Uploaded by User81515

Teologi Feminis (1)

advertisement
TEOLOGI FEMINIS : Pembongkaran Patriarki oleh Kaum Feminis di Asia
Oleh :
Priscylia Audy Pakiding
Mahasiswa Institus Agama Kristen Negeri Toraja
Email : [email protected]
Abstrak
Feminisme merupakan salah satu gerakan yang menelusuri persoalan-persoalan
gender. Seringkali persoalan gender mengacu pada ketidakadilan dan kesewenang-wenangan.
Perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang menjadi kesenjangan sosial dan politik.
Perbedaan yang akan membawa kaum hawa kepada posisi sub-ordinat. Sistem ekonomi dan
politik yang kemudian di pandangn diskriminatif terhadap posisi perempuan. Dalam banyak
persoalan hegemoni kaum patriarkhi, feminisme di pandang dapat membawa perubahan
terhadap persoalan sosial, politik, ekonomi dan keagamaan. Dalam paper ini lebih khusus
akan mengemukakan mengenai kritik teologi feminisme terhadap kaum patriarkhi dan
perempuan Asia berteologi feminis. Kaum perempuan yang dinilai tidak dapat berperan
dalam gereja dan masyarakat. Namun sebenarnya memiliki andil dalam sebuah perubahan.
Apabila ingin mengubah kedudukan perempuan, maka orang harus belajar teologi, Elizabeth
Schussler Fioenza.
Pengantar
Pembongkaran patriarki dalam perlawanan terhadap penindasan kaum hawa juga
melibatkan kaum adam dan kaum hawa. Penindasan ini terjadi karena kaum adam
menganggap diri lebih dominan dibandingkan kaum hawa. Dalam kejadian 2 : 22 “Dan dari
rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangunNyalah seorang perempuan,
lalu dibawahNya kepada manusia itu”, kaum adam akan beranggapan bahwa kedudukannya
lebih dominan di bandingkan kaum hawa. Tidak ada persamaan yang sederajat dalam
persekutuan-persekutuan religius. Pandangan dan kegiatan yang keliru akan struktur patriarki
yang tidak memberi peran wajar, bahkan penindasan terhadap kaum hawa.
Di Asia, kemajemukan religius menjadi ciri khas yang menuntut perhatian khusus,
selain kemiskinan yang sangat mendominasi, usaha-usaha kontekstualisasi hidup beriman dan
teologi bergerak sekitar dialog dan kerjasama antar iman dan agama dalam usaha mengatasi
kemiskinan. Berteologi dalam konteks Asia perlu memperhatikan bahwa Negara-negara di
Asia merupakan bekas jajahan Belanda (Kolonial), orang-orang Asia ingin mencapai jati diri
1
yang autentik dan integritas budaya dalam konteks modern, agama-agama yang lahir di Asia
telah membangun dan membentuk kesadaran moyoritas orang-orang Asia.
Feminis dalam Sejarah Ilmu Teologi
Kempemimpinan kaum perempuan mulai dipersoalkan pada masa Bapa-bapa Gereja.
Ilmu teologi pada umumnya hanya dikuasai oleh laki-laki. Namun ada beberapa perempuan
yang memiliki andil dalam gereja. Mereka umumnya menekankan unsur pengalaman religius.
Misalnya Hildegard dari Brigen seorang pendiri biara yang menerima penglihatan dan
berpengaruh melalui khotbah-khotbahnya di alam terbuka dan Katarina dari Sinea sosok
perempuan yang mempejuangkan kesatuan gereja.
Pandagan yang mempengaruhi gereja-gereja reformasi ialah pandangan gereja katolik
yang hingga saat ini masih mempertahankan tradisi bahwa kaum laki-laki lebih dominan
dibandingkan kaum perempuan. Pandangan
ini lahir dari perkataan Paulus bahwa
“perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan jemaat” (1 Kor.
14:13). Dalam perkembangannya muncul beberapa teolog perempuan dengan pandangan
bahwa di dalam Kristus “tidak ada laki-laki atau perempuan” (Gal. 3:28).
Pada abad ke-19, muncul gerakan perjuangan kaum perempuan untuk menjadi mitra
sejajar dengan laki-laki dalam gereja dan masyarakat. Dalam hal ini Elizabeth Cady Stanton
menerbitkan The Wonam’s Bible (Alkitabnya Perempuan) yang berisi tentang tafsiran ayatayat Alkitab yang berkaitan dengan perempuan. Menjadi sangat penting bagi perempuan
untuk berteologi agar peranannya tidak direndahkan. Teologi feminis semakin berpengaruh
pada abad ke-20 dengan berlandaskan pengalaman religius. Titik berangkatnya ialah
kesadaran akan ketidakadilan dan menolak serta mengubah masyarakat patriarki untuk
memperoleh keadilan.
