pengaruh penggunaan pupuk organik hayati

advertisement
Jurnal Agroknow Vol. 2 No. 1 Februari 2014
PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK HAYATI
TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH PERTANIAN
DI KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI
Tjahjo Purtomo, Siti Mujanah & Tiurma Wiliana Susanti P.
UNTAG Surabaya
e-mail: [email protected]
ABSTRACTS
This study aimed to restore soil fertility by improving soil chemical properties using
biological organic fertilizer (BOF). This research was conducted in the village of Pelem, District
Pare, Kediri using agricultural soil samples using the BOF, and that using BOF between 1 to 7
years. Soil samples were taken at random and some chemical properties have been analyzed,
where the content is still new BOF (4 days fermentation) and 1 month also conducted an analysis
of its chemical properties. Data were analyzed by ANOVA to determine differences between
treatments used LSD at 5% level.
The results showed that (a) the BOF is the best that can be used that has undergone
fermentation 1 month because it shows stability of organic materials, however, are still new BOF
(fermented for 4 days) can already be directly used to add organic matter on the ground/soil even
though the results are less than optimal because the results have not shown a stable organic matter
(b). The addition of BOF into the ground as much as 2 tonnes/ha showed the value of the optimal
content of organic matter from the provision made during the 7 years, and (c). The use of BOF to
the soil will increase significantly on pH, the content of P, K, Ca and Mg as well as KTK’s soil
since the use of BOF in the first year, but instead may decrease the availability of S04 in the soil.
Keyword: Pupuk Organik Hayati (POH), kesuburan tanah, bahan organik
PENDAHULUAN
Sejak Revolusi Hijau petani mulai banyak menggunakan pupuk buatan karena
praktis penggunaannya dan sebagian besar varietas unggul memang membutuhkan hara
makro (NPK) yang tinggi dan harus cepat tersedia. Pembangunan pertanian melalui eksploitasi
sumberdaya dengan sistem budidaya tanaman berbasis anorganik (kimia) ini memang memiliki
keunggulan, namun hal tersebut juga harus ditebus dengan mahal, antara lain kondisi lahan
yang semakin marginal, yang ditandai dengan kandungan bahan organik rendah, drainase
lambat, aerasi jelek, kandungan Nitrogen rendah, KTK (Kapasitas Tukar Kation) rendah dan
keseimbangan mikrobilogi menjadi terganggu..
Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian
intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait
dengan sangat rendahnya kandungan C-organik dalam tanah, yaitu <2%, bahkan pada
banyak lahan sawah intensif di Jawa kandungannya <1%. Padahal untuk memperoleh
produktivitas optimal dibutuhkan C-organik >2,5%. Di lain pihak, sebagai negara tropika
basah yang memiliki sumber bahan organik sangat melimpah, tetapi belum dimanfaatkan
secara optimal (Simanungkalit, R.D.M, dkk .,2006). Laju perombakan bahan organik di daerah
beriklim tropis jauh lebih besar dibanding daerah subtropis, yang membawa konsekuensi
ketersediaan bahan organik dilahan pertanian Indonesia, khususnya Jawa Timur semakin hari
semakin berkurang. Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 1990, 65% tanah di Indonesia
khususnya tanah sawah di Jawa memiliki kandungan bahan organik kurang dari 2%. Tahun 1999
ISSN 2302-2612
51
Jurnal Agroknow Vol. 2 No. 1 Februari 2014
makin parah, lebih dari 80% tanah sawah mempunyai kandungan bahan organik sekitar 1,5%, yang
berarti hal tersebut jauh dibawah angka kewajaran (2-5%).Sedangkan kandungan bahan organik
dalam tanah, berpengaruh pada budidaya tanaman, sehingga dengan menumnnya kandungan
bahan organik berakibat menurunnya daya dukung dan produktivitas lahan, bahkan sangat
dimungkinkan menyebabkan kegagalan tanam.
