PAPER PEMERIKSAAN DAN ANALISIS PADA DAGING SAPI Disusun oleh: (19021010200) (19021010200) LABORATORIUM KESMAVET FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2020 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi daging. Daging merupakan bahan pangan yang bersifat mudah rusak (perishable food), hal ini disebabkan karena daging mengandung unsur zat gizi yang cukup baik. Unsur utama daging adalah air, protein, lemak, vitamin dan mineral. Adanya kandungan gizi tersebut mengakibatkan daging mudah rusak dan menjadi media yang sangat cocok bagi pertumbuhan mikroorganisme terutama bakteri. Adanya kontaminasi bakteri pada daging akan berdampak pada penurunan mutu daging tersebut. Penurunan kualitas daging yang paling mudah dideteksi adalah menganalisis sifat fisik daging (Kuntoro et al., 2013). Daging sapi diharapkan mempunyai kualitas yang layak untuk dikonsumsi. Kualitas daging dapat ditentukan secara kimia, mikrobiologi, organoleptik, dan fisik. Kualitas fisik daging mempengaruhi kualitas pengolahan daging. Daging yang memiliki kualitas sifat fisik yang bagus tentunya akan memberikan produk pengolahan yang bagus dan akan mempermudah selama proses pengolahannya. Sifat fisik daging meliputi pH, daya ikat air (DIA), dan susut masak (Kurniawan et al., 2014). Sifat fisik sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebelum pemotongan dan setelah pemotongan. Faktor penting sebelum pemotongan adalah perlakuan istirahat yang dapat menentukan tingkat cekaman (stress) pada ternak. Menurut Aberle et al. (2001), ternak yang tidak diistirahatkan akan menghasilkan daging yang berwarna gelap bertekstur keras, kering memiliki ilai pH tinggi dan daya mengikat air tinggi. Fakor penting setelah pemotongan yang berpengaruh pada kualitas daging adalah pelayuan. Pelayuan daging akan berpengaruh pada keempukan, flavor dan daya mengikat air. Faktor-faktor tersebut sangat berkaitan dengan waktu postmortem atau waktu setelah pemotongan (Komariah et al., 2009). Warna daging yang disukai konsumen adalah merah cerah yang menunjukkan mutu daging. Perubahan warna daging dipengaruhi oleh banyak faktor. Daging yang terekspos dengan udara (O2), mioglobin dan oksigen dalam daging akan bereaksi membentuk ferrousoxymioglobin (OxyMb) sehingga daging akan berwarna merah cerah. Apabila waktu kontak antara mioglobin dengan oksigen berlangsung lama, maka akan terjadi oksidasi membentuk ferric metmyoglobin (MetMb), sehingga daging berwarna coklat dan tidak menarik (Aberle et al., 2001; Jeong et al., 2009). Kualitas dan keamanan daging yang dihasilkan salah satunya ditentukan oleh pelaksanaan penyediaan daging di rumah potong hewan (RPH). Proses penanganan ternak dan daging di RPH yang kurang baik dan tidak memperhatikan faktor-faktor sanitasi dan higienis, akan berdampak pada mutu, kehalalan dan keamanan daging yang dihasilkan.Penetapan aturan atau standar operasional maupun teknis sebagai dasar untuk menyelenggarakan fungsi RPH sebagai tempat pelaksanaan pemotongan ternak guna menghasilkan daging yang ASUH (aman, sehat, utuh dan halal). Nilai gizi yang terkandung dalam daging sangat mendukung bagi kehidupan mikroorganisme terutama bakteri. Adanya aktivitas mikroba dalam daging akan menurunkan kualitas daging yang ditunjukkan dengan perubahan warna, rasa, aroma dan pembusukan yang dipengaruhi oleh kondisi ternak, kondisi lingkungan, kondisi tempat pemotongan dan proses penanganan daging mulai dari pemotongan sampai pengolahan. Penerapan sistem control point (HACCP) pada usaha peternakan hazard analysis critical secara terpadu akan meminimalkan terjadinya bahaya pada produk pangan asal ternak (Kuntoro et al., 2012). Daging terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu daging segar, daging segar dingin dan daging beku. Daging segar adalah daging yang belum diolah dan atau tidak ditambahkan dengan bahan apapun. Daging segar dingin adalah daging yang mengalami proses pendinginan setelah penyembelihan sehingga temperatur bagian dalam daging antara 0 ℃ dan 4 ℃. Daging beku adalah daging segar yang sudah mengalami proses pembekuan di dalam blast freezer dengan temperatur internal minimum -18 ℃ (SNI, 2008). PROSEDUR KERJA A. Uji Organoleptik ( Uji Fisik ) Sifat organoleptik pada daging segar, merupakan aspek yang penting diperhatikan. Hal ini berkaitan dengan pertimbangan konsumen dalam memilih daging. Biasanya konsumen akan lebih mudah memilih daging melalui penampilan secara fisik yang meliputi warna, tekstur, kecerahan, kebasahan serta intensitas flavor daging segar. Menurut Soeparno (2009) penampilan daging banyak dipengaruhi oleh faktor selama pemeliharaan, penanganan sebelum pemotongan hingga penanganan setelah pemotongan. Uji organoleptik pada daging dilakukan dengan menggunakan pancaindra. Daging diletakkan di atas cawan petri kemudian diamati warna, bau dan konsistensinya.