Teologi feminis Asia mulai berkembang di Korea dan di Filipina menjelang akhir
periode yang diteliti, tetapi belum menyentuh masyarakat-masyarakat di mana pemerasan
wanita terjadi. Dalam hal beriman dan berteologi di Asia pada era globalisasi, para teolog
harus mampu menjawab tantangan zaman. Masalah-masalah yang sering muncul misalnya,
civil society, dan demokrasi, pluralisme agama dan kebudayaan (asli dan kontemporer),
ekologi, ekonomi global, komunikasi, tenaga kerja,hak perempuan,dan hak asasi manusia
pada umumnya. Masalah bukanlah suatu penghalang bagi teologi feminis namun menjadi
titik berangkat untuk mencapai suatu kesetaraan. Keberadaannya dinilai mampu untuk
menjawab tantangan zaman dan kertertimpangan.
2
Metode Perempuan Asia Berteologi
Pertama, secara kontekstualisasi dengan tolak ukur pengalaman perempuan Asia dan
perjuangan mereka dalam membebaskan diri dari dunia yang dikuasai oleh pater patriarkhi.
Mereka memahami diri mereka dengan menceritakan kisah hidup mereka. Sehingga mereka
mampu membangun realitas sosialnya. Kedua, New Biblical Hermeneutic, dikonfrontasikan
dengan pengalaman perempuan yang tertimpang dan terdiskriminasi. Dengan ini akan
menemukan pengalam perempuan yang tersembunyi dalam nats-nats Alkitab dan
mengkonfrontasikan dengan realitas perempuan saat ini. Ketiga,Religius and Cultural
Critique dengan cara mempertimbangkan bahwa Asia adalah plural dalam segala hal dan
memerlukan kekritisan yang ilmiah atas nilai-nilai tradisi dan budaya Asia. Mereka dapat
membedakan mana yang opresif dan mana yang membebaskan .Keempat, menelusuri dan
menemukan nilai-nilai autentik spiritualitas perempuan, memisahkan warisan kearifan
spiritualitas khas perempuan yang memberdayakan dan membebaskan diri dari nilai-nilai
yang bersifat minoritas yang telah tertanaman dalam keyakinan mereka.
Perempuan Asia dapat berteologi sesuai dengan konteksnya. Dengan tidak melupakan
muatan lokal akan kebudayaan yang telah ada sejak dahulu. Mereka merefleksikan kehadiran
Tuhan melalui pengalam dalam kehidupannya. Berteologi dengan melihat sudut pandang dan
realitasnya, namun tidak melupakan Alkitab sebagai pedoman utama.
Perempuan Asia (Indonesia) berteologi Feminis dalam Konteks
Perempuan Jawa berteologi sosiologi. Teologi yang lahir dan bersifat maskulin dan
kebarat-baratan, memunculkan teologi kontekstual dari persfektif feminis. Yang kemudian
melukiskan Tuhan dalam konteks lokal dan tidak melulu maskulin. Dalam konteks jawa
Tuhan hanya dimengerti sebagai suatu energi kosmos yang menyatu dalam diri manusia.
Menjadi sebuah tugas moral setiap manusia untuk menjaga keharmonisan dalam dunia
kosmos, yaitu dengan cara menyucikan hati dan pikiran dan memaksimalkan kapasitas alus,
serta menjauhkan diri dari dunia lahir dan kasar. Meniadakan pemikiran tentang ke-Tuhan-an
yang maskulin atau kebarat-baratan. Namun dengan merenungkan Tuhan itu maka Ia dengan
sendirinya akan hadir.
Perempuan yang berada sekitaran Karo juga mulai menyadari bahwa mereka adalah
bagian dalam misi penyelamatan dan pembebasan Allah akan dunia melalui Yesus Kristus.
Pendekatan perempuan akan nats Alkitab yang kemudian menemukan gambaran ideal
tentang perempuan. Motivasi perempuan Karo untuk menciptakan kehidupan yang damai
3
bagi semua umat Allah. Walau beberapa orang mengganggap hal itu merupakan sebuah
pemberontakan atau meniru orang-orang barat.
Peranan Perempuan Dalam Alkitab
Dalam kisah keluaran dengan latar belakang perbudakan yang begitu mengecam
keselamatan bangsa Israel. Begitupula dalam kitab Ester kisah terlepasnya bangsa Yahudi
dari pembunuhan massal sewaktu berada dalam masa pembuangan zaman Raja Ahasyweros.
Dalam kisah awal keluaran (Kel.1:1-2:10), diceritakan bahwa Firaun menyuruh bawahannya
untuk membunuh semua bayi laki-laki yang dilahirkan oleh orang Israel. Hal ini terjadi agar
bangsa Israel tidak semakin banyak dan memberontak. Sifra dan Pua yang diberikan mandat
untuk melakukan perintah Firaun. Perempuan masih diperbolehkan untuk hidup karena
perempuan dianggap tidak terlalu berbahaya dalam mengadakan revolusi dan pemberontakan.