Tumbuhnya kesadaran pada sebagian masyarakat akan dampak negatif penggunaan
pupuk buatan dan sarana pertanian modern lainnya terhadap lingkungan dan terjadinya
penurunan kesuburan tanah telah membuat mereka beralih dari pertanian konvensional ke
pertanian organik. Pertanian jenis ini mengandalkan kebutuhan hara melalui pupuk
organik dan masukan-masukan alami. Penambahan bahan organik ke lahan pertanian telah
terbukti menurut kajian ilmiah, mampu memperbaiki kualitas fisika, kimia dan biologi tanah
antara lain, yaitu (a) Meningkatkan agregat tanah, (b) Memperbaiki transfer oksigen, (c)
Menjaga stabilitas air, (d) Meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK), (e) Mengaktifkan
mikroba indigenus yang menguntungkan, (f) Menggeser keseimbangan mikrobiologis, (g) Proses
daur bahan organik berkelanjutan, serta (h) Menyediakan senyawa organik dari perombakan
bahan organik.
Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah (a). Untuk mengetahui unsur-unsur pupuk
organik hayati apakah yang mempengaruhi kemampuan masing-masing tanah dan jenis
tanaman yang akan dibudidayakan, (b) Untuk mengembalikan tingkat kesuburan tanah
melalui upaya perbaikan sifat kimia tanah dengan penggunaan pupuk organik hayati, untuk
meningkatkan hasil dan kualitas produksi pertanian
Keberhasilan peningkatan produksi tanaman pangan di Indonesia tidak terlepas dari
penggunaan pupuk buatan (kimia), pestisida dan varietas unggul yang dihasilkan oleh pemulia
tanaman. Varietas unggul merupakan jenis tanaman yang membutuhkan masukan pupuk dalam
jumlah besar disamping pengairan dan pestisida agar dapat mencapai potensi hasil yang optimal
dari tanaman tersebut. Namun penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia yang berlebihan
mengakibatkan struktur tanah dan lingkungan menjadi berubah, yaitu tanah menjadi tandus dan
pertumbuhan hama dan penyakit yang sulit dikendalikan. Banyak usaha dilakukan untuk
mengembalikan kesuburan tanah yaitu dengan menerapkan pertanian organik dan
menghindari pemakaian pupuk dan pestisida kimia. Kandungan hara pupuk kompos rendah (±
N: 1,69 %, P205: 0,34 %, K: 2,81 %), namun meskipun kandungan haranya rendah tetapi
kandungan senyawa-senyawa organik di dalam kompos ini memiliki peranan yang lebih penting
dari pada peranan hara saja, misalnya, asam humik dan asam fulvat. Kedua asam ini memiliki
peranan seperti hormon yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Kompos diketahui dapat
meningkatkan nilai KTK tanah, yang artinya tanaman akan lebih mudah menyerap unsur hara.
Tanah yang diberi kompos juga menjadi lebih gembur dan aerasi tanah menjadi lebih baik, karena
tanah yang diberi kompos lebih banyak menyimpan air dan tidak mudah kering. Jika diamati
lebih jauh, aktivitas mikroba pada tanah yang diberi kompos akan lebih tinggi daripada tanah
yang tidak diberi kompos. Mikroba-mikroba ini memiliki peranan dalam penyerapan unsur hara
oleh tanaman, dengan demikian, kompos dapat memperbaiki sifat kimia, sifat fisik, dan sifat
biologi tanah.(isroi.wordpress.com).
Pupuk organik seperti namanya pupuk yang dibuat dari bahan-bahan organik atau alami
(Murbandono, 2002). Dalam Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang pupuk organik
dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian
besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan
yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan
mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Sumber
bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami,
brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri
yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota. Kompos merupakan produk
52
ISSN 2302-2612
Jurnal Agroknow Vol. 2 No. 1 Februari 2014
pembusukan dari limbah tanaman dan hewan hasil perombakan oleh fungi, aktinomiset,
dan cacing tanah. Pupuk hijau merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya
bagian dari tanaman seperti sisa batang dan tunggul akar setelah bagian atas tanaman yang
hijau digunakan sebagai pakan ternak. Sebagai contoh pupuk hijau ini adalah sisa–sisa
tanaman, kacang-kacangan, dan tanaman paku air Azolla (Simanungkalit, R.D.M,dkk,
2006).
