai tinggi nol. Kedalaman suatu titik di dasar perairan atau ketinggian titik di pantai mengacu pada permukaan laut yang dianggap sebagai bidang referensi (atau datum) vertikal. Karena posisi muka laut selalu berubah, maka penentuan tinggi nol harus dilakukan dengan merataratakan data tinggi muka air yang diamati pada rentang waktu tertentu (Ali, 1994). Pasut di satu lokasi pengamatan dipisahkan menurut tipe. Pasut diurnal terjadi dari satu kali kedudukan permukaan air tertinggi dan satu kali kedudukan permukaan terendah dalam satu kali pengamatan. Pasut semi-diurnal terjadi dua kali kedudukan permukaan air tinggi dan dua kali kedudukan permukaan air rendah dalam satu hari pengamatan. Pasut mixed terjadi dari penggabungan diurnal dan semi-diurnal (Defant, 1958). Pengamatan pasut dilakukan untuk memperoleh data tinggi muka air laut di suatu lokasi. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat ditetapkan datum vertikal tertentu yang sesuai utuk keperluan-keperluan tertentu pula. Pengamatan pasut dilakukan dengan mencatat atau merekam data tinggi muka air laut pada setiap interval waktu tertentu (Ongkosongo, 1989). Instrumen Pengamatan Pasut Hasil pengukuran pemeruman berupa kertas grafik kedalaman dasar laut (koordinat Z), hasil ini harus dikoreksi dengan hasil pengamatan pasang surut selama pengukuran, serta tinggi acuan yang digunakan (Djaja, 1989). Reduksi Elevasi Hasil Pemeruman Elevasi titik fix dapat ditulis : Elevasi titik fix = h - r + p – d h = Elevasi titik BM terhadap referensi tinggi yang dipakai (m) p = bacaan pasut (m) r = beda tinggi antara BM dengan nol pasut hasil pengukuran waterpas d = kedalaman air laut saat penentuan posisi titik fix. Dari survei hidrografi dan pengamatan pasang surut air laut tersebut diharapkan dapat menghasilkan Peta Batimetri sebagai produk akhir. Peta batimetri sendiri merupakan data spasial yang berisi informasi kedalaman suatu daerah perairan. Informasi batimetri dapat mengambarkan tentang kondisi struktur dan bentuk dasar perairan dari suatu daerah (Setiyono, 1996). Peta Batimetri Dengan adanya peta batimetri, kita dapat melihat morfologi dan topografi dari dasar laut sehingga dapat dijadikan acuan dalam perencanaan pembangunan sebuah jembatan seperti dalam penentuan dimensi dan lokasi penempatan dari pondasi jembatan tersebut.