Sifra dan Pua tidak sepenuhnya melakukan apa yang diperintahkan oleh Firaun sehingga
orang Israel tetap bertambah banyak. Keberanian Sifra dan Pua dalam menentang hukum
Firaun untuk membunuh bayi laki-laki Israel ditandai akan kesadaran mereka. Bahwa mereka
adalah perempuan yang takut akan Allah. Jika Firaun mengetahui hal ini maka bisa saja Sirfa
dan Pua di hukum mati, namum mereka mampu mengelabui Firaun dan melepaskan diri dari
jeratan hukum mati. Tindakan yang dilakukan oleh Sirfa dan Pua dapat membahayakan
mereka bahkan mereka akan dikenai hukuman mati. Namun, dari hal ini nyata bahwa
perempuan mampu menanggung risiko walaupun akan membahayakan nyawa mereka
sendiri. Peranan Sirfa dan Pua sangat besar dalam pembebasan bangsa Israel karena
sesungguhnya pembebasan itu dimulai dari banyaknya orang Israel yang memberontak.
Sirfa dan Pua, ibu Musa, kakak perempuan Musa, juga putri Firaun, Wasti, dan Ester
adalah sebagian dari perempuan-perempuan dalam Alkitab yang telah begitu berani
mengambil banyak risiko yang besar dalam menentang hukum-hukum yang berlaku. Selain
itu ada pula Abigail, istri Nabal (seorang yang bebal) yang kemudian menjadi istri Daud –
seorang perempuan yang bijaksana, yang menyelamatkan seluruh keluarganya dari
kehancuran yang akan didatangkan oleh Daud atasnya. Ruth dan Naomi, Tamar, ibu leluhur
Israel (Sara, Ribka, Lea, Rahel) yang juga sebagai perempuan-perempuan tangguh dalam
Alkitab.
Tokoh-tokoh lain dapat juga ditemukan dalam Perjanian Baru. Di dalam Injil, ada
Maria ibu Yesus, Elisabet, Maria Magdalena, dan banyak perempuan lainnya. Jika
menelusuri surat Paulus, Paulus tidak membatasi peranan perempuan. Ia mneyebut, a.l.: Febe
sebagai “pelayan” (suatu fungsi yang penting pada masa itu), Yulia (bersama Andronikus)
4
yang diakui sebagai “rasul”, kemudian ia juga memuji peranan pentiing Priskila bersama
suaminya, Akwila.
Bedasarkan kisah tersebut sepenuhnya perempuan tidak dapat dianggap kaum yang
lemah. Apa pun yang mengurangi kemanusiaan penuh perempuan harus dianggap bukan
merefleksikan Yang Ilahi atau relasi yang autentik dengan Ilahi atau kabar baik dari Penebus
yang autentik. System yang menampakkan a new order of human nature relation
menunjukkan bahwa perempuan merupakan mitra sejajar. Dalam Galatia 3:28 “Dalam hal ini
tidak ada orang Yahudi atau Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki
atau perempuan, karena kami adalah satu dalam Yesus Kristus”. Nats yang menjadi
pembaharuan dan pembebasan bagi setiap manusia. Setiap manusia telah menjadi satu dalam
kasih Yesus Kristus.
Spiritualitas perempuan Asia
Spiritualitas perempuan Asia terbangun pada realitas yang konkret misalnya
kemiskinan dan diskrimintaif. Mereka menerima tantangan akan martabat dan kemerdekaan
manusia dalam kehidupan baru yang penuh damai sejahtera. Karakter spiritualitas perempuan
Asia ialah integral, berorientasi keluar, berorientasi pada komunitas, aktif, holistik, dan
mencakup secara keseluruhan. Secara spiritualitas perempuan memiliki kepedulian pada
pemberdayaan perempuan. Misalnya pembagian kuasa dan pembaharuan kemampuan untuk
menghadapi dunia yang resisten. Perempuan menekankan kebaikan dan kesucian alam.
Pemanfataan lukisan-lukisan perempuan bagi Yang Ilahi. Perempuan merefleksikan
spiritualitasnya melalui liturgi dan ibadah.
Penutup
Kesenjangan yang di alami oleh kaum perempuan kini telah memudar. Dengan
adanya gerakan-gerakan dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Perempuan kini mulai
menghirup udara kebebasan, sebuah kemerdekaan setelah ketertimpangan. Mereka telah
percaya diri untuk mengungkap kehadiran Yesus di dalam diri mereka sendiri, agama-agama
asli, dan gerakan-gerakan politik duniawi. Lukisan baru tersebut ialah pandangan akan Yesus
sebagai pribadi yang melahirkan dan mengumpulkan anak-anaknya (PL dan PB).
5
Daftar Pustaka
Natar,Asnath N.2017.Perempuan Kristiani Indonesia Berteologi Feminis Dalam
Konteks.Jakarta:Gunung Mulia
Fiorenza, Elizabeth Schussler.1997.Untuk Mengenang Perempuan Itu.Jakarta:Gunung Mulia
Mojauh, Julianus dan B. F drewes.2016.Apa Itu Teologi?.Jakarta:Gunung Mulia
Banawiratma, J. B dan J. Muller.1995.Berteologi Sosial Lintas Ilmu.Yogyakarta:Kanisius
Drummond, Celia Deane.2006.Teologi dan Ekologi.Jakarta:Gunung Mulia
Ruck, Anne.2005.Sejarah Gereja Asia.Jakarta:Gunung Mulia
6
Download