Sargiman (2003) telah meneliti tentang penggunaan Azolla sp sebagai pupuk organik
untuk memperbaiki lingkungan tanah pertanian. Dari penelitiannya pada berbagai tingkat usia
penggunaan Azolla sp sebanyak 1 ton /Ha menunjukkan bahwa semakin lama usia pemakaian
Azolla sp mengakibatkan tingkat jumlah dan variasi organisme tanah semakin meningkat, hal ini
berarti nilai kesehatan tanah tersebut (Health Soil) semakin baik pada umur penggunaan pupuk
Azolla sp yang semakin meningkat lama
Tabel 1 Kandungan Unsur Hara Kompos Kotoran Sapi
Nama Unsur
Kandungan Keterangan
Warna coklat hitam, struktur
C-organik (%)
3,04
gembur,
tekstur halus dan
N-total (%)
0,41
berbutir
halus
P-tersedia
20,56
(ppm)
Ktersedia
842,31
(ppm)
C/N ratio
7,41
Sumber literatur: Fakultas Pertanian Universitas Udayana, 2008
Tabel 2 Karakteristik Pupuk Organik Hayati
- Kadar Karbon
a.
b.
c.
Nilai C/N
Carbon (C)
Bahan Organik
< 20
>7%
> 25%
- Kandungan Hara
a.
b.
c.
Makro Primer
: N, P, K
Makro Sekunder : Ca, Mg, S
Mikro
: Cu, Zn, Mo, Si, B
- Bahan Ikutan
a.
b.
Tidak mengandung senyawa Alelopat
Tidak mengandung unsur logam berat
- Mikrobial Probiotik
a.
b.
Mikroba Zimogenik
Mikroba Fermentatif
- Kadar Air
Sekitar (23 - 25)%
-Ukuran
Cukup lembut (bukan bongkahan/lembaran)
- Bahan Baku
Segar dan kering (lebih diutamakan)
Pupuk hayati merupakan kegiatan memasukkan mikroba ke dalam tanah untuk
meningkatkan pengambilan hara oleh tanaman dari dalam tanah atau udara.Umumnya digunakan
mikroba yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya. Keuntungan
diperoleh oleh kedua pihak, tanaman inang mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan,
sedangkan mikrobia mendapatkan bahan organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya. Mikrobia
yang digunakan sebagai pupuk hayati (biofertilizer) dapat diberikan langsung ke dalam tanah,
disertakan dalam pupuk organik atau disalutkan pada benih yang akanditanam. Penggunaan yang
menonjol dewasa ini adalah mikrobia penambat N dan mikrobia untuk meningkatkan ketersedian P
dalam tanah.(nasih(q),ugm.ac. id.
Pupuk hayati sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi
untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi
tanaman. Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan akses
ISSN 2302-2612
53
Jurnal Agroknow Vol. 2 No. 1 Februari 2014
tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh
mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah.
Penyediaan hara ini berlangsung melalui hubungan simbiotis atau nonsimbiotis. Secara
simbiosis berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan
tanaman, sedangkan nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan hara hasil pelarutan
oleh kelompok mikroba pelarut fosfat, dan hasil perombakan bahan organik oleh
kelompok organisme perombak. Kelompok mikroba simbiotis ini terutama meliputi
bakteri bintil akar dan cendawan mikoriza.
Pertanian organik merupakan sistem pertanian yang bertujuan untuk: (1)
menciptakan keterpaduan antara manusia sebagai pecinta lingkungan dan sistem produksi
pertanian berkelanjutan yang dapat memenuhi kebutuhan pasar, serta meningkatkan
kepercayaan dalam hubungannya dengan sumber daya yang dapat diperbarui, (2)
mengelola proses ekologi, biologi, dan interaksinya sehingga menghasilkan tanaman
dengan mutu yang dapat diterima manusia clan ternak, babas hama-penyakit, dan
memberikan keuntungan layak untuk manusia dan sumber daya lainnya.
