PEMBERANTASAN DAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDIA NAMA : GITA PRILLICIA FAK/JURUSAN : EKONOMI/AKUNTANSI NPM : 143112340370083 A. PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDIA India memutuskan untuk menarik pecahan mata uang bernominal 500 dan 1000 rupee dari peredaran. Langkah ini diambil untuk memangkas korupsi, menarik peredaran uang ilegal dari pasar, serta menghentikan suplai logistik bagi kelompok teroris. Keputusan Modi memantik reaksi yang beragam dari masyarakat. Sebagian besar politisi dan pengusaha mendukung langkah Modi, sementara suarasuara yang menentangnya tidak begitu berpengaruh. Namun, di akar rumput, kebijakan ini seketika memicu kesibukan yang luar biasa di kalangan rakyat India. Puluhan ribu warga India sejak minggu lalu berbondong-bondong mendatangi bank, ATM, atau tempat-tempat lain yang ditunjuk untuk menukarkan uang yang telah ditarik. Akibatnya, ATM-ATM mulai kosong dan tidak beroperasi lagi, sementara antrean panjang tampak mengular di depan bank-bank. Kondisi ini akhirnya memaksa pemerintah mengeluarkan aturan baru pada Senin(14/11/2016). Pemerintah India akan menambah mesin-mesin penukaran uang di seluruh penjuru negeri. Di sisi lain, pemerintah India juga memerintahkan bank-bank menghapus biaya transaksi lewat kartu debit maupun kredit untuk mengurangi beban transaksi tunai yang melibatkan uang-uang yang ditarik. Demi mengantisipasi besarnya penarikan uang, Kementerian Urusan Ekonomi India bahkan sampai menaikkan ambang batas penarikan pecahan uang lama dari 20.000 rupee menjadi 50.000 rupee per minggu dan memastikan bahwa uang pecahan 2000 rupee sebagai pengganti sudah tersedia dalam dua hari ke depan. B. Upaya memerangi korupsi, pengemplang pajak, dan terorisme Strategi penarikan uang ini, menurut Modi, dilakukan untuk memerangi empat hal sekaligus: korupsi, pasar gelap, pengemplang pajak, serta terorisme. “Strategi ini akan memperkuat peranan masyarakat dalam pertarungan melawan korupsi, pasar gelap, dan mata uang palsu,” tandas Modi kepada CNN. Dengan menarik mata uang 1000 rupee—salah satu pecahan bernominal terbesar dalam sistem mata uang India selain 500 dan 2000 rupee— pemerintah India ingin memaksa agar semua uang “abu-abu” yang masih disembunyikan, baik di dalam negeri maupun luar negeri, supaya mengalir ke pasar dan bisa dideteksi Pemerintah India di bawah Narendra Modi selama ini menempatkan program pengampunan pajak untuk menarik uang-uang milik warga negaranya, baik ilegal atau legal serta di dalam atau di luar negeri, sebagai target utama. Namun, hasil yang diperoleh lewat program ini masih belum maksimal. CNN mencatat India telah kehilangan potensi dana hingga mencapai 100 juta dolar AS akibat para pengemplang pajak, termasuk mereka yang menyembunyikan uangnya di luar negeri. Warga India yang taat membayar pajak pun hanya 2 persen dari seluruh populasinya. Hal ini terjadi karena sebagian besar warga India bekerja di sektor informal yang hampir tak tersentuh pajak Pemerintahan Modi mengungkapkan pihaknya telah berhasil meraup dana sebesar $9,8 miliar dari program pengampunan pajak yang baru saja berakhir awal bulan ini. Dari jumlah tersebut, sejumlah $4 miliar di antaranya langsung masuk ke pos pendapatan negara. Namun, jumlah tersebut relatif kecil dibandingkan populasi India yang sebesar 1,3 miliar jiwa Bandingkan dengan amnesti pajak Indonesia yang jumlah penduduknya 1/5 dari India. Indonesia bisa mengantongi dana yang jauh lebih besar. Hingga kini, yang masuk ke kas negara jumlahnya Rp98,3 triliun atau hampir 2 kali pemasukan yang didapat India. Lembaga audit negara di India menyatakan bahwa pemerintah telah gagal menarik dana pajak hingga $105 miliar dalam kurun waktu 2014 sampai 2015. Dari jumlah tersebut, sekitar 96 persen di antaranya bahkan diberi label “sukar dikumpulkan”. India juga kesulitan untuk menarik pajak dari aset-aset warganya yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Pemerintah India memperkirakan bahwa aset ini dapat bernilai mencapai $500 miliar. Dalam dokumen Panama Papers yang bocor di awal tahun ini, sejumlah 500 warga India masuk di dalamnya. Sementara itu, penarikan uang dengan nominal 500 rupee memiliki