Ciri-ciri pertanian organik adalah: (1) melindungi kesuburan tanah dangan
mempertahankan kadar bahan organik, dan tidak menggunakan alat-alat mekanisasi secara
sembarangan; (2) menyediakan sendiri unsure nitrogen melalui peng-ikatan nitrogen secara
biologis dengan tanaman leguminosa; (3) mendaur ulang secara efektif bahan organic dari
sisa tanaman dan limbah ternak; (4) membantu perkembangan aktivitas biologi tanah, dan
(5) mengendalikan gulma dan hama penyakit dengan rotasi tanaman, predator, dan varietas
tanaman yang tahan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor)
METODE PENELITIAN
Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan cara mengambil sampel tanah pada
lokasi/areal pertanaman desa Pelem Kecamatan Pare, dengan kriteria lokasi yaitu area yg belum
menggunakan pupuk (O) dan yang telah menggunakan pupuk organik selama 1 tahun (1), 2
tahun (2), tiga tahun (3), empat tahun (4) dan tujuh tahun (7). Pada masing-masing lokasi, sampel
tanah diambil dari 5 titik secara acak yang menggambarkan ulangan. Hasil analisa sampel ini
kemudian dianalisis secara statitik dengan Anova dan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan
dilakukan uji LSD pada taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisa pada tabel di bawah ini menunjukkan bahwa kandungan bahan organik
dari POH mengalami penurunan secara nyata selama penyimpanan selama 1 bulan, yaitu dari
13,81% menjadi 10, 45%. Penurunan ini terjadi karena selama penyimpanan Pupuk Organik
Hayati tersebut belum dalam keadaan stabil. Hal ini didukung oleh nilai C/N yang
meningkat akibat penurunan kandungan nitrogen secara tajam selama fermentasi POH.
Kandungan unsur-unsur lain relatif tidak berubah (sepertifosfat, kalium, kalsium,
magnesium dan sulfat), kecuali pada KTK dan pH yang mengalami kenaikan selama
penyimpanan.
54
ISSN 2302-2612
Jurnal Agroknow Vol. 2 No. 1 Februari 2014
Tabel 3. Hasil Analisis Kimia Pupuk Organik Hayati (POH).
NO
Pengamatan
POH Baru
POH Lama (1 bulan)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Bahan
Organik
C/N
ratio
N total
Fosfat
Kalium
Kalsium
Magnesium
KTK
PH
Sulfat
13,81a
6,65a
1,20a
1,22a
0,68a
1,94a
0,41a
29,1a
7,68a
0,18a
10,45b
8,63b
0,70b
1,25a
0,66a
2,07a
0,38a
37,06b
7,76b
0,15a
Keterangan : Angka pada baris yang sama dengan notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji LSD pada taraf 5%
Peningkatan KTK ini tampaknya berkaitan dengan semakin meningkatnya nilai
kestabilan Pupuk Organik Hayati yang terbentuk. Hal ini berarti bahwa pada awal
pembuatan Pupuk Organik Hayati yang terbentuk masih tergolong belum stabil, namun
berdasarkan nilai C/N ratio yang lebih rendah dari 10 menunjukkan bahwa Pupuk Organik
Hayati tersebut dapat digunakan langsung untuk budidaya tanaman tanpa mempengaruhi
ketersediaan Nitrogen di dalam tanah. POH tersebut dapat dikatakan mulai stabil bilamana
telah disimpan selama 1 bulan
Sifat Kimia Tanah
Pada Tabel 4 berikut dapat dilihat hasil analisis sifat kimia tanah pada beberapa
tanah yang sejenis yang mendapatkan penambahan POH mulai dari 0 tahun hingga 7 tahun
dengan penggunaan POH sebanyak 2 ton/Ha untuk sekali tanam.
Tabel 4. Hasil Analisis Kimia Tanah pada berbagai taraf penggunaan Pupuk Organik
Hayati (POH)
No
Pengamatan
0th
1,71a
Penggunaan POH selama
1th
2 th
3 th
4 th
2,14b
2,15b
2,40bc 2,43bc
7 th
2,67c
1
Bahan organic (%)
2
3
C/N ratio
Nitrogen (%)
9,55a
0,104a
8,57ab
0,145b
8,77ab
0,150b
7,12b
0,195c
8,70b
0,209c
6,54b
0,235d
4
Fosfat (ppm)
12,25a
34,39b
40,08bc 47,89cd
51,12d
66,29e
5
Kaliurn (cmol)
0,267a
0,290a
0,437b
0,470b
0,490b
0,617c
6
Calsium (cmol)
5,89a
6,86b
6,93b
7,37c
7,68c
8,39d
7
Magnesium (cmol)
0,48a
1,37b
1,96c
2,01c
2,32c
3,14d
8
KTK (cmol)
5,05a
7,89b
9,83b
14,87c
17,93d
21,93e
9
10
PH
Sulfat (ppm)
6,33a
8,53a
6,47b
6,77b
6,60b
5,37bc
6,77c
4,08cd
6,85cd
2,76de
6,97d
l,82e
Keterangan : Angka pada baris yang sama dengan notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan
uji LSD pada taraf 5%
ISSN 2302-2612
55
Jurnal Agroknow Vol. 2 No. 1 Februari 2014
Grafik hubungan antara periode penggunaan POH dengan kenaikan kandungan bahan
organik di dalam tanah pada penelitian ini ditunjukkan seperti pada gambar 1. Dari hasil analisa
dapat diketahui bahwa sejak tahun pertama penggunaan POH akan meningkatkan secara nyata
terhadap kandungan bahan organik tanah yaitu meningkat dari 1,71% menjadi 2,14% dan baru
meningkat secara nyata lagi setelah penggunaan POH selama 3 tahun. Pada tahun-tahun
berikutnya juga mengalami peningkatan, walaupun belum menunjukkan perubahan kandungan
bahan organik secara nyata.
Berdasarkan grafik tersebut dapat kita ketahui bahwa pada pemakaian POH selama 7
tahun dapat dikatakan nilai kandungan bahan organik sudah mencapai jumlah yang maksimal,
yaitu sebesar 2,67%. Oleh karena itu sejak penggunaan POH selama 7 tahun maka yang perlu
dilakukan adalah mempertahankan kandungan bahan organik di dalam tanah yang sudah ada.
Gambar 1. Grafik Hubungan antara Periode Penggunaan Pupuk Organik Hayati dengan
Kenaikan Kandungan Bahan Organik Dalam Tanah
Kandungan nitrogen, fosfat, kalium , kalsium serta magnesium cenderung meningkat
sejalan penggunaan POH yang semakin lama. Hal ini dapat dipahami karena di dalam POH kaya
akan unsur-unsur tersebut yang jumlahnya di dalam tanah akan semakin meningkat walaupun
unsur tersebut berkurang akibat pencucian tanah maupun diambil dari produksi tanaman namun
jumlahnya tetap bertambah. Hal ini berarti selama penggunaan POH menunjukkan tingkat
kesuburan kimia tanah mengalami peningkatan yang signifikan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pH tanah semakin meningkat sejalan
dengan semakin lamanya penggunaan POH, yang grafik hubungannya dapat kita lihat pada
Gambar 2. Hal ini menunjukkan bahwa POH dapat berperan mengurangi sifat kemasaman tanah
pada tanah yang bersifat agak asam. Kandungan sulfat dalam tanah tersebut cenderung
mengalami penurunan sejalan dengan penggunaan POH yang semakin lama. Hal ini tampaknya
terkait dengan perubahan pH tanah yang semakin mendekati ke arah pH netral sehingga
menyebabkan kelarutan sulfat akan mengalami penurunan.