alasan yang tidak murni pertimbangan finansial. Penarikan uang 500 rupee dilakukan karena pemerintah mengendus upaya pemalsuan uang oleh kelompok “teroris lintas perbatasan” untuk membiayai aktivitas teror mereka. Pemberantasan korupsi juga menjadi salah satu alasan kunci diberlakukannya penarikan ini. Ketika Modi baru menjabat pada 2014, indeks korupsi India versi Transparency International berada pada peringkat 85 dari 175 negara dengan skor 38. Setahun kemudian, skor India masih bertahan di angka 38, meskipun peringkatnya naik menjadi 76 dari 175 negara. Itu berarti pemberantasan korupsi di India masih belum optimal. “Korupsi dan pasar gelap adalah penghambat terbesar bagi perekonomian kita. […] Korupsi adalah musuh terbesar kita. Negara kita masih tercatat di posisi 70 dalam indeks korupsi global,” papar Modi dalam pidatonya saat mengumumkan program penarikan pecahan uang 500 dan 2000 rupee seperti dikutip The Hindu. Jauh di belahan dunia sana, seorang mantan tentara juga tengah gencargencarnya mendorong upaya pemberantasan korupsi yang sudah menggerogoti sendi-sendi ekonomi India. Baburao Hazare atau lebih dikenal dengan nama Anna Hazare, saat ini tengah berperang melawan korupsi dengan menggelar aksi mogok makan 15 hari. Seperti dikutip laman CNN, sebelum menggelar aksi mogok makan Hazare sempat ditahan pada Selasa lalu karena menggalang massa dalam jumlah besar. Aksi galang massa itu dilakukan guna menuntut pemberantasan korupsi di negara pimpinan Perdana Menteri Manmohan Sighn. Hazare lantas memulai aksi mogok makan di dalam tahanan, dan begitu dibebaskan sehari kemudian, para pendukungnya ikut melakukan hal yang sama. "Kami tak peduli jika kami mati sekalipun, kami tetap teguh pada pendirian kami. Kami tak akan beranjak dari sini," kata Tarun Garg, salah seorang pendukung Hazare. Hazare memutuskan untuk menggelar aksi mogok makan setelah tuntutan agar parlemen India mengesahkan Undang-undang (UU) Jan Lokpal disahkan. UU Ini adalah kebijakan mengenai ombudsman publik. Jika disahkan, UU ini memungkinkan dibentuknya ombudsman independen untuk menyelidiki korupsi di tubuh pemerintahan. UU ini juga memberikan perlindungan bagi warga yang melaporkan tindak korupsi dan dinilai lebih efektif untuk menjerat pata koruptor. . Kontan saja, aksi mogok makan Anna Hazare disamakan dengan gaya perlawanan Bapak Bangsa India, Mahatma Gandhi, terhadap kekuasaan Inggris tahun 1940-an. Gandhi melalui perlawanan Ahimsa-nya, pertama kali menggelar aksi demonstrasi dengan melakukan mogok makan sampai mati sebagai bagian dari aksi Satyagraha . Sama dengan Gandhi, aksi mogok makan Hazare juga mendapat dukungan dari masyarakat India. Bahkan di hari keempat setelah mogok makan anti korupsi dilakukan, Time of India mencatat semakin banyak warga masyarakat yang bergabung. Sementara ribuan lainnya menggelar unjuk rasa di seantero India. Mohan Guruswamy, pendiri Pusat Kebijakan Alternatif, mengatakan bahwa para pendukung Hazare adalah mereka yang merasakan perkembangan ekonomi India namun muak dengan sektor publik yang tidak maju. "Yang anda lihat sekarang adalah pemberontakan kaum menengah India," kata Mohan dilansir dari laman The Guardian Dibalik kesamaan aksi Hazare dan Gandhi dalam melancarkan perlawanan tanpa kekerasan, terdapat satu perbedaan diantara keduanya. Hazare dan pengikutnya yang hidup di dunia dengan kecanggihan teknologi informasi, mengkampanyekan perlawanan kelompok anti korupsinya melalui media social seperti facebook dan twitter Terbukti, kampanye melalui media sosial ini cukup efektif menarik perhatian masyarakat, khususnya warga India di seantero dunia. Bahkan, Selang beberapa jam setelah penangkapan Hazare pada 16 Agustus 2011 lalu, hash tag #isupportannahazare menjadi topik trend di Twitter di India. Beberapa pendukung aksi juga ikut mengganti foto akun mereka menjadi foto Hazare. Selain itu, Hazare juga menyampaikan informasi dan agenda gerakan anti korupsi melalui laman Indiaagainstcorruption.org. Serta, memasukan video dukungan melalui situs video youtube . Siapa Anna Hazare? Melihat sepak terjangnya, Anna Hazare bisa disebut sebagai warga negara India yang mencintai negaranya. Ketika peran Indo-China meletus pada