Berarti pH tanah maksimum yang diperoleh akibat pemupukan POH adalah sebesar 6,97
saat penggunaan POH selama 7,5 tahun. Kondisi tersebut merupakan keadaan pH tanah yang
baik untuk pertumbuhan tanaman karena ketersediaan unsur hara tanaman dalam keadaan
optimal
56
ISSN 2302-2612
Jurnal Agroknow Vol. 2 No. 1 Februari 2014
Gambar 2.Grafik Hubungan antara Periode Penggunaan Pupuk Organik Hayati
dengan pH Tanah
Kandungan senyawa-senyawa organik di dalam kompos ini memiliki peranan yang lebih
penting dari pada peranan hara saja.Misalnya, asam humik dan asam fulvat, dimana kedua asam ini
memiliki peranan seperti hormon yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman.Kompos
diketahui dapat meningkatkan nilai KTK (kapasitas tukar kation) tanah. Artinya tanaman akan
lebih mudah menyerap unsur hara. Tanah yang diberi kompos juga menjadi lebih gembur dan
aerasi tanah menjadi lebih baik.Tanah yang diberi kompos lebih banyak menyimpan air dan tidak
mudah kering. Jika diamati lebih jauh, aktivitas mikroba pada tanah yang diberi kompos akan
lebih tinggi daripada tanah yang tidak diberi kompos. Mikroba-mikroba ini memiliki peranan dalam
penyerapan unsur hara oleh tanaman.Singkat cerita, kompos dapat memperbaiki sifat kimia, sifat
fisik, dan sifat biologi tanah (isroi.wordpress.com).
KESIMPULAN
1. Pupuk organik hayati (POH) yang terbaik diberikan adalah yang telah mengalami
fermentasi 1 bulan karena sudah menunjukkan kestabilan bahan organic, namun
demikian POH yang masih baru (fermentasi selama 4 hari) sudah dapat langsung
digunakan untuk menambah bahan organik di dalam tanah walaupun hasilnya kurang
optimal karena belum menunjukkan hasil bahan organik yang stabil
2. Penambahan POH ke dalam tanah sebanyak 2 ton/Ha menunjukkan nilai kandungan
bahan organik yang optimal sejak pemberian selama 7 tahun, yaitu sebesar 2,67%.
3. Penggunaan POH ke dalam tanah akan meningkatkan secara signifikan terhadap pH,
kandungan P, K, Ca dan Mg serta KTK tanah sejak pemberian POH pada tahun
pertama, sebaliknya dapat menurunkan ketersediaan S04 di dalam tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2002. Organic Matter Management. Regents of the University of Minnesota. Minnesota.
Budi Santoso, H., 1998. Pupuk Kompos, Kanisius Jakarta
Eddy Funderberg. (2001). What does Organic Matter Do in Soil. The Samuel Roberts Noble
Foundation, Inc.
Isroi, 2008. Kompos, Makalah: Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor
Mega, IM, IW Dana Atmaja, ID Oka Widya Arshana, IA Suty Adnyani, IN Dibia, Dwi Putra
Darmawan (2008). Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik yang Berkualitas dari Limbah
Peternakan Sapi dan Babi di Desa Marga Dauhpuri, Kecamatan Marga, Kabupaten
Tabanan. Fakultas Pertanian Universitas Udayana Bali.
ISSN 2302-2612
57
Jurnal Agroknow Vol. 2 No. 1 Februari 2014
Murbandono, HS. L, 2004. Membuat Kompos, Penebar Swadaya, Jakarta
Prihandarini, Ririen, 2004. Manajemen Sampah, Daur Ulang Sampah Menjadi Pupuk Organik,
Perpod, Jakarta
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor, Email:[email protected]
Sargiman, Gatot. 2003. Peranan Pupuk Organik Azolla dalam Memperbaiki Ekosistem Lahan
Persawahan. Saintek. Untag Surabaya.
Simanungkalit,R.D.M, Suriadikarta, D.A, Saraswati,R., Setyorini, D., dan Hartatik,W.
2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Organic Fertilizer and Biofertilizer. Balai
Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Bogor
58
ISSN 2302-2612
Download