tahun 1962 dan pemerintah mengimbau agar para pemuda bergabung sebagai tentara India, Hazare termasuk salah satunya. Seperti dikutip dari laman annahazare.org, disebutkan bahwa Hazare bergabung dengan tentara India pada 1963. . Selama 15 tahun masa pengabdiannya sebagai tentara, pria yang kini berusia 74 tahun ini pernah ditempatkan di sejumlah negara bagian seperti Sikkim, Bhutan, Jammu-Kashmir, Assam, Mizoram, Leh dan Ladakh. Dalam masa penugasannya itu, Hazare mengaku sempat frustasi dengan kehidupannya serta memikirkan hal paling esensial dari kehidupan manusia. Bahkan puncak rasa frustasi Hazare ini sempat akan mengantarkannya pada upaya bunuh diri. Selama masih menjadi tentara, Hazare juga kerap mendatangi wilayah Ralegan Siddhi setiap dua bulan sekali. Pada perjalanannya itu, dia seringkali melihat penderitaan kaum petani karena ketiadaan pasokan air. Dari kondisi petani seperti inilah, ketokohan Hazare muncul. Dia berinisiatif membangun wilayah kering air tersebut dengan menggagas pembangunan sarana pengairan. Ilmu ini diperolehanya setelah mengunjungi Vilasrao Salunke, sebuah pemukiman di Sasward dekat Pune. Upaya Hazare membuahkan hasil ketika roda perekonomian Ralegan Siddhi berkembang setelah sistem pengairan air terbangun. Bahkan wilayah ini menjadi model pembangunan ideal di India. Dari pengalamannya tersebut, Hazare menyadari bahwa pembangunan ekonomi masyarakat India yang sulit berkembang lebih disebabkan maraknya aksi korupsi. Sekitar tahun 1991, Hazare memutuskan mendirikan Gerakan Rakyat Melawan Korupsi (Bhrashtachar Virodhi Jan Aandolan), sebuah kampanye akar rumput menentang korupsi di kampung halamannya di Ralegan Siddhi, negara bagian Maharashtra. Aksi pertama pemberantasan korupsi yang dilakukan Hazare adalah mengirimkan bukti terjadinya tindakan korupsi sejumlah petugas kehutanan kepada pemerintah. Namun, setelah 10 kali mengirimkan surat, pemerintah sama sekali tidak menggubris surat tersebut. Hal itu pula yang membuat Hazare mengembalikan penghargaan Padmashree kepada Presiden India dan Vriksha Mitra Award kepada Perdana Menteri India Rajiv Gandhi. Upaya Hazare tak berhenti disitu. Untuk pertama kalinya, Hazare menggelar aksi mogok makan sampai waktu yang tak ditentukan menuntut penanganan kasus korupsi tersebut. Upaya ini berhasil membuat 6 orang menteri turun dari jabatan dan lebih dari 400 petugas diberhentikan. Aksi mogok makan juga kembali dilakukan Anna pada Juli 2003 di Azad Maidan. Kali ini Anna mendesak agar pemerintah menyetujui hak memperoleh informasi (Right to Information Act-RT). Upaya ini kembali berhasil mendesak presiden India menandatangani draft RTI setelah aksi mogok makan Anna selama 12 hari. . Namun, ditengah perjuangannya memberantas korupsi India, kehidupan Hazare bukannya tanpa cela. Dia dinilai keras dalam menerapkan pandangannya. Hazare menuntut hukuman mati bagi para koruptor dan mendukung pemandulan (vasektomi) untuk menekan jumlah penduduk. "Hazare bukanlah malaikat. Pandangannya terhadap wanita menyudutkan dan chauvinist, terkadang metodenya sangat tidak Gandhi. Mengaku nonpartisan, Hazare ternyata pernah turut dalam politik," kata Salil Tripathi, jurnalis India yang bermukim di London, dilansir dari laman The Daily Star. Bahkan, cucu Gandhi, Tushar Gandhi, menyatakan aksi Hazare berbeda dengan aksi kakeknya, Mahatma Gandhi. "Mogok makan Hazare berbeda dengan Bapu (Gandhi) yang menginginkan mengubah musuh menjadi kawan, sementara Hazare mogok makan untuk melawan musuh," kata Tushar C. TINDAK PIDANA DAN CONTOH KASUS KORUPSI DI INDIA Salah satu politisi paling terkenal di India, Jayaram Jayalalitha, dijatuhi hukuman penjara selama 4 tahun karena tindak pidana korupsi yang kasusnya tahun telah berlangsung selama 18. Seperti dilaporkan BBC News, Minggu (28/9), gubernur negara bagian Tamil Nadu ini dinyatakan bersalah karena telah memperkaya diri secara ilegal dengan kekayaan senilai $10 juta . Selain hukuman penjara, Jayalalitha juga diharuskan membayar denda sebesar 1 miliar rupee ($16 juta) dan mundur sebagai gubernur. Jadi jika politis/pejabat melakukan tindakan korupsi di India maka jabatannya akan dicopot berserta hukuman penjara dan denda yang telah ditentukan.